Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Desa Rumah Galuh

“Kalau desa sebelah, kita yang jual, ditawarkan, kami jalan kerja sama. Awalnya namanya air terjun siluman, tapi kurang apa, kita ubah jadi Namu Belanga. Hal ini juga diungkapkan lebih jelas lagi oleh Wanda. “Kami disni ada dua spot jagoan, ada untuk tes stamina itu air terjun tongkat lewat jalur darat, kalau mau bodyrafting dari kolam abadi ke air terjun teroh- teroh, itu lewat jalur air. Karena takutnya pengunjung merasa bosan karena itu-itu aja tempatnya, kami tawarkan lah beberapa tempat yang ada di desa lain, paling Cuma ngasih uang premannya aja ke masyarakat desa sana. Kalau di Kecamatan Sei Bingai, kita ada sepuluh air terjun dan satu kolam abadi ini lah. Air Terjun Lauberte di Desa Rumah Galuh, Air Terjun Tongkat di Desa Rumah Galuh, Air Terjun Tero-Tero di Desa Rumah Galuh, Air Terjun Pelangi di Desa Telaga, Air Terjun Basbasan di Desa Telaga, Air Terjun Tengah Rembulan di Desa Telaga, Air Terjun Tiga Mentari di Desa Telaga, Air Terjun Goa di Dusun Bangun Jahe, Air Terjun Bengaru di Dusun Bangun Jahe, Air Terjun Namu Belanga di Desa Garunggang yang sekarang udah mulai rame orang datang kesana, tapi kami yang antarkan ke sana.”

b. Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Desa Rumah Galuh

Pelaruga merupakan komunitas yang sengaja dibentuk untuk mengembangkan objek wisata yang ada. Alasan mengapa komunitas ini dibentuk secara sederhana untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi pemuda setempat. Hal ini diungkapkan oleh Wanda. “ Artinya yang kita utamakan dulu niat kita buka untuk ps pemuda setempat di sini, mengurangi pengangguran intinya, siapa pun orang kampung sini mau ikut.. kita welcome.. kita ajakin, orang itu kalau diajakin dia berpikir ah.. kerjaan sia-sia, tapi alhasil bisa dibilang setelah banyak yang datang ya lumayan. Kalau berapa orangnya kita nggak bisa bilang berapa orang, tapi kalau yang sudah ada id card sebagai pemandu di sini ada sekitar tiga puluh orang, kalau luar dari situ, Alhamdulillah berapa pun pengunjung yang datang masih bisa kita upayakan ambil pemandunya, kita angkut semua. Makanya nggak bisa kita prediksi berapa orang. Ibarat dibilang aktif nggak juga, tapi kalau kita ajak mau. Tapi yang tiap hari tongkrongannya di sini ya yang pake id card itu td, kira- kira tiga puluh orang.” Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh Wanda menjelaskan bahwa setiap pemandu yang tergabung di komunitas Pelaruga tidak bersifat mengikat. Universitas Sumatera Utara Namun, sampai saat ini sudah terdapat tiga puluh orang pemandu yang aktif di komunitas Pelaruga Pada saat mewawancarai informan pertama, Dika menyebutkan bahwa terdapat empat komunitas yang serupa dengan komunitas Pelaruga. Ia mengatakan, “Di sini ada empat kak. Ada Goa, PJ, Petar, Pelaruga. Semua sama aja, tempatnya pun dekat- dekatan. Kita dari Petar, tempatnya sebelum Pelaruga”. Berangkat dari pernyataan yang diungkapkan oleh informan pertama, peneliti menanyakan bagaimana tanggapan pengelola komunitas Pelaruga terhadap munculnya komunitas- komunitas baru yang ada di Desa Rumah Galuh. “Kami nggak masala., Cuma yang dipermasalahkan harusnya tamu yang datang bisa bebas, nggak istilah kenak stop dijalan, nggak kenak kutipan- kutipan preman dijalan”, ungkap penjelasan Dolly. Setelah peryataan yang diungkapkan oleh Dolly, mulailah terbongkar permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan objek wisata berbasis masyarakat lokal. Permasalahan yang terjadi juga diungkapkan oleh Bolang Lingga sebagai salah satu pemandu di komunitas Pelaruga, ia mengatakan, “tapi sekarang mulai sedikit yang datang lantaran banyak yang di-stop-in di jalan, pengunjung sudah banyak habis duit duluan sebelum sampe kemari, kadang- kadang pun nggak nymape kemari.” Pungutan liar yang dilakukan oleh pemuda setempat Desa Namu Ukur kepada wisatawan pada saat mereka menuju lokasi objek wisata menjadi permasalahan yang membayangi komunitas Pelaruga dalam melaksanakan kegiatan pariwisata. Bagaimana Pelaruga menanggapi permasalahan yang terjadi menjadi bahan perbincangan anatara peneliti dengan informan Dolly dan Wanda. Mereka menjelaskan bahwa mereka sempat ingin merapatkan diri dengan komunitas- komunitas lain untuk menangani permasalahan. “Udah sering kita ajak kerja sama, tapi karena namanya kakak tau sendirilah, mereka takut nggak diperhitungkan. Awalnya buka orang tu kan, itulah yang meledaknya pas imlek, masuk tamu sekitar 3000 orang, baru orang itu muncul, orang itu bisa kenapa aku nggak bisa.” Universitas Sumatera Utara Masyarakat Desa Rumah Galuh yang terpecah menjadi beberapa komunitas dalam mengelola objek wisata belum mampu menyatukan diri satu sama lain untuk menyelesaikan permasalahan pemungutan liar yang berimbas berkurannya minat pengunjung. Ruang-ruang diskusi masih terus disediakan oleh Kepala Desa untuk menengahi antar komunitas demi membahas permasalahan terkait pungutan yang memberikan dampak buruk bagi perkembangan kegiatan pariwisata yang dikelola oleh masyarakat setempat. Namun hasilnya masih nihil hingga saat ini. Hal ini jelas diuangkapkan oleh Waktu Sitepu sebagai Kepala Desa Rumah Galuh, beliau mengatakan, “awalnya saya menilainya positif, bagus.. memang lama-lama jadi nggak bagus, ada kutipan-kutipan di jalan yang jadi nggak bagus, pengunjung jadi berkurang minat datang kemari. Saya sering ngumpulkan orang ini, ngomong sama-sama, tapi kalau saya ngomong mereka diam aja, nggak ada yang membantah atau ngomong apapaun, mereka iya-iya aja, tapi besok-besok kayak gitu lagi. Memang ini sedang diusahakan supaya dibantu dari dinas, biar ada retribusi, nggak ada lagi penyetopan dijalan, tapi itu tadi, dinas takut komunitas yang merasa iri atau giman nanti kedepannya, tapi orang ini pun susah kali dibilangkan, masih ada ego-egonya, makanya saya pun jadi bingung. Ini surat- suratnya kan lagi diurus.” Selanjutnya peneliti menanyakan bagaimana hubungan antara komunitas Pelaruga dengan pemeneintah setempat, khususnya tanggapan Dinas Pariwisata Kabupaten Langkat. Apakah kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat setempat sudah mendapatkan izin dari pemerintah setempat dan bagaimana hubungan yang terjalin selama ini. “Kita dekat aja, izinnya izin. Kita di Pelaruga udah ada izin dari Dinas Pariwisata, tapi kita belum melaksanakan bayar pajak, karena surat-suratnya belum, makanya belum dipegang sama dinas.” Peneliti mendapat pemaparan yang lebih jelas lagi dari informan kunci Wanda. Ia menjelaskan, “ Sebenernya mereka dukung, kalau sistem promosi orang itu tidak ada, tapi orang itu lebih pemahaman pemandu-pemandu yang ada di sini, kita juga sempet ada pelatihan pariwisata. tapi orang itu kendala pemerintah setempat, dia nggak berani hanya menekan ke satu pos, satu basecamp, padahal intinya Universitas Sumatera Utara udah tau mana yang ori. Karena banyaknya dia nggak bisa harus satu fokus saja, entah mana tau kedepannya pengembangan dari dinas pariwisata ada dana-dana bantuan, pengembangan jalan, biaya-biaya apapun itu, orang itu komunitas-komunitas lain pasti nuntut kenapa enggak ada pemberitaan ke kami.” Penjelasan yang diungkapkan oleh Wanda mengartikan bahwa mereka sudah mulai menjalin hubungan baik dengan pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Langkat dengan harapan mendapat respon positif dari Dinas Pariwisata dalam mengembangan objek wisata yang ada. Namun, upaya ini terhenti pada permasalahan internal yang terjadi pada masyarakat Desa Rumah Galuh, yaitu masyarakat yang masih terpecah pada komunitas-komunitas yang berbeda-beda. Proses wawancara mengenai pengelolaan komunitas Pelaruga beralih pada bagaimana mekanisme komunitas Pelaruga dalam menjalankan roda organisasi pada saat ini. Beberpa point penting yang menjadi pertanyaan peneliti dalah apakah ada struktur kepengurusan yang tersusun dalam komunitas ini dan bagaimana proses pembentukannya serta pelaksanaan secara teknis dilapangan. Dolly sebagai salah satu penggagas berdirinya Pelaruga menjelaskan gambaran umum mengenai struktur kepengurusan yang kemudian dilengkapi oleh Wanda sebagai orang yang lebih memahami konsep komunitas Pelaruga. “Kepengurusan ada, kita cuma bagian untuk tamu aja, tapi ketuanya itu urusannya ke kepala desa, mana tau ada bantuan, ada masalah. Dulu kita kan banyak masalah, kita nggak mampu. Kita bertiga yang angkat, karena ada ikatan keluarga, lebih dipercaya, lebih dikenal Kepala Desa. 2013 udah kita bentuk kepengurusan. Khusus untuk lapangan, kita bertiga, nggak mungkinlah kita yang ngatur lapangan, ini itu lagi, nggak sanggup, makanya kita buat struktur kepengurusan”, ungkap Dolly. “Kita ada bang, kita bentuk sistem kekeluargaan, tapi pemasarannya kami bertiga juga. Humasnya di sini si Yohanes, yang berperan apa segala macem cuma aku, si Andi sama si Dolly. Tugasnya belum ada sih, paling merapatkan diri ke masyarakat. Jujur dulu masyarakat kita dicap nggak peduli, arogan, makanya kita bentuk solidaritas supaya msayarakat percaya kegiatan Pelaruga murni bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk masyarakat yang ada di sini. Nggak usah kita bilangkan kalau ada pemandu yang ada acara-acara nikahan, suka cita, tapi pun kalau ada warga desa sini pun tetap kita kasih walaupun ala kadarnya. Artinya kita, itulah kadang-kadang kak, Universitas Sumatera Utara bukan mau monopoli, kalau adek-adek-an kita suruh untuk maju ke depan, untuk melobi baik dari kecamatan, dari dinas, dia merasa mentalnya nggak ada, makanya bisa dibilang namanya aja perintis, tapi tugas kami terlalu berat. Baik ke kecamatan, ke dinas, kami juga yang menuntun, di lapangan pun untuk bagian kenyamanan pengunjung, kami juga, jabatan mereka distruktur paling cuma membantu aja. Jadi fungsi strukturnya hanya untuk strategi melibatkan banyak orang aja, bukan secara diam aja, kita kasih tau juga, diajarin juga dianya, itulah bedanya antara organisasi orang kampung dengan organisasi kota. Kalau ketua dipilih tentu ada pergaulannya, bukan karena lebih disegani atau ditakutin di sini, semua sama rata di kampung ini. Intinya tugas kita di sini belum dengan jabatan masing-masing, masih amburadullah istilahnya disini, Cuma struktur di notaris sudah ada, tapi tugas-tugas masing-masing masih belum tau apa yang dikerjakan, masih belajar-belajar lah. Intinya untuk urusan ke masyarakat, urusan keluar, urusan pungli, itu urusan mereka. Tapi urusan di lapangan tetep kami. Kami kepingin Pelaruga dihak patenkan, karena yang kami takutkan terbentuknya basecamp-basecamp orang itu, kalo ibaratnya nggak kita hak patenkan, bisa saja orang itu berani bikin Pelaruga juga. Tahun 2014 pernah meledak sampai 3000 pengunjung, kita pun bingung. Kalau kakak datang waktu itu, bisa kenak macet kakak masuk ke dalam sana sangking ramenya. Seharusnya ke kolam abadi cuma dua puluh menit paling lama, bisa sejam setengah kakak dijala sana. Terpaksalah kami memulangkan dengan hormat kira-kira 300 pengunjung karena kita takut orang itu kecewa. Tapi itu lah, ada beberapa guide-guide nakal, pas pengunjung udah mau pulang, mereka bilang bisa masuk ke dalam lewat jalur lain, dari situ lah mulai orang ini buka basecamp baru.” Pemparan yang dijelaskan oleh Wanda secara panjang lebar mengartikan bahwa pada dasarnya struktur yang terbentuk digunakan sebagai simbol untuk memudahkan mereka dalam melegalkan kegiatan yang mereka lakukan secara adminitratis. Namun, tugas dari setiap posisi-posisi jabatan belum dilakukan berdasarkan jabatan yang dimiliki oleh masing-masing anggota. Justru sebaliknya, struktur yang terbentuk dimanfaatkan sebagai media pembelajaran bagi pemuda setempat dalam berorganisasi.

c. Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Berbasis Masyarakat Lokal

Dokumen yang terkait

Strategi Jaringan Pemasaran Surat Kabar Lokal (Studi Deskriptif Tentang Strategi Jaringan Pemasaran Surat Kabar Tribun Medan Dalam Meningkatkan Penjualan)

6 121 127

Analisis Potensi dan Strategi Pengembangan Obyek Wisata Alam Air Terjun Teroh-teroh Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat Sumatera Utara

9 109 99

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN ONLINE PRODUK LOKAL PADA STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN ONLINE PRODUK LOKAL PADA SOCIAL MEDIA DALAM MEMBENTUK CO-CREATION (Analisis Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Online Produk Makanan Maicih melalui Twitt

0 5 14

STRATEGI PENGEMBANGAN OBJEK WISATA KOLAM ABADI DI KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT.

0 4 21

KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU PARIWISATA JEPARA Komunikasi Pemasaran Terpadu Pariwisata Jepara (Studi Deskriptif Kualitatif Implementasi Komunikasi Pemasaran Terpadu Pariwisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jepara).

0 1 15

KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU PARIWISATA JEPARA (Studi Deskriptif Kualitatif Implementasi Komunikasi Pemasaran Terpadu Komunikasi Pemasaran Terpadu Pariwisata Jepara (Studi Deskriptif Kualitatif Implementasi Komunikasi Pemasaran Terpadu Pariwisata oleh D

0 0 15

Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Arung Jeram Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 16

Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Arung Jeram Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 2

Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Arung Jeram Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 15

Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Arung Jeram Kabupaten Aceh Tenggara

0 4 54