2.5 Bahan Pengawet Pangan
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus
tepat, baik jenis dan dosisnya. Bahan pengawet pangan adalah senyawa yang mampu menghambat, memperlambat dan menghentikan proses fermentasi,
pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukanCahyadi, 2009.
Menurut Permenkes RI No.033 tahun 2012, pengawet preservative adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman, penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.Menurut Hermita 2010, pengawet makanan termasuk
dalam kelompok zat tambahan pangan yang bersifat inert secara farmakologik atau efektif dalam jumlah kecil dan tidak toksis. Pengawet penggunaannya sangat
luas, hampir seluruh industri menggunakannya termasuk industri makanan, kosmetik dan farmasi.
Jika pemakaian zat pengawet dan dosisnya tidak sesuai dengan aturan, kemungkinan besar akan merugikan manusia baik bersifat langsung misalnya
keracunan ataupun bersifat tidak langsung misalnya zat pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik. Pengawet yang banyak dijual dipasaran yang
digunakan di berbagai makanan seperti: saus, mie basah, jelly, minuman ringan dan lain-lain pada umumnya adalah Natrium Benzoat Siaka, 2009.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rohadi dan tim peneliti Fakultas Teknologi Pertanian Semarang, yang melaporkan bahwa mayoritas saos
Universitas Sumatera Utara
tomat mengandung pengawet benzoat yang melebihi standar mutu yang ditentukan 1000 mgkg, yaitu berkisar 1100
– 1300 mgkg, penelitian yang sama yang dilakukan Sella 2013 menunjukkan pada sempel saos tomat J yang beredar
di pasar tradisional Kota Blitar mengandung pengawet benzoat yang melebihi standar mutu yang ditentukan 1000 mgkg, yaitu 2240 mgkg. Dari hasil
penelitian yang dilakukan olehMujianto dkk 2013 pada bumbu giling di pasar tradisional Kota Jakarta, ditemukan dari 112 sampel bumbu giling, 84 diantaranya
dinyatakan positif mengandung boraks. Penelitian Silalahi dkk 2012 melaporkan di Kota Medan didapati adanya kandungan boraks pada jajanan bakso, bahwa
80 dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks. Kadar boraks yang ditemukan berkisar antara 0,08-0,29 dari berbagai lokasi yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian diatas bahwa terlihat masih banyak pengawet yang beredar dan digunakan sebagai pengawet dalam berbagai produk makanan
dan minuman, meskipun diizinkan namun masih juga terdapat penggunaan kadar yang melebihi batas dan penggunaan jenis pengawet yang dilarang, ini merupakan
contoh beberapa kasus penggunaan zat pewarna yang belum diawasi secara penuh oleh BPOM.
2.5.1 Jenis Bahan Pengawet Pangan
Dibawah ini terdapat dua jenis bahan pengawet pangan yaitu Cahyadi, 2009 :
1. Zat pengawet anorganik Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen
peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na
Universitas Sumatera Utara
atau K sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3.
Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim
mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan.
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti
Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang mematikan. Akhirnya, nitrit dan nitrat banyak digunakan sebagai bahan pengawet
tidak saja pada produk-produk daging, tetapi pada ikan dan keju. 2. Zat pengawet organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk
asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan
epoksida.
2.5.2 Dampak Bahan Pengawet Pangan Terhadap Kesehatan
Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme
pencemar. Oleh karena itu, sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara
penanganan dan pengolahan secara higienis. Jumlah bahan pengawet yang
Universitas Sumatera Utara
diizinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroorganisme yang normal untuk satu jangka waktu tertentu Mujianto dkk, 2013.
Dari 2 jenis pengawet dibawah ini terdapat beberapa dampaknya terhadap kesehatan sebagai berikut Cahyadi, 2009 :
1. Bahan Pengawet Organik Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan
bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan gangguan keracunan atau
gangguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet
pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila penggunaan jenis pengawet dan
dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi si pemakai. Misalnya, keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat
karsinogenik. Efek beberapa pengawet pangan terhadap kesehatan :
a Asam benzoat dan garamnya Ca, K dan Na
Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi
lambung. b
Ester dan asam benzoat paraben Ester asam benzoat metil-p-hidroksi benzoat dan propil-p-hidroksi
benzoat memberikan gangguan berupa reaksi yang spesifik. Ester asam
Universitas Sumatera Utara
benzoat paraben pada pemakaiannya memberikan efek terhadap kesehatan dengan timbulnya reaksi alergi pada mulut dan kulit.
2. Bahan Pengawet Anorganik Sebagai contoh belerang dioksida merupakan bahan pengawet yang sangat
luas pemakaiannya, namun pada dosis tertentu dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan, keracunan adanya belerang dioksida dapat menyebabkan luka usus.
Suatu hasil penelitian menyatakan bahwa anak-anak pengidap asma ternyata hipersinsitivitas atau intoleransinya terhadap pengawet lebih kecil dibandingkan
dengan orang dewasa. Untuk mengurangi resiko kambuhnya penyakit bagi pengidap asma adalah memilih bahan pangan yang bebas dari belerang dioksida
khususnya dan bahan tambahan pangan lain pada umumnya. Apabila tubuh mengkonsumsi bahan pengawet secara berlebih, dapat
mengganggu kesehatan, terutama menyerang syaraf Rohadi, 2002. Berdasarkan Siaka2009 yang mengutip penelitianAlimi, dapat disimpulkan pemberian
Natrium Benzoat kepada tikus mencit selama 60 hari secara terus menerus dan dilaporkan bahwa pada pemberian benzoat dengan kadar 0,2 menyebabkan
sekitar 6,67 mencit putih terkena radang lambung, usus dan kulit. Sedangkan pada pemberian kadar 4 menyebabkan sekitar 40 tikus mencit menderita
radang lambung dan usus kronis serta 26,6 menderita radang lambung dan usus kronis yang disertai kematian.
Boraks dinyatakan dapat mengganggu kesehatan bila digunakan dalam makanan, misalnya mie, bakso kerupuk. Efek negatif yang ditimbulkan dapat
berjalan lama meskipun yang digunakan dalam jumlah sedikit. Jika tertelan
Universitas Sumatera Utara
boraks dapat mengakibatkan efek pada kerusakan susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Konsentrasi tertinggi dicapai selama ekskresi. Ginjal merupakan organ
paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g Simpus, 2005.
Berdasarkan penelitianTatukude 2014 tentang pemberian boraks kepada tikus selama 10 hari secara terus menerus dan dilaporkan bahwa pada pemberian
boraks 20mg, 30mg, dan 40mg dapat menyebabkan kerusakan hati yang menunjukkan secara mikroskopik sel hati yang terpapar boraks mengalami
degenerasi hidropik, proliferasi fibrolas, dan secara makroskopis sel hati hewan coba mengalami perbesaran dan berwarna coklat kehitaman.
2.6 Bahan Penyedap Rasa