Peran dari kurator dalam menangani benda yang disita pidana

efektif. Sementara itu proses peradilan pidana membutuhkan waktu yang sangat panjang. 2 Bahwa benda yang disita tersebut belum tentu akan dikembalikan oleh Negara. Karena benda yang disita nantinya bisa saja dirampas atau dimusnahkan sebagaimana ketentuan Pasal 46 ayat 2. Sehingga masa penantian yang sangat panjang tersebut akan menjadi sia-sia. 3 Sementara itu, kreditor tetap mendapatkan hak piutangnya meskipun hak mendahuluinya menjadi hilang. Kalaupun nantinya benda yang disita oleh Negara dikembalikan, kreditor separatis bisa mendapatkan kembali haknya, apabila terdapat sisa utang yang belum dibayar oleh debitor pailit. Dengan cara seperti ini hak dari kreditor separatis lebih terlindungin dan juga memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Namun, akan lebih baik apabila hal ini diatur di dalam suatu Undang- Undang terkait agar lebih memberikan kepastian hukum.

c. Peran dari kurator dalam menangani benda yang disita pidana

Masalah penyimpanan benda sitaan, merujuk kepada ketentuan Pasal 44 KUHAP dan PP No. 271983. Dari ketentuan perundang- undangan ini ada beberapa prinsip hukum yang perlu diperhatikan, antara lain: Universitas Sumatera Utara 1 Pasal 44 ayat 1 KUHAP menyatakan benda sitaan disimpan dalam Rupbasan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Memang prinsip ini “ditentukan” oleh Penjelasan Pasal 44 ayat 1 itu sendiri, berupa aturan selama belum ada Rupbasan di tempat yang bersangkutan penyimpanan dapat dilakukan: a Di kantor Polri b Kantor Kajari c Kantor Pengadilan Negeri PN d Gedung Bank Pemerintahan; dan e Dalam keadaan memaksa dapat disimpan di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita. 2 Tanggung jawab atas benda sitaan diatur di dalam Pasal 30 ayat 2 dan 3 PP No. 27 Tahun 1983: - Tanggung jawab secara “fisik” berada di pundak Kepala Rupbasan, - Sedang tanggung jawab “yuridis” berada pada aparat dan instansi penegak hukum sesuai dengan tahap pemeriksaan. Mengenai tanggung jawab “fisik” benda sitaan merujuk kepada Pasal 27 ayat 1 PP No. 27 Tahun 1983 jo. Pasal 1 ayat 1 Permenkeh No. M.05- UM.01.061983, yang mengatur tanggung tentang fungsi dan kewajiban Kepala Rupbasan, meliputi: Universitas Sumatera Utara 1 Fungsi dan tanggung jawab “penerimaan” yang berkenaan dengan pengaturan penempatan, menjual lelang atau memusnahkan memberi kuasa penyimpanan, pencatatan dan penerimaan; 2 Fungsi “pemeliharaan dan pengaman” yang berkenaan dengan pemeriksaan dan pengawasan berkala, pemeliharaan khusus benda yang berbahaya, penjagaan dari pencurian, mencatat kerusakan atau penyusutan, mencegah dari kebakaran dan banjir dan lain sebagainya. 3 Fungsi “pengeluaran dan pemusnahan” benda sitaan. 135 Dari uraian di atas dapat simpulkan bahwa tanggung jawab yuridis terhadap benda yang di sita umum dalam kepailitan terjadi peralihan status dari kewenangan Hakim Pengawas Pengadilan Niaga kepada pejabat yang berwenang sesuai tingkat pemeriksaan perkara sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 44 ayat 2 KUHAP. Akan tetapi, berkaitan dengan tanggung jawab fisik, penulis mengusulkan agar kewenangannya tetap diberi kepada kurator. Sependapat dengan apa yang dikatan oleh W Marbun, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif Harief yang mengatakan bahwa dalm sita pidana atas sita umum dalam kepailitan, polisi bisa menyita barang yang hendak disita, tetapi penguasaannya tetap berada pada pihak yang telah menyita pertama kali, dalam hal ini adalah kurator. 136 135 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 287-288. 136 Hukumonline, Prokontra Sita Pidana VS Sita Umum Pailit, http:www.hukumonline.comberitabacalt51836ecd9bbf8prokontra-sita-pidana-vs-sita-umum- pailit, diakses Tanggal 24 Februari 2014, Pukul 10.00 WIB Universitas Sumatera Utara Secara implisit Penjelasan Pasal 44 ayat 1 KUHAP menyatakan bahwa penyimpanan benda sitaan pidana dapat di simpan di tempat semula benda itu disita.Namun penyimpan benda sitaan yang di simpan di tempat semula benda itu disita hanyalah dimungkinkan dalam keadaan memaksa.Untuk itu perlu adanya pengaturan yang khusus bahwa dalam hal apabila terjadi sita pidana atas sita umum dalam kepailitan, tanggung jawab “fisik” atas benda yang disita tetap berada di tangan kurator. Pertimbangan penulis menawarkan hal ini dikarenakan dalam hal benda yang disita merupakan benda-benda bergerak yang berfungsi untuk menjalankan suatu kegiatan.Sangat riskan apabila diserahkan kepada Rupbasan.Karena Rupbasan sendiri sifatnya pasif, berbeda dengan kurator yang dalam menjalankan tugasnya lebih bersifat aktif.Pasif disini diartikan bahwa Rupbasan hanya berfungsi menerima dan merawat benda sitaan, sementara kurator dalam mengurus benda yang disita berusaha agar benda yang disita tetap dapat digunakan untuk melakukan kegiatan usahanya serta mendapat keuntungan. Kedudukan kurator yang independen sendiri akan tetap menjamin bahwa benda yang disita tidak akan dihilangkan atau dimusnakan. Selain itu kurator lebih memiliki keahlian khusus dibandingkan Rupbasan, karena syarat untuk diangkat menjadi kurator haruslah memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam mengurus danatau harta pailit. M. Yahya Harahap menyatakan misalnya benda sitaan berupa kayu atau truk.Pengadilan Negeri tidak perlu meminta atau menerima peralihan Universitas Sumatera Utara fisiknya untuk disimpan di Kantor Pengadilan Negeri.Usulkan kepada instansi terkait agar tetap disimpan di tempat semula supaya Pengadilan Negeri tidak direpotkan dengan tudingan negatif atau kerusakan atau hilangnya seluruh atau sebagian benda sitaan. Dalam keadaan yang seperti ini, apabila persidangan memerlukan pemeriksaan benda tersebut:  Perintahkan untuk dibawa dan ditempatkan di persidangan baik secara utuh atau contoh saja;  Apabila sifatnya tidak mungkin dibawa, adakan pemeriksaan di tempat benda sitaan berada. 137 Memperhatikan uraian di atas, Yahya menganjurkan bahwa meskipun undang-undang memperbolehkan penyimpanan di kantor Pengadilan Negeri, apabila belum ada Rupbasan di tempat tersebut sebaiknya hal itu dihindari saja. Hal ini dirasakan akan memberikan manfaat yang lebih benar kepada masyarakat, dari pada harus memaksakan sita dialihkan ke tangan Rupbasan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa untuk memfungsikan hukum secara nyata, maka harus dilakukan penegakan hukum, oleh karena dengan jalan itulah maka hukum menjadi kenyataan dan dalam kenyataan hukum harus mencerminkan kepastian hukum rechtssicherheit, kemanfaatan zweckmassigkeit dan keadilan gerechtigkeit. 138 137 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 289. 138 Hukum-on, Pengertian Supremasi Hukum dan Penegakkan Hukum, http:hukum- on.blogspot.com201206pengertian-supremasi-hukum-dan.html, diakses Tanggal 25 Maret 2014, Pukul 22.00 WIB. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mengkaji dan menganalisa secara mendalam mengenai sita umum dalam kepailitan, maka penulisa dapat menarik kesimpulan yang berkaitan dengan pokok pembahasan serta sekaligus jawaban dari pada permasalahan yang penulis buat, yaitu: 1. Dalam hal mengajukan permohonan pernyataan pailit harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Ketentuan pasal tersebut mempunyai arti bahwa untuk mengajukan permohonan pailit terhadap seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Debitur yang ingin dipailitkan mempunyai sedikitnya dua utang, artinya mempunyai dua atau lebih kreditur. b. Debitur tidak melunasi sedikitnya satu utang kepada salah satu krediturnya. c. Utang tidak dibayar lunas itu haruslah utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Pengajuan permohonan pailit harus diajukan ke Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum yang diajukan oleh seorang advokat.Terhadap perkara kepailitan tidak dapat diajukan banding tetapi langsung kasasi ke mahkamah agung. 2. Sita merupakan instrument hukum yang digunakan di dalam hukum perdata dan pidana. Pada prinsipnya sita berakibat pada tindakan Universitas Sumatera Utara