Analisis spasial kesusaian lahan tanaman pisang kepok (musa acuminata colla ) didasarkan cuaca (studi kasus: Kabupaten Bogor)

(1)

ANALISIS SPASIAL

KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PISANG KEPOK

(MUSA ACUMINATA COLLA)

DIDASARKAN CUACA (STUDI KASUS: KABUPATEN BOGOR)

Oleh: RUSDI 203093002040

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana Komputer

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

R U S D I 203093002040

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 31 Agustus 2010

Rusdi


(6)

v

Bogor). Di bawah bimbingan Zainul Arham dan Nur Aeni Hidayah.

Era komputerisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dalam pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang dipresentasikan diproses sedemikian rupa dan disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana dan sesuai kebutuhan. Sesuai dengan perkembangan teknologi yang sudah dapat dicapai hingga saat ini, khususnya dibidang basisdata, teknologi informasi dan teknologi satelit inderaja, maka kebutuhan penyimpanan, analisis dan penyajian informasi semakin mendesak. Struktur data yang kompleks mencakup data spasial dan data non-spasial. SIG adalah suatu teknologi yang dapat menjadi alat bantu

(tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kondisi alam, seperti kondisi agroklimat suatu wilayah dengan bantuan data spasial dan data non-spasial. Indonesia sebagai salah satu negara tropika di kawasan Asia Tenggara, memiliki keragaman Sumber Daya Alam (SDA) hayati berbagai varietas pisang seperti Barangan, Ambon Kuning, Raja Bulu dan lain-lain. SDA agroekologi humid-tropic serta Sumber Daya Manusia (SDM) petani dan swasta yang cukup besar. Hal ini menggambarkan peluang yang besar untuk pengembangan dan peningkatan produksi pisang dengan pola-pola pengembangan yang terintegrasi secara lintas sektoral. Metode penelitian ini menggunakan SDLC (System Development Life Cycle). Hasil dari penelitian ini adalah peta kesesuaian agroklimat tanaman pisang di Kabupaten Bogor, sehingga dapat dimanfaatkan untuk perencanaan dan pengelolaan budidaya tanaman pisang. Kabupaten Bogor didominasi oleh kesesuaian sedang (S2) sehingga Kabupaten Bogor lebih sesuai untuk budidaya tanaman pisang ditinjau dari segi iklim yang meliputi curah hujan yang berkisar antara 2.900–3.200 mm/tahun, suhu udara mencapai 23-25 derajat celcius dan kelembaban udara mencapai 74-80 %. Wilayah yang termasuk ke dalam kesesuaian sedang yaitu Rumpin, Gunung Sindur, Sawangan, Depok, Cimanggis, Gunung Putri, Bojong Gede dan Cibinong, sehingga peran kesesuaian agroklimat pada kesesuian sedang (S2) untuk tanaman pisang adalah 78 %.

Kata Kunci: Sistem Informasi Geografis (SIG), Pisang Kepok (Musa Acuminata Colla), Agroklimat, Kabupaten Bogor, ModelBuilder

V Bab + 130 hal + XVIII + 8 tabel + 57 gambar + 13 lampiran Daftar Pustaka: 22 (2007 – 2009)


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, peneliti panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa peneliti panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad S.A.W, para sahabat, keluarga serta muslimin dan muslimat, semoga kita mendapat syafaat-Nya di akhirat kelak. Amin.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalam peneliti panjatkan kepada semua pihak yang ikut membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Syopiansyah Jaya Putera, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains & Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Aang Subiyakto, S.Kom, selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi Non-Reguler.

3. Dr. Zainul Arham, S.Kom, M.si, selaku pembimbing I dan Nur Aeni Hidayah, M MSI, selaku pembimbing II.

4. Winarno, Ssi, kepala Sub Bidang Manajemen Data Balai Besar Meteorologi dan Geofisika wilayah II dan Seluruh staf BBMG Wilayah II Ciputat, khususnya Bapak Setyaris, SP.

5. Drs. H. Alamsyah Daulay, MM, selaku Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor beserta para staf-nya.


(8)

vii hidup.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan pada laporan ini yang masih harus diperbaiki, oleh karena itu semua kritik dan saran yang membangun akan peneliti terima dengan senang hati. Demikian laporan ini peneliti susun dengan harapan bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menambah wacana pembaca.

Jakarta, Agustus 2010

Rusdi 203093002040


(9)

viii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Gambar ... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Lampiran ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Metode Penelitian ... 7

1.7 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Tanaman Pisang ... 9

2.2 Definisi Agroklimat untuk Tanaman Pisang ... 15

2.3 Klasifikasi Kesesuaian Iklim Tanaman Pisang ... 19

2.4 Iklim ... 21


(10)

ix

2.10 Studi Sejenis (Literatur) ... 47

2.11 SDLC (System Development Life Cycle) ... 47

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

3.1 Tempat dan Waktu ... 53

3.2 Bahan dan Alat ... 53

3.3 Metode Pengumpulan Data …... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Perencanaan (Planning) ... 58

4.2 Analisis (Analysis) ... 65

4.3 Perancangan (Design) …...….. 66 4.4 Evaluasi (Evaluation) …...….. 101

4.5 Penerapan (Implemention) …...….. 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

5.1 Kesimpulan ... 117


(11)

x

DAFTAR PUSTAKA ... 119 LAMPIRAN


(12)

xi

1.1 Grafik Produksi Pisang Jasinga Tahun 2001-2008 ... 3

1.2 Grafik Produksi Pisang Gunung Sindur Tahun 2001-2008 ... 4

2.1 Iklim Matahari ... 25

2.2 Rancangan Diagram Sistem Kerja ModelBuilder ... 32

2.3 Komponen SIG ... 34

2.4 Design Review Layout ... 38

2.5 Perbedaan Objek Feature (a) dan Grid (b) ... 44

2.6 Menu Extentions pada Spatial Analyst ... 44

2.7 Peta Kabupaten Bogor ... 46

2.8 Siklus Metode SDLC Model Waterfall ... 49

2.9 Design Review Peta Agroklimat Pisang ... 52

3.1 Diagram Alir Penelitian Metode SDLC ... 57

4.1 Struktur Organisasi Deputi Klimatologi ... 60

4.2 Struktur Organisasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor .. 63

4.3 Struktur Organisasi Badan Koordninasi Survei dan Pemetaan Nasional . 65 4.4 Menu Add Theme ... 67

4.5 Hasil Add Theme ... 68

4.6 Menu Extensions ... 69

4.7 Menu Convert to Grid ... 70


(13)

xii

4.9 Menu Conversion Field ... 71

4.10 Hasil Convert to Grid ... 72

4.11 Menu Analysis Properties ... 73

4.12 Menu Add Table ... 74

4.13 Menu Add Event Theme ... 75

4.14 Point Curah Hujan ... 76

4.15 Menu Output Grid Spesification ... 76

4.16 Menu Interpolate Surface ... 77

4.17 Hasil Interpolate Surface ... 78

4.18 Menu Add Theme ... 79

4.19 Garis Batas Kecamatan di Kabupaten Bogor ... 79

4.20 Menu Build Thiessen Polygons ... 81

4.21 Thiessen Curah Hujan ... 82

4.22 Menu ModelBuilder pada Model Defaults ... 83

4.23 Menu Model Defaults ... 84

4.24 Menu Project Theme ... 85

4.25 EntityThiessen Curah Hujan ... 86

4.26 Proses Vector to Grid ... 86

4.27 Menu Derived Theme GridCH ... 87

4.28 Relasi Thiessen dengan Grid ... 88

4.29 Peta Interpolated Grid Curah Hujan ... 89

4.30 Menu Derived Theme Reclass CH ... 91


(14)

xiii

4.35 Peta Kesesuaian Agroklimat untuk Tanaman Pisang ... 97

4.36 Menu Graticule and GridWizard pada View ... 98

4.37 Menu Graticule and Label ... 99

4.38 Menu Graticule and Border Arround The Viewframe ... 99

4.39 Hasil Graticule and Grid Wizard ... 100

4.40 Menu Export ... 101

4.41 Peta Curah Hujan ... 108

4.42 Peta Suhu Udara ... 109

4.43 Peta Kelembaban Udara ... 110

4.44 Peta Kesesuaian Agroklimat Pisang ... 111


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Skor Parameter Curah Hujan ... 28

2.2 Skor Parameter Suhu Udara ... 29

2.3 Skor Parameter Kelembaban Udara ... 29

2.4 Bobot Parameter Iklim yang Mendukung Pertumbuhan Pisang ... 30

4.1 Produksi Pisang Kecamatan Gunung Sindur ... 103

4.2 Produksi Pisang Kecamatan Cimanggis ... 104

4.3 Produksi Pisang Kecamatan Cileungsi ... 105


(16)

xv objek

2 Buffer Menentukan daerah yang berpengaruh

berdasarkan radius jarak yang ditentukan dari sumber yang telah ditentukan

3 Data spasial Data yang memiliki sifat-sifat keruangan seperti posisi, arah, bentuk, luas atau volume yang menunjukan keadaan obyek

4 Data conversion Konversi data theme shapefile (vector seperti titik, line dan polygon) ke theme grid(raster). 5 Ekstension Program-program add-on (tambahan) yang

menyediakan fungsi-fungsi Sistem Informasi Geografis khusus atau tertentu

6 Interpolasi data Suatu prosedur perhitungan nilai pada suatu lokasi yang tidak memiliki titik sampel yang di dasarkan pada nilai-nilai pengamatan yang telah diketahui lokasinya

7 Layout Tempat mengatur tata letak dan rancangan dari peta akhir. Penambahan berbagai simbol, label, dan atribut peta lain dapat dilakukan pada layout

8 ModelBuilder Sekumpulan proses yang dilakukan pada data spasial untuk menghasilkan suatu informasi umumnya dalam bentuk peta


(17)

xvi

9 Overlay Analisis yang merupakan hasil interaksi atau gabungan dari beberapa peta. Gabungan beberapa peta tersebut akan menghasilkan suatu informasi baru dalam bentuk luasan atau poligon yang terbentuk dari irisan beberapa polygon dari peta-peta tersebut

10 Reklasifikasi Mengelompokkan kembali nilai sel berdasarkan kisaran kriteria yang ditentukan. Reklasifikasi digunakan untuk mengklasifikasikan data spasial atau data atribut menjadi data spasial baru dengan memakai kriteria tertentu, untuk mempermudah dalam proses analisis selanjutnya 11 Tabel Merupakan data atribut dari data spasial. Data

atribut ini digunakan sebagai dasar analisis dari data spasial tersebut

12 Terrain Proses pembuatan peta medan yang berupa lereng (slope), peta arah lereng (aspect) dan membuat garis yang menghubungkan nilai sel yang sama (contour)

13 Theme Grid Layer geografis yang menampilkan kenampakan objek dalam bentuk segi empat dalam view.

14 Theme Kumpulan yang logis dari detail geografi dengan karakteristik yang sama


(18)

(19)

xviii LAMPIRAN

Lampiran

1 Produksi Pisang Nasional tahun 2008

2 Produksi Pisang Propinsi Jawa Barat tahun 2008

3 Data Produksi Pisang Kabupaten Bogor Tahun 2001-2008 4 Curah Hujan rata-rata Bulanan (Milimeter) Periode 1971-2000 5 Suhu Udara rata-rata Bulanan (Derajat Celcius) Periode 1998-2007 6 Kelembaban Udara rata-rata Bulanan (Persen) Periode 1998-2007 7 Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pisang

8 Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Curah Hujan 9 Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Suhu Udara

10 Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Kelembaban Udara 11 Gambar Peta Agroklimat Tanaman Pisang

12 Surat Keterangan Pembimbing Skripsi


(20)

dan user friendly (Prahasta, 2008: 7).

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menetapkan kebijakan pembangunan pertanian dengan visinya untuk mewujudkan pembangunan yang berorientasi agribisnis. Adapun kawasan sentra produksi pertanian menjadi pemasok utama komoditas pertanian Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 15).

Perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bogor bidang pertanian khususnya produksi pertanian pisang menetapkan beberapa Kecamatan menjadi sentra produksi pisang, yaitu Gunung Sindur, Jasinga, Cimanggis dan Cileungsi. Kebijaksanaan penetapan sentra pruduksi pisang sebagai komoditas unggulan berdasarkan pada akses pemasaran komoditas pertanian terutama hortikultura, topografi yang baik (potensi sumberdaya lahan), lahan yang luas dan ketersediaan air yang mendukung pertanian, preferensi masyarakat terhadap komoditas hortikultura ini serta prospek pengolahan pasca panen yang mampu meningkatkan nilai tambah guna pengembangan produksi pisang.

Beberapa varietas pisang yang dibudidayakan di Kabupaten Bogor antara lain jenis pisang kepok, susu, mas, raja, ambon, barangan serta pisang tanduk. Namun varietas yang banyak diusahakan oleh petani dan masyarakat adalah pisang kepok yang oleh masyarakat setempat disebut pisang cau kole (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 18).

Berdasarkan data produksi pisang Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor yang diambil dari data produksi sentra pisang Kecamatan Jasinga menunjukan penurunan produksi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008


(21)

3

menunjukkan produksi real-nya hanya mencapai 47% dari target yang telah ditetapkan, jika dibanding sentra produksi pisang yang lain seperti Gunung Sindur menunjukkan produksi real-nya mencapai 88% dari target yang ditetapkan. Gambar 1.1 menunjukkan grafik produksi sentra pisang Jasinga tahun 2001-2008.

Gambar 1.1 Grafik Produksi Pisang Jasinga Tahun 2001-2008 (Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten. 2008)

Pada Gambar 1.1 dapat dilihat produksi pisang Jasinga mengalami penurunan produksi jika dilihat dari prosentase target produksi pisang dari tahun ke tahun. Sedangkan produksi pisang di sentra pisang yang lain misalkan Gunung Sindur mengalami kenaikan produksi dari tahun ke tahun. Gambar 1.2 menunjukkan grafik produksi sentra pisang Gunung Sindur tahun 2001-2008.


(22)

Gambar 1.2 Grafik Produksi Pisang Gunung Sindur Tahun 2001-2008 (Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2007)

Gambar 1.2 menunjukkan produksi sentra pisang Gunung Sindur mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Prosentase tertinggi menunjukkan angka 92% dari target yang ditetapkan pada tahun 2004.

Dalam perencanaan pertanian suatu daerah sentra produksi tanaman, kiranya memerlukan analisis spasial sebagai pendukung keberhasilan perencanaan tersebut (Djaenudin, 2009: 12). Dan suatu analisis spasial tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama kondisi iklim dan cuaca.

Kebutuhan informasi spasial yang tepat guna semakin dirasakan strategis dalam menunjang program pertanian hortikultura saat ini. Oleh karena itu, usaha yang paling bijaksana adalah menyesuaikan pola tanam dan jenis tanaman dengan pola iklim setempat. Penyesuaian tersebut didasarkan pada identifikasi dan


(23)

5

pemahaman yang tepat mengenai iklim dan lokasi yang spesifik atau lahan dari setiap agroekosistem.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian: “Analisis Spasial Kesesuaian Lahan Tanaman Pisang Kepok (Musa

Acuminata Colla) Didasarkan Cuaca (Studi Kasus: Kabupaten Bogor)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan dengan masalah yang diangkat pada latar belakang masalah, maka masalah yang dibahas adalah:

a. Apakah kondisi cuaca dan unsur agroklimat cocok untuk kecamatan yang menjadi sentra produksi pisang khususnya sentra produksi Jasinga di Kabupaten Bogor?

b. Kecamatan mana sajakah yang berpotensi selain kecamatan sentra produksi untuk ditanami pisang berdasarkan kesesuaian agroklimat di Kabupaten Bogor?

1.3 Batasan Masalah 1.3.1Operasional

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba membahas analisis spasial kesesuaian agroklimat hortikultura jenis pisang berdasarkan cuaca, adapun batasan masalah yang akan dibahas meliputi curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara yang didapat dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika


(24)

Wilayah II Ciputat. Sedangkan untuk faktor Geomorfologi (Tanah), teknik pengairan dan SDM tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2 yang diintegrasikan dengan Microsoft Excel sebagai aplikasi database.

1.3.2Wilayah

Penelitian ini hanya dilaksanakan di kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, khususnya kecamatan yang menjadi sentra produksi tanaman pisang.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai kesesuaian iklim terhadap komoditas tanaman pisang, sehingga dapat dimanfaatkan dalam perencanaan dan pengelolaan budidaya tanaman tersebut.

1.4.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menampilkan:

1. Gambaran kesesuaian lahan dilihat dari keadaan cuaca dan agroklimat pada kecamatan sentra produksi pisang terutama sentra produksi Jasinga Kabupaten Bogor.

2. Gambaran kecamatan non-sentra produksi pisang yang baik dan sesuai untuk budidaya tanaman pisang di Kabupaten Bogor berdasarkan kesesuaian agroklimatnya.


(25)

7

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak, terutama: a. Bagi peneliti sendiri menambah wawasan dan pengetahuan praktis

dalam menganalisis permasalahan iklim dan cuaca dalam kaitannya dengan bidang pertanian.

b. Bagi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, diharapkan layak menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan untuk menentukan kebijakan sektor pertanian yang telah dicanangkan untuk dilaksanakan di masa yang akan datang.

c. Bagi petani dan investor yang akan memulai usaha dapat menjadi bahan pertimbangan yang jelas tentang wilayah tersebut, sehingga dapat menentukan komoditi yang sesuai dengan karakteristik iklim di wilayah tersebut.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode SDLC (System Development Life Cycle) dengan menggunakan pendekatan model Waterfall. Metode SDLC memiliki fase-fase dengan tahapan sebagai berikut:

1. Perencanaan (Planning)

2. Analisis (Analysis) 3. Perancangan (Design) 4. Evaluasi (Evaluation)


(26)

5. Penerapan (Implementation) (Al fatta, 2008: 33)

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini adalah: Bab I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi gambaran mengenai penyusunan skripsi yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan teori-teori yang digunakan dalam penelitian tersebut.

Bab III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan teknik atau metode yang digunakan dalam penelitian termasuk lokasi dan waktu penelitian, bahan dan alat. Bab IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini adalah penjelasan kongkret dari rangkaian tahapan penelitian yang berupa hasil akhir dari sebuah penelitian.

Bab V : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk pihak-pihak yang terkait.


(27)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Era komputerisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dalam pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang dipresentasikan diproses sedemikian rupa dan disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana dan sesuai kebutuhan. Sesuai dengan perkembangan teknologi yang sudah dapat dicapai hingga saat ini, khususnya di bidang basisdata, teknologi informasi dan teknologi satelit inderaja, maka kebutuhan penyimpanan, analisis dan penyajian informasi semakin mendesak. Struktur data yang kompleks mencakup data spasial dan data non-spasial. Dengan demikian untuk mengelola data yang kompleks ini, diperlukan suatu sistem informasi yang secara integrasi mampu mengolah data spasial dan data non-spasial secara efektif dan efisien. Dan salah satu sistem yang menawarkan solusi-solusi untuk masalah tersebut adalah GIS (Geographic Information System). GIS adalah suatu teknologi yang dapat menjadi alat bantu

(tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kondisi alam, seperti kondisi agroklimat suatu wilayah dengan bantuan data spasial dan data non-spasial (Prahasta, 2008: 3).

Hampir semua aplikasi dalam GIS dapat di-customize dengan menggunakan perintah-perintah dalam bahasa skrip yang dimiliki oleh perangkat lunak GIS yang bersangkutan, misalnya ArcView GIS sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan pengguna secara otomatis, cepat, lebih menarik, informatif


(28)

Bagian bonggol pohon pisang berupa rhizoma, yang dapat hidup hingga 15 tahun atau bahkan lebih. Sedangkan untuk satu tandan pisang sendiri terdiri atas 5–20 sisir, yang masing-masing sisir terdiri lebih dari 20 buah pisang. Berat satu tandan pisang bisa mencapai 30–50 kg. Sedangkan berat satu buah pisang rata-rata adalah 125 gr (Munadjim, 2009: 10).

Adapun sentra produksi pisang di Kabupaten Bogor tersebar dibeberapa kecamatan, antara lain Gunung Sindur, Jasinga, Cimanggis dan Cileungsi (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 10).

Indonesia merupakan salah satu negara pusat asal-usul tanaman pisang. Jumlah jenis pisang di Indonesia sangat melimpah. Sebanyak 250 jenis pisang ditemukan di Indonesia. Tanaman pisang ditemukan mulai dari lembah alas (Aceh Tenggara) sampai ke daerah Papua bagian utara. Jenis-jenis pisang dan daerah penyebarannya di Indonesia (Rismunandar, 2009: 17):

1. Musa acuminata Colla

Jenis ini mempunyai beberapa nama lokal, antara lain cau kole (Sunda), pisang cici alas (Jawa), pisang rimbo (Minangkabau), pisang harangan (Batak), nuka nuibo (Kaili), unti darek (Bugis) atau yang populer disebut pisang kepok. Tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 1800 m dpl dan juga tumbuh di hutan sekunder. Pisang ini ditemukan di Sulawesi, Jawa Barat, Bali dan Sumatera.

2. Musa balbisiana Colla

Masyarakat Indonesia mengenalnya secara umum dengan sebutan pisang batu, pisang biji, atau pisang klutuk. Jenis ini belum pernah dilaporkan dan


(29)

11

ditemukan tumbuh secara liar di Indonesia. Akan tetapi secara luas telah ditanam di kebun-kebun Indonesia.

3. Musa borneensis Becc

Pisang yang dikenal dengan pisang hutan oleh masyarakat Indonesia ini tumbuh sepanjang sungai Mahakam dan di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Masyarakat Serawak mengenalnya dengan sebutan pisang unkaok atau pisang unkadan.

4. Musa celebica Warb

Dikenal oleh masyarakat Toraja dengan sebutan punti lampung. Jenis ini ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah.

5. Musa lolodensis Cheesman

Ditemukan menyebar mulai dari Halmahera, Maluku sampai ke Papua bagian utara. Masyarakat setempat menyebutnya dengan pisang hias.

6. Musa ornata Roxb

Berasal dari Himalaya bagian tenggara dan diintroduksi ke Indonesia melalui Kebun Raya Bogor. Seperti halnya Musa lolodensis Cheesman, jenis ini disebut juga dengan pisang hias.

7. Musa salaccensis Zoll

Masyarakat Minangkabau mengenalnya dengan pisang monyet dan pisang karok, masyarakat Mandailing mengenalnya dengan sebutan pisang sitata. Jenis ini ditemukan di sepanjang lereng barat Pegunungan Bukit Barisan Sumatera, mulai dari Aceh sampai Tapanuli, Sumatera Barat dan Bengkulu.


(30)

8. Musa schizocarpa Simmonds

Ditemukan di dataran rendah terbuka di Papua dan disepanjang sisi jalan antara Arso dan Genyem. Selain itu jenis ini ditemukan juga tumbuh di Niugini. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai pisang utan.

9. Musa textilis Nee

Jenis ini dapat ditemukan di dalam koleksi tumbuhan Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri di Bogor. Dikenal sebagai pisang manila atau pisang abaka.

10. Musa troglodytarum L

Asli dari Maluku dan belum pernah dilaporkan dan ditemukan tumbuh liar di tempat lain. Dikenal dengan sebutan pisang tongkat langit atau pisang tunjuk langit. Masyarakat Seram ada yang menyebutnya dengan tema tenala langit.

11. Musa uranoscopos Lour

Jenis ini merupakan asli dari Cina Selatan, Vietnam, Laos dan diintroduksi ke Indonesia melalui Kebun Raya Bogor. Masyarakat Indonesia menyebutnya dengan pisang hias.

12. Musa velutina Wendl and Drude

Jenis yang dikenal dengan sebutan pisang hias ini, bukan asli Indonesia melainkan berasal dari Assam, India dan diintroduksikan ke Indonesia melalui Kebun Raya Bogor (Rismunandar, 2009: 17-18).

Musa acuminata colla dan Musa balbisiana colla merupakan nenek moyang dari pisang-pisang budidaya yang ada di Indonesia. Beberapa jenis pisang budidaya merupakan hasil persilangan dari kedua jenis pisang tersebut. Jenis-jenis


(31)

13

pisang liar lainnya juga diketahui mempunyai potensi sebagai induk dalam persilangan untuk menciptakan kultivar-kultivar yang unggul (Stover, 2009: 33).

Sumber serat Musa textilis Nee telah diketahui mempunyai kandungan serat dalam batang semunya yang secara fisik kuat, tahan lembab dan air asin, sehingga baik untuk digunakan sebagai bahan baku kertas berkualitas tinggi yang tahan simpan (seperti uang, kertas dokumen, kertas cek), kertas filter, pembungkus teh celup, bahan pakaian, pembungkus kabel dalam laut, serta tali-temali lainnya (Rismunandar, 2009: 20).

Saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan dalam rangka perbanyakan dan perbaikan kualitas serat dari pisang abaka ini. Di tengah maraknya trend

tanaman hias di masyarakat Indonesia, beberapa jenis pisang liar dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena secara morfologi, beberapa jenis pisang khususnya yang tumbuh di Indonesia mempunyai penampakan morfologi yang menarik, diantaranya Musa lolodensis cheesman, Musa ornata roxb., Musa uranoscopos lour dan Musa velutina wendl and drude. Dari potensi-potensi yang dimiliki oleh pisang tersebut, potensi yang lainnya adalah potensi sebagai sumber plasma nutfah (Munadjim, 2009: 20).

Keberadaan plasma nutfah ini penting untuk meningkatkan kualitas pisang-pisang budidaya yang ada di Indonesia. Pisang liar banyak digunakan sebagai sumber plasma nutfah. Banyaknya jenis dan varietas dari pisang-pisang liar menunjukkan banyaknya keanekaragaman genetik yang ada didalam jenis tersebut. Keanekaragaman hayati yang ada dapat digunakan sebagai sumber plasma nutfah, kaitannya dengan usaha perakitan varietas unggul.


(32)

Keanekaragaman genetik tersebut harus dipertahankan dan diperluas keberadaannya, sehingga bahan untuk perakitan varietas unggul selalu tersedia (Munadjim, 2009: 22).

Beberapa pisang telah diketahui mempunyai ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporium f. cubense. Jamur ini mampu bertahan lama di dalam tanah sebagai klamidospora sehingga sulit untuk dikendalikan. Penyakit layu Fusarium telah merusak perkebunan pisang di Bogor dan Lampung yang menyebabkan petani pisang harus menanggung kerugian yang cukup besar. Tidak hanya di Indonesia, penyakit ini juga telah menyerang perkebunan-perkebunan pisang di Taiwan, Kepulauan Kanari, Afrika Selatan, Australia, Amerika Tengah dan Selatan (Stover, 2009: 32).

Musa acuminata colla merupakan salah satu nenek moyang pisang budidaya di Indonesia. Jenis ini mendonorkan genom ”A”. Pisang budidaya yang merupakan turunan dari jenis ini antara lain pisang ambon, pisang kepok, (AAA), pisang ambon lumut (AAA), pisang mas (AA) dan pisang berangan (AAA). Musa acuminata var malaccensis, salah satu varietas dari Musa acuminata colla yang ditemukan di Jawa Barat dan Sumatera, diketahui mempunyai resistensi terhadap jamur layu Ras 1 dan Ras 2, serta Sigatoka. Resistensi terhadap sigatoka juga ditunjukkan oleh Musa acuminata colla (Stover, 2009: 34).

Pisang lain yang juga merupakan nenek moyang pisang budidaya di Indonesia adalah Musa balbisiana colla. Jenis ini mendonorkan genom ”B”.


(33)

15

Musa balbisiana colla mampu tumbuh di daerah kering karena jenis ini agak toleran terhadap kekeringan (Stover, 2009: 36).

Menurut Badan Pusat Statistik, Indonesia menghasilkan sekitar 5.741.351 ton pisang di tahun 2008, produksi tertinggi diantara produksi hortikultura yang lain. Kebanyakan dihasilkan di Propinsi Jawa Barat sekitar 1.415.694 ton atau menyumbang 25% dari produksi nasional. Penghasil terbesar kedua Propinsi Jawa Timur sekitar 1.020.773 ton (18%) (Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat, 2008: 6).

Pisang berkembang dengan subur pada daerah tropis yang lembab, terutama di dataran rendah. Di daerah yang hujannya turun merata sepanjang tahun, produksi pisang dapat berlangsung tanpa mengenal musim (Direktorat Budidaya Tanaman Buah, 2008: 3). Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan pisang berkisar 2.300-2.900 mm per tahun, suhu udara 25-26 oC dan kelembaban udara 80–84% (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 21).

2.2 Definisi Cuaca, Iklim dan Agroklimat untuk Tanaman Pisang

Faktor-faktor iklim seperti cuaca dan iklim benar-benar dipertimbangkan dalam mengembangkan sumberdaya lahan. Kondisi suhu, curah hujan dan pola musim sangat menentukan kecocokan dan optimalisasi pembudidayaan tanaman pertanian (Sitorus, 2009: 5).

Cuaca adalah keadaan udara pada suatu tempat dalam waktu yang singkat (24 jam) dalam wilayah yang sempit. Ilmu yang mempelajari cuaca disebut meteorologi. Sedangkan iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu


(34)

yang panjang (biasanya dalam periode 30 tahun). Ilmu yang mempelajari iklim disebut Klimatologi. Sedangkan agroklimat merupakan aplikasi dari ilmu iklim terhadap pertanian, dengan kata lain agroklimat merupakan ilmu yang mempelajari interaksi iklim terhadap tanaman. Dalam agroklimat unsur iklim dipelajari untuk mengetahui pengaruh dan kesesuaian iklim terhadap tanaman (Anonim, 2009: 36). Aplikasi agroklimatologi yang paling menonjol adalah menganalisis spasial iklim disuatu daerah, karena dengan analisis spasial iklimnya dapat ditentukan komoditi apa yang cocok untuk dikembangkan (Prawirowardoyo, 2008: 26).

Oleh karena itu, unsur iklim harus mendapat perhatian khusus dalam menentukan suatu kawasan sentra produksi hortikultura dan menghindari kemungkinan resiko yang akan dihadapi.

Unsur iklim sebagai berikut: a. Curah hujan

Hujan merupakan bentuk presipitasi berbentuk cair atau padat yang jatuh ke permukaan bumi. Di Indonesia yang dimaksud dengan presipitasi umumnya adalah hujan. Jumlah curah hujan dicatat dalam inchi atau milimeter (1 inchi=25,4 mm).

Berdasarkan proses terjadinya, hujan terbagi menjadi hujan siklonal, hujan zenithal, hujan orografis dan hujan frontal. Penjelasan definisi masing-masing hujan tersebut adalah:

a) Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar.


(35)

17

b) Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan Angin Timur Laut dengan Angin Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.

c) Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.

d) Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.

e) Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim kemarau (Hardjowigeno, 2009: 23).

Curah hujan mempengaruhi dalam pemilihan waktu tanam yang tepat, salah pemilihan waktu akan berakibat fatal dalam usaha pertanian khususnya untuk daerah non-irigasi yang bergantung pada keberadaan curah hujan. Dengan


(36)

memperhatikan unsur hujan suatu daerah, dapat ditentukan jenis tanaman apa yang sesuai dengan daerah tersebut, serta dapat direncanakan dan disusun pola tanam yang tepat (Hardjowigeno, 2008: 29).

Kebutuhan pisang akan intensitas curah hujan suatu wilayah sentra produksi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi pisang, karena tanaman pisang termasuk salah satu tanaman tropis namun membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun (Djaenudin, 2009: 7). Curah Hujan yang merata antara 2.300-2.900 mm per tahun dengan 10 bulan basah dalam setahun sangat disukai tanaman pisang (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 20). b. Suhu udara

Suhu merupakan besaran yang menyatakan derajat panas atau dingin suatu zat, besaran ini diukur dengan menggunakan termometer, berdasarkan skala tertentu. Pengukuran suhu udara hanya satu nilai yang menyatakan nilai rata-rata suhu atmosfer.

Untuk menyatakan suhu udara digunakan berbagai skala, seperti skala

Fahrenheit (F), Celcius (C) dan Kelvin (K). Untuk mengetahui suhu udara disuatu tempat dapat diukur berdasar perioditasnya, antara lain: suhu udara harian rata-rata, yaitu rata-rata pengamatan selama 24 jam yang dilakukan tiap jam (Hardjowigeno, 2009: 24).

Selain itu terdapat suhu udara bulanan rata-rata, yaitu jumlah dari suhu harian rata-rata dalam satu bulan dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut. Suhu udara tahunan rata-rata, yaitu jumlah suhu bulanan rata-rata dibagi dengan


(37)

19

12. Sedangkan suhu normal, yaitu angka rata-rata suhu yang diambil dalam waktu 30 tahun.

Sama halnya dengan curah hujan, suhu udara juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tropis ini (Djaenudin, 2009: 7). Tanaman pisang membutuhkan suhu berkisar antara 25-26 oC (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 20).

c. Kelembaban udara

Kelembaban udara adalah tingkat kebasahan udara karena dalam udara air selalu terkandung dalam bentuk uap air. Kandungan uap air dalam udara hangat lebih banyak daripada kandungan uap air dalam udara dingin. Kalau udara banyak mengandung uap air didinginkan, maka suhunya turun dan udara tidak dapat menahan lagi uap air sebanyak itu. Uap air berubah menjadi titik-titik air. Udara yang mengandung uap air sebanyak yang dapat dikandungnya disebut udara jenuh (Hardjowigeno, 2009: 25).

Kelembaban udara cukup mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman pisang (Djaenudin, 2009: 8). Kesesuaian parameter iklim kelembaban udara untuk tanaman pisang berkisar sekitar 80–84% (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 21).

2.3 Klasifikasi Kesesuaian Iklim Tanaman Pisang

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan dalam suatu wilayah untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan


(38)

(kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data iklim dan sumber daya lahan. Data biofisik tersebut berupa karakteristik iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang akan dievaluasi (Hardjowigeno, 2008: 22). Adapun kebutuhan iklim pisang adalah curah hujan sekitar 2.300–2.900 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu udara berkisar antara 25–26 oC dan kelembaban udara 80-84 % (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 21).

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable).

1. S1 (Kesesuaian Tinggi): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti terhadap penggunaan secara berkelanjutan atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata.

2. S2 (Kesesuaian Sedang): Lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya. Memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani.

3. S3 (Kesesuaian Rendah): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat. Faktor pembatas ini akan mempengaruhi produktivitas sehingga


(39)

21

memerlukan tambahan masukan lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2.

4. N (Tidak sesuai): Lahan yang tidak sesuai (N), karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan sulit di atasi (Hardjowigeno, 2008: 23).

2.4 Iklim

Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi.

Iklim yang di kenal di Indonesia ada tiga iklim antara lain terdiri dari iklim musim (muson), iklim tropika (Iklim Panas) dan iklim laut (Prawirowardoyo, 2008: 11).

1. Iklim Musim (Iklim Muson)

Iklim Muson terjadi karena pengaruh angin musim yang bertiup berganti arah tiap-tiap setengah tahun sekali. Angin musim di Indonesia terdiri atas Musim Barat Daya dan Angin Musim Timur Laut.

a. Angin Musim Barat Daya

Angin Musim Barat Daya adalah angin yang bertiup antara bulan Oktober sampai April sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim penghujan


(40)

b. Angin Musim Timur Laut

Angin Musim Timur Laut adalah angin yang bertiup antara bulan April sampai Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim kemarau.

2. Iklim Tropika (Iklim Panas)

Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa. Akibatnya, Indonesia termasuk daerah tropika (panas). Keadaan cuaca di Indonesia rata-rata panas mengakibatkan negara Indonesia beriklim tropika (panas), Iklim ini berakibat banyak hujan yang disebut Hujan Tropika.

3. Iklim Laut

Negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagian besar tanah daratan Indonesia dikelilingi oleh laut atau samudera. Itulah sebabnya di Indonesia terdapat iklim laut. Sifat iklim ini lembab dan banyak mendatangkan hujan (Prawirowardoyo, 2008: 12).

Cuaca merupakan keadaan udara atau atmosfir dalam periode yang relatif singkat. Sedangkan ilmu yang mempalajari cuaca disebut meteorologi. Dan iklim adalah keadaan udara rata-rata pada suatu daerah yang lebih luas cakupannya dan dalam periode yang lebih lama minimal 30 tahun.

Agroklimat merupakan aplikasi dari ilmu iklim terhadap pertanian, dengan kata lain agroklimat merupakan ilmu yang mempelajari interaksi iklim terhadap tanaman. Dalam agroklimat unsur iklim (curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara) dipelajari untuk mengetahui pengaruh dan kesesuaian iklim terhadap tanaman (Djaenudin, 2009: 20).


(41)

23

Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Bogor termasuk tipe iklim A dalam klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (Sitorus, 2009: 39).

2.4.1 Klimatologi

Definisi klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda dan bagaimana kaitan antara iklim dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, dapat diartikan juga bahwa klimatologi sebagai meteorologi statistik.

Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari iklim dan merupakan sebuah cabang dari ilmu atmosfer. Dikontraskan dengan meteorologi yang mempelajari cuaca jangka pendek yang berakhir sampai beberapa minggu, klimatologi mempelajari frekuensi dimana sistem cuaca ini terjadi (Prawirowardoyo, 2008: 27).

Klimatologi tidak mempelajari fenomena atmosfer secara tepat (misalnya pembentukan awan, curah hujan dan petir), tetapi mempelajari kejadian rata-rata selama beberapa tahun sampai seabad dan juga perubahan dalam pola cuaca jangka panjang dalam hubungannya dengan kondisi atmosfer.

Klimatologis adalah orang yang mempelajari klimatologi, mempelajari baik sifat alam dari iklim lokal, regional atau global dan faktor yang disebabkan oleh alam atau manusia yang menyebabkan perubahan iklim. Klimatologi memperhatikan perubahan iklim masa lalu dan masa depan (Prawirowardoyo, 2008: 30).


(42)

Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing-masing berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan

logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim (Hardjowigeno, 2009: 45).

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Studi tentang iklim dipelajari dalam meteorologi. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang tengah dan lintang tinggi. Ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah klimatologi.

Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer bumi atau sebuah planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena dalam waktu beberapa hari. Cuaca rata-rata dengan jangka waktu yang lebih lama dikenal sebagai iklim. Aspek cuaca ini diteliti lebih lanjut oleh ahli klimatologi, untuk tanda-tanda perubahan iklim (Prawirowardoyo, 2008: 33).

2.4.2 Klasifikasi

Klasifikasi adalah proses pengelompokan ke dalam bagian kelas, grup dan tipe (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2008: 3). Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam pembentukan iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu udara, curah hujan dan kelembaban udara. Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan.


(43)

25

Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Prawirowardoyo, 2008: 34).

2.4.3 Klasifikasi Iklim Matahari

Pembagian iklim matahari didasarkan pada banyak sedikitnya sinar matahari atau berdasarkan letak dan kedudukan matahari terhadap permukaan bumi.

Kedudukan matahari dalam setahun adalah (Hardjowigeno, 2009: 55): 1. Matahari beredar pada garis khatulistiwa (garis lintang 0º) tanggal 21

Maret

2. Matahari beredar pada garis balik utara (23,5º LU) tanggal 21 Juni 3. Matahari beredar pada garis khatulistiwa (garis lintang 0º) tanggal 23

September

4. Matahari beredar pada garis balik selatan (23,5º LS) tanggal 22 Desember

Gambar2.1 Iklim Matahari (Sumber: Hardjowigeno, 2009: 55)


(44)

Pembagian daerah iklim matahari berdasarkan letak lintang adalah sebagai berikut:

1. Daerah iklim tropis

Iklim Tropis terletak antara 0°-23½° LU dan 0°-23½° LS. Ciri–ciri iklim tropis adalah sebagai berikut:

a. Suhu udara rata–rata tinggi, karena matahari selalu vertikal. Umumnya suhu udara antara 20°-23° C. Bahkan di beberapa tempat suhu tahunannya mencapai 30° C.

b. Amplitudo suhu rata–rata tahunan kecil. Di khatulistiwa antara 1°-5° C, sedangkan amplitudo hariannya besar.

c. Tekanan udara lebih rendah dan perubahannya secara perlahan dan beraturan.

d. Hujan banyak dan umumnya lebih banyak dari daerah lain di dunia.

2. Daerah iklim subtropis

Iklim subtropis terletak antara 23½°-40° LU dan 23½°-40° LS. Daerah ini merupakan peralihan antara iklim tropis dan iklim sedang. Ciri-ciri iklim subtropis adalah sebagai berikut:

a. Batas yang tegas tidak dapat ditentukan dan merupakan daerah peralihan dari daerah iklim tropis dan iklim sedang.

b. Terdapat empat musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur dan musin dingin. Tetapi pada iklim ini musim panas tidak terlalu panas dan musim dingin tidak terlalu dingin.


(45)

27

c. Suhu sepanjang tahun tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. d. Daerah subtropis yang musim hujannya jatuh pada musim dingin

dan musim panasnya kering disebut daerah Iklim Mediterania. Jika hujan jatuh pada musim panas dan musim dinginnya kering disebut Daerah Iklim Tiongkok.

3. Daerah iklim sedang

Iklim sedang terletak antara 40°-66½° LU dan 40°-66½° LS. Ciri-ciri iklim sedang adalah sebagai berikut:

a. Banyak terdapat gerakan-gerakan udara siklonal, tekanan udara yang sering berubah-ubah, arah angin yang bertiup berubah-ubah tidak menentu dan sering terjadi badai secara tiba-tiba.

b. Amplitudo suhu tahunan lebih besar dan amplitudo suhu harian lebih kecil dibandingkan dengan yang terdapat pada daerah iklim tropis.

4. Daerah iklim dingin

Iklim dingin terdapat di daerah kutub. Oleh sebab itu iklim ini disebut pula sebagai iklim kutub. Ciri-ciri iklim dingin adalah sebagai berikut: a. Musim dingin berlangsung lama.

b. Musim panas yang sejuk berlangsung singkat. c. Udaranya kering.


(46)

e. Di musim dingin tanah ditutupi es dan salju.

f. Di musim panas banyak terbentuk rawa yang luas akibat mencairnya es di permukaan tanah.

g. Vegetasinya jenis lumut-lumutan dan semak-semak.

h. Wilayahnya meliputi: Amerika utara, pulau-pulau di utara Kanada, pantai selatan Greenland dan pantai utara Siberia (Hardjowigeno, 2009: 55-56).

2.4.4 Scoring

Scoring adalah pemberian nilai terhadap masing-masing kelas dalam tiap parameter. Pemberian skor ini didasarkan pada pengaruh kelas tersebut terhadap pertumbuhan pisang. Semakin tinggi pengaruhnya terhadap pertumbuhan hortikultura, maka skornya akan semakin tinggi. Adapun pemberian skor pada parameter iklim mengacu pada kesesuaian lahan agroklimat pisang yang didapat dari Dinas Pertanian dan Kabupaten Bogor (Lampiran 7).

1. Scoring untuk parameter curah hujan untuk hortikultura jenis pisang. Untuk hasil optimal pisang membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun.

Tabel 2.1

Skor Parameter Curah Hujan Untuk Pisang

No Kelas Skor

1 2300-2900 4

2 2900-3200 3

3 3200-3900 2


(47)

29

2. Scoring untuk parameter suhu udara untuk hortikultura jenis pisang Tabel 2.2

Skor Parameter Suhu Udara Untuk Pisang

No T (ºC) Skor

1 21-23 2

2 23-25 3

3 25-26 4

4 26-35 1

3. Scoring untuk parameter kelembaban udara untuk hortikultura jenis pisang.

Tabel 2.3

Skor Parameter Kelembaban Untuk Pisang

No RH (%) Skor

1 74-80 3

2 80-84 4

3 84-85 2

4 85-90 1

2.4.5 Pembobotan

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembobotan terhadap parameter iklim, yaitu curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara. Bobot terbesar menunjukkan tingkat pengaruhnya tinggi terhadap produksi tanaman, begitupun sebaliknya bobot terendah menunjukkan pengaruh yang rendah juga.

Pembobotan merupakan bobot yang diberikan kepada masing-masing variabel iklim yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman pisang karena semakin besar pengaruh parameter tersebut, maka bobot yang diberikan semakin tinggi begitupun sebaliknya. Pembobotan parameter iklim yang mendukung pertumbuhan pisang seperti tampak pada Tabel 2.4.


(48)

Tabel 2.4

Pembobotan Paramater Iklim yang Mendukung Pertumbuhan Pisang

No Parameter Bobot

1 Curah hujan 0.4

2 Suhu Udara 0.4

3 Kelembaban Udara 0.2

2.4.6 ModelBuilder

ModelBuilder adalah rangkaian proses dalam pembentukan atau pembuatan suatu proyek, seperti pembuatan peta kesesuaian, lahan kritis dan lain sebagainya, sehingga menjadi sebuah informasi untuk pengambilan keputusan. ModelBuilder adalah sebuah sistem kerja yang terdapat dalam perangkat lunak ArcView.

ModelBuilder terdiri atas diagram atau flowchart. Model sederhana terdiri dari input, proses dan output.

Adapun metode yang terdapat dalam ModelBuilder dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Aritmetic Overlay adalah proses penambahan, pengurangan, perkalian atau pembagian satu theme atau lebih.

2. Weighted Overlay adalah proses penjumlahan beberapa scoring dengan menggunakan proporsi tertentu. Biasanya dilakukan pembobotan terlebih dahulu dan contohnya pembobotan untuk parameter iklim.

Komponen-komponen ModelBuilder (Puntodewo, 2009: 34):

a. Data Conversion

Konversi data vector dilakukan pada data point dalam hal ini data iklim, line dan polygon ke data raster berupa theme grid. Proses konversi menggunakan metode point interpolasi.


(49)

31

b. Terrain

Pembuatan peta lereng (slope), peta arah lereng (aspect) dan membuat garis yang menghubungkan nilai yang sama (contour).

c. Reclassification

Digunakan untuk mengelompokkan kembali nilai sel berdasarkan kisaran kriteria yang ditentukan.

d. Buffer

Adalah menentukan daerah yang berpengaruh berdasarkan radius jarak yang ditentukan dari sumber yang telah ditentukan.

e. Overlay

Merupakan suatu proses dalam ModelBuilder yang meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian satu theme atau lebih (Arithmatic Overlay) dan penjumlahan beberapa theme

menggunakan proporsi tertentu (Weighted Overlay).

Rancangan diagram atau flowchart sistem kerja ModelBuilder dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(50)

Gambar 2.2 Rancangan Diagram Sistem Kerja ModelBuilder

2.5 Pemanfaatan SIG pada Penyebaran Produksi Tanaman Pisang 2.5.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pada dasarnya Sistem Informasi Geografis, terdiri dari tiga unsur kata, yaitu Sistem, Informasi dan Geografis. Sistem adalah sekumpulan jaringan dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan untuk melakukan suatu kegiatan untuk mencapai target tertentu. Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang lebih sempurna (Prahasta, 2008: 9).

Dan Sistem Informasi adalah suatu sistem didalam sebuah organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi,


(51)

33

bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan tertentu.

Geografi berasal dari bahasa Yunani, gabungan dari dua suku kata, yaitu

Geo yang berarti bumi dan Graphein yang berarti lukisan. Dengan demikian jika diartikan, maka Geografi berarti lukisan bumi. Sedangkan pengertian secara luas, yaitu suatu ilmu yang mempelajari masalah-masalah bumi secara luas dalam hubungannya dengan keruangan.

Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi sistem informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data dan (d) keluaran (Prahasta, 2008: 11).


(52)

2.5.2 Komponen SIG

Gambar 2.3 Komponen SIG (Sumber: Prahasta, 2008: 57)

Keterangan:

a. Komponen perangkat keras

Pada komponen Sistem Informasi Geografis menangani data yang berbeda bentuknya dari aplikasi umum, baik bentuk data masukan maupun keluaran. Secara umum perangkat keras Sistem Informasi Geografis terdiri dari empat unit utama, yaitu:

1. Komputer (PC): CPU (Central Proccessor Unit) dan Memory. 2. Media Penyimpanan Data: Harddisk, disk drive, Flashdisk dan

CD-ROM.

3. Media Perekaman Data: Keyboard, mouse dan scanner.

4. Media Penampilan Data: Printer, Monitor dan LCD.

SIG

DATA

Perangkat Keras

Manajemen

Perangkat Lunak

Data dan Informasi


(53)

35

b. Komponen perangkat lunak

Komponen perangkat lunak Sistem Informasi Geografis pada umumnya terdiri dari empat modul utama. Modul-modul tersebut merupakan subsistem yang terintegrasi didalam suatu paket Sistem Informasi Geografis dan berfungsi untuk data input, penyimpanan dan database management, data output, analisis dan manipulasi data.

c. Pemakai (User)

Pemakai Sistem Informasi Geografis adalah seorang yang berkemampuan minimal dapat mengoperasikan Sistem Operasi Windows

(Prahasta, 2008: 27). 2.5.3 ArcView GIS

ArcView adalah salah satu software pengolah Sistem Informasi Geografi (SIG/GIS). Sistem Informasi Geografi sendiri merupakan suatu sistem yang dirancang untuk menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menyajikan informasi geografi. Mungkin anda sudah kenal dengan yang namanya peta. Perlu diketahui bahwa peta juga bisa disebut SIG atau istilahnya SIG Konvensional. Terdapat beberapa perbedaan antara peta diatas kertas (peta analog) dan SIG yang berbasis komputer. Perbedaannya adalah bahwa peta menampilkan data secara grafis tanpa melibatkan basisdata.

Sedangkan SIG adalah suatu sistem yang melibatkan peta dan basisdata. Dengan kata lain peta adalah bagian dari SIG. Sedangkan pada ArcView anda dapat melakukan beberapa hal yang peta biasa tidak dapat melakukannya. Perbedaan pokok antara Peta Analog dengan ArcView adalah bahwa Peta itu


(54)

Perbedaan pokok antara Peta Analog dengan ArcView adalah bahwa Peta itu statis sedangkan ArcView dinamis. ArcView biasa digunakan antara lain untuk (Prahasta, 2007: 30):

1. Digitasi data citra dari layar monitor (on screen digitizing)

2. Reaktifikasi citra dengan bantuan ekstensi image analysis

3. Editing tema dengan drag and drop atau cut and paste

4. Editing tema dengan query item pada tabel

5. Konversi data dari MS-EXCEL atau MS-ACCESS menjadi tema baru pada data spasial yang telah ada

6. Pembuatan kontur dengan bantuan ekstensi image analysis dan spasial analis

7. Pembuatan peta 3D dan perhitungan volume dengan bantuan 3D analysis

8. Pengubahan sistem proyeksi dengan projection utility

9. Kemudahan konversi data ke perangkat lunak lain, seperti Autocad dan Mapinfo

Extensions bekerja atau berperan sebagai perangkat lunak yang dapat dibuat sendiri, telah ada atau dimasukkan (di-install) ke dalam perangkat lunak ArcView untuk memperluas kemampuan-kemampuan kerja dari ArcView itu sendiri. Contoh-contoh extensions ini seperti Spatial Analyst, Edit Tools v3.1,

Geoprocessing, JPEG (JFIF) Image Support, ModelBuilder, Legend Tool,

Projection Utility Wizard, Register and Transform Tool dan XTools Extensions. Komponen ArcView 3.2 adalah sebagai berikut (Prahasta, 2007: 31):


(55)

37

1. View

View mengorganisasikan theme, sebuah view merupakan representasi grafis informasi spasial dan dapat menampung beberapa layer atau theme

informasi spasial (titik, garis, polygon dan citra raster). Sebagai contoh posisi-posisi kota ataupun bangunan (titik), sungai-sungai dan jaringan atau saluran (garis) dan batas administrasi ataupun tata guna lahan (land use) suatu wilayah (polygon) dapat membentuk sebuah theme dalam sebuah view.

2. Tabel

Dokumen ini tempat dilakukan antara lain input data atribut, perhitungan data serta pemilihan data menggunakan data tabular. Tabel yang tampil adalah tabel dari tema yang aktif pada dokumen view yang dipilih. Tabel merupakan representasi data ArcView dalam bentuk sebuah tabel. Sebuah tabel akan berisi informasi deskriptif mengenai layer tertentu. Setiap baris data (record) mendefinisikan sebuah entry (misalnya informasi mengenai salah satu polygon baik batas administrasi maupun

polygon batas tata guna lahan (land use) di dalam basisdata spasial-nya, setiap kolom (field) mendefinisikan atribut atau karakteristik dari entry.

3. Grafik

Grafik merupakan representasi grafis dari resume tabel data. Chart juga biasanya merupakan hasil suatu query terhadap suatu tabel data. Bentuk chart yang didukung oleh ArcView adalah line, bar, column, xy scatter, area dan pie.


(56)

4. Layout

Layout digunakan untuk mengintegrasikan dokumen (view, table, chart)

dengan elemen-elemen grafik yang lain di dalam suatu window tunggal guna membuat peta yang akan dicetak. Pada design review layout dapat dilakukan proses penataan peta serta merancang letak-letak property peta seperti judul, logo, legenda, orientasi, skala, sumber dan sebagainya. Gambar 2.4 menunjukkan design review peta pada penelitian ini.

Gambar 2.4 Design Review Layout

5. Extentions

Program tambahan yang dapat membantu menyelesaikan proyek dan dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan proyek yang sedang dibuat. Pada ArcView biasanya sudah tersedia beberapa ekstensi standar, namun jika perlu menambahkan ekstensi yang lain dapat menambahkannya pada bin32 yang terdapat dalam sistem perangkat lunak ArcView.

Logo

Legenda

Sumber Data Peta


(57)

39

6. Sumber Data

Data berupa data atribut biasanya harus berformat .dbf agar dapat di proses oleh Arcview. Dan data lain berupa peta biasanya berformat .shp. Proses akhir yang disajikan bisa berupa layout atau peta.

7. Reklasifikasi

Reklasifikasi adalah proses pengelompokan kembali ke dalam bagian kelas, grup dan tipe yang ditentukan.

8. Overlay

Proses penggabungan database dengan sebuah atau beberapa peta.

Overlay menganalisis interaksi dari database yang ada dengan data yang lain.

9. Polygon Thiessen

Polygon thiessen merupakan salah satu ekstensi yang ada di perangkat lunak ArcView (Created Polygon Thiessen). Ekstensi ini adalah alat untuk mempresentasikan area atau polygon iklim (Prahasta, 2007: 33). 2.5.4 Alasan Penggunaan SIG

Adapun penggunaan aplikasi dan konsep GIS dalam penelitian ini, karena beberapa alasan seperti berikut (Puntodewo, 2009: 30):

a. Hampir semua aplikasi yang terdapat dalam SIG dapat di-customize, dengan menggunakan beberapa skrip yang ada di perangkat lunak SIG, sehingga dengan mudah dapat memenuhi kebutuhan pengguna secara otomatis, cepat, lebih menarik, informatif dan user friendly.


(58)

b. SIG menggunakan baik data spasial maupun atribut secara terintegrasi hingga dapat menjawab pertanyaaan spasial dan non-spasial.

c. SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat dipermukaan bumi ke dalam beberapa layer atau data spasial. Dengan

layer ini permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali atau dimodelkan dalam bentuk nyata dengan menggunakan data ketinggian berikut layer thematic yang diperlukan.

d. SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menvisualisasikan data spasial berikut atribut-atributnya. Seperti modifikasi warna, bentuk dan ukuran simbol yang diperlukan untuk mempresentasikan unsur-unsur permukaan bumi dapat dilakukan dengan mudah.

2.5.5 Manfaat SIG

Pemanfaatan SIG dilakukan sebagai alat untuk menganalisis peta distribusi iklim dengan membuat analisis tumpang tindih (overlay) dengan peta agroklimat hortikultura. Dengan SIG data agroklimat hortikultura dapat dianalisis berdasarkan kecamatan yang dihubungkan dengan curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara (Puntodewo, 2009: 33).

2.6 Data Spasial

Data spasial adalah kumpulan data yang terorganisasi untuk melayani berbagai aplikasi pada saat bersamaan dengan melakukan penyimpanan dan pengelolaan data komponen keruangan (bergeoreferensi) dalam arti mempunyai


(59)

41

informasi letak baik terhadap garis bujur maupun garis lintang, sehingga data tersebut nampak di satu lokasi.

Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid

(Prahasta, 2008: 21). Kumpulan piksel-piksel yang menggambar suatu obyek spasial dapat disebut sebagai dataset obyek. Setiap piksel dalam dataset raster

mempunyai informasi atau sekumpulan data yang unik. Informasi yang terdapat dalam satu piksel dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu data atribut (informasi mengenai obyek, misal: sawah, kebun, pemukiman dan lain lain) dan koordinat data yang menunjukkan posisi geometris dari data tersebut.

Adapun karakteristik layer (s) raster menunjukkan bahwa data tersebut adalah data raster. Karakteristik-karakteristik model data raster adalah sebagai berikut (Prahasta, 2008: 22):

a. Resolusi; resolusi spasial dapat diartikan sebagai suatu dimensi linear minimum dari satuan jarak geografi terkecil yang dapat direkam oleh data. Satuan terkecil dalam data raster pada umumnya ditunjukkan oleh panjang sisi suatu bidang bujur sangkar piksel. Semakin luas suatu area di permukaan bumi yang dipresentasikan oleh ukuran piksel, maka data tersebut beresolusi kecil, sebaliknya jika semakin kecil suatu area di permukaan bumi yang direpresentasikan oleh ukuran piksel, maka dikatakan bahwa data tersebut beresolusi besar.

b. Orientasi; Orientasi dalam model data raster dibuat untuk mempresentasikan arah utara grid. Secara umum, untuk mendapatkan


(60)

orientasi model data raster dilakukan penghimpitan arah utara grid

dengan arah utara sebenarnya pada titik asal dari dataset yang biasanya adalah titik dibagian kiri atas.

c. Zone; Setiap zone pada model data raster adalah sekumpulan lokasi-lokasi yang memperlihatkan nilai/ID yang sama. Misalnya untuk suatu

raster data sawah, maka ID pada tiap pixel sawah akan mempunyai nilai/ID yang sama.

d. Nilai-nilai; Nilai adalah item informasi (attribute) yang disimpan dalam sebuah layer untuk setiap piksel. Sehingga pada ID yang sama pada beberapa piksel dapat mempunyai nilai yang berbeda.

Representasi model data vector terdiri dari titik (points), garis (lines) dan area (polygons) (Prahasta, 2008: 25).

a. Titik (points)

Meliputi semua objek geografis yang dikaitkan dengan koordinat (x,y) sudut property suatu batas (polygon) juga merupakan titik. Contoh: SPBU, Pasar dan Kantor polisi.

b. Garis (lines)

Garis merupakan semua unsur linier yang dibangun dengan menggunakan segmen garis lurus yang dibentuk oleh dua titik koordinat atau lebih. Contoh: Rel kereta.

c. Area (polygons)

Area merupakan representasi semua objek dalam satu dimensi, contoh: Danau dan Sawah.


(61)

43

2.7 Analisis Spasial

ArcView Spatial Analyst digunakan untuk menemukan dan mengerti lebih baik hubungan spasial dari data, sehingga dapat ditampilkan dan menjalankan

query guna menghasilkan suatu aplikasi yang diinginkan. Spatial Analyst sangat berguna terutama karena kemampuannya untuk menggabungkan data raster dan data vector. Spatial Analyst menyediakan alat untuk membuat surface

(penampakan 3-dimensi) dan menganalisis karakteristiknya. Berikut adalah beberapa contoh masalah yang bisa dipecahkan dengan menggunakan Spatial Analyst (Sitorus, 2009: 28):

a. Inventarisasi pembangunan gedung perbelanjaan. Prosesnya adalah penetapan beberapa unsur yang berkaitan dengan letak proyek pembangunan, seperti aksesbilitas lokasi, daya beli dan animo masyarakat yang ada di sekitar lokasi pembangunan.

b. Inventarisasi lahan pertaninan dan perkebunan.

c. Inventarisasi pembangunan SPBU, pertimbangannya antara lain riset lokasi seperti lokasi harus terhindar dari banjir, lokasi tepat berada di sisi jalan raya.

d. Lokasi rawan kecelakaan, hal yang dinyatakan adalah relasi atau hubungan (relationship), pola (patern) dan kecenderungan (trend). Adapun fungsi-fungsi Spatial Analyst adalah sebagai berikut:

a. Fungsi-fungsi yang bisa dijalankan oleh Spatial Analyst.

b. Jenis-jenis permasalahan yang bisa dipecahkan oleh masing-masing fungsi tersebut.


(62)

c. Cara masing-masing fungsi tersebut memecahkan permasalahan.

Berikut ini adalah contoh perbedaan antara objek shapefile (feature) yang berbasis vector dan grid yang berbasis raster.

a. b.

Gambar 2.5 Perbedaan Objek Feature (a) dan Grid (b) (Sumber: Sitorus, 2009: 22)

Aktifkan Extentions Spatial Analyst pada ArcView. Dari menu File pilih Extensions. Pada kotak dialog Extentions, isilah tanda cek list pada pilihan

Spatial Analyst untuk men-load ekstensi tersebut seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Menu Extentions pada Spatial Analyst

Pemetaan jarak adalah menghitung berapa jauh masing-masing sel dari obyek terdekat yang anda pilih, misalnya jalan, sawmill, rumah sakit. Jarak bisa diukur berdasarkan Euclidean (jarak dari satu obyek ke obyek lain) atau


(63)

45

berdasarkan usaha yang diperlukan untuk mencapai satu titik dari titik lain (biaya). Dua fungsi utama yang disediakan oleh Spatial Analyst menggunakan sistem Euclidean untuk menentukan jarak adalah:

a. pemetaan jarak (distance mapping) b. pemetaan kedekatan (proximity mapping).

Sedangkan dua fungsi penting yang bisa dilakukan menggunakan biaya sebagai sistem pengukuran adalah:

a. pemetaan jarak dengan pembobotan (weighted-distance mapping) b. analisis path (path analyst) (Sitorus, 2009: 30).

2.8 Profil Umum Kabupaten Bogor

Luas wilayah Kabupaten Bogor mencapai 2.371,21 km2. Kabupaten Bogor terdiri dari 27 Kecamatan dan 425 Desa. Luas lahan pertanian Kabupaten Bogor terdiri dari hutan negara (27%), tegalan (18%), persawahan (16%), pekarangan (13%), hutan rakyat (5%), perkebunan rakyat (5%), perkebunan swasta (3%), Ladang/huma (2%), penggembalaan/padang (1%) dan lain-lainnya (7%).

Adapun letak geografis Kabupaten Bogor adalah Bujur Timur 1060 1°-1070 103° dan Lintang Selatan 60 19° – 60 47°.

Batas wilayah Kabupaten Bogor adalah (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 11):

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Propinsi DKI Jakarta Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabapaten Lebak


(64)

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta

Gambar 2.7 Peta Kabupaten Bogor

Pada Gambar 2.7 Kabupaten Bogor terdiri atas 27 kecamatan dari Kabupaten Bogor bagian barat, yaitu Jasinga, Parung Panjang, Cigudeg, Nanggung, Rumpin, Leuwiliang, Ciampea dan Cibungbulang. Dari Kabupaten Bogor bagian tengah, yaitu Gunung Sindur, Parung, Semplak, Ciawi, Ciampea, Sawangan, Bojong Gede, Depok, Cimanggis, Ciomas, Kedung Halang, Cijeruk dan Caringin. Dan Kabupaten Bogor bagian timur, yaitu Kecamatan Cariu, Cibinong, Cisarua, Citeureup, Gunung Putri, Jonggol dan Kadunghalang.

Kecamatan yang menjadi sentra produksi tanaman pisang antara lain kecamatan Gunung Sindur, Jasinga, Cimanggis dan Cileungsi (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 15).


(65)

47

Berdasarkan data statistik BPS Kabupaten Bogor jumlah penduduk wilayah Kabupaten Bogor tahun 2008 adalah sebesar 949.990 jiwa yang terdiri dari 482.194 jiwa penduduk perempuan dan 466.799 jiwa penduduk laki-laki. Pola sebaran penduduk terbanyak adalah Kecamatan Leuwiliang sebanyak 121.104 jiwa, Rumpin 108.431 jiwa, Cibungbulang 106.553 jiwa dan Kecamatan Cigudeg sebanyak 105.148 jiwa (Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat, 2008: 12).

2.9 Studi Sejenis (Literatur)

Dalam penelitian Siti Muhajaroh dalam skripsi yang berjudul Kesesuaian Agroklimat Hortikultura Jenis Manggis dengan Pendekatan Analisis Spasial tahun 2010 lebih menggunakan pendekatan iklim sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi produksi tanaman. Metode yang digunakan dalam penelitiannya menggunakan Analisis Spasial dan sistem kerja ModelBuilder dengan metode

Weighted Overlay (Pembobotan) dan Scoring pada peta digital yang dilakukan dalam software ArcView GIS 3.2. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode pengembangan sistem SDLC (System Development Life Cycle).

2.10 SDLC (System Development Life Cycle)

SDLC (System Development Life Cycle) adalah suatu proses rasional dan sistem analis yang digunakan untuk mengembangkan sistem informasi. Metode SDLC adalah keseluruhan proses dalam membangun sistem melalui beberapa langkah. Ada beberapa model SDLC. Model yang cukup populer dan banyak digunakan adalah Waterfall. Model Waterfall berisi rangkaian aktivitas proses


(66)

digunakan adalah Waterfall. Model Waterfall berisi rangkaian aktivitas proses seperti spesifikasi kebutuhan dalam tahap perencanaan (planning), proses menghimpun, menganalisis, mengakurasi dan menspesifikasikan kebutuhan dalam tahap analisis (analysis), implementasi desain perangkat lunak dalam tahap perancangan (design) dan terakhir tahap penerapan (implementation). Setiap tahapan didefinisikan, lalu tahapan tersebut di sign off dan pengembangan dilanjutkan pada tahapan berikutnya. Model ini menawarkan cara pembangunan sistem informasi secara lebih nyata.

Model Waterfall menggambarkan proses pengembangan sistem dalam sebuah alur urutan linier. Dalam model Waterfall tiap tahap dalam pengembangan sistem dilakukan hanya jika tahap-tahap sebelumnya telah selesai. Contoh jika kita ingin memulai proses design harus dipastikan bahwa proses sebelumnya yakni proses analysis telah selesai dilakukan, jika tidak kita tidak boleh memulai tahap design atau tahap selanjutnya.

Selain itu dalam model Waterfall, ketika langkah pengembangan proyek maju ke tahap berikutnya, kita tidak bisa kembali ke tahap yang sebelumnya. Model Waterfall mendefinisikan proses pengembangan sistem ke dalam lima tahapan (Al fatta, 2008: 32):

a. Perencanaan (Planning)

b. Analisis (Analysis) c. Perancangan (Design) d. Evaluasi (Evaluation) e. Penerapan (Implementation)


(67)

49

Model Waterfall umumnya digunakan dalam pembuatan proyek sederhana dan berskala kecil dimana kebutuhan-kebutuhan didefinisikan di awal. Model ini mengasumsikan bahwa kebutuhan bersifat stabil dan tidak berubah sepanjang pengerjaan proyek. Hal ini umumnya menyebabkan model Waterfall tidak dapat digunakan untuk kasus proyek skala besar dimana kebutuhan kemungkinan selalu berubah dan bertambah selama proses pengembangan.

Beberapa model lain SDLC adalah Fountain, Spiral, Rapid, Prototyping, Incremental, Build and Fix, Synchronize dan Stabilize.

Gambar 2.8 Siklus Metode SDLC Model Waterfall (Sumber: Al fatta, 2008: 33)

Adapun tahapan-tahapan SDLC dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perencanaan (Planning)

Pada tahap ini dimulai dengan menentukan proyek sistem yang akan dikembangkan, kemudian mendifinisikan masalah dan pelaksanannya berupa

1. Perencanaan

2. Analisis

3. Perancangan

4. Evaluasi


(68)

inventarisasi data yang diperlukan dalam proyek sistem yang akan dibuat, serta dimana mendapatkan informasi tentang data tersebut bisa diperoleh.

Perencanaan sistem menyangkut estimasi dari kebutuhan-kebutuhan fisik, tenaga kerja dan dana yang dibutuhkan untuk mendukung operasi. Termasuk mendefinisikan tujuan dan ruang lingkup proyek tersebut (Al fatta, 2008: 34). 2. Analisis (Analysis)

Analisis sistem dapat didefinisikan sebagai penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan, kesempatan-kesempatan dan hambatan-hambatan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan-perbaikan dan memahami kembali sistem kerja yang digunakan. Contohnya pemilihan perangkat lunak

(software) dan perangkat keras (hardware) yang digunakan (Al fatta, 2008: 34). Menganalisis teknologi apa yang digunakan dalam proyek ini, misalkan proyek analisis agroklimat hotikultura dalam SIG, maka memerlukan aplikasi seperti ArcView 3.2.Memerlukan pengolahan dan penyimpanan data secara informasi produk, informasi berita digunakan database seperti Microsoft Excel atau Microsoft Acces.

Untuk menghasilkan peta agroklimat hotikultura menggunakan proses kerja

Spatial Analyst yang ada dalam extentions ArcView GIS 3.2 dan sistem kerja ModelBuilderyang terdapat dalam software ArcView GIS 3.2.


(69)

51

3. Perancangan (Design)

Setelah mendapatkan gambaran dengan jelas apa yang harus dikerjakan. Tiba waktunya untuk membentuk sistem tersebut. Tahap ini disebut dengan perancangan sistem (design). Tahap perancangan (design) meliputi kegiatan pemrosesan data yang dibutuhkan oleh sistem yang baru dengan konfigurasi dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang telah ditentukan yang akan membantu dalam proses perancangan (design) (Al fatta, 2008: 35). 4. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan untuk menentukan keberhasilan implementasi suatu sistem informasi. Evaluasi dilakukan untuk menentukan kriteria evaluasi, parameter evaluasi dalam membangun kerangka kerja evaluasi. Contohnya evaluasi paramater iklim dan evaluasi produksi tanaman.

Evaluasi perlu dilakukan untuk menghasilkan bahwa pelaksanaan pengembangan sistem sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Al fatta, 2008: 35). Evaluasi yang dimaksud disini adalah evaluasi yang dilakukan oleh user (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor) contohnya evaluasi produksi tanaman, sedangkan evaluasi yang dilakukan tim koordinasi/analisis bersifat lebih teknis contohnya evaluasi parameter iklim untuk tanaman di daerah tertentu.

5. Penerapan (Implementation)

Tahap penerapan sistem merupakan tahap meletakkan sistem agar siap untuk dioperasikan. Tahap ini masuk kedalam proses design review dari sistem


(70)

yang telah dibuat. Design review adalah proses integrasikan property(view, table, chart) kedalam satu window tunggal sebagai hasil akhirnya. Secara umum design review bertujuan agar sistem lebih menarik, mudah dipahami dan informatif (Al fatta, 2008: 36).

Design review untuk peta agroklimat pisang dapat dilakukan proses penataan peta serta merancang letak-letak property peta seperti judul, logo, legenda, orientasi, skala, sumber dan sebagainya. Design review dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Design Review Peta Agroklimat Pisang

Siklus SDLC dijalankan secara berurutan, mulai dari langkah pertama hingga langkah kelima. Setiap langkah yang telah selesai harus dikaji ulang untuk memastikan bahwa langkah telah dikerjakan dengan benar dan sesuai harapan. Semua langkah dalam siklus harus terdokumentasi. Dokumentasi yang baik akan mempermudah pemeliharaan dan peningkatan fungsi sistem.

Logo UIN

Legenda

Sumber Data Peta Kesesuaian Agroklimat

untuk Tanaman Pisang Judul Peta


(71)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tanaman Pisang

Asal-usul nama pisang masuk kedalam marga Musa, suku Musaceae. Beberapa ahli botani berpendapat bahwa nama Musa diambil dari nama Antonius Musa, salah seorang dokter kaisar Octavius Augustus dari Roma, sementara itu beberapa ahli botani lainnya berpendapat bahwa nama Musa berasal dari bahasa Arab yaitu mouz atau mouwz yang berarti pisang. Pisang dikelompokkan menjadi pisang liar dan pisang budidaya. Pisang liar pada umumnya ditemukan tumbuh liar di alam, mempunyai banyak biji dan bersifat diploid. Sedangkan pisang budidaya pada umumnya tumbuh di pekarangan, bijinya sedikit dan bersifat triploid atau kadang diploid. Jenis pisang budidaya inilah yang sering kita manfaatkan secara ekonomi (Rismunandar, 2009: 14).

Menurut literatur, pisang merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara, yaitu berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Ada juga yang menyebutkan bahwa pisang berasal dari Brasil dan India. Dari sini kemudian menyebar hingga ke daerah Pasifik (Rismunandar, 2009: 16).

Umumnya performance tanaman pisang antara lain tinggi tanaman pisang dewasa berkisar antara 2-8 m, dengan daun-daun yang panjangnya ada yang mencapai 3,5 m. Setiap batang (pseudostem) tanaman pisang akan menghasilkan satu tandan buah pisang sebelum dia mati dan digantikan oleh batang pisang baru (Haryadi, 2009: 11).


(72)

a. Perangkat lunak: Microsoft Windows XP Profesional SP2, ArcView 3.2 dengan ekstensi JPEG (JFIF) Image Support, Spatial Analyst untuk penginputan dan pengolahan data spasial maupun data atribut dan

Polygon Thiessen untuk membuat peta kesesuaian atau peta agroklimat. Microsoft Excel untuk pengolahan data atribut dan Global Mapper 8 untuk digitasi peta yang digunakan oleh Bakosurtanal.

b. Perangkat keras: komputer Pc Pentium(R) IV 1.80 HGz dengan memori 256 MB DDR, Harddisk 1.79 GHz, Thermometer, penakar hujan tipe

Obsevatorium, Psychrometer.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Metode Penelitian

a. Metode Observasi

Melakukan pengumpulan data yang bersumber dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah II Ciputat, data yang diberikan berupa data iklim Kabupaten Bogor. Kemudian pengumpulan data kesesuaian agroklimat pisang dan data produksi pisang dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2008. Semua data ini diperlukan untuk menganalisis kesesuaian lahan pisang didasarkan iklim di Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dimulai dari bulan Oktober 2009. Data ini merupakan data sekunder.

Observasi dilaksanakan di Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor yang beralamat di Jl. Bersih Kompleks PEMDA Kabupaten


(1)

LAMPIRAN 5

Suhu Udara rata-rata Bulanan (Derajat Celcius) Periode 1998-2007

LAMPIRAN 6

Kelembaban Udara rata-rata Bulanan (Persen) Periode 1998-2007


(2)

LAMPIRAN 7

Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pisang

Persyaratan Penggunaan/ Karakteristik Lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Temperature C

25 – 26 23 25 23 26 > 40 Curah Hujan (mm)

2.300 – 2.900 2.900 – 3.200 3.200 – 3.900

>4.000

Drainase Baik ; Agak

Terhambat

Agak Cepat,

Sedang Terhambat

Sangat Terlambat ; Cepat Media Perakaran (rc)

 Tekstur  Bahan Dasar

(%)

 Kedalaman Tanah (cm)

h ; ah <15 >100

S 15 - 35 75 – 100

ak 35 - 55 50 - 75

K >55 <50 Gambut

 Ketebalan (cm)  Dgn

Sisipan/Pengay aan

 Kematangan

<60 <140

Saprik +

60 - 140 140 - 200

Saprik Hemik +

140 - 200 200 - 400

Hemik Febrik +

>200 >400

Fibrik Retensi Hara (nr)

 KTK Liat (cmol)  Kejenuhan Basa

(%)  pH h2O C - Organik (%)

>16 >50 5.6 - 7.5

>1.5

<16 35-50 5.2 - 5.0 6.0 - 7.5 0.8 - 1.5

<35 >5.2 <0.8

Salinitas (ds/m) <2 2 – 4 4 – 6 >6

Alkalinitas/ESP (%) <4 4 – 8 18 – 12 >12 Kedalaman Sulfidik (cm) >100 75 – 100 45 – 75 <40 Bahaya Erosi (eh)

 Lereng (%)  Bahaya Erosi

(eh)

<8 Sr

8 – 16 r – sd

16 – 30 b

>30 Sb Bahaya Banjir (fh)

 Genangan FO F1 F2 >F2

Penyiapan Lahan (lp)  Batuan

Dipermukan  Singkapan

Batuan

<5 <5

5 - 15 5 – 15

15 - 40 15 - 40

>40 >25


(3)

LAMPIRAN 8

Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Curah Hujan

LAMPIRAN 9


(4)

LAMPIRAN 10

Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Kelembaban Udara

LAMPIRAN 11


(5)

(6)