2 Bahan tambahan pangan atau obat-obatan yang diberikan pada makanan
ternak, berupa antibiotik, hormon dan lain-lain. Umumnya terbawa
padaproduk daging, telur dan susu.
3
Unsur-unsur bahan pengemas yang terlepas pada makanan.
4 Zat pencemar yang berasal dari proses pengolahannya, misalnya: minyak
pelumas yang digunakan pada mesin pembuat makanan.
Berdasarkan Permenkes RI No.033 tahun 2012, terdapat penggolongan bahan tambahan pangan yaitu bahan tambahan pangan yang diizinkan dan bahan
tambahan pangan tidak diizinkan. Terdapat 27 golonganbahan tambahan pangan yang diizinkan digunakan dalam pangan, dan 19 bahan tambahan pangan yang
tidak diizinkan digunakan dalam pangan karena bersifat karsinogenik Lampiran 1 Depkes, 2012.
2.4 Bahan Pewarna Pangan
Menurut International Food Information Council Foundation IFIC 1994, pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan
warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat produk lebih menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes 1999 lebih sederhana,
yaitu bahan tambahan pangan BTP dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan Wijaya, 2011.
Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai jenis produk jajan pasar serta berbagai makanan olahan yang
dibuat oleh industri kecil atau industri rumah tangga meskipun pewarna buatan
Universitas Sumatera Utara
juga ditemukan pada berbagai yang dibuat oleh industri besar. Hampir setiap makanan olahan ditambahkan pewarna sintesis mulai dari jajanan anak, tahu,
kerupuk, terasi, cemilan bahkan buah dingin terutama mangga Yuliarti, 2007. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lubis 2009tentang
penggunaan pewarna sintetis padasaus cabe yang dipasarkan di pasar tradisional Kota Medan, menunjukkan bahwa dari 18 sampel yang diuji, terdapat 14 sampel
yang positif menggunakan zat pewarna sintetis. Penelitian sejenis juga dilakukan
oleh Nasution 2009 terhadap cabe giling yang beredar di pasar tradisional Kota Medan, menunjukkan bahwa dari 10 sampel yang diuji terdapat 1 sampel dari
pasar sentral yang positif menggunakan zat pewarna sintetis yaitu Rhodamin B. Penelitian yang sama juga Mujianto dkk 2013 terdapat Rhodamin B dalam 4
sampel dari 36 sampel cabe giling, penelitian Putra dkk 2014 menunjukkan bahwa dari 25 sampel saus cabai sebanyak 10 sampel mengandung Rhodamin B
dan 15 sampel mengandung pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya yaitu Erytrosin yang semua sampel melebihi kadar yang diperbolehkan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas bahwa terlihat masih banyak pewarna sintetis yang dilarang beredar dan digunakan sebagai pewarna dalam berbagai
produk makanan dan minuman, ini merupakan contoh beberapa kasus penggunaan zat pewarna yang belum diawasi secara penuh oleh BPOM.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Jenis Bahan Pewarna Pangan
Menurut Cahyadi 2009, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu :
1. Pewarna alami, tanaman dan hewan memiliki warna menarik yang dapat
digunakan sebagai pewarna alami pada makanan. Contoh: kunyit, paprika, bit yang digunakan sebagai pewarna pada bahan pangan yang aman dikonsumsi.
2. Pewarna sintetis merupakan zat warna yang dibuat melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Sebelum mencapai produk akhir,
pembuatan zat pewarna organik harus melalui senyawa antara yang cukup berbahaya dan senyawa tersebut sering tertinggal dalam produk akhir atau
terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Yang menjadi perbedaan antara zat pewarna sintetik dan alami adalah
sebagai berikut Tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbedaan antara Zat Pewarna Sintetik dan Alami
No. Pembeda
Zat pewarna
sintetis Zat
pewarna alami
1 Warna yang dihasilkan
Lebih cerah Lebih homogen
Lebih pudar Tidak homogen
2 Variasi warna
Banyak Sedikit
3 Harga
Lebih murah Lebih mahal
4 Ketersediaan
Tidak terbatas Terbatas
5 Kestabilan
Stabil Kurang stabil
Sumber : Cahyadi 2009 Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan untuk pangan
di Indonesia diatur melalui Permenkes RI No.033 tahun 2012 mengenai bahan tambahan pangan Tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
No. Nama BTP Pewarna sintetis Synthetic colour INS
1 Tartrazin CI. No. 19140 Tartrazine
102 2
Kuning kuinolin CI. No. 47005 Quinoline yellow 104
3 Kuning FCF CI. No. 15985 Sunset yellow FCF
110 4
Karmoisin CI. No. 14720 carmoisine 122
5 Ponceau 4R CI. No. 16255 Ponceau 4R
124 6
Eritrosin CI. No. 45430 Erythrosine 127
7 Merah allura CI. No. 16035 Allura red
129 8
Indigotin CI. No. 73015 Indigotine 132
9 Biru berlian FCF CI No. 42090 Brilliant blue FCF
133 10
Hijau FCF CI. No. 42053 Fast green FCF 143
11 Coklat HT CI. No. 20285 Brown HT
155 Sumber: Permenkes RI No.033 tahun 2012
Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang dilarang untuk pangan di Indonesia diatur melalui Permenkes RI No.033 tahun 2012 mengenai bahan
tambahan pangan Tabel 2.3. Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia
No. Bahan Pewarna Nomor
Indeks Warna C. I. No
1 Citrus red No. 2
12156 2
Ponceau 3R Red G
16155 3
Ponceau SX Food Red No.1
14700 4
Rhodamine B Food Red No. 5
45170 5
Guinea Green B Acid Green No.3
42085 6
Magenta Basic Violet No. 14
42510 7
Chrysoidine Basic Orange No. 2
11270 8
Butter Yellow Solvent Yellow No. 2
11020 9
Sudan I Food Yellow No. 2
12055 10
Methanil Yellow Food Yellow No. 14
13065 11
Auramine Ext. DC Yellow No. 1 41000
12 Oil Oranges SS
Basic Yellow No. 2 12100
13 Oil Oranges XO
Solvent Oranges No. 7 12140
14 Oil Yellow AB
Solvent Oranges No. 5 11380
15 Oil Yellow OB
Solvent Oranges No. 6 11390
Sumber: Permenkes RI No.033 tahun 2012
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan zat pewarna yang tidak dizinkan diatas dapat meimbulkan bahaya bagi konsumen, seperti menyebabkan gangguan pada fungsi hati bahkan
kanker hati. 2.4.2
Dampak Bahan Pewarna Pangan Terhadap Kesehatan
Menggunakan bahan pewarna sintetis dalam makanan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat
membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna makanan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama
pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal
yang mungkin memberikan dampak negatif tersebut terjadi apabila Cahyadi, 2009 :
1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.
2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaan fisik.
4. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna
sintetis secara berlebihan. 5.
Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.
Rhodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal dan tidak berbau yang biasa digunakan pada industri tekstil, pewarna kertas, wol dan
Universitas Sumatera Utara
sutra. Penyalahgunaan Rhodamin B banyak ditemui pada makanan dan minuman seperti es cendol, permen, saus tomat dan kue. Pengaruh buruk Rhodamin B bagi
kesehatan antara lain menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, mata, kulit, dan saluran pencernaan serta berpotensi menimbulkan terjadinya kanker hati
Wijaya, 2011. Bahan pewarna sintetis yang juga dilarang di Indonesia yang didasarkan
pada Permenkes RI No.033 tahun 2012yaitu methanyl yellow karena pewarna ini hanya digunakan untuk pewarna industri tekstil kain, kertas dan cat, tidak boleh
digunakan sebagai bahan tambahan untuk pangan. Methanyl yellow dengan senyawa azo yang bersifat karsinogenik dapat menyebabkan timbulnya gangguan
saluran pencernaan, serta dalam jangka waktu lama dapat merusak jaringan hati Pertiwi, 2013.
Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan pada jajanan adalah Rhodamin B dan methanyl yellow, yaitu merupakan zat warna sintetik yang umum
digunakan sebagai pewarna tekstil. Kedua zat ini merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Keduanya bersifat
karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker. Berdasarkan penelitian uji toksisitas Rhodamin B yang telah dilakukan
terhadap 3 mencit dan tikus dengan injeksi subkutan dan secara oral. Rhodamin B dapat menyebabkan karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi subkutan, yaitu
timbul sarcoma lokal. Sedangkan secara IV didapatkan LD50 89,5 mgkg yang ditandai dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti
perubahan anatomi berupa pembesaran organnya Utami dan Suhendi, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Bahan Pengawet Pangan