kan berladang setengah hari, saya pun hari biasa berladang. Tapi kalau dipanggil saya p
un turun juga.” Pernyataan yang lebih dulu didapat oleh peneliti melaui penjelasan Bolang
Lingga selaras dengan penjelasan yang diungkapkan oleh Kepala Desa, beliau mengungkapkan,
“awalnya saya menilainya positif, bagus.. memang lama-lama jadi nggak bagus, ada kutipan-kutipan di jalan yang jadi nggak bagus, pengunjung jadi
berkurang minat datang kemari. Saya sering ngumpulkan orang ini, ngomong sama-sama, tapi kalau saya ngomong mereka diam aja, nggak ada yang
membantah atau ngomong apapaun, mereka iya-iya aja, tapi besok-besok kayak gitu lagi. Kalau permasalahan efek ke masyarakat ya lumayan terbantu
lah, karena di sini yang penting anak mudanya ada kerjaannya. Tau lah cemana kalo anak muda nggak ada kegiatan, entah apa-apa aja nanti yang
dibuatnya, kalau warga yang lain, saya rasa mereka dukung-dukung aja, nggak ada masalah. Ini saya mohon maaf, warga yang faktor ekonominya
lemah, mereka biasanya nge-guide di Pelaruga kalau lagi banyak pengunjung yang datang. Kan lumayan untuk nambah-nambah, istilahnya jadi punya
kerja sampingan. Memang masalahnya sekarang ada penyetopan di jalan, buat pengunjung nggak nyaman, tapi ya itu tadi, komunitas-komunitas ini
nggak bisa nyatu gitu loh, bingung saya juga. Tapi tetep sering saya ajak kumpul sama-sama.Kalau permasalahan efek ke masyarakat ya lumayan
terbantu lah, karena di sini yang penting anak mudanya ada kerjaannya. Tau lah cemana kalo anak muda nggak ada kegiatan, entah apa-apa aja nanti
yang dibuatnya, kalau warga yang lain, saya rasa mereka dukung-dukung aja, nggak ada masalah. Ini saya mohon maaf, warga yang faktor
ekonominya lemah, mereka biasanya nge-guide di Pelaruga kalau lagi banyak pengunjung yang datang. Kan lumayan untuk nambah-nambah,
istilahnya jadi punya kerja sampingan. Memang masalahnya sekarang ada penyetopan di jalan, buat pengunjung nggak nyaman, tapi ya itu tadi,
komunitas-komunitas ini nggak bisa nyatu gitu loh, bingung saya juga. Tapi tetep sering saya ajak kumpul sama-
sama.” Penjelasan singkat yang dipaparkan oleh Kepala Desa menggambarkan
bahwa adanya pengaruh buruk akibat ramainya pengunjung yang datang, yaitu terjadi perang dingin antar komunitas yang sampai saat ini belum kunjung usai juga.
4.2. Pembahasan
Desa Rumah Galuh adalah tempat yang sejak tiga tahun belangan ini dikembangkan menjadi Daerah Tujuan Wisata DTW bagi wisatawan pencinta alam.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat setempat berinisiatif memanfaatkan sumber mata air yang terdapat di Desa Rumah Galuh dan masih terjaga keasriannya menjadi sebuah ekowisata yang
dapat dinikmati oleh wisatawan. Masyarakat setempat membentuk sebuah komunitas yang bernama Pelaruga dalam mengelola objek wisata Desa Rumah Galuh.
Pelaruga merupakan salah satu komunitas yang sengaja dibentuk guna menyediakan jasa pelayanan bagi para wisatawan yang datang ke Desa Rumah Galuh
untuk menikmati panorama alam yang terdapat di desa tersebut. Komunitas ini dibentuk pada pertengahan tahun 2010. Ketersedian beberapa panorama alam yang
ada di desa Rumah Galuh dianggap memiliki potensi untuk dijadikan objek wisata. Beberapa tempat yang dijadikan objek wisata diantaranya adalah air terjun Tero-Tero,
air Terjun Tongkat, dan kolam abadi. Nama-nama tempat yang telah dijadikan objek wisata tersebut sudah akrab ditelinga masyarakat setempat sejak lama.
Keinginan menjadikan tempat tersebut menjadi objek wisata diawali dengan inisiatif yang dilakukan beberapa pemuda Desa Rumah Galuh untuk membuka jalur
dari pemukiman warga setempat menuju sumber mata air tersebut. Lokasi objek wisata berada sekitar 3 km dari pemukiman masyarakat Desa Rumah Galuh.
Wisatawan harus berjalan kaki menempuh beberapa ladang-ladang masyarakat setempat dengan medan yang cukup menantang untuk sampai ke lokasi objek wisata.
Pembukaan jalur ini guna membentuk rute yang lebih mudah untuk dilewati oleh para wisatawan.
Beberapa pemuda yang menjadi penggagas terbentuknya komunitas Pelaruga adalah Wanda yang berusia 29 tahun, Andi berusia 29 tahun dan Dolly berusia 24
tahun. Ketiga pemuda ini dibantu oleh Agus, seorang warga Medan yang juga anggota komunitas pecinta alam KOIN untuk membentuk komunitas yang diberi
nama Pelaruga. Nama Pelaruga sendiri merupakan singkatan dari Pemandu Alam Rumah Galuh. Nama komunitas Pelaruga disesuaikan dengan tujuan atau alasan
mengapa komunitas ini dibentuk, yaitu menjadi pemandu bagi wisatawan yang ingin berwisata di Desa Rumah Galuh. Seperti apa yang diungkap oleh Dolly sebagai salah
satu penggagas terbentuknya Pelaruga.
Universitas Sumatera Utara
“Karena sistem ngantar, sistem memandu atau nge-guide, kita buat namanya Pelaruga, Pemandu Alam Rumah Galuh.
” Nama komunitas Pelaruga telah tertanam dibenak para wisatawan sebagai nama
objek wisata yang ada di Desa Rumah Galuh, sementara beberapa nama mata air yang sesungguhnya adalah objek wisata sebenarnya masih perlu diperkenalkan
kembali kepada pengunjung yang datang. Komunitas Pelaruga terus berupaya membenahi diri seiring dengan semakin
bertambahnnya jumlah pengunjung. Sebagai pos informasi mengenai objek wisata alam Desa Rumah Galuh, komunitas Pelaruga memasang spanduk di posko Pelaruga
dengan menampilkan logo sebagai identitas dari Pelaruga. Spanduk ini juga mencantumkan beberapa contact person yang dapat dihubungi dengan harapan dapat
bermanfaat ketika beberapa pengunjung memuat gambar spanduk tersebut di beberapa blog dan media sosial yang mereka miliki.
Spanduk dipasang di posko Pelaruga bertujuan untuk memudahkan pengunjung dalam mengenal tempat yang dijadikan posko komunitas Pelaruga. Pada spanduk
akan terlihat gambar rumah dengan lingkaran yang mengelilingi rumah tersebut, secara sederhana gambar rumah dipilih karena mengidentitaskan nama desa, yaitu
Desa Rumah Galuh. Warna hitam dipilih sebagai warna dasar spanduk dikarenakan hitam merupakan warna yang mudah dipadupadankan dengan warna lain, sementara
hijau dijadikan warna pada tulisan dan logo Pelaruga didasari warna hijau yang identik dengan alam. Hal ini disesuaikan dengan bentuk objek wisata di Desa Rumah
Galuh, yakni ekowisata. Menurut Hecktor Ceballos Lascurain dalam Pendit 2003, ekowisata merupakan
wisata atau kunjungan ke kawasan alamiah yang relatif tidak terganggu dengan niat betul-betul objektif untuk melihat, mempelajari, mengagumi wajah keindahan alam,
flora, fauna termasuk aspek-aspek budaya baik yang mungkin terdapat di kawasan tersebut. Tidak hanya posko komunitas Pelaruga saja yang dijadikan pos informasi
mengenai objek wisata Desa Rumah Galuh, tetapi Pelaruga juga memanfaatkan facebook
sebagai media sosial dengan membuat akun group Pelaruga untuk
Universitas Sumatera Utara
memudahkan para wisatawan mencari informasi mengenai objek wisata yang dapat dikunjungi di Kecamatan Sei Bingai.
Pelaruga saat ini berkembang tidak hanya sebagai pos informasi objek wisata yang ada di Desa Rumah Galuh, tetapi juga sebagai pos informasi objek wisata yang
ada di Kecamatan Sei Bingai. Pelaruga saat ini mulai menawarkan beberapa spot mata air yang berada di Desa sekitar, dengan harapan menjadi daya tarik baru bagi
para wisatawan yang sudah sering datang ke Desa Rumah Galuh seperti apa yang diungkapkan oleh Wanda.
“Karena takutnya pengunjung merasa bosan karena itu-itu aja tempatnya, kami tawarkan lah beberapa tempat yang ada di desa lain
”. Kecamatan Sei Bingai memiliki sepuluh objek wisata air terjun yang dapat
dikunjungi menggunakan jasa Pelaruga, diantaranya adalah Air Terjun Lauberte Desa Rumah Galuh, Air Terjun Tongkat Desa Rumah Galuh, Air Terjun Tero-
Tero Desa Rumah Galuh, Air Terjun Pelangi Desa Telaga, Air Terjun Basbasan Desa Telaga, Air Terjun Tengah Rembulan Desa Telaga, Air Terjun Tiga Mentari
Desa Telaga, Air Terjun Goa Dusun Bangun Jahe, Air Terjun Bengaru Dusun Bangun Jahe, Air Terjun Namu Belanga Desa Garunggang. Beberapa mata air
yang telah disebutkan memiliki peluang yang sama untuk dikembangkan seperti mata air yang ada di Desa Rumah Galuh, namun belum ada masyarakat setempat yang
berkeinginan untuk mengembangkan tempat tersebut untuk dijadikan objek wisata yang ramai dikunjungi, sehingga Pelaruga masih menjadi pusat informasi mengenai
ekowisata yang dapat dikunjungi di Kecamatan Sei Bingai. Salah satu objek yang mulai ramai dikunjungi dan menjadi daya tarik baru
bagi para wisatawan adalah objek wisata Air Terjun Namu Belanga yang terletak di Desa Garunggang. Meskipun tidak terletak di Desa Rumah Galuh, Pelaruga tetap
menjadi pemberhentian para wisatawan menuju Desa Garunggang agar dipandu menuju lokasi objek wisata.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu daya tarik pada penelitian ini adalah persoalan pengelolaan pariwisata yang masih dilakukan masyarakat setempat. Dengan kata lain, segala
bentuk peranan dalam usaha mengembangkan objek wisata tersebut dikelola sepenuhnya oleh masyarakat setempat.
Pariwisata berbasis masyarakat merupakan suatu bentuk kepariwisataan yang mengedepankan kepemilikan dan peran serta aktif masyarakat, memberikan edukasi
kepada masyarakat lokal maupun pengunjung, mengedepankan perlindungan kepada budaya dan lingkungan, serta memberikan manfaat secara ekonomi kepada
masyarakat lokal. Sebagai sebuah konsep pengembangan pariwisata, pariwisata berbasis masyarakat bukanlah konsep yang kaku Tasci dkk, 2013. Masyarakat Desa
Rumah Galuh pun demikian. Mereka mulai mengembangkan berbagai aliran mata air yang terdapat di desa tersebut menjadi satu objek wisata hingga mampu menjadi
Daerah Tujuan Wisata yang ada di Kabupaten Langkat. Kepengelolaan objek wisata Desa Rumah Galuh pertama kali di inisiasi oleh
Wanda 29 tahun, Dolly 22 tahun dan Andi 23 tahun. Ketiganya merupakan penduduk Desa Rumah Galuh. Dibantu Agus 29, warga Medan yang juga anggota
Koin Komunitas Orang Indonesia, mereka pada akhirnya membentuk komunitas Pelaruga pemandu alam rumah Galuh guna memanfaatkan potensi kejernihan aliran
mata air di Desa rumah Galuh menjadi satu objek wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Latar belakang organisasi yang dimilik Agus memberikan banyak sumbangsih di fase awal terbentuknya komunitas ini. Bentuk kontribusi yang diberikan seperti
memanfaatkan jaringan pecinta alam yang dimilikinya untuk menyebarluaskan informasi mengenai keberadaan objek wisata di Desa Rumah Galuh. Selain itu, dasar-
dasar ilmu pengelolaan sebuah komunitas juga diajarkan kepada Wanda, Dolly dan Andi agar mampu mengembangkan Pelaruga. hal ini banyak diceritakan oleh Dolly.
“Dulu ada kawan kami namanya Agus Ginting, dia orang Medan, kalau kakak tau dia ikut KOIN, Komunitas Orang Indonesia, dialah yang ngajarkan
kita buat komunitas aja, biar orang tau, makanya kita buat .”
Universitas Sumatera Utara
Komunitas Pelaruga yang telah terbentuk, diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi anak-anak muda Desa Rumah Galuh. Untuk itu mulai
dilakukan perekrutan anggota yang bertugas sebagai guidepemandu para pengunjung. Tidak ada syarat atau ketentuan tertentu untuk menjadi pemandu, namun
yang diutamakan adalah para pemuda setempat. Hal ini didasari dari niatan awal terbentuknya komunitas pelaruga, yakni mendorong para pemuda untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang positif. Hal ini dijelaskan oleh Wanda. “ Artinya yang kita utamakan dulu niat kita buka untuk ps pemuda setempat
di sini, mengurangi pengangguran intinya, siapa pun orang kampung sini mau ikut.. kita welcome.. kita ajakin, orang itu kalau diajakin dia berpikir ah..
kerjaan sia-sia, tapi alhasil bisa dibilang setelah banyak yang datang ya
lumayan”. Pada awal terbentuk, kegiatan mengelola objek wisata Desa Rumah Galuh
kurang mendapat respon oleh masyarakat setempat. Pola pikir masyarakat, terkhusus para pemuda menganggap pekerjaan tersebut sebagai sebuah aktifitas yang sia-sia.
Mereka lebih memilih berladang, bertani atau kerja serabutan sebagaimana mata pencarian mayoritas penduduk lainnya. Namun seiring berjalannya waktu,
kedatangan pengunjung dalam jumlah signifikan membuat penduduk setempat mulai tertarik ikut bergabung bersama komunitas ini.
Bertambahnya jumlah pengunjung tentu berimbas pada proses kepengelolaan objek wisata Rumah Galuh. Komunitas ini pun melakukan pembenahan-pembenahan
di berbagai aspek. Salah satunya adalah dengan mengikut sertakan para pemandu lokal untuk ikut pelatihan yang diadakan oleh Himpunan Pariwisata Indonesia. Hal
ini dilakukan untuk menciptakan para pemandu yang ebih profesional. Sedikitnya sekitar 30 orang pemandu di komunitas pelaruga telah mengikuti pelatihan.
Bulan Januari 2014, Pelaruga sempat dikejutkan dengan kedatangan jumlah pengunjung yang mencapai 3000 orang dalam sehari. Jumlah demikian tentu tidak
seimbang dengan jumlah pemandu yang ada. Oleh sebab itu, pengelola Pelaruga terpaksa memulangkan kurang lebih 300 pengunjung yang datang pada saat itu.
Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan tidak ingin mengecewakan wisatawan
Universitas Sumatera Utara
yang harus berdesak-desakan menuju sumber mata air dan memakan waktu yang lebih lama daripada waktu tempuh normal.
Kejadian ini menjadi akar tumbuhnya komunitas-komunitas baru yang serupa dengan Pelaruga. Komunitas yang ada di Desa Rumah Galuh tercatat hingga saat ini
terdiri dari empat komunitas, yaitu PETAR, GOA, PJ, dan Pelaruga. Persaingan saling merebut pengunjung pada akhirnya tidak terhindarkan. Ironisnya, hampir
semua wisatawan yang datang justru mengenal Pelaruga sebagai objek tujuan wisata mereka. Walaupun mereka dipandu oleh komunitas yang berbeda, namun nama
Pelaruga terlanjur identik dengan objek wisata alam Di Desa Rumah Galuh. Hal ini juga dirasakan oleh Dika sebagai salah satu anggota komunitas Petar yang dijumpai
oleh peneliti saat sedang dalam perjalanan menuju lokasi penelitian, dalam penjelasannya Dika mengatakan,
“oo.. Pelaruga bukan nama tempatnya kak, itu nama komunitasnya, singkatan dari Pemandu alam Rumah Galuh. Nama objek wisatanya ada banyak, kakak
bisa pilih, ada air terjun teroh-teroh, lauberte, kolam abadi, sama air terjun tongkat, kakak mau kemana,biar ku antarkan, sama aja itu tempatnya kak,
gak mesti Pelaruga. Tempat air terjunnya sama aja kak sama Pelaruga. Tapi
ya itu tadi, orang kalau kemari taunya mau ke Pelaruga.” Pengelola pelaruga juga menyadari bahwa mata air yang dimiliki Desa Rumah
Galuh merupakan anugrah dari Tuhan dan milik bersama, dengan kata lain sumber mata air yang dijadikan objek wisata tidak dapat dimilki secara individu ataupun
kelompok. Oleh sebab itu, setiap orang yang ada di Desa Rumah Galuh berhak dan memiliki kesempatan yang sama dalam mengelola sumber mata air yang ada sebagai
sebuah objek wisata. Kepala Desa Rumah Galuh justru menilai positif adanya kegiatan pariwisata
yang ada di desa mereka. Kepala Desa selalu mencoba bersikap netral melihat permasalahan yang terjadi, beliau berusaha untuk mengkonsolidasikan komunitas-
kemunitas yang ada menjadi satu kesatuan dan bersaing secara sehat. Upaya yang dilakukannya adalah membuka ruang diskusi bersama dan menjadi mediator antar
komunitas dalam membahas permasalahan yang sedang terjadi, meskipun sampai saat
Universitas Sumatera Utara
ini belum juga menemui titik temu dikarenakan ego yang dimiliki oleh masing- masing komunitas. Namun, upaya ini masih terus dijalankan. Jika dipandang secara
subjektif, Kepala Desa memiliki hubungan yang lebih dekat dengan komunitas Pelaruga dikarenakan masih memiliki hubungan tali persaudaraan dengan ibu dari
Dolly, salah satu penggagas Pelaruga. Artinya, dalam tutur kekerabatan Kepala Desa adalah paman dari salah satu pendiri Pelaruga. Hal ini pula yang terkadang memicu
timbulnya kecemburuan komunitas-kemunitas lain sehingga lebih mementingkan ego masing-masing
Tumbuhnya komunitas-komunitas baru menjadi alasan utama Pelaruga menyusun struktur kepengurusan komunitas Pelaruga secara legal dan administratif.
Struktur ini dibentuk dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan menunjuk beberapa orang untuk menduduki posisi sesuai dengan kebutuhan komunitas.
Anggota yang menduduki struktur penting dalam komunitas ini tidak terlepas dari ikatan tali kekeluargaan, sedangkan beberapa anggota lain yang diposisikan dalam
struktur adalah orang-orang memiiki kedekatan secara emosional dengan penggagas dan sudah mendapatkan kepercayaan untuk menduduki posisi di dalam struktur.
Penentuan struktur tidak dibentuk berdasarkan kemampuan ataupun kekuasaan dari masing-masing anggota, tetapi struktur ini juga dimanfaatkan sebagai miniatur kecil
pembelajaran dalam memegang suatu tanggung jawab dan membangun mental pemuda dalam menghadapi situasi-situasi organisasi.
Salah satu contoh kasus yang dapat dijadikan gambaran umum bergeraknya struktur pada komunitas Pelaruga adalah posisi Humas yang dijabat oleh Yohanes
Ginting 23 tahun. Yohanes tidak memiliki dasar kemampuan di bidang humas. Secara fungsional, posisi ini memberikan Yohanes sebuah tanggung jawab untuk
membangun hubungan baik dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Langkat agar dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan objek wisata yang ada di Desa Rumah
Galuh, Kecamatan Sei Bingai. Begitu juga membangun persepsi baik dimata masyarakat setempat, Yohanes ditempatkan sebagai perpanjangan tangan ataupun
sebagai corong komunitas Pelaruga untuk membantu kegiatan sosial yang ada di
Universitas Sumatera Utara
Desa Rumah Galuh. Namun, pada pelaksanaan teknis yang dilakukan oleh Yohanes selaku Humas komunitas Pelaruga masih dituntun oleh Wanda selaku orang yang
dianggap sebagai benteng pertahanan di komunitas Pelaruga. Begitu juga dengan posisi-posisi struktur lainnya. Struktur kepengurusan yang terbentuk tidak dipandang
terlalu kaku oleh anggota yang aktif di komunitas Pelaruga. Aktivitas keseharian saat memandu wisata di lapangan terlepas dari fungsi
struktur yang terbentuk. Kegiatan memandu wisata tetap dikepalai dan dikoordinir oleh Wanda yang membawahi tiga puluh pemandu aktif sesuai dengan id card yang
dikenakan masing-masing pemandu, walaupun secara struktural komunitas Pelaruga diketuai oleh Marsidin Alias Bugan. Fungsi struktur secara sederhana sengaja
dibentuk hanya sebagai simbol untuk melegalkan kegiatan yang ada di Desa Rumah Galuh secara adminstratif. Sementara itu kegiatan dilapangan tetap berjalan
sebagaimana saat sebelum struktur dibentuk. Hal ini dijelaskan oleh Wanda. “Kita ada bang, kita bentuk sistem kekeluargaan, tapi pemasarannya kami
bertiga juga ”. Lebih lanjut lagi ia menegaskan, “Cuma struktur di notaris
sudah ada, tapi tugas-tugas masing-masing masih belum tau apa yang dikerjakan, masih belajar-belajar lah. Intinya untuk urusan ke masyarakat,
urusan keluar, urusan pungli, itu urusan mereka. Tapi urusan di lapangan tetep kami
”.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Struktur Kepengurusan Komunitas Pelaruga
Eskalasi pengunjung juga menimbulkan persoalan baru. Selain munculnya komunitas baru di Desa rumah Galuh, pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat
desa di luar rumah Galuh juga semakin menjamur. Seperti diketahui, untuk menuju Desa Rumah Galuh, pengunjung dari arah MedanBinjai terlebih dulu melewati
beberapa desa, Namu Ukur misalnya. Di Desa Namu Ukur para pengunjung kerap di kenai kutipan liar yang dilakukan oleh sekelompok pemuda. Pungutan liar yang
kadang terjadi berkali-kali tentu membuat pengunjung merasa sangat tidak nyaman, Jumlah tarif kutipan cukup beragam, mulai dari Rp. 5.000 - Rp. 20.000 per orang.
Kondisi seperti ini membuat minat pengunjung yang datang ke Desa Rumah Galuh lama-lama menjadi berkurang.
Universitas Sumatera Utara
Upaya dalam mengatasi persoalan, Pelaruga berusaha berkordinasi dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Langkat dengan harapan dapat membantu
menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Respon yang didapat dari Dinas Pariwisata Kabupaten Langkat justru tidak seperti yang diharapkan. Dinas Pariwisata
mengatakan bahwa mereka belum siap untuk mengambil langkah pasti atau ikut turun tangan dikarenakan kekhawatiran timbulnya rasa kecemburan sosial dari komunitas-
komunitas lainnya apabila menjadikan Pelaruga sebagai komunitas yang dinaungi oleh Dinas Pariwisata. Pertemuan antar penduduk Desa rumah Galuh dan Desa Namu
Ukur yang di gagas oleh kepala desa masing-masing juga sudah dilakukan. Namun kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan saat pertemuan pada prakteknya tidak
dilaksanakan. Alhasil pungutan liar masih tetap terjadi. Pelaruga sebagai komunitas pelopor yang mengembangkan potensi sumber
mata air Desa Rumah Galuh menjadi sebuah ekowisata tentu terjadi kegiatan komunikasi pemasaran dalam upaya mendatangkan pengunjung dan menjadikan Desa
Rumah Galouh sebagai sebuah Daerah Tujuan Wisata bagi wisatawan. Komunikasi pemasaran merupakan salah satu bagian dari kegiatan mix marketing. Unsur
pemasaran yang terdiri dari 4P product, price, place, dan promotion dan yang paling banyak diadopsi, dipopulerkan pertama kali oleh E. Jerome McCarthy.
Beberapa pakar pemasaran lain mengemukakan perspektif baru dan merupakan perluasan dari 4P. Diantaranya Kotler 1986 dalam artikelnya berjudul
“Megamarketing” menambahkan 2P lagi, yaitu Politics dan Public Opinion. Rapp dan Collins 1987 menambahkan 2D pada 4P yaitu Datebase dan Dialogue.
Tjiptono,1997:6. Secara teoritis dan praktis, aktivitas promosi dapat dikatakan sebagai bagian
dari komunikasi pemasaran. Liliweri, 2011:514. Pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran dimana yang dimaksud dengan komunikasi
pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhimembujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan
Universitas Sumatera Utara
produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Tjiptono, 1997:219.
Tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran
pemasarannya Tjiptono, 1997:221. Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan promosi dalam kajian teoritis komunikasi pemasaran terdiri dari beberapa bentuk
komunikasi yang harus dilakukan secara terpadu untuk pencapaian hasil maksimal. Dalam penjelasan Alo Liliweri 2011:515 ada beberapa pesan campuran yang perlu
diperhatikan yang tersedia dalam komunikasi pemasaran diantaranya adalah periklanan, promosi penjualan sales promotion, acara dan pengalaman events and
experience , kehumasan dan publisitas Public Relations and Publicity, pemasaran
langsung direct marketing, penjualan secara personal Personal selling, dan e- marketing
yang dapat dilakukan secara terpadu dalam pemaksimalan target. Hasil dari wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti
mengungkapkan bahwa Pelaruga tidak sepenuhnya melakukan poin-poin yang telah disebutkan dalam bauran komunikasi pemasaran atau mix promotion secara teoritis
dalam upayanya mencapai tujuan komunikasi pemasaran yang maksimal. Wanda yang dipilih sebagai informan kunci oleh peneliti didasari karena Wanda merupakan
salah satu penggagas dari terbentuknya komunitas Pelaruga. “ kalau untuk pasang iklan, nyebar brosur, datang ke medan untuk cari
pengunjung, kami nggak pernah buat, pengunjung sudah memang datang kemari karena
tau dari kawan yang ngajak”. Dirunut secara kronologis, komunitas Pelaruga mulai menginformasikan
kepada khalayak mengenai keberadaannya diawali oleh salah satu teman mereka yang bernama Agus Ginting yang berdomisili di Medan. Latar belakang Agus sebagai
salah satu anggota komunitas pecinta alam bernama KOIN Komunitas Orang Indonesia sangat membantu dalam penyebarluasan informasi mengenai Pelaruga.
Melalui jaringan pecinta alam yang dimilikinya, Agus menginformasikan bahwa terdapat satu Objek wisata yang menarik untuk dikunjungi di Desa Rumah Galuh.
Universitas Sumatera Utara
Informasi tentang Pelaruga dan objek wisata yang ada di Desa Rumah Galuh ditulis dalam bentuk cerita yang sederhana dan beberapa gambar yang dimuat melalui media
blog pribadi. Sejak saat itu, beberapa kelompok-kelompok pecinta alam mulai berdatangan ke Desa Rumah Galuh. Pada tahun 2010 sampai 2011, setidaknya dalam
seminggu ada satu kelompok pecinta alam yang datang untuk berwisata alam dan menggunakan jasa pemandu dari Pelaruga. Cara ini dijelaskan oleh Wanda yang
mengatakan, “Dulu teknik pemasaran kita melalui blog aja. Dari situlah pengunjung yang
browsing. Salah satu yang banyak bantu masa pemerintisan gotong royong di lapangan ada si Agus, dia ikut KOIN, Komunitas Orang Indonesia.
Dimasukannya lah di blog,
dipasang fotonya, kan kawannya nanya, ‘ih dimana itu, cantik tempatnya’. Barulah dikasih taunya, kalau dulu yang
datang nggak macam sekarang, persiapannya lebih, bawa tas nya besar ”.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh komunitas Pelaruga dengan melakukan persuasif kepada pengunjung yaitu kelompok-kelompok komunitas pada saat itu
dengan berpesan untuk mengajak teman-teman yang lain. Kondisi awal komunitas Pelaruga pada saat itu masih minim sumber daya manusia dan secara ekonomi juga
belum cukup memadai. Sebagai komunitas yang baru terbentuk, Pelaruga belum memiliki struktur yang matang. Hal ini pula yang menjadi salah satu faktor penyebab
mengapa strategi komunikasi pemasaran seperti apa yang disebutkan oleh Kotler dan Keller tentang bauran komunikasi pemasaran ataupun mix promotion belum
dirancang. Dolly sebagai salah satu informan yang juga pengagas Pelaruga menjelaskan
alasan mengapa komunikasi pemasaran seperti pemasangan iklan atau penyebaran brosur tidak dilakukan.
“ cemanalah kak, kakak tengoklah kami disini, siapa yang mau ngerjakan, aku tebuka ajalah sama kakak ya, kami ngutip cuma dua puluh lima ribu
rupiah setiap pengunjung yang datang, belum lagi kami kasih upah sama yang mandu, terus kami kasih lagi sama orang yang ladangnya dilewatin,
belum lagi pelampung kak, ini lima kali pake dah rusak kak, mesti diperbaiki, mesti beli baru lagi, itu semua dari yang dua puluh lima ribu itulah kak. Jadi
kakak simpulkan aja lah sendiri, cemana kak”
Universitas Sumatera Utara
Keterbatasan sumber daya manusia, skill, pengetahuan dan keuangan yang masih terbilang pas-pasan berdasarkan apa yang telah diungkapkan oleh Dolly tidak
menjadikan komunitas ini kehilangan metode untuk tetap menyebarluaskan informasi, membujuk dan mempengaruhi agar masyarakat luar tetap datang berwisata
ke Desa Rumah Galuh. Komunitas Pelaruga justru sangat terbantu dengan keberadaan komunitas-komunitas pecinta alam dan komunitas-komunitas traveling yang
menceritakan pengalaman mereka selama berwisata di Desa Rumah Galuh. Pada dasarnya komunitas travelling dan komunitas pecinta alam adalah dua komunitas
yang sangat identik, yaitu menjelajahi tempat-tempat yang masih terjaga lingkungannya. Namun, satu hal yang membedakannya adalah komunitas travelling
memanfaatkan hobi yang dimilikinya untuk mendatangkan profit bagi mereka dengan merekomendasikan tempat-tempat yang sudah mulai terjelajahi kepada para
wisatawan melalui program-program yang dirancangnya. Penyebaran pesan dalam bentuk tulisan naratif dekriptif dilakukan oleh
komunitas-komunitas yang ada melalui blog dan media sosial yang mereka miliki. Penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunitas-komunitas secara sederhana
telah memberikan banyak sumbangsih kepada Pelaruga ditandai dengan terus meningkatnya jumlah pengunjung. Komunitas Pelaruga juga terus memanfaatkan
cara yang sama seperti apa pernah dilakukannya dengan komunitas traveling, yaitu secara konsisten menyampaikan pesan kepada para pengunjung dengan kalimat
“ nanti kalau mau datang ke mari sama kawannya yang lain, hubungi saja kami, catat
aja contact personnya, biar kami jemput ke Binje kalau gak tau jalan kemari ”, sesuai
dengan pengamatan yang dilakukan peneliti saat berada di lapangan. Peneliti mengkonfirmasi ulang apakah hal ini bagian dari bentuk promosi yang dilakukan
oleh komunitas Pelaruga, Wanda sebagai informan kunci menjawab. “itu pun sebenernya juga salah satu teknik kami ngasih tau orang diluar sana,
yang penting kita bisa dihubungi dulu, nantikan gampang jemputnya entah dimana. Pemandu yang ke lapangan kita tegaskan, tanggung jawab penuh bawa nyawa
orang, makanya pengunjung sempat bilang, bang bagilah nomor hp-nya, mana tau mau kemari lagi. Artinya teknik yang dipakai mereka merasa puas, minimal tiga
Universitas Sumatera Utara
bulan lagi mereka datang lagi bawa kawannya, makanya teknik promosi pun macem- macem kan
”. Pesan ini secara konsisten disampaikan sebelum pengunjung pulang. Cara
seperti ini dianggap paling efektif dalam menyebarkan informasi kepada khalayak luas dengan menyadari keterbatasan yang mereka miliki.
Metode yang dilakukan oleh Pelaruga membuktikan hasil yang maksimal. Hal ini terbukti dengan meledaknya jumlah pengunjung yang mecapai 3000 pengunjung
dalam satu hari pada hari libur nasional dan terpaksa harus memulangkan 300 pengunjung secara hormat karena keterbatasan pemandu yang tersedia dan kondisi
tempat ekowisata yang sudah tidak layak lagi untuk dijadikan objek wsiata pada saat itu. Tidak hanya itu, hasil dari strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh
Pelaruga juga telah mendatangkan kunjungan wisatawan asing, khususnya kunjungan dari warga Malaysia. Meskipun belum banyak dikunjungi oleh wisatawan asing,
namun seminimalnya Pelaruga kedatangan warga asing dengan intensitas dua minggu sekali. Jumlah pengunjung tiap hari tidak dapat dipastikan, namun beberapa hal yang
disampaikan untuk mengambarkan jumlah kunjungan adalah paling sedikit satu kelompok minimal terdiri dari dua orang pengunjung yang datang pada hari biasa,
dan seratus sampai seratus lima puluh orang yang berwisata pada hari libur. Strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Pelaruga dalam
menginformasikan, mempengaruhi dan mempublikasikan sesuai dengan tujuan dari komunikasi pemasaran dapat kita sebut sebagai metode snowball promotion. Seperti
sudah dijelaskan bahwa promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan
informasi, mempengaruhimembujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk
yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Tjiptono, 1997:219. Sementara snowball
adalah kata asing yang memiliki arti bola salju. Berdasarkan analogi gunung salju, khalayak dianalogikan sebagai butiran salju yang terhampar luas.
Universitas Sumatera Utara
Setiap butiran salju memiliki peluang dan potensi yang sama untuk dikategorikan sebagai calon wisatawan.
Pelaruga hanya menjadikan setiap pengunjung yang datang sebagai fokus utama dalam melakukan komunikasi pemasaran, yang diawali dengan kedatangan
komunitas-komunitas traveling. Pelaruga memanfaatkan program-program yang dijalankan oleh komunitas-komunitas traveling dengan alasan komunitas ini memilki
domain fungsi dan peran yang beririsan dengan komunitas Pelaruga, sehingga terjadi hubungan simbiosis mutualisme secara tidak langsung diantara keduanya. Selain itu,
Pelaruga juga tetap membuka ruang-ruang untuk melakukan persuasif utuk menarik pengunjung yang datang agar datang kembali lagi dengan teman-teman yang lain. Hal
ini seperti apa yang diungkapkan oleh salah satu pemandu komunitas Pelaruga. “Kalau sama pengunjung kita beramah-tamah aja, lantaran kita ramah,
pengunjung pasti suka, kalau suka, mereka kan nanti kemari lagi. Kita di sini gitu aja. Kalau promosi paling mereka yang kasih tau temannya atau dari internet
”. Jika kita kembalikan kepada analogi gunung salju, Pelaruga hanya
memanfaatkan butiran-butaran salju yang berada disekitarnya yaitu pengunjung yang datang, baik komunitas pecinta alam, komunitas travelling ataupun pengunjung
lainnya untuk dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan salju yang kecil, kemudian bola salju tersebut dibiarkan menggelinding kebawah sampai terbentuklah bola salju yang
besar. Semakin besar bola salju yang terbentuk dapat didefenisikan bahwa semakin banyak pula khalayak yang mengetahui informasi mengenai Pelaruga dan objek
wisata Desa Rumah Galuh. Fakta dilapangan membuktikan bahwa cara yang dilakukan oleh Pelaruga sebagai pengelola pariwisata berbasis masyarakat lokal di
Desa Rumah Galuh dengan menggunakan metode snowball promotion dianggap paling efektif dalam upaya mencapai tujuan dari komunikasi pemasaran.
Promosi yang dilakukan Pelaruga juga dekat dengan salah satu bentuk komunikasi pemsaran, yaitu pemasaran dari mulut ke mulut atau word of mouth.
Pemasaran dari mulut ke mulut adalah komunikasi lisan, tertulis, dan elektronik antar masyarakat yang berhubungan dengan keunggulan atau pengalaman membeli atau
Universitas Sumatera Utara
menggunakan produk atau jasa. Promosi dari mulut ke mulut ini merupakan suatu cara promosi personal yang paling ampuh untuk mempengaruhi konsumen dalam
memasarkan suatu barang dan jasa. Karena, dalam promosi ini terdapat rekomendasi dari kerabat dekat yang dijadikan sumber informasi yang dapat dipercaya di tengah
iklan yang membanjiri konsumen. Dalam hal ini, tentu saja informasi yang muncul dari mulut ke mulut bukanlah hal yang subjektif yang hanya bisa dinilai oleh diri si
pedagang sendiri. Tetapi harus dibuktikan kebenarannya oleh pihak lain sehingga terkesan bahwa produk tersebut memang merupakan produk yang terbukti
kualitasnya. Dua cara yang dilakukan oleh Pelaruga baik snowball promotion maupun
word of mouth adalah dua cara yang tidak terlepas satu sama lain. Dengan
memanfaatkan hubungan simbiosis mutualisme yang terjadi antara komunitas Pelaruga dengan para komunitas traveling dimana komunitas ini memiliki main job
untuk menjelajahi tempat-tempat yang dapat dijadikan rekomendasi bagi para wisatawan merupakan bentuk dari snowball promotion. Begitu pula dengan upaya
persuasif yang dilakukan oleh anggota komunitas Pelaruga dengan pengunjung yang lain juga merupakan bagian dari metode snowball. Setelah komunitas traveling
mendatangkan pengunjung, begitu juga dengan pengunjung lainnya, kemudian para pengunjung atau dapat kita kategorikan sebagai penikmat alam membawakan oleh-
oleh rekomendasi tempat yang dapat dijadikan salah satu pilihan untuk dikunjungi, sehingga hal ini menjadi pembicaraan yang dilakukan dari mulut ke mulut kepada
khalayak luas baik secara langsung maupun dengan memanfatkan media sosial. Snowball
dan word of mouth adalah dua cara yang saling beririsan. Jika kita memandang dari subjek Pelaruga sebagai sumber informasi, maka
snowball adalah cara yang dilakukannya dalam menyebarluaskan informasi kepada
khalyak, yaitu hanya fokus menjalin komunikasi kepada pengunjung yang datang dan melakukan tindakan persuasif kepada pengunjung untuk datang kembali dan
mengajak teman-teman lainnya. Kemudian Pelaruga membiarkan informansi tersebut terus tersebar kepada khalayak melalui cerita-cerita pengalaman pengunjung. Setelah
Universitas Sumatera Utara
gumpalan salju tersebut dibiarkan menggelinding, maka saat itulah pengunjung baik penikmat alam, pecinta alam ataupun komunitas traveling mulai merekomendasikan
ekowisata Desa Rumah Galuh menjadi Daerah Tujuan Wisata DTW, maka cara ini yang disebut dengan word of mouth.
Saat ini, komunitas Pelaruga sudah lebih mapan dalam mengelola objek wisata jika dibandingakan dengan dua tahun pertama komunitas ini dibentuk.
Beberapa saran yang diberikan oleh pengunjung dalam mengelola objek wisata ini sangat membantu Pelaruga, khususnya dalam kegiatan komunikasi Pemasaran. Salah
satu saran yang diberikan pengunjung adalah pemanfaatkan media sosial facebook sebagai salah satu media yang menyediakan informasi mengenai objek wisata yang
ada di Kecamatan Sei Bingai dengan nama akun Pelaruga. Media sosial facebook dengan nama akun Pelaruga juga sesekali dimanfaatkan untuk mengajak atau
membujuk calon wisatawan agar tertarik datang ke Kecamatan Sei Bingai dengan manampilkan beberapa tempat objek wisata yang ada di wilayah tersebut.
Pelaruga juga pernah mencoba melakukan salah satu bauran komunikasi pemasaran seperti apa yang pernah dikatakan oleh Kotler dan Keller yaitu, promosi
penjualan berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong percobaan pembelian produk atau jasa, bentuknya seperti undian, hadiah, sampel dan lain-lain 2009:174
dalam jurnal Strategi Bauran Komunikasi Pemasaran untuk Menarik Minat Kunjungan Wisatawan Lokal dan Mancanegara pada Pariwisata Saung Angklung
Udjo di Kota Bandung, Devika Handayani. Pelaruga bekerja sama dengan CV. Yurika Management melakukan kegiatan promosi penjualan berbentuk voucher
dengan tarif yang lebih rendah dari pada biasanya dalam jangka waktu antara Maret 2015 sampai Maret 2016 dengan harapan tetap mumbuhkan minat calon wisatawan
untuk berkunjung ke Desa Rumah Galuh dan menggunakan jasa Pelaruga sebagai pemandu wisata. Namun kedua cara ini, baik melalui promosi penjualan ataupun
pemanfaatan media sosial yang dilakukan sendiri oleh Pelaruga masih kurang efektif. Hal ini jelas diungkapkan oleh Wanda.
Universitas Sumatera Utara
“Kita pernah menjalin kerjasama dengan sistem voucher kayak di Micky Holiday, masih berjalan sampai 31 Maret 2016, nama PT nya itu CV Yourika
Management, artinya dia jual voucher dengan sekian rupiah, ada contohnya mereka jual paket yang tertera dua macam teknik main di lapangan, touring
paket dan bodyrafting, secara tidak langsung mereka memang yang melakukan promosi. Kalau kita sendiri itu ada facebook, banyakan yang kasih
saran dari pengunjung yang datang kemari,
‘bang buat lah facebook-nya biar orang tau
’. Tapi kurang efektif juga”. Keberadaan komunitas Pelaruga yang semakin ramai dikunjungi wisatawan
tentu memberikan dampak secara sosial dan ekonomi bagi penduduk setempat. Secara defenitif, Pengertian dampak menurut KBBI adalah benturan, pengaruh yang
mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu orang, benda yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang
dipengaruhi KBBI Online. Hausler and Strasdas 2003 menyatakan bahwa pariwisata berbasis
masyarakat merupakan
sejenis kepariwisataan
yang perkembangan
dan pengelolaannya dikontrol oleh masyarakat lokal, dimana bagian terbesar dari manfaat
yang dihasilkan kepariwisataan tersebut dinikmati oleh masyarakat lokal, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam kepariwisataan tersebut, serta
memberikan pendidikan bagi pengunjung maupun masyarakat lokal mengenai pentingnya usaha konservasi terhadap alam dan budaya.
Dampak yang timbul saat Desa Rumah Galuh mulai dikenal sebagai kawasan ekowisata adalah munculnya rasa cemburu dari masyarakat setempat terhadap
komunitas Pelaruga. Pemuda yang menggagas terbentuknya komunitas Pelaruga, yaitu Wanda, Andi dan Dolly adalah tiga orang yang tidak terputus dari silsilah
keluarga. Semakin berkembangnya komunitas ini, semakin berkembang pula rasa kecemburan sosial masyarakat terhadap keberhasilan yang didapat oleh komunitas
Pelaruga. Anggota yang tergabung dalam komunitas ini pada awalnya hanyalah sanak family dari pendiri komunitas Pelaruga.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat menilai bahwa pemberdayaan sumber daya alam Desa Rumah Galuh hanya untuk meraup keuntungan bagi anggota keluarga pemuda yang menjadi
perintis Pelaruga. Namun, komunitas ini dibentuk dengan dasar tujuan untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan membentuk wadah bagi para pemuda setempat
agar memiliki kegiatan yang positif. Pihak Pelaruga sendiri berupaya untuk memudarkan pandangan negatif masyarakat terhadap komunitas tersebut dengan
merapatkan diri dan berbaur bersama masyarakat setempat. Secara teknis Pelaruga melakukan solidaritas berupa bantuan saat pesta atau kemalangan kepada sesama
anggota komunitas atau kepada masyarakat desa sebagai suatu bentuk kepedulian. Dampak yang dapat dirasakan secara umum oleh masyarakat setempat adalah
tersedianya lapang pekerjaan baru bagi masyarakat. Lapangan pekerjaan sebagai pemandu juga menjadi aktifitas positif bagi para pemuda. Seperti halnya yang
diungkapkan oleh Kepala Desa. “Kalau permasalahan efek ke masyarakat ya lumayan terbantu lah, karena di
sini yang penting anak mudanya ada kerjaannya. Tau lah cemana kalo anak muda nggak ada kegiatan, entah apa-apa aja nanti yang dibuatnya, kalau warga yang lain,
saya rasa mereka dukung-dukung aja, nggak ada masala ”.
Penuturan yang diungkapkan oleh Kepala Desa bahwa terbentuknya komunitas-komunitas yang ada telah memberikan wadah yang positif bagi para
pemuda. Jika dibandingkan dengan sebelum terbentuknya komunitas-komunitas pemandu wisata, masyarakat sempat merasakan keresahan akbiat dari tingkah laku
pemuda yang tidak memiliki kegiatan yang terarah. Salah satu bentuk keresahan masyarakat adalah seringnya kejadian pencurian hasil ladang dengan dugaan
dilakukan oleh pemuda setempat seperti yang diungkapkan oleh salah satu pemandu komunitas Pelaruga yang juga berprofesi sebagai petani.
“lantaran anak muda di sini jadi ada kerjaannya, kalau kita yang tua ini dukung-dukung aja, lantaran dari pada yang muda-mudanya nyuri-nyuri di
ladang. Kalau begini kan nanti sore mereka sudah dapat uang dari nge- guide. Kalau kita dukung terus
”.
Universitas Sumatera Utara
Oleh sebab itu, dengan terbentuknya komunitas Pelaruga sebagai komunitas pelopor pengelolaan sumber mata air menjadi sebuah ekowisata telah memberikan
dampak positif bagi masyarakat setempat. Desa Rumah Galuh yang mulai dikenal sebagai Daerah Tujuan Wisata DTW
ternyata juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat setempat. Ramainya pengunjung diikuti dengan terbentuknya komunitas-komunitas sejenis Pelaruga.
Fenomena ini dibumbui dengan ego masing-masing komunitas sehingga menimbulkan perang dingin antar masyarakat yang tergabung pada komunitas-
komunitas pemandu alam Desa Rumah Galuh. Terpecahnya masyarakat menjadi beberapa kelompok dalam mengelola objek wisata merambat pada munculnya
permasalahan-permasalahan baru lainnya. Salah satu permasalahan adalah timbulnya persaingan tidak sehat dalam perebutan pengunjung antara komunitas yang satu
dengan komunitas yang lain. Keberadaan beberapa komunitas pemandu wisata yang ada di Desa Rumah
Galuh juga menjadi penyebab mengapa Dinas Pariwisata tidak memberikan bantuan dalam mengembangkan objek wisata Desa Rumah Galuh. Dinas Pariwisata beralasan
bahwa pihak pemerintah tidak dapat memberikan bantuan hanya kepada salah satu komunitas saja. Hal ini dikhawatirkan akan menjadi kecemburuan sosial yang terjadi
antar komunitas. Oleh sebab itu, perang dingin yang terjadi antar masyarakat, khususnya masyarakat yang tergabung dalam komunitas-komunitas pemandu dinilai
menjadi permasalahan internal yang menghambat dalam mengembangkan objek wisata yang ada di Desa Rumah Galuh.
Selain antar sesama masyarakat Desa, persoalan muncul dengan masyarakat diluar Desa Rumah Galuh. Menjamurnya kutipan-kutipan liar yang dilakukan oleh
pemuda-pemuda di Desa Namo Ukur menyebabkan ketegangan antar desa juga terjadi. Walaupun persoalan ini belum sampai pada bentrok atau pun menjurus pada
hal-hal yang membahayakan.
Universitas Sumatera Utara
Upaya-upaya untuk mengkonsolidasikan para anggota komunitas-komunitas pemandu wisata maupun pertemuan antar desa masih sering dilakukan sampai saat
ini. Ruang-ruang diskusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi masih disediakan oleh Kepala Desa Rumah Galuh selaku mediator. Upaya ini terus
dilakukan dengan harapan untuk menciptakan masyarakat yang solid agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi sehingga masyarakat fokus
untuk mengembangkan potensi objek wisata yang ada serta merancang komunikasi pemasaran yang lebih matang.
Wanda dengan tega s mengatakan, “Cerita masalah iklan, brosur, kita udah
tau caranya. Tapi kenapa kita nggak pake teknik kayak gitu, toh seandainya berkembang pesat , sama-sama pengunjung nyangkut dijalan dan nggak
nyaman, tentu ada kekecewaan dari pengunjung, bisa saja nggak sampe sini. Sebetulnya yang harus dibenahi di sini dulu, masyarakatnya duluh harus
solid, baru kita bent
uk teknik pemasaran yang baru”. Komunitas Pelaruga menganggap bahwa permasalahan ini harus segera
dituntaskan. Mereka menyadari jika kondisi demikian terus berlarut-larut, maka berbagai strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan akan sia-sia. Kedatangan
pengunjung justru semakin meningkatkan jumlah orang-orang kecewa atas ketidaknyamanan yang timbul akibat pemungutan liar. Atas dasar itu, Pelaruga masih
melakukan strategi komunikasi pemasaran seperti yang mereka lakukan sejak awal.
Universitas Sumatera Utara
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi simpulan dan saran. Simpulan merupakan jawaban dari permasalahan penelitian dan temuan selama melakukan penelitian mengenai Strategi