Berdasarkan penelitian yang dilakukan European Union diketahui bahwa Red 2G, Sunset Yellow, Ponceau 4R dan Tartrazine dapat membahayakan
kesehatan manusia sehingga pada Juli 2007 dikeluarkan larangan penggunaanya secara resmi karena diduga dapat memicu kepada penyakit kanker tetapi sampai
saat ini di Indonesia zat pewarna ini masih dizinkan penggunaannya Anonimus, 2007.
Penggunaan zat pewarna yang diizinkan hendaknya dibatasi karena meskipun relatif aman, jika penggunaannya berkesinambungan dan dalam jangka
waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa jenis pewarna yang harus dibatasi penggunaannya diantaranya Amaranth, Allurah
Merah, Citrus Merah, Caramel, Erithrosin, Indigotine, Karbon Hitam, Ponceau
SX, Fest Green FCF, Chocineal dan Kurkumin Sumarlin, 2010.
5.2 Hasil Identifikasi Zat Pengawet Boraks
Penelitian terhadap boraks pada bumbu giling ini dilakukan karena mengingat bumbu giling yang dijual di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak
selalu habis dalam satu hari, sehingga dicurigainya digunakannya pengawet seperti boraks untuk mempertahankan daya simpannya. Meskipun bukan
pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, cukup
sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya boraks di dalam sampel bumbu giling yaitu cabe merah giling, bawang merah giling, bawang putih giling,
kunyit giling dan jahe giling yang diambil dari 5 pedagang yang ada di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan. Pengujian ini menggunakan metode reaksi
kurkumin dengan penambahan HCL pada sampel yang telah diabukan terlebih dahulu, kemudian dimasukkankan kertas kurkumin. Jika terjadi perubahan warna
kertas kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan menunjukkan terdapat boraks dalam sampel. Hasil penelitian pada semua sampel menunjukkan tidak ada
perubahan warna kertas kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua sampel negatif mengandung boraks.
Pada saat ini banyak bahan pengawet yang sudah dilarang untuk digunakan dalam makanan seperti boraks dan formalin. Larangan tersebut
dikeluarkan karena bahan tambahan tersebut sangat berbahaya untuk kesehatan, terutama boraks yang bersifat antiseptik anti jamur dan pembunuh kuman pada
kayu awetan dan kosmetik Mukono, 2005. Kesalahan fatal yang sering ditemukan adalah pada produk olahan rumah
tangga sering ditambahkan dengan pengawet yang tidak diizinkan seperti boraks salah satu pemicu pengolah untuk menggunakan boraks adalah karena harga
boraks yang jauh dibawah harga zat pengawet lainnya yang diizinkan. Asam borat atau boraks boric acid merupakan zat pengawet berbahaya
yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak
Universitas Sumatera Utara
berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat Syah, 2005.
Penelitian dilakukan karena boraks sering disalah gunakan sebagai bahan tambahan pangan, boraks tidak diizinkan penggunaannya dalam makanan yang
disesuaikan dengan Permenkes RI No.033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan. Seperti pada beberapa penelitian berikut, Silalahi dkk 2012 melaporkan
di Kota Medan didapati adanya kandungan boraks pada jajanan bakso, bahwa 80 dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks. Kadar boraks yang
ditemukan berkisar antara 0,08-0,29 dari berbagai lokasi yang diteliti, Mujianto dkk 2013 pada bumbu giling di pasar tradisional di Jakarta, ditemukan dari 112
sampel bumbu giling, 84 diantaranya dinyatakan positif mengandung boraks, salah satunya 1 sampel cabe merah giling.
Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam,
anuria tidak terbentuknya urin, koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal,
pingsan bahkan kematian Widyaningsih dan Murtini, 2006.
5.3 Hasil Identifikasi Zat Penyedap Rasa