Karakteristik Siswa Kelas III Sekolah Dasar

62 Pada masa kanak-kanak akhir, perkembangan bahasa nampak pada perubahan perbendaharaan kata dan tata bahasa. 4. Perkembangan Bicara Pada masa kanak-kanak akhir, anak mulai belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perbendaharaan kata bertambah seiring bertambahnya kosa kata yang berasal dari berbagai sumber. Anak-anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat tercapai apabila anak-anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain. Anak-anak pada masa kanak- kanak akhir bicara lebih terkendali dan terseleksi. Anak-anak menggunakan kemampuan bicara sebagai bentuk komunikasi, bukan semata-mata sebagai bentuk latihan verbal. Kemampuan berbicara ditunjang oleh perbendaharaan kosa kata yang dimiliki oleh anak-anak. 5. Perkembangan Moral Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral terlihat dari perilaku moral yang menunjukkan kesesuaian antara nilai dan norma di masyarakat. Perilaku moral banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta perilaku moral dari orang-orang disekitarnya. Perkembangan moral juga tidak terlepas dari perkembangan kognitif dan emosi pada anak-anak. Pengembangan moral termasuk nilai- nilai agama merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk sikap dan kepribadian anak. 63 6. Perkembangan Emosi Emosi memainkan peran yang penting dalam kehidupan anak. Dampak dari emosi yang kuat dan berulang-ulang dapat dirasakan oleh fisik anak-anak. Hal tersebut turut mempengaruhi penyesuaian sosial. Pergaulan yang semakin luas dengan teman sekolah dan teman sebaya membuat anak belajar bahwa ungkapan emosi yang kurang baik tidak diterima oleh teman-temannya sehingga anak-anak belajar untuk lebih mengendalikan ungkapan-ungkapan emosi yang kurang dapat diterima seperti: amarah, menyakiti perasaan teman, menakut-nakuti, dan sebagainya. Adapun ciri-ciri emosi pada anak adalah sebagai berikut: a emosi anak berlangsung relatif lebih singkat sebentar, b emosi anak kuat atau hebat, c emosi anak mudah berubah, d emosi anak nampak berulang-ulang, e respon emosi anak berbeda-beda, f emosi anak dapat diketahui atau dideteksi dari gejaka tingkah lakunya, g emosi anak mengalami perubahan dalam kekuatannya, dan h perubahan dalam ungkapan-ungkapan emosional. 7. Perkembangan Sosial Perkembangan emosi tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan perkembangan sosial, yang sering disebut sebagai perkembangan tingkah laku sosial. Pada masa kanak-kanak akhir, dunia sosio-emosional anak menjadi semakin kompleks dan berbeda pada masa ini. Pemahaman tentang diri dan perubahan dalam perkembangan gender dan moral menandai perkembangan anak selama masa kanak-kanak akhir. 64 Secara umum, perkembangan masa kanak-kanak akhir tidak berbeda dengan perkembangan yang terjadi pada masa balita, sehingga perkembangan yang terjadi lebih diarahkan untuk melanjutkan pola yang sudah terbentuk pada masa balita. Sedikit perbedaan dalam perkembangan masa kanak-kanak akhir menurut Endang Poerwanti dan Nur Widodo 2005: 97-102 adalah: 1. Perkembangan Emosi Pada masa kanak-kanak akhir, dengan penalaran yang semakin berkembang, anak mulai tahu bahwa ungkapan emosional yang berlebihan, merupakan hal yang kurang baik, dan secara sosial tidak dapat diterima oleh teman-teman sebaya, ataupun keluarga, sehingga perkembangan yang nampak ialah anak mulai belajar untuk mengendalikan ungkapan-ungkapan emosi yang bersifat negatif dan cenderung untuk mulai mengungkapkan emosi yang menyenangkan. Keinginan yang kuat untuk dapat mengekang ungkapan-ungkapan emosi yang dimiliki pada masa kanak-kanak akhir seringkali membuat anak-anak merasa gelisah, mudah tersinggung, atau justru menarik diri dari komunikasi sosial. Pelampiasan emosi yang terkekang yang sudah memuncak katarsis emosional sering ditunjukkan dengan cara menangis keras-keras, sibuk bermain sendiri tanpa mempedulikan larangan, atau menarik diri dari lingkungan pertemanan. 2. Perkembangan Sosial Akhir masa anak-anak sering pula disebut sebagai usia berkelompok karena pada masa ini ciri yang menonjol ditandai dengan 65 minat besar terhadap aktifitas dengan teman-teman sebaya sehingga memiliki kecenderungan untuk melakukan kegiatan secara berkelompok. 3. Perkembangan Bermain Kegiatan bermain pada masa kanak-kanak akhir memiliki peran sangat penting untuk perkembangan fisik psikologis dan sosial anak, sehingga untuk dapat mencapai perkembangan yang optimal anak-anak harus diberi waktu dan kesempatan untuk bermain, terutama dengan teman sebaya. Dengan bermain, anak-anak akan mengembangkan berbagai keterampilan dan sosialisasi. 4. Perkembangan Moral Pada masa kanak-kanak akhir, konsep anak-anak mengenai moral mengalami perubahan. Pengertian yang kaku tentang benar dan salah mulai berubah karena anak-anak mulai memperhitungkan keadaan- keadaan khusus yang masih berada pada batas toleransi dalam pelanggaran moral. Relativitas moral mulai berkembang menggantikan konsep moral yang kaku. Perasaan yang semula merupakan pemaksaan dengan hukuman akan dapat berkembang menjadi nilai moral yang diyakini dan merupakan kualitas pribadi. Selanjutnya, Rita Eka Izzaty dkk 2013: 114-115 membagai masa kanak-kanak akhir menjadi dua fase: 1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar yang berlangsung antara usia 67 tahun – 910 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 1, 2, dan 3 sekolah dasar. 2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar yang berlangsung antara usia 910 tahun – 1213 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 4, 5, dan 6 sekolah dasar. 66 Adapun ciri-ciri anak masa kelas-kelas rendah sekolah dasar menurut Rita Eka Izzaty 2013: 115 adalah: 1. ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah 2. suka memuji diri sendiri 3. kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan itu dianggapnya tidak penting 4. suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan dirinya, dan 5. suka meremehkan orang lain. Dari pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak usia sekolah dasar kelas III atau kelas rendah yang berada pada masa kanak-kanak akhir rata-rata memiliki keaktifan yang tinggi dan menyukai kegiatan yang dapat mengembangkan morotik halusnya. Sebagian dari mereka masih memiliki emosi yang belum stabil, sehingga peran guru sangat dibutuhkan dalam memfasilitasi perkembangan emosi siswa. Kemampuan berpikir siswa juga berkembang dari tingkat yang sederhana menuju tingkat yang lebih konkret, sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara kontekstual.

D. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mila Dwi Candra 2015: vii mengenai penerapan pembelajaran berbasis multiple intelligences pada siswa kelas V di SD Juara Gondokusuman Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persiapan pembelajaran terdiri dari 2 tahapan, yaitu mengenali inteligensi siswa dengan menggunakan TIMI Test Interest Multiple Intelligences dan menyusun rencana pembelajaranlesson plan yang dituliskan pada buku khusus milik guru berupa coret-coretan. Aspek yang 67 terdapat pada rencana pembelajaranlesson plan tersebut setidaknya meliputi tema, indikator, kegiatan alfa zona, sceene setting, kegiatan pembelajaran, serta alat bahan yang dibutuhkan. Pada tahap pelaksanaan sudah melakukan kegiatan untuk memberikan apersepsi dan motivasi serta melakukan kegiatan-kegiatan berbasis multiple intelligences. Apersepsi dan motivasi tersebut berupa kegiatan alfa zona seperti bernyanyi dan melakukan gerakan refleksi, Warmer dengan mengulang materi sebelumnya, pre-teach dengan memberikan penejelasan awal jalannya proses pembelajaran, dan scenee setting dengan pemberian konsep awal terhadap materi pembelajaran. Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran siswa difasilitasi untuk belajar melalui kesembilan jenis kecerdasan, yaitu: linguistik-verbal, matematis-logis, visual-spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, naturalis dan eksistensialis. Meskipun, kesembilan jenis kecerdasan tersebut tidak dilakukan dalam satu waktu. Penilaian pembelajaran dilakukan secara autentik dengan menggunakan 3 ranah yaitu; 1 kognitif dengan tes lisan, tertulis dan penugasan, 2 afektif dengan observasi, target bulanan dan penilaian diri, 3 Psikomotorik dengan tugas proyek dan praktek. Hambatan yang dialami dalam penerapan pembelajaran berbasis multiple intelligences salah satunya adalah TIMI yang digunakan untuk mengenali kecenderungan inteligensi siswa tidak sedetail MIR Multiple Intelligences Research yang dibuat oleh Munif Chatib Konsultan Pendidikan yang membuat MIR. 68 2. Penelitian yang dilakukan oleh Rifka Khoirun Nada 2015: viii terkait implementasi multiple intelligences dalam mengembangkan potensi anak studi kasus di SDIT Bina Anak Sholeh Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1 implementasi multiple intelligences dalam mengembangkan potensi siswa di SDIT Bina Anak Sholeh Yogyakarta melalui kegiatan keseharian, kegiatan pembelajaran intrakulikuler dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif meliputi pendekatan- pendekatan kecerdasan yang dimiliki siswa, selain itu juga pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan masing-masing kecerdasan, 2 hasil multiple intelligences dalam mengembangkan potensi siswa di SDIT Bina Anak Sholeh Yogyakarta dalam hasil angket dari keseluruhan aspek kecerdasan diperoleh hasil rata-rata 3,32 yang menunjukkan kategori ―baik‖ dan didukung dari hasil wawancara dan observasi SDIT Bina Anak Sholeh Yogyakarta mampu mengembangkan potensi siswanya melalui sembilan aspek kecerdasan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Gian Nitih Tania 2013: vii mengenai pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial berbasis kecerdasan majemuk kelas IV B Sekolah Dasar Negeri 4 Wates, Kulon Progo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPS di kelas IV B belum mengacu pada langkah-langkah pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk. Hal ini terbukti belum adanya pengenalan terhadap kecenderungan kecerdasan majemuk peserta didik kelas IV B. Perencanaan pembelajaran yang dibuat belum mencantumkan kecerdasan 69 yang akan dikembangkan. Strategi yang digunakan belum berdasarkan kecenderungan kecerdasan majemuk peserta didik kelas IV B meski sudah dilakukan variasi pada setiap pertemuannya. Penilaian yang dilakukan hanya memfasilitasi kecerdasan verbal linguistik dan logis matematis. Kecerdasan-kecerdasan yang dikembangkan pada kegiatan inti belum mendapat penilaian yang sistematis. Berdasarkan beberapa penelitian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa implementasi pembelajaran berbasis multiple intelligences dapat memfasilitasi kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa dan mengembangkan potensi kecerdasan masing-masing siswa.

E. Pertanyaan Penelitian

Dari penjabaran kajian teori di atas, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran berbasis multiple intelligences yang dilakukan guru? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran berbasis multiple intelligences yang diberikan guru? 3. Bagaimana penilaian pembelajaran berbasis multiple intelligences yang dilakukan guru?