Ekosistem Terumbu Karang. TINJAUAN PUSTAKA

1. Terumbu tepi fringing reef adalah terumbu karang yang berada dekat dan sejajar dengan garis pantai. Contohnya di utara dan barat Papua, di Mentawai, Pangandaran dan Parangtritis di Pantai Selatan P. Jawa, di Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Timur. 2. Atol Atoll adalah terumbu tepi yang berbentuk seperti cincin dan ditengahnya terdapat goba danau dengan kedalaman mencapai 45 m. Contohnya Atol Takabonerate di Sulawesi Selatan. 3. Terumbu penghalang barrier reff serupa dengan karang tepi tetapi memiliki jarak yang cukup jauh dari garis pantai dan umumnya dipisahkan oleh perairan yang dalam. Contohnya di Kep. Togean, Sulawesi Tengah, beberapa tempat di Kalimantan Timur dan di Selat Makasar. Menurut Bengen 2001 terumbu karang tepi tumbuh subur di daerah dengan ombak yang cukup dengan kedalaman tidak lebih dari 40 m. Terumbu karang yang tumbuh di daerah pasang surut sangat berperan dalam mengurangi energi arus dan ombak yang datang ke pantai sehingga mencegah terjadinya erosi dan mendukung terbentuknya pantai berpasir. Selain itu terumbu karang berperan utama sebagai habitat, tempat mencari makan feeding ground, tempat asuhan dan pembesaran nursery ground serta sebagai tempat pemijahan spawning ground bagi berbagai biota yang hidup diterumbu karang TERANGI 2005. Terumbu karang memiliki fungsi biologi dan fisik yang sangat penting dalam zona pesisir tropis; terumbu karang memproteksi garis batas pesisir sebuah pulau dan benua dari ombak samudera; terumbu karang juga memberikan kesempatan bagi perkembangan basin bersedimen dangkal dan mangrove yang terkait serta komunitas lamun. Sebagai hasil dari produktivitasnya yang tinggi, terumbu karang telah menjadi basis dari penghidupan, keamanan dan budaya masyarakat pesisir serta komunitas laut pada laut tropis. Selain itu terumbu karang juga merupakan area fokus utama untuk olahraga selam yang berkontribusi pada perkembangan industri pariwisata Craik et al. 1990. Sedangkan manfaat terumbu karang bagi masyarakat adalah: 1. Terumbu karang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kapur bahan konstruksi bangunan, sebagai sumber makanan, sebagai penambatan jangkar perahu, sebagai hiasan, sebagai pembersih alat dapur, sebagai bahan dempul, sebagai bahan obat-obatan anti biotik, anti kanker, anti bakteri, dan secara tidak langsung menyumbangkan peningkatan ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. 2. Menyediakan lapangan kerja melalui perikanan dan pariwisata, keindahan terumbu karang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kebutuhan melalui kegiatan pariwisata seperti diving dan snorkeling serta kegiatan fotografi bawah air atau pengumpulan kerang-kerangan untuk cinderamata.

2.2. Ekowisata.

Menurut Ceballos dan Lascurian 1991 in Yulianda 2007, ekowisata adalah pariwisata yang menyangkut perjalanan ke kawasan alam yang secara relatif belum terganggu dengan tujuan untuk mengagumi, meneliti dan menikmati pemandangan yang indah, tumbuh-tumbuhan serta binatang liar maupun kebudayaan yang dapat ditemukan disana. Sementara Bruce e t al. 2002 berpendapat, ekowisata merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alamlingkungan dan industri kepariwisataan. Ekowisata adalah wisata yang berbasis pada memperbolehkan orang untuk menikmati lingkungan alam dalam arah yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Ditambahkan pula oleh Nurfatriani dan Evida 2003 bahwa ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat dan tepat dan berdaya guna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Ekowisata sendiri untuk pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh oganisasi The Ecotourisme Society, sebagai perjalanan ke daerah-daerah yang masih alami yang dapat mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat Linberg dan Hawkins 1993 in Yulianda 2007. Buckley 1996 menyatakan bahwa ada empat bentuk perjalanan yang berlabelkan ekowisata dan umumnya dilakukan, yaitu: 1 Wisata berbasis alamiah nature based tourism, 2 Kawasan konservasi sebagai pendukung objek wisata conservation supporting tourisme, 3 Wisata yang sangat peduli lingkungan environmentally aware tourism dan 4 Wisata yang berkelanjutan sustainable tourisme. R umusan ekowisata yang disepakati dalam lokakarya nasional ekowisata pada bulan Juli 1996 di Bali yang melahirkan forum Masyarakat Ekowisata Indonesia MEI, yaitu kegiat an p e r jala n a n wisata yang bertan gg ung jawa b d i dae r ah yang ma si h alami atau daerah- da e ra h y ang dikelola deng a n kaidah alam dimana tujuan ny a selain untuk menikma t i k e in d a hannya ju ga me lib a tkan unsur pendidikan , p em a haman d a n d u kungan terh a dap u sa h a-us aha k ons e rvasi alam ser ta pening kata n p e nd a patan mas yar akat s e temp at seki tar d a e rah t ujua n e k o w isata. Sudarto 1999 . Secara konseptual ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat Setiawati 2000. Menurut Fandeli 2000, s u mberdaya e kowisata terdiri dar i sumberda ya alam d an s umb erdaya manusia yang dapat d i integra si ka n m e n ja di kom ponen terpadu b agi pema n faatan wisata . Berdasarkan k o nsep peman f a atan, wi s ata d apat diklasifikasikan menjadi: 1. W i sat a alam natu r e tourism , merupak a n akt i fitas wisa t a y ang ditu juk an pa da p engalaman te rha d ap kond i s i a la m a t a u daya tarik panoramanya. 2. W i sata budaya cu l tur al tour is m , mer u pa ka n wisata dengan kekayaan budaya sebagai o b jek w is ata d eng a n pe n ekanan pada a s pek pendidikan . 3. Ekowisata ecotourism, gre e n tou r ism atau alte r native tourism, me r upakan wi sat a bero ri entasi pada l ing ku ngan un tuk me nj emb ata n i kepen t ingan per l ind ungan sumb e rdaya alaml i ng k unga n dan in d u s tri ke pa r i w i sa taa n . Dalam teori dan prakteknya ekowisata tumbuh dari kritik terhadap pariwisata masal, yang dipandang merusak landasan sumberdaya yaitu lingkungan dan kebudayaan. Kritik ini melahirkan berbagai istilah baru antara lain adalah pariwisata alternatif, pariwisata yang bertanggung jawab, pariwisata yang berbasis komunitas dan ekowisata Aoyoma 2000. Alasan umum penggunaan konsep ini adalah karena dapat menggambarkan pariwisata yang termasuk: bukan pariwisata berskala besar atau massal, mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan dan mempererat hubungan antar bangsa. 2.3. Ekowisata Sebagai Konsep Pengembangan Wisata Bahari Ekowisata bahari merupakan ekowisata yang memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut, dengan tujuan: 1 Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung system kehidupan, 2 Melindungi keanekaragaman hayati, 3 Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya, dan 4 Memberikan kontribusi kepada masyarakat. Menurut Yulianda 2007, konsep untuk mengembangkan ekowisata meliputi delapan hal utama yang meliputi: 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktifitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat, 2. Pendidikan konservasi dan lingkungan: mendidik pengunjung dan masyarakat akan pentingnya konservasi, 3. Pendapatan langsung untuk kawasan: restribusi atau pajak konservasi dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan, 4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan: merangsang masyarakat agar terlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan, 5. Penghasilan bagi masyarakat: masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga mendorong untuk menjaga kelestarian kawasan, 6. Menjaga keharmonisan dengan alam dengan cara kegiatan pengembangan fasilitas tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam, 7. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan: daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan, 8. Kontribusi bagi pendapatan bagi negara pemerintah daerah dan pusat. Pengembangan suatu kawasan untuk tujuan ekowisata, hendaknya memperhatikan dua aspek utama, yaitu: 1 Aspek Destinasi: tidak melakukan eskploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk