BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Taman Nasional Kayan Mentarang merupakan kawasan konservasi dengan luasan 1,3 juta Ha Wulffraat et al. 2005. Pengelolaan kawasan tersebut
dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap kawasan, seperti masyarakat sekitar dan pemerintah.
Pengelolaan secara kolaboratif tersebut telah disahkan melalui SK Menhut 1214kpts-II2002 sehingga Taman Nasional Kayan Mentarang satu-satunya
kawasan konservasi di Indonesia dengan pengelolaan kolaboratif Menhut 2002. Kawasan tersebut di kelilingi dan berada di sebelas wilayah adat. Sebelas
wilayah adat tersebut adalah Hulu Bahau, Pujungan, Mentarang, Lumbis, Tubu, Krayan Hilir, Krayan Tengah, Krayan Darat, Krayan Hulu, Kayan Hilir dan
Kayan Hulu WWF 2010c. Masyarakat dalam wilayah adat tersebut memiliki interaksi yang kuat dengan kawasan. Sebagian besar kebutuhan hidup masyarakat
diperoleh dari hutan. Interaksi tersebut melahirkan konsep Tana „Ulen untuk mengelola sumberdaya hutan yang ada di dalamnya. Pengelolaan hutan tersebut
terbukti mampu menjaga keutuhan areal hutan, sehingga anak cucu mereka hingga saat ini masih dapat merasakannya Uluk et al. 2001.
Tana „Ulen Lalut Birai merupakan Tana „Ulen adat suku Kenyah Leppo Ma‟ut yang tinggal di Desa Long Alango. Masyarakat mengatakan areal tersebut
berada di Sungai Enggeng yang mengalir ke sungai besar di sekitarnya seperti Sungai Kayan. Identifikasi batas lapang dan proses pemetaan areal tersebut
menjadi diperlukan dan diharapkan dapat membantu berbagai pihak yang ingin mewujudkan konservasi daerah tangkapan air di Kalimantan Timur. Mengetahui
berbagai aturan yang diterapkan dalam mengelola kawasan, baik oleh masyarakat maupun Balai TNKM dapat memberikan informasi pengelolaan kawasan hutan
yang masih terjaga hingga saat ini. Proses pemetaan partisipatif telah dilakukan terhadap
areal Tana „Ulen Lalut Birai. Pemetaan tersebut hingga saat ini belum dilanjutkan dengan
identifikasi batas lapang, sehingga belum diketahui secara pasti kondisi batas
lapang areal Tana „Ulen tersebut. Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui areal Tana „Ulen sebenarnya dan untuk membedakan dengan areal di sekitarnya.
Mengetahui batas lapang areal Tana „Ulen yang sebenarnya akan dapat digunakan
untuk membandingkan dengan kawasan TNKM yang mengelilinginya. Latar belakang lainnya adalah hasil lokakarya mengenai pengelolaan Tana
„Ulen Lalut Birai. SPHT Lalut Birai atau Tana „Ulen Lalut Birai yang berada dalam kawasan TNKM, saat ini dikelola secara kolaboratif oleh masyarakat
BPTU dan Balai TNKM. Masyarakat Desa Long Alango sebagai pengelola di lapangan
saat ini perlu mengetahui areal Tana „Ulen sebenarnya, dengan demikian masyarakat akan mengetahui areal yang dikelolanya secara baik. Sehingga
kegiatan identifikasi batas lapang diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengelola kawasan.
Kegiatan inventarisasi berbagai peraturan pengelolaan yang diterapkan da
lam Tana „Ulen dimaksudkan untuk membandingkan dan mengumpulkan aturan pengelolaan masyarakat adat maupun pemerintah selama ini. Dengan
demikian dapat diketahui berbagai perubahan kebijakan pengelolaan kawasan dan dapat membandingkan peraturan pengelolaan yang diterapkan kedua belah pihak.
Sistem Informasi Geografi SIG digunakan sebagai alat yang membantu melakukan visualisasi dalam menganalisa data-data geografis Prahasta 2004.
Dalam hal ini, SIG digunakan untuk memetakan areal Tana „Ulen dari berbagai data-data geografis yang dikumpulkan dalam pengambilan data. Penampakan
secara visual areal Tana „Ulen dalam bentuk peta dapat digunakan untuk menganalisa berbagai informasi yang diperoleh saat pengumpulan data dan dapat
digunakan untuk pengelolaan kawasan oleh masyarakat adat maupun pemerintah.
1.2 Tujuan