BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Administrasi Geografis
Taman Nasional Kayan Mentarang memiliki luas wilayah sebesar 1.350.000 Ha dengan posisi geografis 2º hingga 4º Lintang Utara. Secara
administratif lokasi ini berada di Propinsi Kalimantan Timur dan di dua kabupaten yakni, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan. Kawasan ini berbatasan
dengan Malaysia di bagian timur laut hingga kearah barat dan bagian selatan berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah TNKM 2002 Gambar 5.
Gambar 5 Letak Taman Nasional Kayan Mentarang secara administratif.
4.2 Kondisi Fisik Dasar Kawasan
4.2.1 Topografi
Taman Nasional Kayan Mentarang terletak di punggung pegunungan dengan ketinggian yang bervariasi mulai dari 300 mdpl hingga 2000 mdpl. Sekitar
50 dari taman nasional memiliki elevasi lebih dari 1000 mdpl. Kemiringan lereng di taman nasional umumnya sebesar 40. Sehingga taman nasional ini
memiliki punggung bukit yang tinggi dan lembah-lembah dalam serta terpotong-
potong oleh garis lipatan yang berkelok-kelok dan dipengaruhi oleh pusat-pusat vulkanik. Sekitar 75 kawasan terdiri atas batu kapur atau bahan endapan lainnya
yang tercampur dengan batuan metamorfik. Pegunungan yang berasal dari gunung berapi sering kali terdiri dari
beberapa punggung utama sedangkan pegunungan yang berasal dari bahan endapan terlihat sebagai punggung bukit yang memanjang dan dipisahkan oleh
lembah sungai. Secara geomorfologis terdapat dua bagian taman nasional yang tertutupi oleh batuan vulkanik dan yang tidak tertutupi oleh batuan vulkanik.
Batuan vulkanik tersebut menutupi formasi endapan yang ada sebelumnya di wilayah selatan taman nasional.
4.2.2 Hidrologi
Taman Nasional Kayan Mentarang dengan kondisi pegunungan, perbukitan dan lembah-lembahnya yang dalam merupakan daerah penting
tangkapan air bagi tiga sungai besar di Kalimantan Timur. Sungai Kayan merupakan salah satu sungai besar yang sumber airnya berdekatan dengan
perbatasan taman nasional bagian selatan dan anak sungainya mengalir melalui kawasan. Sungai Sesayap memiliki dua anak sungai, yakni Sungai Mentarang dan
Sungai Tubu yang keduanya memperoleh sumber air dari pegunungan di bagian tengah serta utara kawasan dan airnya mengalir kedalam Sungai Sesayap. Sungai
Sembakung merupakan salah satu sungai terbesar yang anak sungainya memperoleh sumber air dari bagian utara kawasan.
Aliran permukaan sungai tersebut mengalami puncaknya pada bulan November, Desember dan bulan Mei, sedangkan pada periode bulan Juni hingga
September terjadi aliran permukaan terendah. Tinggi rendahnya aliran permukaan tersebut dipengaruhi oleh volume air yang masuk ke dalam sungai. Fluktuasi
tersebut dipengaruhi oleh tingkat kekeringan dan curah hujan yang terjadi di bagian hulu kawasan. Ketika aliran permukaan tinggi sungai tersebut tidak dapat
dilewati oleh transportasi sungai karena memiliki jeram-jeram yang besar, sehingga menganggu jalur transportasi. Sering pula terjadi banjir bandang pada
sungai-sungai tersebut. Sedangkan air tanah dalam kawasan hampir tidak ada, sehingga masyarakat mengambil air sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka.
4.2.3 Tanah
Kawasan taman nasional yang berupa pegunungan dan berbukit-bukit ini, memiliki tipe batuan yang menentukan jenis tanah di dalamnya. Batuan endapan
merupakan bahan induk umum dimana 75 kawasan terdiri atas tanah yang terbentuk dari batu endapan dan memiliki sifat miskin hara. Kondisi temperatur
yang tinggi dan curah hujan yang sering terjadi di kawasan ini menjadikan jenis tanah di kawasan ini adalah jenis Ultisol kemerahan dan kekuningan, berlempung
dan tidak subur. Batuan vulkanik membentuk tanah dengan tekstur halus dan struktur yang baik tapi memiliki kemampuan yang lemah dalam mengikat unsur
hara. Jenis tanah ini dikelompokan sebagai tropudults yang mencakup 25 kawasan di bagian selatan tepat di sebelah barat Sungai Bahau.
4.2.4 Iklim
Taman Nasional Kayan Mentarang dengan elevasi yang lebih rendah berada pada kondisi iklim tipe A berdasarkan sistem Koppen yakni iklim tropis
hujan tanpa musim kemarau dan suhu tinggi sepanjang tahun. Sedangkan untuk elevasi yang tinggi memiliki iklim tipe C atau iklim temperatur hangat dengan
hujan tanpa musim kemarau. Secara umum kawasan memiliki iklim tipe A atau Agroklimatik paling basah dan berawan untuk tanaman pertanian.
Curah hujan ditentukan oleh angin musim kering pada bulan Mei hingga Oktober dan angin musim hujan pada bulan November hingga April. Kondisi
paling basah terjadi pada bulan November sampai bulan Februari sedangkan musim paling kering pada bulan Juli atau Agustus hingga Oktober. Curah hujan
tersebar dengan penyebaran yang sangat kompleks. Daerah paling kering terdapat di daerah pedalaman dan lembah-lembah di sepanjang hulu Sungai Kayan dengan
jumlah curah hujan kurang dari 2500 mmtahun. Sedangkan daerah lainnya curah hujan rata-ratanya 3000 hingga 4000 mmtahun. Berdasarkan arahnya, barat
hingga kearah timur curah hujannya akan semakin berkurang. Daerah dataran rendah dengan curah hujan tinggi terdapat di bagian barat daya kawasan, yakni di
Desa Data Dian. Dalam kawasan taman nasional tidak ada daerah yang mendapat curah hujan kurang dari 100 mmtahun, dan bulan basah dengan curah hujan 200
mmtahun berjumlah 7 hingga 12 bulan. Daerah Long Pujungan memiliki rentang
curah hujan antara 150 hingga 300 mmtahun dengan kondisi kekeringan terjadi pada saat El Nino di tahun 19821983 dan 19971998.
Kondisi angin di kawasan ini umumnya relatif kecil, dengan pergerakan dari arah tenggara pada bulan Mei hingga Oktober serta dari arah barat laut pada
bulan November hingga April. Taman Nasional Kayan Mentarang tidak terpengaruh oleh topan tropis karena lokasinya berdekatan dengan garis
khatulistiwa. Pada daerah berbukit-bukit umumnya tertutup oleh awan hampir sepanjang tahun. Setiap bertambahnya ketinggian kondisi iklim akan menjadi
lebih dingin dan lembab. Keadaan suhu yang rendah dan kondisi penutupan awan mampu menekan pertumbuhan tanaman terutama di bagian elevasi yang lebih
tinggi.
4.3 Kondisi Biologi Kawasan
4.3.1 Ekosistem
Taman Nasional Kayan Mentarang memiliki tiga perempat kawasan lebih berupa batu pasir endapan, sedangkan sisanya terbentuk atas aktivitas vulkanik
sehingga terbentuklah berbagai bentuk lahan, dari dataran rendah dan tinggi sampai komplek perbukitan dan punggung gunung yang tinggi. Daerah dataran
rendah hingga tinggi terbentuk dari endapan batu pasir dan membentuk asosiasi dengan hutan kerangas. Daerah dengan dataran rendah vulkanik yang subur
membentuk hutan dipterocarpaceae primer dan sebagian berupa daerah pertanian. Batu pasir yang berada di perbukitan dan pegunungan membentuk hutan
dipterocarpaceae pegunungan dan hutan Montana. Terdapat sedikitnya 18 jenis habitat terrestrial atau tipe vegetasi. Hutan
dataran rendah, sub montana dan montana bercampur dengan padang rumput dan lahan pertanian masyarakat serta vegetasi pada substrat yang khusus seperti hutan
kerangas dan hutan kapur. Substrat batu pasir di dataran tinggi merupakan komponen edaphis utama yang sangat menentukan dalam pembentukan hutan
kerangas. Selain dari substrat terrestrial, hubungannya terhadap flora fauna dipengaruhi
oleh komunitas
perairan yang
beranekaragam sehingga
mempengaruhi tingginya keragaman amphibi dan ikan.
4.3.2 Flora
Taman Nasional Kayan Mentarang merupakan salah satu lokasi dengan keanekaragaman flora yang tinggi. Zona dataran rendah di TNKM didominasi
oleh flora dengan famili Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae dan Moraceae. Zona bukit dataran tinggi didominasi oleh famili Sapotaceae,
Burseraceae, Myrtaceae, Fagaceae, Ulmaceae, Euphorbiaceae, Dipterocarpaceae, Lauraceae, Theaceae dan Moraceae. Pegunungan rendah didominasi oleh
Theaceae, Myrtaceae, Euphorbiaceae, Myrtaceae, Fagaceae, Lauraceae dan Guttiferaceae. Zona pegunungan tinggi didominasi oleh famili Myrtaceae,
Ericaceae dan Fagaceae.
4.3.3 Fauna
Satwa endemik kalimantan tercatat di kawasan taman nasional ini. Bekantan Nasalis larvatus, Gibbon Borneo Hylobates muelleri dan Lutung
Presbytis Spp merupakan primata yang menghuni kawasan ini. Puri 1997 diacu dalam TNKM 2002 mengatakan Bekantan tercatat sebanyak 2 ekor di
hulu Sungai Bahau dan diperkirakan Bekantan betina muda yang secara kebetulan melintasi kawasan tersebut. Jenis mamalia yang diyakini masih terdapat dalam
kawasan seperti Kucing Merah Felis badia dan Kijang Kuning Borneo Muntiacus atherodes. Sudana 1999 diacu dalam TNKM 2002 mendapatkan
info dari masyarakat Tau Lumbis, Kucing Merah masih terdapat dalam kawasan. Satwa langka dan terancam seperti Lutung dahi putih Presbytis frontata
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diambil “Batu guliga”. Badak bercula dua Dicerorhinus sumatrensis berdasarkan studi Meijaard 1995 diacu dalam
TNKM 2002, Badak ditemukan di sekitar perbatasan luar taman nasional. Banteng Bos javanicus, Musang air Cynogale bennettii dan Gajah Asia
Elephas maximus terdapat dalam kawasan. Gajah asia keberadaannya diketahui di daerah Lumbis kearah timur taman nasional. Banteng diburu untuk diambil
dagingnya dan dibunuh jika memasuki perladangan warga. Jenis-jenis satwa seperti Orang Utan Pongo pygmaeus, Beruk Macaca
nemestrina, Landak Biasa Hystrix brachyura, Berang-berang Bulu Licin Lutra perspicillata, Macan Dahan Neofelis nebulosa dan Kucing Tandang Felis
planiceps . Orang Utan sangat jarang ditemui di kawasan Sungai Tubu O‟Brien
1997 diacu dalam TNKM 2002. Sulit ditemukan Orang utan di kawasan ini karena habitat kurang sesuai dan perburuan di daerah tersebut. Puri 1997 diacu
dalam TNKM 2002 mengatakan Macan dahan saat ini sangat jarang terlihat oleh pemburu. Masyarakat dikatakan sangat beruntung jika memperoleh enam ekor
macan dahan hasil buruan sepanjang hidupnya. Landak hanya sesekali diburu untuk memperoleh daging dan bulunya sebagai cinderamata. Selain itu batu
guliga yang terdapat pada landak dimanfaatkan sebagai komoditi jual beli sebagai obat. IUCN menetapkan status Beruk sebagai satwa Vulnerable, karena
jumlahnya terus menurun. Namun masyarakat Krayan percaya satwa tersebut masih cukup melimpah dan dianggap sebagai hama.
Beruang madu Helarctos malayanus dan Luwak Pardofelis marmorata merupakan satwa yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Luwak diburu oleh
masyarakat untuk diambil daging, kulit dan giginya. Sedangkan Beruang madu umumnya dimanfaatkkan sebagai obat oleh masyarakat dengan memanfaatkan
kantong empedunya. Gigi, kulit dan cakarnya dijual sebagai perhiasan. Jenis-jenis burung banyak terdapat di kawasan ini, baik jenis endemik
maupun jenis yang dilindungi. Merak Borneo Polypectron schleiermacheri, Bangau Tongtong Ciconia stormi, Ibis Karau Pseudibis davisoni, Sempidan
Kalimantan Lophura bulweri, Sempidan Merah Lophura erythrophthalma, Sempidan Biru Lophura ignita, Julang Jambul-Hitam Aceros corrugatus,
Cucak Rawa Pycnonotus zeylanicus dan Pelanduk Kalimantan Malacocincla perspicillata merupakan beberapa jenis burung yang terdapat dalam kawasan.
Jenis-jenis amphibi dan reptil tidak kalah banyak dengan kelas lainnya. Terdapat 26 jenis reptile dan 27 jenis amphibi yang dilaporkan terdapat dalam
kawasan. Ikan merupakan satwa air yang banyak ditemukan di kawasan ini, terdapat sekitar 76 jenis yang baru diketahui dalam kawasan.
4.4 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Kebudayaan Masyarakat
Masyarakat dayak yang berada di dalam dan sekitar kawasan terdiri atas 12 kelompok suku bahasa dengan penduduknya 16.000 jiwa. Kelompok tersebut
seperti Dayak Kenyah, Punan, Lundayeh, Tagel, Kayan dan Saben. Masyarakat tersebut telah mendiami kawasan kurang lebih selama dua atau tiga abad yang
lalu. Perpindahan masyarakat dari dan ke dalam kawasan masih terjadi hingga
saat ini. Umumnya perpindahan keluar kawasan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan ekonomi mereka, namun peningkatan perdagangan hasil hutan dari
kawasan telah menyebabkan kembalinya masyarakat kedalam kawasan. Klinik kesehatan umumnya terdapat di masing-masing ibukota kecamatan
sebanyak satu buah dengan minimal dua orang perawat, satu orang mantri dan satu orang dokter. Umumnya dokter yang didatangkan berasal dari daerah lain
Indonesia yang baru selesai pendidikan dan dalam masa tugas pelatihan pelayanan di daerah-daerah terpencil Indonesia. Untuk setiap desa terdapat satu buah sekolah
dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama hanya ada di ibukota kecamatan. Mata pencaharian masyarakat adat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari sangat beragam. Umumnya masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dari hasil menanam dan berburu yang diperoleh dari hutan dan
sungai. Kegiatan utama dalam mencari uang untuk membeli berbagai keperluan mereka adalah dengan memungut dan menjual hasil hutan serta dari bekerja
sementara di Malaysia. Walaupun demikian masyarakat sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan berbagai mata pencaharian lainnya seperti
beternak, hasil hutan non kayu, perburuan, kerajinan tangan dan bekerja sebagai buruh.
Masyarakat di sekitar kawasan merupakan masyarakat adat dimana kehidupan sehari-hari diatur dengan hukum adat, termasuk pemanfaatan
sumberdaya alam. Keberadaan lembaga hukum adat dalam menerapkan aturan sehari-hari telah membuat masyarakat percaya terhadap lembaga tersebut dalam
melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya dibandingkan organisasi lain. Terdapat sedikitnya 10 wilayah adat di kawasan TNKM yaitu Apo Kayan,
Pujungan, Hulu Bahau, Tubu, Mentarang, Krayan Hulu, Krayan Tengah, Krayan Hilir, Krayan Darat dan Lumbis Hulu. Wilayah adat tersebut dipimpin oleh kepala
adat besar dan telah mendapat pengakuan dari pemerintah kabupaten dengan adanya surat tugas.
4.5 Pengelolaan Kawasan