inangnya, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen uji. Kapang tersebut diisolasi, diekstraksi dengan pelarut organik dan diuji
aktivitasnya. Pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah butanol dan etil asetat. Diharapkan butanol dan etil asetat bisa menarik molekul zat
antimikroba dari kapang endofit tersebut. Setelah itu dilakukanlah uji aktivitas antimikroba. Mikroba uji yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia
coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger. Mikroba tersebut digunakan karena patogen bagi makhluk
hidup terutama manusia. Berdasarkan permasalahan yang timbul pada latar belakang maka
perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek, masing-masing berpotensi menghasilkan antimikroba ?
2. Apakah zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman obat mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji Bacillus
subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger ?
3. Apakah hasil identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas antimikroba dapat diketahui?
1.3. Hipotesis
Beberapa hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek, masing-masing berpotensi menghasilkan antimikroba.
2. Zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman obat mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji Bacillus subtillis,
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger.
3. Hasil Identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas antimikroba dapat diketahui.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menyeleksi kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan
cocor bebek yang mampu menghasilkan zat antimikroba. 2. Menguji potensi antimikroba dari ekstrak kapang endofit terhadap mikroba
patogen uji Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger.
3. Mengidentifikasi secara morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas antimikroba.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan informasi isolat-isolat kapang endofit yang dapat menghasilkan antimikroba sehingga senyawa tersebut
diperoleh untuk bahan baku antibiotika.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mikroba Endofit
Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan
tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa
biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik genetic recombination dari tanaman inangnya ke dalam mikroba
endofit Radji, 2005. Awalnya keberadaan mikroba endofit diduga bersifat netral, maksudnya
tidak memberikan pengaruh baik manfaat maupun kerusakan yang ditimbulkan terhadap tanaman. Ternyata setelah para peneliti mulai mempelajari lebih
mendalam, ada hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan tanaman inang terutama peranannya yang sangat penting dalam melindungi
tanaman inang terhadap predator dan patogen Prasetyoputri dan Atmosukarto, 2006.
Dalam simbiosis antara fungi mikroba endofit dengan tanaman obat, fungi mikroba dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan
oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh fungi untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya Bacon, 1991 ; Petrini et al., 1992 ; Rao, 1994; Worang, 2003.
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat
diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang
tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur Radji, 2005.
2.1.1. Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman
Interaksi mikroba endofit dengan inangnya yang ditemukan pada bagian organ tumbuhan tertentu, berhubungan erat dengan siklus hidup yang dilaluinya.
Masuknya mikroba endofit pada jaringan tanaman inang tergantung pada keberhasilan mikroba tersebut menembus lapisan eksternal inangnya. Proses
masuknya mikroba endofit ini dicapai melalui mekanisme pemecahan atau degradasi jaringan pelindung pada lapisan kutikula dan epidermis Bacon dan
Siegel, 1990.
Proses masuknya mikroba endofit ke dalam jaringan tanaman inang terjadi secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung ditandai dengan
masuknya endofit ke dalam bagian internal jaringan pembuluh tanaman dan diturunkan melalui biji, sedangkan secara tidak langsung mikroba endofit hanya
menginfeksi bagian eksternal yaitu pada bagian pembungaan Bacon, 1985. Pada organ atau jaringan tanaman tertentu, ternyata dapat ditempati oleh
beberapa jenis mikroorganisme endofitik yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini
merupakan adaptasi dari mikroorganisme endofitik terhadap mikroekologi dan kondisi fisiologi yang spesifik dari masing-masing tanaman Petrini et al,1992.
2.1.2. Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh beberapa mikroba endofit yang dapat menghasilkan antimikroba. Fisher 1989 menyatakan bahwa
lebih dari 30 kapang endofit yang berhasil diisolasinya memiliki aktivitas terhadap bakteri dan jamur patogen. Banyak kelompok fungi mikroba endofit
yang mampu memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari
genus Coniothirum dan Microsphaeropsis Petrini, 1992. Pestalotiopsis micrispora merupakan mikroba endofit yang paling sering
ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan metabolit sekunder ambuic acid yang berhasiat sebagai antifungi.
Cryptocandin adalah antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina
yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii, dan berkhasiat sebagai antijamur yang patogen terhadap manusia yaitu Candida albicans dan
Trichopyton spp. Ecomycin diproduksi oleh Pseudomonas viridiflava juga aktif terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida albicans
Radji, 2005. Antibiotika berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh
endofit Streptomyces spp. strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang diisolasi dari tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan
Bacillus anthracis dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap berbagai obat anti TBC. Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotika
berspaktrum luas adalah mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktifitas
antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan kakadumycin ini juga berkhasiat sebagai anti malaria Radji, 2005.
Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia,
hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis Petrini, 1992
. Penelitian Dreyfuss et al. 1986
dalam Widyati Prihatiningtias
2006, menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B, serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan
Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla. Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat sambung nyawa Gynura
procumbens dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Bacillus subtilis Simarmata dkk, 2007.
2.2. Antibiotika
Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri Tamyis Ali Imron, 2008. Sedangkan menurut Zahner and Maas 1972, antibiotika adalah suatu
senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu, bukan diperlukan untuk hidup tetapi senyawa ini berperan sebagai mekanisme pertahanan diri, karena
mampu menghambat bahkan membunuh mikroorganisme lain disekitarnya.
Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 3000 antibiotika, namun hanya sedikit saja yang diproduksi secara komersil. Beberapa antibiotika telah dapat
diproduksi dengan kombinasi sintesis mikroorganisme dan modifikasi kimia, antara lain: golongan penisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin dan rifamisin.
Bahkan ada yang telah dibuat secara kimia penuh misalnya kloramfenikol dan pirolnitrin Alexander, 1977.
Mikroorganisme penghasil antibiotika meliputi golongan bakteri, aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kira-kira 70 antibiotika
dihasilkan oleh aktinomisetes, 20 oleh fungi dan 10 oleh bakteri. Sumber mikroorganisme penghasil antibiotika antara lain berasal dari tumbuhan, tanah,
air laut, lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk dan lain-lain Alexander, 1977.
2.2.1. Kelompok Antibiotika
Menurut Jawet 1998, dilihat dari daya basminya terhadap mikroba, antibiotika dibagi menjadi 2 kelompok yaitu yang berspektrum sempit dan
berspektrum luas. Walaupun suatu antibiotika berspektrum luas, efektifitas klinisnya tidak seperti apa yang diharapkan, sebab efektifitas maksimal diperoleh
dengan menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi dan bukan dengan antibiotika yang spektrumnya paling luas. Berdasarkan mekanisme
kerjanya, antibiotika dibagi dalam 5 kelompok berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu :
a. Antibiotika yang menggangu metabolisme sel mikroba, termasuk disini adalah sulfonamid, trimetoprim, PAS, INH.
b. Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba, termasuk disini adalah penisilin, sefalosporin, sefamisin, karbapenem,vankomisin.
c. Antibiotika yang merusak keutuhan membran sel mikroba, termasuk disini adalah polimiksin B, kolistin, amfoterisin B, nistatin.
d. Antibiotika yang menghambat sintesis protein sel mikroba, termasuk disini adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin,
netilmisin, eritromisin, linkomisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin, spektinomisin.
e. Antibiotika yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba, termasuk disini adalah rifampisin, aktinomisin D, kuinolon.
2.2.2. Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain mengganggu pembentukan
dinding sel, bereaksi dengan membran sel, menginaktivasi enzim dan menginaktivasi fungsi material genetik.
a. Menggangu pembentukan dinding sel Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang
terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba
dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul- molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak
terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri. Beberapa laporan
juga menyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa antimikroba lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri Gram negatif. Hal ini
disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding selnya terdiri atas lapisan
peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat, sedangkan bakteri Gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen peptidoglikan, selebihnya
terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein Ardiansyah, 2007. b. Bereaksi dengan membran sel
Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti
senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan
menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel Ardiansyah, 2007. c. Menginaktivasi enzim
Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim
akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya.
Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat
atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti inaktif Ardiansyah, 2007.
d. Menginaktivasi fungsi material genetik Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat RNA dan
DNA, menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses
pembelahan sel untuk pembiakan Ardiansyah, 2007.
2.2.3. Metode Uji Aktivitas Antibiotik
Ada beberapa metode yang digunakan dalam uji aktivitas antibiotik, di antaranya adalah metode difusi agar. Pada metode ini, zat yang akan ditentukan
aktivitasnya berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji. Metode difusi dapat dilakukan dengan beberapa cara, salahsatunya
adalah dengan cara cakram disc. Pelczar dan ECS Chan 1986, menjelaskan tentang metode difusi dengan
cara cakram disc, yakni kertas cakram yang mengandung antimikroba diletakkan diatas permukaan media agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji.
Kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai. Setelah itu diamati ada atau tidaknya zona hambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji disekeliling cakram.
Metode uji aktivitas antibiotik lainnya adalah dengan penapisan fitokimia. Penapisan fitokimia ini meliputi pemeriksaan terhadap adanya alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, kuinon, steroid dan triterpenoid ditujukan untuk mendeteksi keberadaan senyawa tersebut melalui uji terhadap senyawa yang dikandungnya
sendiri Harborne, 1987.
2.3. Identifikasi Kapang
Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan
makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni granular, seperti tepung, menggunung, licin, tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan
konsentris khususnya pada kapang Penicillium, warna balik koloni reverse color dan tetes eksudat exudates drops Ilyas, 2007.
Pengamatan secara mikroskopis meliputi ada tidaknya septa pada hifa, pigmentasi hifa, hubungan ketam clamp connection, bentuk dan ornamentasi
spora vegetative dan generatif serta bentuk dan ornamentasi tangkai spora Gandjar et al, 1999 dalam Ilyas, 2006.
2.4.
Mikroba Uji
Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aspergillus niger, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus
subtilis dan Candida albicans. Berikut ini adalah penjelasannya.
2.4.1. Aspergillus niger
Aspergillus adalah sejenis fungi yang mempunyai bentuk seperti tepung, permukaan berwarna hitam dengan dasar putih sampai kuning. Secara
mikroskopis mempunyai konidia yang panjang, lembut dan tidak berwarna. Aspergillus sering ditemukan di alam bebas sebagai saprofit dan bersifat patogen
Gandahusada et al, 1998.
Gambar 1. Aspergillus niger www.moldbacteria.com, 2010
Aspergilosis ialah penyakit jamur yang disebabkan oleh berbagai spesies Aspergillus dan dapat mengenai kulit, kuku dan alat dalam terutama paru-paru dan
otak Gandahusada et al, 1998. Aspergilosis jarang sekali mengenai individu yang normal dan sehat. Penyakit ini selalu mengenai orang-orang yang sudah
sakit parah dan lama. Aspergilosis ini dapat di obati dengan vorikonazol, obat ini merupakan antifungi triazol yang bekerja dengan menghambat cytochrome P-
450–mediated 14 alpha-lanosterol demethylation yang sangat esensial dalam biosintesis ergosterol jamur Andra, 2007.
Klasifikasi Aspergillus niger sebagai berikut : kingdom mycetae, divisio amastigomycota, class ascomycotina, ordo eurotiales, family eurotiaceae, genus
Aspergillus, species Aspergillus niger.
2.4.2. Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa termasuk ke dalam kelompok bakteri gram
negatif, berbentuk tangkai, berflagel, dapat tumbuh pada suhu antara 35-42 C dan
merupakan salah satu species dari genus Pseudomonas yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Dinding selnya tersusun dari lipopolisakarida LPS yang
terdiri atas 2-keto-3-deoksi-asam oktanat KDO dan lipid Tim Mikrobiologi, 2003.
Infeksi oleh bakteri tersebut terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan pada sistem pertahanan tubuh. Oleh karena itu P. aeruginosa disebut
patogen oportunistik yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Kelainan klinis yang ditimbulkan antara lain :
infeksi pada luka bakar, infeksi saluran kemih, endokarditis, gastroenteritis, pneumonia dan lain-lain Tim Mikrobiologi, 2003.
Gambar 2. Pseudomonas aeruginosa www. microbiologybytes.com, 2010
Umumnya, Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap bermacam-macam antimikroba, tetapi masih ada beberapa antimikroba yang efektif untuk mengatasi
infeksi oleh bakteri tersebut, antara lain : amikasin, sefotaksim, piperasilin dan vaksin heptavalen Tim Mikrobiologi, 2003.
Klasifikasi P. aeruginosa sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum proteobacteria, class gamma proteobacteria, ordo pseudomonadales, family
pseudomonadaceae, genus Pseudomonas, species Pseudomonas aeruginosa.
2.4.3. Staphylococcus aureus
Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu
menghasilkan enterotoksin dan Heat-Stable Endonuklease. Sebagian besar bakteri S. aureus pada dinding selnya mengandung protein A yang berikatan dengan
peptidoglikan secara kovalen dan asam teikoat Tim Mikrobiologi, 2003. Bakteri S. aureus dapat menyerang seluruh tubuh. Bentuk klinisnya
tergantung dari bagian tubuh yang terkena infeksi. Di antara contohnya adalah toxic shock syndrom suatu keadaan yang ditandai dengan panas mendadak, diare
dan syok, keracunan makanan, ensefalitis, endokarditis dan septisemia. Bakteri ini dapat di obati dengan penisilin, obat-obat yang tahan terhadap penisilinase dan
lain-lainnya. Pada umumnya, semua Staphylococcus sensitif terhadap vankomisin, termasuk MRSA. Tim Mikrobiologi, 2003.
Gambar 3. Staphylococcus aureus Di koleksi dari Bakteriologi Medik, 13 Maret 2010, pk. 10:18
Klasifikasi S. aureus sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum firmicutes, class bacilli, ordo bacillales, family staphylococcaceae, genus
Staphylococcus, species Staphylococcus aureus.
2.4.4. Escherichia coli
Escherichia coli adalah salah satu bakteri patogen yang dapat menyebabkan gastroenteritis, dengan gejala mulai diare ringan sampai hemolytic
uremic syndrome, gagal ginjal dan kematian. E. coli merupakan mikroflora alami yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Keberadaan flora
normal dalam saluran pencernaan akan memberikan keuntungan, di antaranya adalah menghambat pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan vitamin B
kompleks dan vitamin K Tim Mikrobiologi, 2003.
Suatu contoh dari kelainan karena gangguan flora normal saluran pencernaan adalah summer diarrhea. Pada musim panas, anak-anak yang
mengalami infeksi saluran nafas ringan akan mengalami penurunan nafsu makan, sehingga pemasukan cairan menurun sedangkan jumlah makanan yang harus
dicerna oleh usus halus menjadi lebih besar. Hal itu menyebabkan jumlah E.coli meningkat dan asam organik yang dibentuk oleh metabolisme basil kolon ini
mengakibatkan iritasi pada usus dan menimbulkan sindroma yang disebut summer diarrhea Tim Mikrobiologi, 2003.
Gambar 4. Escherichia coli www. cellbiology.med.unsw.edu.au, 2010
Klasifikasi Escherichia coli sebagai berikut : kingdom prokaryota, class shizomycetes, ordo eubacteriales, family enterobacteriaceae , genus Escherichia,
species Escherichia coli.
2.4.5. Bacillus subtilis
Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik gram positif, mempunyai ciri-ciri
sel berbentuk batang pendek rods, sendiri-sendiri, jarang membentuk rantai, motil dengan flagella peritrich, membentuk endospora berukuran 0,8 x 1,5-1,8
µm; permukaan spora terwarnai pucat. Pada spora yang berkecambah, dinding spora pecah secara melintang.
Koloni bakteri pada medium agar berbentuk bundar, tepi tidak teratur, permukaan tidak mengkilap, menjadi tebal dan keruh opaque; kadang-kadang.
mengkerut dan berwarna krem atau kecoklatan. Bentuk koloni agak bervariasi pada media yang berbeda. Koloni meluas pesat pada medium yang berpermukaan
lembab.
Gambar 5. Bacillus subtilis www.microbelibrary.org, 2010
Biakan bakteri dari medium padat tidak mudah larut dalam air. Pertumbuhan pada medium cair broth keruh, berkerut, dengan pelikel yang
koheren, tidak keruh atau hanya agak keruh. Secara anaerob, dalam medium
kompleks yang mengandung glukose, pertumbuhan dan fermentasi berlangsung lambat atau lemah; tetapi dengan menambahkan O
2
tumbuh cepat serta menghasilkan 2,3- butanediol, asetoin, dan CO
2
. Bakteri ini mendekomposisi pektin dan polisakarida dari jaringan tanaman, dan beberapa strain membusukkan
umbi kentang. Klasifikasi Bacillus subtillis sebagai berikut : kingdom prokaryota, class
shizomycetes, order eubecteriales, family bacillaceae, genus bacillus, species Bacillus subtilis.
2.4.6.
Candida albicans
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan
berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu.
Candida adalah mikroorganisme yang termasuk dalam khamir, sering ditemukan pada manusia dan binatang sebagai saprofit. Bila
terdapat faktor predisposisi keadaan yang menguntungkan pertumbuhan khamir tersebut, maka Candida dapat menimbulkan penyakit primer atau sekunder.
Selain itu, Candida juga dapat menimbulkan penyakit yang mendadak atau menahun Gandahusada et al, 1998.
Candida juga dapat menginfeksi pada kuku. Kelainan ini dapat timbul karena kurang menjaga kebersihan pada kuku, terutama di bawah kuku. Kuku
yang terinfeksi Candida dapat merubah warna kuku menjadi seperti susu atau warna lain dan rapuh. Selain menginfeksi kuku, Candida juga dapat menginfeksi
kulit. Gejala yang ditimbulkan ialah rasa gatal dan timbul rasa sakit bila terjadi
infeksi sekunder. Pada wanita, Candida sering menimbulkan vaginitis dengan gejala utama flour albus keputihan yang sering disertai rasa gatal. Kandidiasis
vagina dapat juga tanpa gatal, tetapi keluhan yang dikemukakan berupa bertambahnya keputihan bila lelah atau sebelum datang haid Gandahusada et al,
1998.
Gambar 6. Candida albicans Jauhari, 2009
Klasifikasi Candida albicans sebagai berikut : kingdom mycetae, divisi amastigomycota, class deuteromycetes, ordo cryptococcales, family
cryptococcaceae, genus Candida, species Candida albicans.
2.5. Tanaman Obat Inang Kapang Endofit
Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat berbagai penyakit, termasuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba.
Dengan adanya kenyataan ini, isolat fungi endofit dari tanaman obat memiliki potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antibiotik baru ataupun jenis obat
baru yang lain. Berikut ini adalah beberapa tanaman obat yang menjadi sumber isolat mikroba endofit yang di uji bioaktivitasnya dalam penelitian ini :
2.5.1. Cocor Bebek Kalanchoe pinata
Tanaman ini hidup di daerah tropik, tinggi ± 1 m, herba berdaging, pangkalnya agak berkayu dan tegak. Daunnya berbatang basah, tebal, pinggir
beringgit, banyak mengandung air, bentuk daunnya lonjong atau bundar panjang, ujung daun tumpul, pangkal membundar, warna hijau sampai hijau keabu-abuan.
Batangnya segi empat, lunak, beruas dan berwarna hijau. Kandungan kimia yang ditemukan pada Kalanchoe pinata adalah : arachidic acid, astragalin, behenic
acid, beta amyrin, benzenoids, beta-sitosterol, bryophollenone, bryotoxin C, bufadienolides, caffeic acid, campesterol, cardenolides, cinnamic acid,
clionasterol, coumaric acid, epigallocatechin, ferulic acid, flavonoids, kaempferol, oxaloacetate dan steroids Redaksi agromedia, 2008.
Beberapa penggunaan tradisional menunjukkan bahwa daun Kalanchoe memiliki aktivitas antibakterial, antivirus dan antikapang. Ekstrak daun
Kalanchoe mampu mencegah dan mengobati leishmaniasis penyakit parasit pada negara tropis yang ditransmisikan oleh gigitan lalat baik pada manusia maupun
binatang Dyphae, 2008. Klasifikasinya adalah sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi
magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo saxifragales, famili crassulaceae, genus Kalanchoe, spesies Kalanchoe pinata Gembong, 2005.
2.5.2. Gambir Uncaria gambir
Tanaman gambir merupakan tanaman perdu yang merambat dengan panjang 2-10 m, daun muda bagian bawah berbulu, bunga agak besar berbentuk
corong. Kandungan kimia terdapat pada daun yang berupa zat pahit dan zat samak. Kandungan kimia tersebut terdiri dari katekin, kuersetin, huoresetin,
lender, lemak dan malam Redaksi agromedia, 2008. Klasifikasinya sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi magnoliophyta,
kelas magnoliopsida, ordo gentianales, famili rubiaceae, genus Uncaria, spesies Uncaria gambir Gembong, 2005.
2.5.3. Temu Lawak
Curcuma xanthorrhiza
Temu lawak merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional. Selain itu, temu lawak merupakan sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku industri seperti kosmetika, maupun dibuat makanan atau minuman
segar Dalimartha, 2000. Temu lawak ini terna tahunan perennial tumbuh merumpun dengan
batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m. Tiap tanaman berdaun 2-9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset dan
berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan bulat panjang. Rimpang dibedakan atas rimpang induk empu dan rimpang cabang. Rimpang binduk
bentuknya jorong atau gelendong, berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan, bagian dalam berwarna jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang
induk, ukurannya lebih kecil, tumbuhnya kearah samping, bentuknya bermacam-
macam dan warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil Dalimartha, 2000.
Rimpang berbau aromatik tajam, rasanya pahit agak pedas. Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum dan diuretik.
Minyak asiri temu lawak, juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada mikroba Staphylococcus sp. dan Salmonella sp
Dalimartha, 2000. Kandungan kimia temu lawak antara lain kurkumin, zat tepung, glikosida,
toluil metal, karbinol, essoil, abu, 1-sikloisopren myrsen, protein, serat dan kalium oksalat. Rimpang juga mengandung beragam minyak asiri seperti fellandren,
turnerol, kanfer, borneol, xantorizol dan sineal Hariana, 2009.Di Indonesia satu- satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temu lawak. Diantara manfaat
dari rimpang ini adalah ekstrak eter temulawak secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan jamur Microsporum gypseum, Microsporum canis, dan Trichophytol
violaceum Oehadian et al, 1985. Minyak atsiri Curcuma xanthorrhiza juga menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, sementara kurkuminoid
Curcuma xanthorrhiza mempunyai daya hambat yang lemah Oei, 1986. Klasifikasi temu lawak Curcuma xanthorrhiza sebagai berikut : kerajaan
plantae, divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo zingiberales, famili zingiberaceae, genus Curcuma, spesies Curcuma
xanthorrhiza Gembong, 2005.
2.5.4. Ashitaba Angelica keiskei
Ashitaba merupakan sejenis tanaman herbal Asia yang mengandung 11 vitamin, 13 mineral, klorofil, enzim, karoten, germanium, saponin, protein, serat,
glukosida, kumarin dan flavonoid yang disebut khalkon yang merupakan antioksidan yang sangat potensial. Ashitaba mempunyai kapasitas penyerapan
oksigen radikal ORAC yang lebih tinggi dari tanaman herbal lainnya termasuk teh hijau. Ashitaba juga mempunyai kapasitas kelarutan antioksidan dalam air
yang lebih efektif dari teh hijau. Kandungan berbagai nutrisi dari ashitaba ini menjadikannya layak untuk dijadikan sebagai makanan kesehatan Pragosho,
2009. Ashitaba telah ditanam di Indonesia, salah satunya di Pemangkuan Hutan
RPH, Pasuruan, Jawa Timur. Sampai saat ini pemanfaatannya masih belum optimal, karena ashitaba hanya dikonsumsi dalam bentuk segar. Seiring dengan
kebutuhan masyarakat akan makanan kesehatan yang makin meningkat dan penggunaanya yang praktis maka perlu dikembangkan produk olahan ashitaba
yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan mudah. Salah satu bentuk pemanfaatan ashitaba sebagai makanan kesehatan adalah pengolahan ashitaba
dalam bentuk tablet Pragosho, 2009. Klasifikasi ashitaba Angelica keiskei sebagai berikut : kerajaan plantae,
divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo apiales, famili apiaceae, Genus Angelica, spesies Angelica keiskei Tjitrosoepomo, 2004.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia analitik dan laboratorium recovery Balai Pengkajian Bioteknologi - BPPT,
Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi PuspiTek Gedung 630 Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan,
mulai bulan Februari – Juli 2009. 3.2.
Alat dan Bahan 3.2.1. Alat
Laminar Air Flow Cabinet ICN Biomedicals 303124SO433, timbangan analitik Mettler AJ100, water bath Heto TBVS-01, shaking incubator Hitachi
J100, vortex mixer Heidolph MR 2002, oven Memmert, konsentrator Sakuma EC 5000, autoklaf Tomy SS-250 32103095, inkubator Sanyo Gallenkamp
MIR 252 LD 0270, hot plate stirrer Heidolph, spektrofotometer Shimadzu, recipro shaker Taitec SR-25, sentrifuge Kubota 7780, rotary evaporator
Heidolph, UV-Cabinet Lamag LB 0462, TLC Silica gel 60 F
254
Merck, pH meter Beckman 246641, mikroskop, kaca objek, tabung reaksi, tabung
konsentrator, jarum ose, gelas ukur, cawan petri bulat, cawan petri persegi panjang, labu erlenmeyer, beaker glass, mikropipet, tip pipet, jangka sorong,
pinset, plat kaca, paper disc Advantec, alumunium foil, stirrer, kertas label, gunting, pensil, masker, pipet volumetric, cawan petri bulat dan spatula.
3.2.2. Bahan
Isolat-isolat kapang endofit lihat Tabel 1, n - butanol BuOH teknis, etil asetat EtOAc teknis, metanol MeOH teknis, Potato Dextrose Agar PDA
Nissui, Potato Dextrose Broth PDB Pronadisa, Nutrient Agar NA Oxoid, Nutrient Broth NB Oxoid, Yeast Extract YE Oxoid, bakteri Gram positif
Bacillus subtillis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus Bio-MCC 00015, bakteri Gram negatif Escherichia coli ATCC 25922 dan Pseudomonas
aeruginosa Bio-MCC 00113, kapang Aspergillus niger Bio-MCC 00115, khamir Candida albicans Bio-MCC 00122, ampisilin Oxoid, cakram kertas, 10
µg, penisilin Oxoid, cakram kertas, 10 unit, streptomisin Oxoid, cakram kertas, 10 µg, amoksisilin Oxoid, cakram kertas, 25 µg, tetrasiklin Oxoid, cakram
kertas, 30 µg dan nystatin larutan stok 10.000 ppm 100 mg nystatin Sigma dalam 4 ml dimetil formamide DMF dan 6 ml air.
Tabel 1. Isolat Kapang Endofit beserta Kode Isolatnya No.
Kode Isolat Kapang Endofit
Tanaman Bagian Yang
Diambil TlU1
1. TlU2
Temu Lawak Curcuma xanthorrizha
Umbi 2.
FE00020 Cocor bebek Kalanchoe pinata Daun
3. FE00057 Asitaba
Angelica keiskei Daun
4. FE00060 Gambir
Uncaria gambir Buah Keterangan :
Isolat-isolat kapang endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari koleksi kultur Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT. Isolat-isolat tersebut diisolasi
dari tanaman obat.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan Media
3.3.1.1. Pembuatan Media Nutrient Broth NB
Media NB sebanyak 6,5 gram dilarutkan dengan 500 ml aquadest dalam beaker glass 1000 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 5 labu Erlenmeyer 500 ml masing-masing
sebanyak 100 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 C, tekanan
1 atm selama 15 menit.
3.3.1.2. Pembuatan Medium Potato Dextrose Broth PDB
Media PDB sebanyak 0,66 gram dilarutkan dengan 20 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121
C, tekanan 1 atm selama 15 menit.
3.3.1.3. Pembuatan Media Potato Dextrose Yeast PDY
PDB dan YE masing-masing sebanyak 26,5 gram dan 2 gram dilarutkan dengan 1000 ml aquadest dalam gelas ukur 1500 ml. Media tersebut dicampur
sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Sambil diaduk, campuran media tersebut diukur pH sampai 6 dengan
cara penambahan beberapa tetes larutan NaOH. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml dan ke dalam
10 Erlenmeyer 500 ml masing-masing 100 ml duplo. Media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121
C, tekanan 1 atm selama 15 menit.
3.3.1.4. Pembuatan Media Nutrient Agar NA miring
Media NA sebanyak 2,8 gram dilarutkan dengan 100 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer dan microwave. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi masing-masing
sebanyak 8 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 C, tekanan 1
atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam posisi miring, sehingga saat media menjadi padat akan terbentuk media agar
miring dalam tabung reaksi.
3.3.1.5. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar PDA miring
PDA sebanyak 1,95 gram dilarutkan dengan 50 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer dan microwave. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi masing-masing
sebanyak 5 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 C, tekanan 1
atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam posisi miring, sehingga saat media menjadi padat akan terbentuk media agar
miring dalam tabung reaksi.
3.3.1.6. Pembuatan Media NA Untuk Pengujian Antimikroba
Media NA sebanyak 1,96 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121
C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media tersebut disimpan dalam oven suhu 50
C supaya tidak memadat.
3.3.1.7. Pembuatan Media PDA Untuk Pengujian Antimikroba
Media PDA sebanyak 2,73 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121
C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media tersebut disimpan dalam oven suhu 50
C supaya tidak memadat.
3.3.2. Kultur Kocok Kapang Endofit
3.3.2.1. Inokulasi Kultur Bibit
Isolat-isolat kapang endofit masing-masing diinokulasi satu ose ke dalam 5 ml media PDY. Media yang berisi isolat-isolat kapang tersebut diinkubasi dalam
shaking incubator 150 rpm, suhu 27 C selama 3 hari.
3.3.2.2. Inokulasi Kultur Kocok
Kultur-kultur bibit kapang endofit dikocok dengan vortex mixer sampai homogen. Kultur-kultur tersebut masing-masing diinokulasikan sebanyak 2 ml
duplo ke dalam 100 ml media PDY. Media yang berisi kultur tersebut diinkubasi dalam shaking incubator 150 rpm, suhu 27
C selama 5 hari.
3.3.3. Ekstraksi Kapang
Endofit dengan Pelarut Organik 3.3.3.1. Pemisahan Produk
Kultur-kultur kocok kapang endofit dikocok sampai homogen dengan vortex mixer. Kultur-kultur tesebut masing-masing dibagi ke dalam 2 erlenmeyer
250 ml sebanyak ± 50 ml ke dalam kultur. Setelah itu, pelarut organik butanol atau etil asetat masing-masing sebanyak ± 50 ml ditambahkan ke dalam kultur.
Kultur yang telah ditambahkan pelarut tersebut, masing-masing dibagi ke dalam tabung centrifuge. Campuran kultur dan pelarut dalam tabung tersebut di kocok
dengan recipro shaker 150 rpm selama 15 menit, kemudian ditimbang supaya seimbang sebelum disentrifugasi. Sesudah ditimbang, tabung tersebut
disentrifugasi dengan centrifuge 3000 rpm, 1430 g, 10 C selama 15 menit untuk
memisahkan biomassa, fraksi air dan fraksi pelarut. Fraksi pelarut organik yang terbentuk, diambil menggunakan mikro pipet
dan dimasukkan ke dalam tabung kosong. Fraksi air yang terbentuk, masing- masing ditambahkan butanol atau etil asetat sebanyak volume fraksi air tersebut.
Fraksi tersebut di kocok dengan recipro shaker 150 rpm selama 15 menit, kemudian ditimbang supaya seimbang sebelum disentrifugasi. Sesudah ditimbang,
tabung tersebut disentrifugasi dengan sentrifuge 3000 rpm, 1430 g, 10 C selama
15 menit. Perlakuan pada fraksi air ini diulang sebanyak 3 kali.
3.3.3.2. Pemekatan
Fraksi pelarut organik butanol atau etil asetat yang dihasilkan, masing- masing dipindahkan ke dalam tabung konsentrator 10 ml. Sebelum fraksi tersebut
dipindahkan, tabung konsentrator ditimbang berat kosongnya terlebih dahulu. Setelah ditimbang, fraksi pelarut dituang ke tabung konsentrator masing-masing
sebanyak 6 ml. Tabung konsentrator yang telah diisi fraksi pelarut organik dipekatkan dengan konsentrator selama ± 24 jam untuk butanol dan ± 2 jam untuk
etil asetat pada suhu 45 C. Setelah terbentuk ekstrak kering, tabung tersebut
ditimbang kembali berat akhirnya untuk mengetahui berat ekstrak.
3.3.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen
3.3.4.1. Peremajaan Bakteri Patogen
Bakteri patogen yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut masing-
masing diinokulasikan satu ose ke dalam medium NA miring, kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37
C.
3.3.4.2. Perhitungan Bakteri Patogen Dengan Spektrofotometer
Satu ose bakteri patogen yang sudah diremajakan, diinokulasi ke dalam 100 ml media NB. Medium yang berisi bakteri patogen tersebut diinkubasi dalam
shaking incubator 150 rpm, suhu 28 C. Setiap 2 jam, 1 ml kultur bakteri
patogen tersebut diambil dan diencerkan dengan 1 ml air steril dalam tabung reaksi. Pengenceran ini dilakukan secara berseri dari pengenceran 12 hingga
pengenceran 132 menggunakan 1 ml sampel dan 1 ml air steril sebagai diluent. Setiap pengenceran diambil 2 ml dan dimasukkan ke dalam kuvet. Tiap
pengenceran ini diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 620 nm. Dari hasil pengukuran tersebut dibuat kurva pertumbuhan bakteri patogen.
3.3.5. Uji Aktivitas Bioassay Antibakteri
Bakteri yang digunakan dalam uji bioaktivitas ini adalah Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam uji ini adalah :
1. Pembuatan Kultur Bakteri Uji
Bakteri-bakteri uji diinokulasikan ke dalam 60 ml media NB masing-masing sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator 150
rpm, suhu 28 C selama 15 jam untuk Bacillus subtillis, 7 jam untuk
Escherichia coli, 9 jam Pseudomonas aeruginosa dan 11 jam untuk
Staphylococcus aureus. 2.
Pengujian
Setiap bakteri uji Bacillus subtillis sebanyak 900 µl, Eschericia coli sebanyak 100 µl, Pseudomonas aeruginosa sebanyak 150 µl dan Staphylococcus aureus
sebanyak 200 µl ditambahkan ke dalam media NA steril suhu 50 C,
sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak ± 1 x 10
6
CFUml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah
ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µgml dan 20 µgml masing-masing diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl mengandung ekstrak
sampel 150 µg sampai 300 µg. Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali masing-masing 5 µl. Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan
di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media NA padat berisi bakteri uji. Paper disc kontrol positif ampisilin, penisilin,
streptomisin, amoksisilin dan tetrasiklin dan kontrol negatif metanol dan etil asetat masing-masing juga diletakkan pada media NA padat berisi bakteri uji.
Inkubasi dilakukan pada suhu 37 C selama 48 jam. Setelah inkubasi, zona
hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.
3.3.6. Uji Aktivitas Bioassay Antikhamir
1. Pembuatan Kultur Candida albicans
Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator 150 rpm, suhu 28
C selama 3 hari.
2. Pengujian
Candida albicans sebanyak 400 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril 50
C, sehingga kerapatan Candida albicans dalam media sebanyak ± 1 x 10
6
CFUml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian
dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat. Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µgml dan 20 µgml masing-masing
diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl mengandung ekstrak sampel 150 µg sampai 300 µg. Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga
kali masing-masing 5 µl. Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media
PDA padat berisi khamir uji. Paper disc kontrol positif nystatin dan kontrol negatif metanol dan etil asetat masing-masing juga diletakkan pada media
PDA padat berisi khamir uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 28 C selama 24-48
jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.
3.3.7. Uji Aktivitas Bioassay Antifungi
1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger
Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 C,
tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant.
Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10
-3
menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.
2. Pengujian
Aspergillus niger sebanyak 800 µl ditambahkan ke dalam media PDA 50 C
sehingga kerapatan Aspergillus niger sesuai dalam media sebanyak ± 1 x 10
6
CFUml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan spora A. niger dikocok supaya merata, kemudian dituang ke
dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µgml dan 20 µgml masing-masing diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl mengandung ekstrak
sampel 150 µg sampai 300 µg. Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali masing-masing 5 µl. Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan
di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media PDA padat berisi fungi uji. Paper disc kontrol positif nystatin dan kontrol
negatif metanol dan etil asetat masing-masing juga diletakkan pada media PDA padat berisi fungi uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 28
C selama 48 jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan
jangka sorong.
3.3.8. Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen
3.3.8.1. Pengenceran dan Metode
Total Plate Count TPC
Kultur bakteri dan khamir uji masing-masing dikocok dengan vortex mixer. Kultur yang telah dikocok tersebut, diambil 1 ml dan dituang ke dalam 9
ml air steril. Kultur diencerken secara berseri dari pengenceran 10
-1
sampai pengenceran 10
-8
. Hasil pengenceran 10
-5
sampai 10
-8
ditumbuhkan pada media NA plate untuk bakteri dan PDA plate untuk khamir, dan setiap pengenceran
dilakukan secara duplo. Bakteri dan khamir dituang ke dalam media NA dan PDA secara pour plate, setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37
C selama 24 jam untuk bakteri dan 28
C selama 24-48 jam untuk khamir Fardiaz, 1993. Penghitungan jumlah koloni yang terbentuk hanya pada rentang 25 sampai
250 koloni. Kerapatan koloni dihitung dengan rumus :
CFUml = Jumlah koloni Volume mikroba yang ditumbuhkan x pengenceran
Setelah diketahui kerapatan koloni dalam 1 ml media, maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah mikroba yang akan ditambahkan ke dalam
media uji. Rumusnya adalah : CFUml media = jumlah mikroba yang diperoleh × faktor pengenceran
volume media
3.3.8.2. Metode Direct Cell Number Count
Jumlah sel Aspergillus niger dihitung dengan metode Direct Cell Number Count menggunakan haemocytometer. Satu tetes spora A. niger diteteskan pada
haemocytometer kemudian haemocytometer ditutup dengan cover glass. Haemacytometer tersebut diletakkan di atas mikroskop dan diamati pada
perbesaran 200 kali. Jumlah spora A. niger dihitung secara acak hanya pada 10 kotak dari 25 kotak berukuran sedang yang ada dalam hemacytometer. Hasil
perhitungan dijumlahkan dan dimasukkan dalam rumus : SporaUnit = Jumlah spora x faktor koreksi penggunaan kotak sampel x
haemocytometer grid x faktor pengenceran
SporaUnit = Jumlah spora x 2,5 x 10
4
x 10
2
Jumlah spora yang dituang ke dalam media uji dihitung menggunakan rumus : Sporaml media = jumlah sporaunit x faktor pengenceran
Volume media 3.3.9.
Identifikasi Morfologi Metode Slide Culture
Identifikasi kapang endofit dilakukan dengan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis dilakukan dengan cara
mengamati warna dan bentuk permukaan koloni kapang yang ditumbuhkan dalam media agar. Secara mikroskopis identifikasi dilakukan dengan menggunakan
metode Slide Culture Atlas et al, 1984. Tahapan metode Slide Culture yaitu : kertas saring diletakkan pada dasar
cawan petri steril kemudian dibasahi dengan aquadest steril. Kaca objek dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut dan cover glass diletakkan disamping
kaca objek, setelah itu cawan petri tersebut ditutup. Media PDA sebanyak 10 ml 0,39 gram dalam aquadest 10 ml
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media PDA steril
dituang ke dalam cawan petri kecil, kemudian dibiarkan memadat. Agar tersebut dilubangi menggunakan sedotan steril satu tusukan. Bulatan agar diambil
menggunakan tusuk gigi steril. Agar tersebut diletakkan di atas kaca objek, kemudian dibelah menjadi dua bagian. Satu bagian sisi agar dibuang. Pada satu
bagian sisi agar lainnya diinokulasikan kapang endofit TlU1 atau TlU2. Kaca penutup objek diletakkan di atas potongan agar, kemudian cawan petri ditutup.
Isolat diinkubasi pada suhu 27 C selama 48 jam. Hasil inkubasi diamati di bawah
mikroskop pada perbesaran 100 kali, 200 kali dan 400 kali, kemudian difoto.
3.3.10. Kromatografi Lapis Tipis KLT
Plat KLT dipotong berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 1 cm. Potongan plat diberi tanda nama kode isolat pada bagian atas dan tanda titik
untuk penotolan ekstrak pada bagian bawah. Sampel ekstrak dengan konsentrasi 10 µgµl dan 20 µgµl ditotolkan menggunakan tip pipet pada plat
KLT sebanyak 15 µl 3 x 15 µl. Setelah itu sampel dikromatografi dengan eluen tertentu dalam wadah elusi tertutup.
Eluen yang digunakan adalah etil asetat, metanol dan butanol dengan variasi perbandingan 100:0, 75:25, 50:50, 25:75 dan 0 :100. Setelah
dikromatografi, plat dikeringkan dan diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Bercak yang terbentuk, digambar dengan pensil dan dihitung R
f
-nya.
3.3.11. Uji Bioautografi Bakteri Patogen
Bakteri yang digunakan dalam uji bioautografi ini adalah Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam uji ini adalah : 1.
Pembuatan Kultur Bakteri Uji
Bakteri-bakteri uji diinokulasikan ke dalam 60 ml media NB masing-masing sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator 150
rpm, suhu 28 C selama 24 jam.
2. Pengujian
Setiap bakteri uji Bacillus subtillis sebanyak 900 µl, Eschericia coli sebanyak 100 µl dan Staphylococcus aureus sebanyak 200 µl ditambahkan ke dalam
media NA steril 50 C, sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak ± 1
x 10
6
CFUml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian
dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat .
Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai R
f
-nya ditempelkan ditekan dengan hati-hati pada permukaan media NA yang berisi
bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 C selama 48
jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan diukur diameternya menggunakan jangka sorong.
3.3.12. Uji Bioautografi Khamir Patogen
1. Pembuatan Kultur Candida albicans
Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB masing-masing sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator 150
rpm, suhu 28 C selama 3 hari.
2. Pengujian
Candida albicans sebanyak 400 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril suhu 50
C, sehingga kerapatan Candida albicans dalam media sebanyak ± 1 x 10
6
CFUml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media
yang telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai R
f
-nya ditempelkan ditekan dengan hati-hati pada permukaan media PDA yang
berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 27 C
selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya menggunakan jangka sorong.
3.3.13. Uji Bioautografi Fungi Patogen
1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger
Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 C,
tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant.
Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10
-3
menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.
2. Pengujian
Aspergillus niger sebanyak 800 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril suhu 50
C, sehingga kerapatan Aspergillus niger dalam media sebanyak ± 1 x 10
6
CFUml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan spora A. niger dikocok supaya merata, kemudian
dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai R
f
-nya ditempelkan ditekan dengan hati-hati pada permukaan media PDA yang
berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 27 C
selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan diukur diameternya menggunakan jangka sorong.
3.4. Analisis Data
Data hasil pengukuran diolah secara statistik dengan menggunakan metode analisis varians atau Analysis of Variance Anova dengan rancangan acak
lengkap pada taraf uji 0,05 dan 0,01 . Variabel yang dianalisis adalah ekstrak isolat kapang endofit dan diameter zona hambat sebagai parameter yang diuji.
Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan nilai F-hitung dan F-tabel, yaitu jika F-hitung F-tabel maka H
diterima, dan jika nilai F-hitung F-tabel maka H
ditolak. Jika hasil berbeda nyata atau sangat nyata pada taraf signifikansi 0,05 dan 0,01, maka dilakukan analisis lanjut dengan menggunakan uji
Duncan.
3 X 3 X
Gambar 7. Bagan Penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kultur Bibit dan Kultur Kocok Kapang Endofit