Fungsinya adalah untuk cadangan ikan, hasil buruan dan hasil hutan lainnya bagi kepentingan  kegiatan  pesta  dan  kebutuhan  bahan  bangunan  untuk  warga  desa.
Untuk  pengambilan  hasil  hutan  dari  Tana  „ulen  ditentukan  waktu  khusus  dan alasan khusus yang disebut buka ulen Sirait 1999.
Pada  awal  tahun  1960- an,  Tana  „ulen  akhirnya  berubah  status  menjadi
milik  desa  disebut  Tana  „ulen  leppo‟  dan  kemudian  diperkuat  dengan  surat keputusan  oleh  pemerintah  daerah  tingkat  I  Kalimantan  timur  pada  tahun  1967.
Sehingga  Tana  „ulen  leppo‟  dijaga  dan  dikelola  dengan  seksama  untuk kepentingan  bersama  sebagai  sumber  pemenuhan  kebutuhan  masyarakat  seperti
bahan bangunan, bahan pangan, dan HHNK bernilai ekonomi. Pada  tahun  1963-1964  ketika  terjadi  konfrontasi  antara  Indonesia  dan
Malaysia  praktek  pengelolaan  Tana  „ulen  mengalami  perubahan  drastis.  Para prajurit  TNI  pada  waktu  itu  bertugas  di  wilayah  perbatasan  pos-pos  penjagaan
menjadi terbiasa masuk berburu di Tana „ulen desa-desa daerah Bahau Hulu untuk mencari lauk-pauk, dengan mengajak sejumlah warga setempat.
Dalam pengelolaan Tana „ulen leppo‟ oleh desa, terdapat sejumlah aturan yang  dipatuhi  bersama  oleh  semua  warganya  secara  ketat.  Hasil  hutan  diambil
pada waktu-waktu tertentu yang disebut  buka ulen dan tidak  mengikuti kalender tetap seperti kalender perladangan, serta khusus untuk kepentingan desa. Hal-hal
yang  tidak  diperbolehkan  seperti  ngusa  mengambil  atau  mengusahakan  hasil hutan  diluar  waktu  buka  ulen  atau  melewati  batas  waktu  buka  ulen,  masuknya
warga desa lain tanpa ijin kepala desa dan memotong rotan atau menebang pohon kayu  manis  yang  masih  muda.  Pelanggaran  terhadap  aturan-aturan  pengelolaan
Tana „ulen  leppo‟ dikenakan sanksi  yang disesuaikan dengan  jenis pelanggaran. Jika pelanggar adalah warga di luar desa, dikenakan sanksi lebih berat. Demikian
juga kaum paren, pimpinan atau aparat desa karena mereka berasal dari keluarga yang mendukung adanya Tana „ulen leppo‟, yaitu golongan yang menjadi teladan
bagi warga desa lainnya.
2.4 Sistem Informasi Geografi SIG
Pada dasarnya terdapat dua jenis data yang digunakan untuk memodelkan kenampakan-kenampakan  dunia  nyata  saat  ini.  Data  spasial  atau  sering  disebut
dengan  aspek-aspek  keruangan  seperti  data  koordinat,  posisi  dan  ruang
merupakan data awal yang digunakan untuk memodelkan penampakan rupa bumi. Sedangkan  data  kedua  adalah  data  atribut  atau  sering  disebut  sebagai  data  yang
menjelaskan secara deskriptif mengenai fenomena yang dimodelkan. Data  yang  digunakan  untuk  menampilkan  kenampakan  dunia  nyata
tersebut dapat disimpan dan diproses dilakukan secara terpisah sedemikian rupa sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan sesuai
kebutuhan.  Keunggulan  tersebut  menjadi  nilai  lebih  tersendiri  bagi  SIG dibandingkan peta yang menampilkan dan menyimpan data secara bersamaan.
Sistem Informasi Geografi menurut Prahasta 2002 adalah suatu teknologi baru  yang  berbasiskan  komputer  dan  menjadi  alat  bantu  tools  yang  sangat
esensial  dalam  menyimpan,  memanipulasi,  menganalisis  dan  menampilkan kembali  kondisi-kondisi  alam  dengan  bantuan  data  atribut  dan  spasial.  Dengan
demikian  terdapat  empat  kemampuan  SIG  yang  berbasiskan  komputer  dalam menangani  informasi  bereferensi  geografi  yakni  input  data,  manajemen  data,
analisis dan manipulasi data serta luaran atau tampilan yang diinginkan Aronoff 1989 diacu dalam Prahasta 2005.
Weng 2010 mengatakan SIG dapat digunakan untuk menangani berbagai data yang  bersifat geografis, termasuk di dalamnya data atribut dan  spasial  yang
mampu  menjelaskan  berbagai kenampakan rupa  bumi dan konsep  mendasar dari SIG adalah lokasi dalam sebaran keruangan dan keterkaitannya.
Sistem  Informasi  Geografi  ini  memiliki  sistem  yang  komplek  dan  terdiri atas  beberapa  komponen  seperti  perangkat  keras,  perangkat  lunak,  data
informasi  geografi  serta  sumberdaya  manusia.  Perangkat  keras  tersebut  seperti komputer,  mouse,  keyboard,  monitor,  hard  disk,  digitizer,  printer,  plotter  dan
scanner.  Perangkat  lunak  yang  dapat  digunakan  seperti  IDRISI,  MapInfo, ERDAS,  Arc  View  dan  Arc  Gis.  Data  dan  informasi  geografi  yang  diperlukan
secara langsung dapat diperoleh dengan mendijitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari  laporan-laporan, sedangkan data dan  informasi
geografi  yang  dibutuhkan  secara  tidak  langsung  dapat  diperoleh  dengan  cara mengimportnya  dari  perangkat  lunak  SIG  yang  lain.  Sumberdaya  manusia  atau
orang-orang  yang  memiliki  keahlian  dalam  manajemen  dan  mengerjakan  SIG merupakan salah satu unsur terpenting.
Sistem  Informasi  Geografis  memadukan  data  keruangan  dan  data atributnya  dalam  menampilkan  dunia  nyata.  Sistem  Informasi  Geografis
menyimpan  semua  informasi  deskriptif  data  keruangan  sebagai  atribut-atribut  di dalam  basis  data  yang  berbentuk  tabel  dan  dapat  dihubungkan.  Setelah
dihubungkan antara data keruangan dan tabel yang bersangkutan, dapat dilakukan pencarian terhadap data atribut melalui lokasi-lokasi dalam data keruangan.
Keterkaitan  antara  data  keruangan  dan  atributnya  ditampilkan  dalam satuan-satuan  yang  disebut  layer.  Gedung,  hutan,  jalan  dan  batas-batas  desa
merupakan contoh layer yang jika dikumpulkan akan membentuk basis data SIG. Rancangan  basis  data  akan  menentukan  efektifitas  dan  efisiensi  proses-proses
pemasukan, pengelolaan dan luaran SIG.
2.5 Global Positioning System GPS