Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4 mengenyam pendidikan formal selama 3 bulan, selebihnya, Tommy dididik
oleh Ibunya. Saat usianya 12 tahun, Tommy menghidupi dirinya dengan menjual koran, buah apel, dan gula-gula di sebuah jalur kereta api. Siapa kira,
20 tahun kemudian, bocah yang dianggap bodoh oleh gurunya ini menemukan lampu pijar listrik pertama dan memegang paten atas 1300 lebih penemuan.
Peristiwa seperti kisah di atas ini tidak hanya dialami oleh Tommy a.k.a Thomas Alva Edison. Ilmuwan-ilmuwan ternama seperti Einstein,
Newton, dan Beethoven juga pernah dianggap anak yang tidak cerdas oleh gurunya hanya karena gurunya tidak mengetahui potensi kecerdasan yang ada
dalam diri mereka. Howard Gardner, setidaknya telah mengelompokkan kecerdasan
menjadi delapan jenis kecerdasan. Adapun kedelapan kecerdasan tersebut antara lain: kecerdasan linguistik linguistic intelligence, kecerdasan logika-
matematika logical mathematical intelligence, kecerdasan spasial spatial intelligence, kecerdasan musikal musical intelligence, kecerdasan kinestetik
bodily-kinesthetic intelligence, kecerdasan interpersonal interpersonal intelligence, kecerdasan intrapersonal intrapersonal intelligence, dan
kecerdasan naturalis naturalist intelligence. Dari kedelapan jenis kecerdasan tersebut, guru berperan penting dalam mengembangkan potensi kecerdasan
yang dimiliki siswa. Guru harus mampu merencanakan suatu proses pembelajaran yang dapat mengakomodir potensi kecerdasan siswa secara tepat
sesuai dengan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 4 ayat 4 tentang Sistem
5 Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa ―Pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran‖.
Perbedaan potensi kecerdasan dalam diri siswa menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajar dengan
gaya belajar dan karakteristik belajar siswa. Hoerr 2007: 21 menyatakan bahwa jenis kecerdasan yang berbeda berpengaruh pada kegiatan belajar
mengajar. Setiap kecerdasan memiliki gaya belajar atau learning style yang berbeda pula. Oleh karena itu, sistem klasikal tidak sesuai dengan konsep
perbedaan individual, karena sistem klasikal memandang semua siswa di kelas itu sama homogen.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Munif Chatib pada tahun 2003 terhadap
sekolah-sekolah yang
menerapkan multiple
intelligences menunjukkan bahwa hampir semua sekolah tersebut terjebak pada
pemahaman bahwa multiple intelligences adalah bidang studi Munif Chatib, 2015: 97. Kesalahpahaman ini dimungkinkan terjadi karena kemiripan istilah
antara jenis-jenis kecerdasan yang dicetuskan oleh Howard Gardner dengan nama-nama bidang studi. Kecerdasan linguistik linguistic intelligence
disamakan dengan bidang studi Bahasa Indonesia; kecerdasan logika- matematika logical mathematical intelligence disamakan dengan bidang
studi Matematika; kecerdasan kinestetik bodily-kinesthetic intelligence disamakan dengan bidang studi olah raga; dan seterusnya. Untuk menghindari
kesalahpahaman tersebut, sekolah harus menanamkan pemahaman yang benar
6 mengenai multiple intelligences yang awalnya merupakan teori kecerdasan
dalam ranah psikologi. Salah satu sekolah swasta di Yogyakarta yang menerapkan sistem
multiple intelligences pada siswanya yaitu Sekolah Dasar Jogja Green School yang kemudian disebut SD Jogja Green School. SD Jogja Green School
terletak di Dusun Jambon RT 04RW 22 Trihanggo, Gamping, Sleman, Yogyakarta. SD Jogja Green School memasuki tahun keempat pada tahun
2016. Sejak awal, sekolah ini sudah menerapkan strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences pada siswa, disamping sekolah ini juga
menerapkan kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sumber: hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, 12 Januari 2016.
Pada saat peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 12 Januari 2016, Kepala Sekolah SD Jogja Green School
mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada persiapan khusus yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menerapkan pembelajaran berbasis multiple
intelligences. Namun, pada prinsipnya, setiap pendidik di SD Jogja Green School percaya bahwa setiap anak memiliki kecerdasan yang bermacam-
macam, tidak hanya satu. Berbeda dengan sekolah yang menerapkan pembelajaran berbasis multiple intelligences lainnya, SD Jogja Green School
tidak melakukan sebuah tes khusus yang digunakan untuk mengukur kecenderungan kecerdasan siswa yang biasa disebut MIR Multiple
Intelligences Research. Hal ini dikarenakan pihak sekolah mempercayai bahwasanya multiple intelligences seorang anak dapat terus berkembang.
7 Dari fakta-fakta di atas, dapat diketahui bahwa SD Jogja Green
School memiliki keunikan dimana sekolah tersebut selalu memberikan kesempatan dan peluang bagi siswanya untuk mengembangkan potensi
kecerdasan mereka melalui sistem pembelajaran yang cocok. Sekolah juga tidak menempatkan kognitif di atas segala-galanya, namun juga melihat
kemampuan anak pada ranah afektif dan psikomotoriknya. Di SD Jogja Green School juga diterapkan beberapa strategi pengajaran sesuai dengan kecerdasan
dan gaya belajar peserta didik. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas III
pada tanggal 14 Januari 2016, diketahui bahwa dalam pembelajaran yang dilaksanakan, guru menerapkan beberapa metode kreatif sebagai upaya dalam
mengoptimalkan potensi-potensi multiple intelligences yang dimiliki siswanya. Hal ini terlihat dalam pemaparan guru kelas III mengenai kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan pada Kamis, 14 Januari 2015, dimana guru mengambil materi mengenai ―Uang itu Berharga‖. Dalam proses
pembelajaran, terlihat guru menerapkan variasi pembelajaran melalui pendekatan multiple intelligences dengan memutarkan video clip lagu Cuma
Khayalan milik Oppie Andaresta sebagai scene setting pada kegiatan apersepsi. Selanjutnya, guru membagi siswa menjadi dua kelompok dan
mengajak siswa berjalan-jalan ke pasar tradisional untuk mengamati kegiatan pemanfaatan uang. Setiap kelompok membuat hasil pengamatan untuk
didiskusikan di dalam kelas. Guru kemudian berperan sebagai fasilitator untuk menuliskan hasil diskusi pada papan tulis menggunakan bahasa yang lebih
8 terstuktur. Setelah siswa mengetahui manfaat-manfaat uang, guru menuntun
siswa memahami bahwa uang itu berharga. Dalam kegiatan tersebut, siswa dipersilahkan untuk berpendapat secara lisan. Guru kemudian memberikan
tugas kreatif pada siswa untuk menceritakan dan membuat tulisan dengan tiga tema berbeda yaitu: a pemanfaatan uang, b cara merawat uang, dan c uang
sangat berharga. Setelah itu, siswa menceritakan tulisan yang sudah mereka buat. Siswa lain yang mengamati temannya bercerita pun dipersilahkan untuk
mengomentari penampilan temannya tersebut. Tidak lupa, guru dan siswa memberikan apresiasi untuk sesama siswa yang sudah menceritakan hasil
tulisan mereka. Sehabis makan siang, guru mengajak siswa untuk membuat tabungan kelas.
Dari penuturan guru mengenai kegiatan pembelajaran di atas, terlihat bahwa pengembangan multiple intelligences yang dilaksanakan pada proses
pembelajaran pada Kamis, 14 Januari 2015 mencakup kedelapan kecerdasan yang dikembangkan sekolah, yaitu: kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-
matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Berangkat dari hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam terkait implementasi pembelajaran berbasis multiple
intelligences pada siswa kelas III di SD Jogja Green School. Untuk itu, peneliti mengangkat judul ―Implementasi Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences pada Siswa Kelas III di Sekolah Dasar Jogja Green School Trihanggo Sleman Yogyakarta‖.
9