Mengatasi Kerusakan Terumbu Karang.

kesejahteraan masyarakat dan stakeholder lainnya jika pengelolaan terkontrol dan lestari. b Meningkatkan bimbingan teknis dan manajemen usaha dan permodalan serta meningkatkan peluang berusaha kepada masyarakat melalui program kemitraan antara pemerintah, swasta dan stakeholder lainnya. Strategi ini dimaksudkan agar masyarakat tidak menggantungkan hidupnya secara langsung pada ekosistem dan sumberdaya terumbu karang.

3. Kebijakan Sosial Budaya. Kebijakan pengelolaan DPL ditekankan pada upaya peningkatan peran serta

stakeholder dan peningkatan penyadaran melalui jalur penegakkan hukum, sosial politik dan birokrasi berdasarkan peran masing-masing kelompoklembaga yang mengacu pada beberapa tahapan: a Membuat program pengembangan kawasan Distrik Meosmansar sebagai pusat pengembangan wisata bahari di Raja Ampat. b Menjaga keharmonisan dengan alam dengan cara mengontrol kegiatan pengembangan fasilitas wisata berupa homestay, alat transportasi dan lain- lain dan tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam. c Kebutuhan bidang publikasi dan informasi meliputi: a Promosi dan publikasi b Penyusunan paket-paket wisata; c Studi analisis pasar ekowisata; d Penyuluhan sadar wisata kepada masyarakat. d Kebutuhan bidang sumberdaya manusia meliputi: a Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM bidang ekowisata; b Pelatihan manajemen pariwisata terhadap masyarakat; c Pengembangan pendidikan lingkungan hidup baik secara formal maupun informal; d Pemberdayaan masyarakat berkaitan dengan program ekowisata. e Kebutuhan perencanaan pengelolaan ekowisata jangka panjang meliputi: a Penyusunan rencana pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berbasis ekowisata; dan b Penyusunan Rencana Induk Pengembangan ekowisata. f Menjaga keharmonisan dan kerjasama antara pengunjung wisatawan dan masyarakat dengan melakukan kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership yang dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran. Berdasarkan hasil kajian yang diperoleh dalam penelitian ini maka dihasilkan tiga kebijakan yang diharapkan dapat menjawab strategi pengelolaan terumbu karang secara umum di lokasi penelitian, sebagai upaya untuk pengembangan wisata bahari diving lewat pelaksanaan program kerja dan indikator kinerja yang sudah ditetapkan Lampiran 12. Adapun tiga kebijakan yang dihasikan yaitu: 1 Optimalisasi pengelolaan terumbu karang 2 Perlindungan ekosistem terumbu karang dan 3 Kualitas hidup masyarakat pesisir. Untuk mencapai optimalisasi pengelolaan terumbu karang, tiga langkah strategi yang dapat dilakukan yaitu: penataan zonasi DPL, meningkatkan partisipasi dan akuntabilitas masyarakat, swasta dan pemerintah dalam pengelolaan terumbu karang dan penguatan regulasi. Perlindungan ekosistem terumbu karang, dapat dilakukan melalui tiga langkah strategi yaitu: penguatan DPL, pengaturan kegiatan pemanfaatan di kawasan ekosistem terumbu karang, penegakan hukum secara terpadu dan penguatan system monitoring dan controlling berbasis masyarakat. Sementara kebijakan yang berkaitan dengan kualitas hidup masyarakat, dapat dilakukan dengan tiga langkah strategi yaitu: pemantapan kesadaran masyarakat tentang pentingnya terumbu karang bagi kehidupan, Pemberdayaan masyarakat pesisir dan reposisi mata pencaharian masyarakat pesisir. 6. SIMPULAN SAN SARAN 6.1. Simpulan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan analisis data, serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Terumbu karang di delapan kawasan DPL Distrik Meosmansar dapat dikelola untuk pengembangan wisata bahari diving. DPL Indip, DPL Imburnos dan DPL Warasmus adalah kawasan yang ”sangat sesuai” untuk wisata diving. Sedangkan DPL Ikwan iba, DPL Yendesner, DPL Tanadi, DPL Mansaswar dan DPL Kormansiwin ”cukup sesuai” untuk wisata bahari diving. 2. Jumlah pengunjung maksimum yang dapat ditampung kawasan DPL untuk wisata bahari diving adalah DPL Indip 450 orghari, DPL Imburnos 273 orghari, DPL Warasmus 418 orghari, DPL Ikwan Iba 7 861 orghari, DPL Yendersner 570 orghari, DPL Tanadi 109 orghari, DPL Mansawar 32 orghari dan DPL Kormansiwin 248 orghari . 3. Peran stakeholder dalam pengelolaan terumbu karang kawasan DPL berjalan baik karena memiliki pengetahuan yang baik tentang terumbu karang dan kaitannya dengan pengembangan wisata bahari, namun peran aktif masyarakat sebagai “pelaku wisata” belum dilakukan secara maksimal karena terbatasnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang professional dalam pengelolaan wisata bahari. 6.2. Saran.

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menganalisis kesesuaian dan daya

dukung kawasan terumbu karang untuk wisata bahari diving dan atau snorkeling untuk kawasan-kawasan pengembangan wisata bahari lainnya. 2. Daya dukung kawasan adalah dasar pengambilan keputusan dalam menetapkan jumlah wisatawan danatau kelompok manapun yang akan melakukan diving dan atau snorkeling yang memanfaatkan terumbu karang dalam kawasan konservasi. 3. Pemerintah harus lebih berupaya meningkatkan peran aktif masyarakat sebagai pelaku wisata lewat peningkatan keterampilan bisnis, vocational dan professional dalam pengelolaan wisata bahari.