BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Penyakit infeksi oleh mikroba patogen merupakan salah satu masalah kesehatan utama di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Infeksi oleh
mikroba patogen tersebut dapat menyebabkan kematian, salah satu contohnya adalah penyakit tuberkulosis atau TBC Tim Mikrobiologi, 2003. Dalam upaya
mengobati infeksi tersebut, sejak abad ke-17, telah digunakan berbagai macam bahan kimia, misalnya untuk mengobati penyakit malaria digunakan ekstrak kulit
pohon kina yang mengandung kinin. Kemudian pada tahun 1929, Alexander Fleming menemukan penisilin, suatu senyawa antimikroba yang berasal dari
kapang Penicillium notatum. Howard Florey dan Ernst Chain berhasil melakukan uji klinik pertama dan memperlihatkan bahwa penisilin yang ditemukan oleh
Alexander Fleming mempunyai daya pengobatan yang efektif terhadap penyakit infeksi pada tahun 1940. Sejak itu, dimulailah era pengobatan dengan
menggunakan antimikroba Tim Mikrobiologi, 2003. Antimikroba merupakan suatu zat atau bahan yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba patogen. Akan tetapi, beberapa mikroba patogen memiliki resistensi terhadap antimikroba tersebut, contohnya resistensi bakteri
Streptococcus pneumoniae terhadap penisilin Carlile dan Watkinson, 1995. Hal ini mendorong para ahli untuk terus mencari bahan baku antimikroba.
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi antimikroba diantaranya adalah tanaman obat. Indonesia memiliki keanekaragaman berbagai macam jenis
tanaman obat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Potensi zat antimikroba pada tanaman-tanaman tersebut berasal dari metabolit sekunder
tanaman atau dari metabolit sekunder mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tanaman tersebut Wahyudi, P. 1997.
Untuk mengambil senyawa antimikroba dari metabolit sekunder tanaman obat secara langsung, dibutuhkan sangat biomassa yang sangat banyak atau bagian
dari tanaman tersebut. Untuk mengefisienkan cara memperoleh senyawa antimikroba tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang diisolasi dari bagian
tanaman tersebut. Selain itu, Nugroho dan Sukmadi 1998 menyatakan bahwa perhatian utama industri farmasi dan pertanian saat ini ialah pencarian mikroba
penghasil senyawa antimikroba baru yang aktif farmakologis. Mikroba ini dipilih sebagai sumber penghasil senyawa bioaktif antimikroba, karena lebih mudah
penanganannya. Salah satu kelompok mikroba yang dapat digunakan sebagai sumber bahan antimikroba adalah mikroba endofit.
Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup pada jaringan tumbuhan dan tidak membahayakan inangnya. Mikroba endofit ini dapat menghasilkan senyawa
bioaktif yang berpotensi sebagai antimikroba. Hal ini disebabkan aktivitasnya yang tinggi dalam membunuh mikroba patogen. Disamping mampu menghasilkan
senyawa-senyawa antimikroba, mikroba endofit juga mampu menghasilkan senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antikanker, antimalaria, anti HIV,
antioksidan dan sebagainya Prihatiningtias, 2006.
Tanaman obat yang berpotensi menghasilkan mikroba endofit penghasil antimikroba diantaranya adalah temu lawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek.
Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tanaman-tanaman tersebut memiliki potensi untuk menghambat mikroba pathogen Jauhari, L.T. 2008.
Dengan adanya kenyataan ini, isolat mikroba endofit dari tanaman-tanaman tersebut memiliki potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antimikroba
baru ataupun jenis obat baru yang lain. Selain itu, penelitian yang dilakukan terhadap mikroba kapang endofit tersebut masih sedikit, sehingga perlu untuk
diteliti lebih lanjut dan dengan penambahan variasi perlakuan terhadap mikroba kapang endofit yang ada dalam tanaman tersebut.
1.2. Perumusan Masalah