berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat Syah, 2005.
Penelitian dilakukan karena boraks sering disalah gunakan sebagai bahan tambahan pangan, boraks tidak diizinkan penggunaannya dalam makanan yang
disesuaikan dengan Permenkes RI No.033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan. Seperti pada beberapa penelitian berikut, Silalahi dkk 2012 melaporkan
di Kota Medan didapati adanya kandungan boraks pada jajanan bakso, bahwa 80 dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks. Kadar boraks yang
ditemukan berkisar antara 0,08-0,29 dari berbagai lokasi yang diteliti, Mujianto dkk 2013 pada bumbu giling di pasar tradisional di Jakarta, ditemukan dari 112
sampel bumbu giling, 84 diantaranya dinyatakan positif mengandung boraks, salah satunya 1 sampel cabe merah giling.
Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam,
anuria tidak terbentuknya urin, koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal,
pingsan bahkan kematian Widyaningsih dan Murtini, 2006.
5.3 Hasil Identifikasi Zat Penyedap Rasa
Kehidupan modern sekarang ini, kehidupan masyarakat semakin berkembang, berbagai kebutuhan terus berkembang dan semakin kompleks.
Begitu juga dengan kebutuhan makan yang sudah pasti makanan yang enak dan lezatlah yang menjadi pilihan bagi banyak orang. Para produsen mulai berpikir
Universitas Sumatera Utara
bagaimana menciptakan makanan yang enak dan lezat tersebut menjadi semakin praktis dalam membuatnya. Maka lahirlah produk penyedap masakan yang lebih
dikenal dengan produk vetsin Monosodium GlutamatMSG. Pada penelitian ini pemeriksaan kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya Monosodium Glutamat di dalam sampel bumbu giling yaitu cabe merah giling, bawang merah giling, bawang putih giling, kunyit giling dan jahe giling
yang diambil dari 5 pedagang yang ada di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan. Pengujian ini menggunakan metode reaksi titrasi bebas air dengan penambahan
etanol dan indikator kristal violet pada masing-masing sampel yang kemudian dititrasi dengan asam perklorat. Jika terjadi perubahan warna larutan menjadi
warna biru kehijauan maka sampel tersebut positif mengandung Monosodium Glutamat. Hasil penelitian pada semua sampel menunjukkan tidak ada perubahan
warna larutan menjadi biru kehijauan. Sehingga semua sampel terbukti negatif mengandung Monosodium Glutamat. Kemudian perhitungan kadar Monosodium
Glutamat tidak dilanjutkan mengingat hasil uji kualitatif terhadap semua sampel negatif.
Berdasarkan penelitian Widyalita dkk 2014 kandungan Monosadium Glutamat MSG masih terdapat pada pangan jajanan anak SD di makassar, yang
menunjukkan terdapat kadar Monosodium Glutamat MSG pada 6 sampel uji yaitu bakso kasar 12,8 mg, bakso halus 15,34 mg, kuah bakso 216 mg, tela-tela
37,35 mg, nugget 23, 25 mg, dan sosis 22,88 mg, batas ini masih aman untuk dikonsumsi.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun diperkenankan sebagai penyedap masakan, penggunaan MSG yang berlebihan dapat mengakibatkan rasa pusing dan mual. Gejala itu disebut
Chinese Restaurant Syndrome. Laporan masyarakat ke Food Drug Administration FDA, 2 dari seluruh pengguna MSG mengalami masalah kesehatan, sehingga
WHO menetapkan ADI Acceptable daily intake untuk manusia sebesar 120 mg kg.
Pemeriksaan penyedap rasa berupa Monosodium Glutamat dilakukan mengingat penggunaan Monosodium Glutamat sebagai penyedap makanan yang
diizinkan memiliki batas maksimum penggunaannya sebagai bahan tambahan pangan dan tidak selalu aman terutama jika digunakan dalam jangka waktu yang
lama dan jumlah berlebihan. Secara umum MSG aman dikonsumsi, tetapi ada dua kelompok yang
menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan berupa rasa panas di
leher, lengan dan dada, diikuti kaku pada otot dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah diikuti
nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat
disebut MSG Complex Syndrome. Sindrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama sekitar 3-5 jam. Berbagai survei dilakukan,
dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25 dari populasi. Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh meningkatnya
serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di kedua kelompok
Universitas Sumatera Utara
tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5 –2,5 gr MSG. Sementara untuk
penyakit-penyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG Setiawati, 2008.
Penelitian Tim Riset di Amerika terbaru menyebutkan, setelah menyuntikkan Monosodium Glutamat yang overdosis ke dalam tubuh tikus,
mereka lalu menemukan bahwa selang beberapa waktu, pada retina tikus dan beberapa bagian sistem syaraf utama terlihat gejala kerusakan. Fungsi alamiahnya
menurun, juga nampak penyakit kegemukan. Karena jumlah sel darah merah dan putih dalam tulang berkurang, dimana garam kalsium yang masuk ke sel
mengalami kerusakan, jadi akan mempengaruhi sintesa sel-sel, sehingga pertumbuhan tulang juga ikut terhambat.
Riset selanjutnya menunjukkan bahwa seorang anak yang terlalu banyak mengkonsumsi Monosodium Glutamat atau makanan yang mengandung asam
glutanik akan menghambat pertumbuhan tulang dan perkembangan tubuh si anak Anonimus, 2015.
5.4 Hasil Identifikasi Zat PengawetNatrium Benzoat