Prinsip-prinsip Pokok Sita dalam Hukum Perdata

jaminan tersebut dikabulkan yang berarti bahwa sebelum dikeluarkan penetapan yang megabulkan sita jaminan tersebut, maka harus diadakan ‘penelitian’ terlebih dahulu tentang ada tidaknya alasan yang dikemukakan pemohon. Prof. Sudikno menyebutkan bahwa pihak tersita perlu didengar keterangannya, sebelum pemberi permohonan sita jaminan tersebut. Sayangnya SEMA tersebut tidak menjelaskan apa maksud penelitian tersebut. 35

C. Prinsip-prinsip Pokok Sita dalam Hukum Perdata

Terdapat beberapa prinsip pokok penyitaan yang mesti ditaati. Menurut M. Yahya Harahap berikut beberapa prinsip pokok penyitaan dalam perdata yang bersifat umum: 36 1. Sita berdasarkan permohonan Menurut Pasal 226 dan Pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv maupun berdasarkan SEMA No.5 Tahun 1975, pengabulan dan perintah pelaksaan sita, bertitik tolak dari permintaan atau perohonan penggugat. Perintah penyitaan tidak dibenarkan berdasarkan ex-officio hakim. 2. Permohonan berdasarkan alasan Seperti yang sudah dijelaskan, penyitaan merupakan hukuman dan perampasan harta kekayaan tergugat sebelum putusan berkekuatan hukum tetap.Oleh karena itu, penyitaan sebagai tindakan yang bersifat eksepsional, harus benar-benar dilakukan secara cermat berdasarkan alasan yang kuat. 35 Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 240. 36 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 287-325. Universitas Sumatera Utara Pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv memperingatkan hal itu, agar penggugat dalam pengajuan sita menunjukkan kepada hakim sejauh mana isi dan dasar gugatan dihubungkan dengan relevansi dan urgensi penyitaan dalam perkara yang bersangkutan. 3. Penggugat wajib menunjukkan barang objek sita Hukum membebankan kewajiban kepada penggugat untuk menyebut secara jelas dan satu per satu barang objek yang hendak disita.Permintaan sita yang diajukan secara umum terhadap semua atau sebagian harta kekayaan tergugat dianggap tidak memenuhi syarat. Permintaan sita yang demikian tidak terang, sebab tidak diketahui persis apa saja harta kekayaan tergugat, sehingga tidak jelas barang apa dan mana yang hendak disita. Selain dirinci dan disebutkan satu per satu barang milik tergugat yang hendak disita, rincian itu harus dibarengin dengan penyebutan identitas barang secara lengkap. 4. Permintaan dapat diajukan sepanjang pemeriksaan sidang Sebagai pedoman, dapat diikuti Putusan Mahkamah Agung No. 371 KPdt1984 yang menyatakan, meskipun sita jaminan tidak tercantum dalam gugatan maupun dalam petitum gugatan, dan baru diajukan belakangan dalam surat tersendiri, jauh setelah gugatan didaftarkan, cara yang demikian tidak bertentangan dengan tata tertib beracara, karena undang-undang memperbolehkan pengajuan sita jaminan dapat dilakukan permintaannya sepanjang proses persidangan berlangsung. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, pengabulan sita dalam kasus yang seperti itu tidak bertentangan dengan ultra petitum partium yang digariskan Pasal 178 ayat 3 HIR.Memperhatikan putusan di atas dihubungkan dengan ketentuan Pasal 227 ayat 1 HIR dapat disimpulkan sita dapat diminta selama belum dijatuhkan putusan pada tingkat peradilan pertama atau dapat diajukan selama putusan belum dieksekusi. 5. Pengabulan berdasarkan pertimbangan objektif Agar penyitaan tidak bercorak sewenang-wenang, perlu ditegakkan prinsip yaitu pengabulan sita harus berdasarkan pertimbangan objektif.Prinsip ini berkaitan dengan asas permohonan sita harus berdasarkan alasan yang cukup dan objektif.Bertitik tolak dari prinsip- prinsip tersebut, dalam penetapan pengabulan sita, haruslah jelas dan terang tercantum pertimbangan yang rasional dan objektif. Dalam penetapan sita terdapat pertimbangan mengenai alasan yang diajukan penggugat berupa: a. Kaitan antara sita dengan dalil gugatan sangat erat sedemikian rupa, sehingga penyitaan benar-benar urgen, sebab kalau sita tidak diletakkan di atas harta kekayaan tergugat, kepentingan penggugat tidak terlindungi. b. Penggugat dapat menunjukkan berdasarkan fakta atau paling tidak berupa indikasi adanya dugaan atau persangkaan bahwa tergugat berdaya upaya untuk menggelapkan atau menghilangkan harta Universitas Sumatera Utara kekayaan selama proses pemeriksaan berlangsung, guna menghindari pemenuhan gugatan. Supaya pertimbangan penetapan pengabula sita dapat diutarakan berdasarkan fakta atau indikasi yang lebih objektif dan rasioal, pengadilan dapat menempuh cara melalui proses pemeriksaan insidentil atau melalui proses pemeriksaan pokok perkara. 6. Larangan menyita milik pihak ketiga Proses penyelesaian suatu perkara, tidak boleh menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perkara. Prinsip kontrak partai party contract yang digariskan Pasal 1340 KUH Perdata yang menegaskan perjanjian hanya mengikat kepada para pihak yang membuatnya, berlaku juga dalam proses penyelesaian perkara. Hanya mengikat kepada para pihak penggugat dan tergugat. Tidak boleh merugikan pihak ketiga atau pihak lain yang tidak terlibat sebagai pihak dalam perkara yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, pengabulan dan pelaksaan sita dalam suatu perkara hanya terbatas terhadap harta kekayaan tergugat dan tidak boleh melampaui terhadap harta kekayaan pihak ketiga.Kewajiban hakim untuk meneliti apakah harta kekayaan yang diajukan penggugat untuk disita, benar-benar milik tergugat. Universitas Sumatera Utara 7. Penyitaan berdasarkan perkiraan nilai objektif dan proposional dengan jumlah tuntutan. Sedapat mungkin jumlah barang yang disita tidak melebihi jumlah tuntutan penggugat.Penyitaan ekstrem melampaui jumlah gugatan, dianggap sebagai tindakan undue process atau tidak sesuai dengan hukum acara dan dapat dikatagorikan sebagai tindakan sewenang-wenang. Untuk menghindari tindakan penyitaan yang belebihan, perlu diperhatikan pedoman sebagai berikut: a. Dalam sengketa milik, penyitaan terbatas pada barang yang disengketakan. b. Dalam sengketa utang yang dijamin dengan barang tertentu, barang yang boleh disita hanya terbatas pada barang jaminan. c. Sita dilakukan terhadap semua harta kekayaan tergugat sampai terpenuhi jumlah tuntutan. d. Apabila terjadi pelampauan segera dikeluarkan penetapan pengangkatan sita. 8. Mendahulukan penyitaan barang bergerak Berdasarkan Pasal 227 ayat 1 HIR dan 720 Rv, permintaan dan pengabulan maupun pelaksanaan sita jaminan atas tuntutan pembayaran utang atau ganti ugi, tunduk pada prinsip: a. Pertama-tama yang disita adalah barang bergerak roerende goederen, movable goods. Kalau nilai barang bergerak yang Universitas Sumatera Utara disita diperkirakan sudah cukup menutupi pelunasan pembayaran tuntutan, penyitaan harus dihentikan sampai disitu. b. Apabila diperkirakan penyitaan terhadap barang bergerak belum mencukupi jumlah tuntutan, baru boleh dilakukan penyitaan terhadap barang tidak bergerak onroerende goederen, unmovable goods. 9. Dilarang menyita barang tertentu Ketentuan Pasal 197 ayat 8 HIR atau Pasal 211 RBG merupakan pengecualian terhadap asas yang diatur di dalam Pasal 1131 KUH Perdata.Menurut ketentuan ini, seluruh harta kekayaan debitur dapat dijadikan objek pelunasan pembayaran utangnya. Ketentuan Pasal 197 ayat 8HIR memuat ketentuan pengecualian, berupa larangan meletakkan sita terhadap barang jenis tertentu. Tentang hal ini, dapat dikemukakan salah satu Putusan Mahkamah Agung 37 yang menyatakan, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat 8 HIR, Pasal 211 RBG, Pengadilan Negeri dapat menyita semua harta kekayaan tergugat, baik yang bergerak atau tidak bergerak. Akan tetapi, dalam ketentuan pasal itu sendiri terdapat pengecualian, meliputi hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh digunakan sebagai alat pencari nafkah sehari-hari. 37 Putusan Mahkamah Agung No. 1076 KPdt1984 tanggal 10 Juli 1984 jo. Pengadilan Tinggi No. 6431 tanggal 27 Desember 1983 jo. Pengadilan Negeri Medan No. 157 1983 tanggal 1 September 1983. Universitas Sumatera Utara 10. Penjagaan sita tidak boleh diberikan kepada penggugat Penjagaan barang sitaan berpedoman kepada ketentuan Pasal 197 ayat 9 HIR atau Pasal 212 RBG.Dalam ketentuan ini, ditegakkan prinisp, penjagaan barang sitaan tetap berada di tangan tergugat atau tersita.Prinsip ini juga ditegaskan juga dalam SEMA No. 5 Tahun 1975 yang melarang barang yang disita kepada pengggugat atau pemohon sita.Pada huruf g SEMA tersebut menegaskan agar barang-barang yang disita tidak diserahkan kepada penggugat atau pemohon sita. Tindakan hakim yang demikian akan menimbulkan kesan seolah-olah penggugat sudah pasti akan dimenangkan dan seolah-olah pula putusannya uitvoerbaar bij vooraad serta merta. 11. Kekuatan mengikat sita sejak diumumkan Pengumuman berita acara sita merupakan syarat formil untuk mendukung keabsahan dan kekuatan mengikat sita kepada pihak ketiga.Selama belum diumumkan, keabsahan dan kekuatan formilnya baru mengikat kepada para pihak yang bersengketa, belum mengikat kepada pihak ketiga.Berarti selama penyitaan belum diumumkan, pihak ketiga yang melakukan transaksi atas barang itu, dapat dilindungi sebagai pembeli atau pemegang jaminan maupun penyewa yang beritikad baik. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 199 ayat 1 HIR.Terhitung sejak hari pengumuman atau pemberitahuan peyitaan, tersita dilarang memindahkan, mengagunkan atau menyewakan kepada pihak ketiga.Setiap perjajian yang bertentangan dengan larangan itu, tidak dapat dipergunakan pihak ketiga sebagai dasar mengajukan upaya derden verzet.Apabila juru Universitas Sumatera Utara sita lalai mendaftarkannya, penyitaan hanya mengikat kepada para pihak yang berperkara saja, tetapi tidak mengikat kepada pihak ketiga, sehingga pihak ketiga yang beritikad baik memperoleh barang barang itu dari tersita, harus dilindungi. Untuk itu Mahkamah Agung melalui SEMA No.05 Tahun 1975 mengingatkan semua jajaran pengadilan, agar setiap penyitaan didaftarkan atau dicatatkan sesuai dengan ketentuan Pasal 198 HIRPasal 214 RBG dengan cara menyampaikan salinan berita acara kepada kantor pendaftaran tanah atau pada kantor pejabat yang berwenang untuk itu. 12. Dilarang memindahkan atau membebani atau menyewakan barang sitaan Menurut Pasal 199 ayat 1 HIR, terhitung sejak hari pemberitahuan atau pengumuman barang yang disita pada kantor pendaftaran yang ditentukan untuk itu, hukum melarang:  Memindahkan barang sita kepada pihak orang lain. Maksudnya tersita atau tergugat dilarang menjual, mengibahkan, menukarkan atau menitipkan barang sita kepada orang lain.  Membebankan barang itu kepada orang lain. Hal ini berarti, melarang tergugat untuk menjamin atau mengagunkan barang sitaan, baik dalam bentuk agunan biasa atau hak tanggungan, fidusia atau gadai pand.  Menyewakan barang sitaan kepada orang lain. Demikian larangan yang melekat pada barang sitaan sejak tanggal berita acara penyitaan dengan jalan mencatat penyitaan di Universitas Sumatera Utara kantor yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 198 ayat 1 HIR. Sejak tanggal pengumuman itu, kekuatan mengikat penyitaan menjangkau kepada pihak ketiga. 13. Sita penyesuaian Sesuai dengan prinsip Pasal 463 Rv, tidak dibenarkan meletakkan sita terhadap barang yang sudah disita, tetapi yang dapat diletakkan ialah sita penyesuaian vergelijkende beslag. Kalau begitu, apabila atas permintaan penggugat atau kreditor telah diletakkan sita jaminan conservatoir beslag, sita revindikasi revindicatoir beslag, atau sita marital marital beslag maka: a. Pada waktu yang bersamaan, tidak dapat diminta dan dilaksanakan penyitaan terhadap barang itu atas permintaan penggugat atau kreditor lain, sesuai dengan asas bahwa pada waktu yang bersamaan hanya diletakkan satu kali saja penyitaan terhadap barang yang sama. b. Permintaan sita yang kedua dari pihak ketiga, harus ditolak atau tidak dapat diterima atas permintaan penggugat atau kreditor terdahulu. c. Yang dapat dikabulkan kepada pemohon yang belakangan hanya berbentuk sita penyesuaian vergelijkende beslag. Universitas Sumatera Utara 14. Larangan menyita barang milik Negara Dalam salah satu putusan Mahkamah Agung 38 Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap: terdapat penegasan, antara lain pada prinsipnya barang-barang milik Negara tidak dapat dikenakan sita jaminan atau sita eksekusi, atas alasan barang-barang milik Negara dipakai dan diperuntukan melaksanakan tugas kenegaraan. Larangan penyitaan ini diatur di dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara: a. uang atau surat berharga milik negaradaerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negaradaerah; c. barang bergerak milik negaradaerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negaradaerah; e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negaradaerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan. 15. Terhadap barang yang disita dalam perkara perdata, dapat disita dalam perkara pidana Prinsip ini ditegaskan di dalam Pasal 39 ayat 2 yang berbunyi “Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat 38 Putusan Mahkamah Agung No. 2539 KPdt1985 tanggal 30 Juli 1985 Universitas Sumatera Utara juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat 1.” Undang-undang menetapkan, penyitaan pidana memiliki urgensi publik yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan individu dalam perkara perdata. Karena itu, kepentingan penggugat sebagai pemohon dan pemegang sita revindikasi, sita jaminan, sita umum dalam kepailitan harus dikesampingkan demi melindungi kepentingan umum, dengan jalan menyita barang itu dalam perkara pidana, apabila barang yang bersangkutan memenuhi katagori yang dideskripsikan Pasal 39 ayat 1 KUHAP.

D. Sita Penyesuaian terhadap Barang yang Telah Disita