PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY

(1)

ABSTRACT

THE EFFECTS OF FOLIC ACID GIVEN DURING PREGNANCY DUE TO THE INCIDENCES OF NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) ON FETAL

RATS (Rattus norvegicus) STRAINSSPRAGUE DAWLEY

By

ANALIA

Background: Neural Tube Defects (NTD) are malformations of the central nervous

system which are caused by failure of neural tube closure during embryogenesis. Folic acid supplementation is needed to prevent babies born with neural tube defects. This study aims to determine the effect of folic acid on the various administration periods against NTD incidence of fetal rats (Rattus norvegicus) strainsSprague dawley.

Methods: This study used 30 white female rats (Rattus norvegicus) strains Sprague

dawley with 200-250 grams body weight which are divided into five groups: negative control (NC) were not given folic acid during pregnancy, positive control (PC) were given folic acid during pregnancy, treatment group 1 (P1) were given folic acid in first trimester, treatment group 2 (P2) were given folic acid in second trimester, and treatment group 3 (P3) were given folic acid in third trimester.

Results: In NC groups obtained three fetal rats with NTD; all fetal in PC group were normal; all fetal in P1 group were normal; all fetal in P2 groups were normal; all fetal in P3 were normal. Data were analyzed using Kruskal-Wallis non parametric test and obtained significant value of p=0,080.

Conclusion:There are no difference in the effects of folic acid on various administration

periods against NTD incidence of fetal rats (Rattus norvegicus) strainsSprague dawley. Key words: Folic acid, Neural Tube Defect, Pregnancy, Rat


(2)

ABSTRAK

PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)

PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALURSPRAGUE DAWLEY

Oleh

ANALIA

Latar Belakang: Neural Tube Defects (NTD) atau cacat tabung saraf merupakan

malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan penutupan tabung saraf selama embriogenesis. Suplementasi asam folat diperlukan untuk mencegah bayi lahir dengan NTD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galurSprague dawley.

Metode: Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih betina galur Sprague dawley

dengan berat badan 200-250 gram yang dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu kontrol negatif (KN) yang tidak diberikan asam folat selama kehamilan, kontrol positif (KP) yang diberikan asam folat selama kehamilan, perlakuan 1 (P1) yang diberikan asam folat pada trimester satu, perlakuan 2 (P2) yang diberikan asam folat pada trimester dua, dan perlakuan 3 (P3) yang diberikan asam folat pada trimester tiga.

Hasil Penelitian: Pada kelompok KN didapatkan tiga ekor fetus dengan NTD; pada KP

semua fetus normal; pada P1 semua fetus normal; pada P2 semua fetus normal; pada P3 semua fetus normal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan didapatkan nilai signifikansi p=0,080.

Kesimpulan:Tidak terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian

terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galurSprague dawley Kata kunci: Asam folat, kehamilan,neural tube defects,tikus putih


(3)

i

PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)

PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY

(Skripsi)

Oleh ANALIA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017


(4)

ii

PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)

PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY

Oleh ANALIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

iii

ABSTRACT

THE EFFECTS OF FOLIC ACID GIVEN DURING PREGNANCY DUE TO THE INCIDENCES OF NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) ON FETAL

RATS (Rattus norvegicus) STRAINS SPRAGUE DAWLEY

By

ANALIA

Background: Neural Tube Defects (NTD) are malformations of the central nervous

system which are caused by failure of neural tube closure during embryogenesis. Folic acid supplementation is needed to prevent babies born with neural tube defects. This study aims to determine the effect of folic acid on the various administration periods against NTD incidence of fetal rats (Rattus norvegicus) strains Sprague dawley.

Methods: This study used 30 white female rats (Rattus norvegicus) strains Sprague dawley with 200-250 grams body weight which are divided into five groups: negative control (NC) were not given folic acid during pregnancy, positive control (PC) were given folic acid during pregnancy, treatment group 1 (P1) were given folic acid in first trimester, treatment group 2 (P2) were given folic acid in second trimester, and treatment group 3 (P3) were given folic acid in third trimester.

Results: In NC groups obtained three fetal rats with NTD; all fetal in PC group were normal; all fetal in P1 group were normal; all fetal in P2 groups were normal; all fetal in P3 were normal. Data were analyzed using Kruskal-Wallis non parametric test and obtained significant value of p=0,080.

Conclusion: There are no difference in the effects of folic acid on various administration periods against NTD incidence of fetal rats (Rattus norvegicus) strains Sprague dawley. Key words: Folic acid, Neural Tube Defect, Pregnancy, Rat


(6)

iv

ABSTRAK

PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)

PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY

Oleh

ANALIA

Latar Belakang: Neural Tube Defects (NTD) atau cacat tabung saraf merupakan

malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan penutupan tabung saraf selama embriogenesis. Suplementasi asam folat diperlukan untuk mencegah bayi lahir dengan NTD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

Metode: Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih betina galur Sprague dawley dengan berat badan 200-250 gram yang dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu kontrol negatif (KN) yang tidak diberikan asam folat selama kehamilan, kontrol positif (KP) yang diberikan asam folat selama kehamilan, perlakuan 1 (P1) yang diberikan asam folat pada trimester satu, perlakuan 2 (P2) yang diberikan asam folat pada trimester dua, dan perlakuan 3 (P3) yang diberikan asam folat pada trimester tiga.

Hasil Penelitian: Pada kelompok KN didapatkan tiga ekor fetus dengan NTD; pada KP

semua fetus normal; pada P1 semua fetus normal; pada P2 semua fetus normal; pada P3 semua fetus normal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan didapatkan nilai signifikansi p=0,080.

Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian

terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley Kata kunci: Asam folat, kehamilan, neural tube defects, tikus putih


(7)

(8)

(9)

(10)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 September 1995, merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari Ayahanda Zein dan Ibunda Tjandrawati.

Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan di TK Muslimat III Rawalumbu Bekasi Timur pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri Bojong Rawalumbu IX pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 16 Bekasi pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 5 Bekasi pada tahun 2013.

Tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada organisasi PMPATD Pakis Rescue Team sebagai anggota dan bendahara divisi Pengabdian Masyarakat pada tahun 2015-2016.


(11)

ix

Persembahan

Ku persembahkan karya ini untuk

papa, mama, ketiga kakakku dan

adikku tercinta

“Sesungguhnya

bersama

kesulitan ada kemudahan.

Maka apabila engkau telah

selesai

(dari

sesuatu

urusan), tetaplah bekerja

keras (untuk urusan lain),

dan

hanya

kepada

Tuhanmulah

engkau

berharap”


(12)

x

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul “PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di

Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Dr. Dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;


(13)

xi

3. dr. Rodiani, M.Sc, Sp.OG selaku Pembimbing Satu yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran dan nasihat yang bermanfaat dalam penelitian skripsi ini;

4. dr. Dwi Indria Anggraini, M.Sc, Sp.KK selaku Pembimbing Kedua yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik, saran dan nasihat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Ratna Dewi Puspita Sari, Sp.OG selaku Pembahas skripsi yang bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan kritik, saran dan nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini; 6. Dr. Dyah Wulan S. R. W., SKM., M.Kes selaku Pembimbing Akademik

saya atas waktu dan bimbingannya.

7. Ayahanda tercinta, Bapak Zein, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu mengingatkan untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menyayangi;

8. Ibunda, Ibu Tjandrawati, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat dan bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu mengingatkan untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menyayangi;

9. Saudara kandung saya, Adni Oktaviana, Anita Wulandari, Indra Surya, Egha Wahyu Ramdhan, yang selalu memberikan dukungan, semangat dan kasih sayangnya;


(14)

xii

10.Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

11.Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, Akademik, pegawai dan karyawan FK Unila;

12.Tim Penelitian saya (Annisa Rusfiana dan Ridho Pambudi) atas kerjasamanya dalam melakukan penelitian ini;

13.Teman-teman sejawat angkatan 2013 (CERE13ELLUM) yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin

Bandar Lampung, Januari 2017

Penulis


(15)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Kehamilan ... 5

2.2. Embriologi Manusia ... 5

2.3. Proses Neurulasi ... 7

2.4. Asam Folat ... 8

2.4.1 Definisi ... 8

2.4.2 Sumber Folat ... 8

2.4.3 Metabolisme Asam Folat ... 9

2.5. Neural Tube Defects (NTD) ... 10

2.5.1. Definisi Neural Tube Defects (NTD) ... 10

2.5.2. Faktor Resiko Neural Tube Defects (NTD) ... 11

2.5.3. Patogenesis Neural Tube Defects (NTD) ... 11

2.5.4. Klasifikasi dan Manifestasi Neural Tube Defects (NTD) ... 13

2.5.5. Diagnosis Neural Tube Defects (NTD) ... 16

2.5.6. Penatalaksanaan Neural Tube Defects (NTD) ... 18

2.6. Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 18

2.6.1. Taksonomi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 18

2.6.2. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 18

2.6.3. Kehamilan Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 19

2.6.4. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 21

2.7. Hubungan Asam Folat dengan NTD ... 23

2.8. Gambaran NTD pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 25


(16)

ii

2.10. Kerangka Konsep ... 28

2.11. Hipotesis ... 28

BAB IIIMETODE PENELITIAN... 29

3.1 Desain Penelitian ... 29

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1. Populasi Penelitian ... 30

3.3.2. Kriteria Inklusi ... 30

3.3.3. Kriteria Ekslusi ... 30

3.3.4. Kriteria Drop Out ... 30

3.3.5. Besar Sampel Penelitian ... 30

3.3.6. Teknik Sampling ... 32

3.3.7. Kelompok Perlakuan ... 32

3.4 Alat dan Bahan Penelitian ... 32

3.4.1. Alat Penelitian ... 32

3.4.2. Alat untuk Nekropsi ... 33

3.4.3. Bahan Penelitian ... 33

3.5 Prosedur Penelitian ... 34

3.5.1. Ethical Clearance ... 34

3.5.2. Pengadaan Hewan Coba ... 34

3.5.3. Prosedur Aklimatisasi dan Pemeliharaan Tikus ... 34

3.5.4. Prosedur Perkawinan Tikus ... 35

3.5.5. Prosedur Penetapan Dosis Asam Folat pada Hewan Coba ... 35

3.5.6. Prosedur Perlakuan ... 37

3.5.7. Terminasi Kehamilan dengan Nekropsi ... 37

3.5.8. Observasi Kelainan ... 38

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 38

3.6.1. Identifikasi Variabel ... 38

3.6.2. Definisi Operasional Variabel ... 39

3.7 Pengolahan dan Analisis Data... 39

3.7.1. Pengolahan Data ... 39

3.7.2. Analisis Data ... 40

3.8 Diagram Alur Penelitian ... 41

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

4.1. Hasil Penelitian ... 42

4.2. Pembahasan... 44

BAB 5SIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1. Simpulan ... 49


(17)

iii

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN


(18)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan Folat pada Beberapa Bahan Makanan………..……...……. 9

2. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)……...…...……… 19

3. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)………...………. 21

4. Definisi Operasional Variabel……...………..…………... 39

5. Rerata Jumlah Fetus Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 43


(19)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin….……….………...…… 6

2. Gambaran Mikroskopis Tabung Saraf Embrio... 17

3. Gambaran Mikroskopis Spinal Cord Embrio... 17

4. Apusan Vagina Tikus Setelah Kopulasi... 20

5. Gambaran Anensefalus pada Tikus... 25

6. Gambaran Spina Bifida Tikus ... 25

7. Gambaran Tikus Normal dan Neural Tube Defects pada Tikus... 26

8. Kerangka Teori... 27

9. Kerangka Konsep... 28


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Malformasi kongenital atau yang biasa disebut sebagai cacat lahir atau cacat bawaan dapat menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian dari struktur normal tubuh. Umumnya timbul mulai dari minggu ketiga hingga kedelapan kehamilan. Satu dari 40 atau sekitar 2,5% dari total bayi yang baru lahir mengalami malformasi. Malformasi kongenital merupakan penyebab utama kematian bayi yaitu sekitar 21% dari semua kematian bayi (Sadler, 2000). Penyebab malfomasi pada umumnya bersifat multifaktorial (Imbard et al, 2013; Wang et al, 2013).

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan malformasi yaitu defisiensi asam folat selama kehamilan. Beberapa malformasi kongenital, seperti NTD, cacat jantung, langit-langit atau bibir sumbing bahkan Down Syndrome

diperkirakan terkait dengan defisiensi dan gangguan metabolik asam folat.

Neural Tube Defects (NTD) merupakan malformasi yang sering muncul akibat defisiensi folat, dan merupakan malformasi kedua tersering setelah cacat jantung (Cunningham et al, 2014). Malformasi ini meliputi spina bifida, anensefalus dan ensefalokel (Cochard, 2012; Padmanabhan, 2006).


(21)

2

Secara global, diperkirakan sekitar 300.000 bayi dilahirkan dengan NTD setiap tahunnya, yang mengakibatkan sekitar 88.000 kematian dan 8,6 juta

disability adjusted live years (DALY). Surveillans jangka panjang di negara-negara yang telah berhasil menerapkan fortifikasi, seperti Amerika Serikat, Kanada, Kosta Rika, Afrika Selatan, Chili, dan Cina menunjukan bahwa suplementasi folat dapat mengurangi prevalensi NTD menjadi lima sampai enam per 10.000 kehamilan (Zaganjor et al, 2016).

Hal tersebut membuat asam folat menjadi mikronutrien yang sangat penting untuk ibu hamil. Asam folat merupakan nutrisi esensial yang tidak bisa disintesis oleh tubuh manusia, sehingga membutuhkan asupan dari makanan, fortifikasi dan suplementasi. Folat banyak terdapat di berbagai sumber makanan, namun karena bersifat termolabil dan larut air membuatnya mudah rusak oleh pemanasan. Folat dibutuhkan untuk replikasi DNA dan sebagai substrat dalam berbagai reaksi enzimatis termasuk sintesis asam amino dan metabolisme vitamin. Peningkatan kebutuhan asam folat selama kehamilan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan fetus (Greenberg et al, 2011; Tangkilisan & Rumbajan, 2002).

Suplementasi umumnya berupa pil besi (200 mg sulfas ferosus dan 0,25 mg asam folat) diperlukan agar tercukupinya kebutuhan asam folat. Persentase ibu hamil yang minum pil besi di Provinsi Lampung hanya sekitar 79,43% pada tahun 2007, sebesar 85,61% pada tahun 2008, dan tahun 2009 sebesar 76,22% (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2013). Secara nasional cakupan


(22)

3

ibu hamil mendapat tablet besi tahun 2014 yaitu 85,1%, angka tersebut belum mencapai target program tahun 2014 sebesar 95%. Cakupan pemberian 90 tablet besi pada ibu hamil di Provinsi Lampung sebesar 83,5% (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Pada awal kehamilan, terdapat kesepakatan universal tentang rekomendasi asam folat. Setelah kehamilan minggu ke-12 tidak ada rekomendasi resmi untuk suplementasi asam folat. Dengan demikian, rekomendasi ini difokuskan untuk mencegah NTD pada awal kehamilan, tetapi manfaat suplementasi pada kehamilan lanjut masih belum diketahui dengan baik. Pada penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa suplementasi lanjutan setelah trimester pertama kehamilan dapat mencegah penurunan konsentrasi folat serum dan peningkatan konsentrasi homosistein plasma, yang telah dikaitkan dengan peningkatan resiko NTD, yang umumnya terjadi pada tahap akhir kehamilan (Mcnulty et al,2013). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD yang akan dilakukan pada hewan percobaan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan apakah terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur


(23)

4

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang peranan asam folat dalam kehamilan, serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan informasi tentang suplementasi asam folat dapat menurunkan resiko kejadian NTD serta memberikan pemikiran positif mengenai pentingnya suplementasi asam folat pada masa kehamilan.

3. Bagi institusi pendidikan, sebagai wujud realisasi Tridarma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian bagi masyarakat.

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi untuk penelitian yang terkait.


(24)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Kehamilan

Kehamilan merupakan proses gamet jantan dan betina menyatu. Proses ini terjadi di tuba uterina regio ampula yang merupakan bagian terlebar dari tuba uterina (Sadler, 2012). Selama kehamilan berlangsung, terjadi berbagai proses yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor tersebut tidak hanya dapat membahayakan keselamatan ibu tetapi juga fetus yang dikandungnya, terutama pada tahap organogenesis karena pada tahap itu sel-sel fetus sedang aktif berproliferasi (Almahdy & Rosa, 2014).

2.2.Embriologi Manusia

Pertumbuhan dan perkembangan janin terbagi menjadi tiga periode, yaitu implantasi, periode embrionik dan periode fetal (Gambar 1). Selama dua minggu pertama pascaovulasi, fase perkembangan meliputi fertilisasi, pembentukan blastokista dan implantasi blastokista. Segera setelah implantasi maka vilus korionik dibentuk, yang selanjutnya disebut sebagai embrio. Periode embrionik atau organogenesis dimulai pada minggu ketiga sampai kedelapan. Pada periode organogenesis ini terjadi perkembangan


(25)

masing-6

masing lapisan germinal, ektoderm, mesoderm dan endoderm untuk menjadi jaringan dan organ tertentu. Akhir periode embrionik dan permulaan periode janin dimulai pada minggu kesembilan. Perkembangan selama periode janin terdiri atas pertumbuhan dan pematangan struktur-struktur yang telah terbentuk.


(26)

7

2.3.Proses Neurulasi

Neurulasi adalah proses pembentukan tabung saraf yang merupakan prekursor dari otak dan sumsum tulang belakang selama periode embriogenesis. Proses ini terjadi melalui dua tahap yang berbeda, yaitu (Alfarra et al, 2011; Sarici et al, 2013; Wu et al, 2011):

1. Neurulasi primer (minggu ketiga-keempat) yang mengarah pada pembentukan otak dan sebagian besar sumsum tulang belakang sampai tingkat sakral bagian atas.

2. Neurulasi sekunder (minggu kelima-keenam) yang mengarah pada pembentukan bagian terendah dari sumsum tulang belakang termasuk sebagian besar sakral dan semua daerah koksigeal.

Pada awal proses neurulasi, sel-sel lempeng saraf di induksi sehingga lempeng saraf akan memanjang dan berbentuk mirip “sandal” dan berangsur -angsur meluas menuju ke garis primitif (Padmanabhan, 2006; Sadler, 2012). Pada akhir minggu ketiga, tepi-tepi lateral lempeng saraf menjadi lebih terangkat naik membentuk suatu lipatan saraf, sementara pada bagian tengahnya yang cekung berbentuk alur, disebut alur saraf. Penyatuan lipat saraf ini dimulai pada daerah bakal leher dan berjalan ke arah kepala dan kaudal, sehingga terbentuklah tuba neuralis. Sampai penyatuan ini selesai, ujung kaudal dan kepala tuba neuralis masih berhubungan dengan rongga amnion melalui neuroporus kranial dan kaudal. Penutupan neuroporus kranial terjadi kira-kira pada hari ke-25 (somit tingkat 18), sedangkan neuroporus posterior menutup pada hari ke-27 (somit tingkat 25) (Sadler, 2012).


(27)

8

2.4.Asam Folat 2.4.1 Definisi

Folat adalah vitamin B9 yang bersifat larut air. Tubuh manusia tidak dapat mensintesis struktur folat. Folat didapatkan secara alami dalam makanan tertentu sebagai poliglutamat (Tennant, 2014). Asam folat hanya sedikit yang ditemukan dalam makanan. Asam folat adalah asam monoglutamat, suatu vitamin yang teroksidasi. Senyawa ini merupakan bentuk yang paling aktif dari vitamin (Tangkilisan & Rumbajan, 2002). Perbedaan keduanya menjadi penting karena terdapat perbedaan bioavailabilitas antara asam folat dan folat. Hanya sekitar setengah dari folat yang diperoleh dari makanan yang tersedia untuk pembentukan asam folat. Dalam tubuh manusia, penyerapan asam folat lebih efisien dibandingkan folat (Pitkin, 2007).

2.4.2 Sumber Folat

Folat terdapat pada berbagai tumbuh-tumbuhan dan hewan, terutama sebagai poliglutamat dalam bentuk metil atau formil tereduksi. Kandungan asam folat pada beberapa makanan tertentu dapat dilihat pada Tabel 1. Sifatnya yang termolabil dan larut dalam air membuat folat mudah rusak karena proses memasak (Ganesh et al, 2014). Proses memasak dapat merusak 50-90% folat yang terkandung didalamnya. Menurut rekomendasi AKG 2013, asam folat dibutuhkan sekitar 400 µg untuk wanita tidak hamil, tambahan 200µg selama kehamilan serta tambahan 100µg untuk wanita menyusui. Hasil uji acak membuktikan pengurangan NTD sebesar


(28)

9

60-100% pada wanita hamil yang mengkonsumsi 0,4-0,8 mg selama beberapa bulan sebelum konsepsi dan selama kehamilan (Fathonah, 2016).

Tabel 1. Kandungan Folat pada Beberapa Bahan Makanan (Gardiner et al, 2008;

Mahan & Escott-Stump, 2000; Roth, 2011)

Bahan Makanan Kandungan Folat (µg)

Hati dan daging sapi, 3.5 oz 220 Kacang tunggak, 1 cup 210

Yeast, ¼ oz 164

Kacang-kacangan, ½ cup 144

Bayam, ½ cup 131

Gandum, ¼ cup 81

Brokoli, 1 cup 78

Sawi, 1 cup 76

Jus jeruk, 1 cup 75

Kol, 1 cup 30

Telur/kuning telur, 1 telur 25

Pisang, 1 buah 22

Almond, 1 oz 18

Susu, 1 cup 15

Roti gandum, 1 slice 14

2.4.3 Metabolisme Asam Folat

Folat dari makanan dalam bentuk poliglutamat akan diabsoprsi oleh enterosit di sepanjang usus halus, terutama di duodenum dan jejunum proksimal, dengan 50-80% nya akan dibawa ke hati dan sumsum tulang. Pada mukosa usus halus, poliglutamat akan dihidrolisis menjadi monoglutamat oleh enzim pteroil poliglutamathidrolase (Tangkilisan & Rumbajan, 2002). Kemudian monoglutamat akan mengalami reduksi/metilasi sempurna menjadi 5 metil tetrahidrofolat (5-metil THF), yang sebagian besar akan dibawa ke sirkulasi portal. Dalam plasma, 5 metil THF akan terikat dengan albumin, α2 makroglobulin, transferrin dan

folate-binding protein. Folat yang dibawa ke hati ini memiliki peran penting dalam homeostasis folat (Alfarra et al, 2011).


(29)

10

Di dalam sel, 5 metil THF berperan sebagai donor metil dan sumber tertrahidrofolat. Gugus metil ini dibutuhkan untuk konversi homosistein menjadi metionin (siklus remetilasi homosistein) (Meethal et al, 2013; Nakouzi & Nadeau, 2014; Beaudin & Stover, 2009). 5-metil THF yang melepaskan gugus metilnya ini akan menjadi tetrahidofolat (THF) dengan bantuan enzim metil transferase. THF bertindak sebagai akseptor satu unit karbon, memproduksi berbagai folat lainnya yang pada akhirnya akan berperan sebagai koenzim spesifik dalam reaksi intraseluler (Imbard et al, 2012; Imbard et al, 2013; Kim et al, 2012; Martiniova et al, 2015; Wang

et al, 2015).

2.5.Neural Tube Defects (NTD)

2.5.1. Definisi Neural Tube Defects (NTD)

Neural Tubes Defect (NTD) atau cacat tabung saraf adalah malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan penutupan tabung saraf selama embriogenesis. Malformasi ini mempengaruhi 0,5-2 per 1000 kehamilan di seluruh dunia. Tabung saraf yang akan berkembang menjadi otak dan sumsum tulang belakang jika mengalami kegagalan dalam penutupan akan menyebabkan neuro degenerasi in utero dan kehilangan fungsi neurologisnya setingkat dari lokasi lesinya. Anak-anak dengan cacat lahir yang berat berpotensi 15 kali lipat mengalami kematian selama tahun pertama kehidupan. Neural Tube Defects yang mempengaruhi otak (anensefalus dan craniochischisis) lebih beresiko menyebabkan kematian


(30)

11

perinatal, sedangkan spina bifida lebih kompatibel dengan kelangsungan hidup selama postnatal, tetapi cenderung menyebabkan cacat yang serius. Kerusakan saraf di bawah lesi menyebabkan kurangnya sensasi, ketidakmampuan untuk berjalan dan inkontinensia. Kondisi ini juga sering terkait dengan hidrosefalus, deformitas tulang belakang dan gangguan pada sistem genitourinaria maupun pencernaan (Au et al, 2010; Copp & Greene, 2014).

2.5.2. Faktor Resiko Neural Tube Defects (NTD)

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya NTD yaitu infeksi (toksoplasmosis, rickettsia); toksin; multiparitas; usia ibu (Satyanegara, 2010); kelainan metabolik seperti gangguan keseimbangan hormon, diabetes, defisiensi mineral dan vitamin (terutama folat) (Boyles et al, 2006); obat-obatan (golongan aminopterin, analgesik, klomifen, anti kejang, sulfonamid, asam valproat) (Meethal et al, 2013); kelainan genetik (Zhang et al, 2013); riwayat kehamilan sebelumnya dengan defek tabung saraf (Arth et al, 2015); status gizi ibu overweight/obes (Leddy et al, 2008; Rasmussen et al, 2008; Stothard et al, 2009); demam tinggi pada awal kehamilan (hipertermia) (Copp & Greene, 2014; Sudiwala et al, 2016)

2.5.3. Patogenesis Neural Tube Defects (NTD)

Terhentinya proses penutupan tabung saraf embrio merupakan salah satu mekanisme terjadinya NTD maka disebut juga dengan istilah disrafia (teori developmental arrest). Ada teori lain yang menjelaskan bahwa NTD


(31)

12

disebabkan oleh peningkatan tekanan intraventrikular karena produksi cairan serebrospinal yang berlebihan yang mungkin menimbulkan celah atau defek pada tabung saraf (teori hidrodinamik). Sebagian besar NTD sering dilaporkan akibat dari kegagalan utama dari penutupan tabung saraf embrio, namun ada beberapa bukti klinis dan eksperimental yang kuat dalam mendukung kemungkinan tabung saraf yang telah tertutup dapat membuka kembali (teori neuroskisis). Pada teori herniasi sekunder juga menjelaskan NTD terbentuk pada stadium perkembangan bayi yang sudah lanjut (Satyanegara, 2010).

Pada studi eksperimental menjelaskan bahwa cacat pasca penutupan relatif terjadi dalam onset yang lambat dan mungkin terjadi selama jangka waktu selama perkembangan. Sebagian besar sumber menggambarkan NTD sebagai kelainan perkembangan tunggal dan mekanisme patogenetiknya merupakan akibat langsung dari penutupan kegagalan tabung saraf. Namun harus diketahui bahwa NTD sebagai bagian dari kesalahan perkembangan yang mempengaruhi tidak hanya tabung saraf tetapi juga meninges, struktur kerangka aksial dan beberapa organ non-neural. Mielomeningokel hampir selalu dikaitkan dengan malformasi Chiari II. Dalam sebuah studi yang membandingkan frekuensi dan pola NTD terisolasi dengan yang terkait dengan kelainan lainnya, mencatat bahwa adanya pengelompokan yang signifikan dari cacat perkembangan yang terkait dengan jumlah kraniokiskisis dan upper thoracic spina bifida, lebih jarang dengan anensefalus dan lumbosakral spina bifida dan tidak pernah


(32)

13

dengan sakral spina bifida. Pola definitif ini mungkin menyiratkan adanya hubungan antara mekanisme NTD dengan anomali perkembangan yang terkait. Mereka berpostulat bahwa kelainan tambahan timbul sebagai akibat induksi mekanik oleh gangguan spesifik dari tabung saraf dan jaringan sekitarnya (Padmanabhan, 2006).

2.5.4. Klasifikasi dan Manifestasi Neural Tube Defects (NTD)

Neural Tube Defects dapat diklasifikasikan menjadi open NTD yang berarti jaringan sarafnya terekspos/tidak tertutup jaringan lain dan closed

NTD yang berarti jaringan saraf tertutup oleh jaringan lain (Imbard et al, 2013). Sumber lain (Nielsen et al, 2006; Sjamsuhidajat & Jong, 2010) menggolongkan NTD menjadi dua golongan yaitu:

1. Disrafia kranial

Disrafia kranial dapat berupa anensefalus yaitu kegagalan penutupan neuroporus kranial, serta dapat berupa ensefalokel, yaitu defek pada tulang tengkorak dengan herniasi meninges dan otak. Anensefalus akan memberikan manifestasi yaitu tidak didapatkan otak dan kranium. Meningoensefalokel banyak ditemukan di negara Asia Tenggara, seperti Indonesia. Angka kejadian diperkirakan satu per 5000 kelahiran bayi hidup (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Manifestasi meningoensefalokel memberi gambaran berupa benjolan yang makin besar sejak lahir dan umumnya berada di garis tengah. Kulit penutup tipis, licin dan tegang, tetapi dapat juga normal atau


(33)

14

tebal dan tidak rata. Bila isi defek lebih banyak cairan maka akan teraba padat dan berdungkul. Pada defek yang besar sering terlihat pulsasi. Benjolan dapat kempis bila ditekan, tetapi bila menangis atau mengejan, benjolan akan meregang. Benjolan kistik yang berdinding tipis memberi tanda transluminasi positif. Jarak antar orbita akan melebar jika meningoensefalokel di daerah naso(fronto)etmoidal, keadaan ini disebut hipertelorisme. Pada ensefalokel sering menimbulkan retardasi mental. Kelainan penyerta yang sering timbul adalah hidrosefalus, sehingga harus selalu dipikirkan karena akan menentukan terapi dan prognosis (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

2. Disrafia spinal

Disrafia spinal atau yang biasa disebut spina bifida, adalah terbelahnya arkus vertebra dengan/tanpa keterlibatan jaringan saraf dibawahnya. Angka kejadian di negara Asia, termasuk Indonesia sekitar 0,1-0,3 per 1000 bayi lahir hidup. Spina bifida dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu (Ginsberg, 2007; L & K, 2014):

a. Spina bifida okulta

Spina bifida okulta merupakan suatu cacat pada lengkung vertebra yang dibungkus oleh kulit dan biasanya tidak mengenai jaringan saraf yang ada di bawahnya. Cacat ini umumnya terjadi di daerah lumbosakral (L4-S1), dengan ciri khas plak rambut yang menutupi daerah yang cacat. Hal ini disebabkan karena tidak menyatunya


(34)

15

lengkung-lengkung vertebra (defek terjadi hanya pada kolumna vertebralis) dan terjadi pada sekitar 10% kelahiran.

b. Spina bifida kistika

Spina bifida kistika adalah suatu defek neural tube berat dengan penonjolan jaringan saraf dan atau meninges melewati sebuah cacat lengkung vertebra dan kulit sehingga membentuk sebuah kantong mirip kista. Umumnya terletak di regio lumbosakral. Kelainan ini dapat mengakibatkan gangguan neurologis, tetapi biasanya tidak disertai dengan retardasi mental.

c. Spina bifida dengan meningokel

Meningokel merupakan bentuk spina bifida dengan kantong yang berisi cairan yang terlihat dari luar (daerah belakang), tetapi kantong tersebut tidak berisi spinal kord atau saraf.

d. Spina bifida dengan meningomielokel

Meningomielokel merupakan bentuk spina bifida yang ditandai dengan jaringan saraf yang ikut di dalam kantong tersebut dan dapat disertai defek kulit atau permukaan yang hanya dilapisi selaput tipis. Kelainan ini sering disertai skoliosis, hidrosefalus dan mungkin deformitas pelvis atau ekstremitas bawah. Gangguan neurologis tergantung pada lokasi defek, dapat berupa paraplegia, paraparesis, monoparesis, inkontinensia urin, gangguan sensorik


(35)

16

serta refleks. Kelainan yang menonjol adalah gangguan pada sfingter yang dapat dilihat dari mekonium yang keluar menerus, atau urin yang keluar sedikit-sedikit namun terus-menerus.

e. Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis

Merupakan bentuk spina bifida berat yang ditandai dengan lipatan-lipatan saraf gagal naik di sepanjang daerah torakal bawah dan lumbosakral dan tetap sebagai masa jaringan saraf yang pipih.

2.5.5. Diagnosis Neural Tube Defects (NTD)

Neural Tube Defects secara klinis tampak sebagai benjolan di daerah kepala ataupun daerah tulang belakang dan telah ada sejak lahir. Pemeriksaan penunjang alfa feto protein (AFP) pada cairan amnion atau pada darah ibu dapat dilakukan khususnya pada minggu ke-15 sampai minggu ke-20. Kadar AFP serum normal pada ibu hamil adalah <500 ng/ml dan mencapai puncaknya pada usia gestasi 12-15 minggu. Pemeriksaan penunjang sederhana seperti transluminasi dengan penyorotan lampu pada benjolan maka akan tampak bayang-bayang isi sefalokel. Pemeriksaan foto polos kepala ditujukan untuk mencari defek pada tengkorak serta mendeteksi keadaan patologis penyerta. Alternatif pemeriksaan lainnya yaitu dengan CT scan dan USG (Satyanegara, 2010).


(36)

17

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi NTD selama kehamilan yaitu biopsi histopatologi. Selama neurulasi normal, invaginasi lempeng saraf di sepanjang garis tengah untuk membentuk alur saraf dan lipatan saraf terbentuk pada kedua sisi alur saraf. Sel-sel neuroepitel mengalami proliferasi cepat dan elevasi, sehingga tepi lateral lipatan saraf menekuk ke dalam untuk bertemu. Pada embrio dengan open neural tube (eksensefalus), lipatan saraf gagal terangkat, dan sel terus berproliferasi di sepanjang tepi tabung saraf terbuka mengakibatkan eversi dari lipatan saraf, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Pada embrio dengan spina bifida yang diamati adalah kegagalan dalam pembentukan lamina tulang belakang (yang membentuk dinding dorsal tulang belakang) seperti yang terlihat pada Gambar 3 (Pickett et al, 2008; Waes et al, 2005).

Gambar 2. Gambaran Mikroskopis Tabung Saraf Embrio (Waes et al, 2005)

(2E) Tabung saraf yang menutup sempurna; (2F) tabung saraf yang terbuka

Gambar 3. Gambaran Mikroskopis Spinal Cord Embrio (Pickett et al, 2008)

(3A, D) Terdapat lamina spinal yang ditunjuk dengan tanda panah; (3 B, C, E, F) tidak terdapat lamina spinal


(37)

18

2.5.6. Penatalaksanaan Neural Tube Defects (NTD)

Tindakan operasi dapat dilakukan sedini mungkin bila penderita layak menjalaninya. Pada penderita dengan tanda-tanda infeksi (terutama pada

open NTD) maka perlu dilakukan perawatan lokal dan pemberian antibiotik dosis tinggi (Satyanegara, 2010).

2.6.Tikus Putih (Rattus norvegicus)

2.6.1. Taksonomi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Klas : Mammalia

Subklas : Theria Ordo : Rodentia Subordo : Myomorpha Superfamili : Muroidea Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Rattus

Spesies : norvegicus (Baker et al, 2013)

2.6.2. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Berikut ini merupakan data biologi tikus putih yang dapat dilihat pada Tabel 2.


(38)

19

Tabel 2. Biologis tikus putih (Rattus norvegicus) (Sharp & Villano, 2012)

Parameter Nilai

Masa hidup 2,5-3,5 th

Berat Badan (BB)

 BB dewasa (jantan) 450-520 g  BB dewasa (betina) 250-300 g

Suhu tubuh 35,9-37,5ºC

Luas permukaan tubuh (cm2) 10,5 Asupan makan (g/ 100 g BB/ hari) 5-6 Asupan minum (ml/ 100 g BB/ hari) 10-12 Volume urin (ml/ 100 g BB/ hari) 5,5 Total cairan tubuh (ml)* /250 g BB 167 Cairan ekstraseluler (ml)* /250 g BB 92,8 Cairan intraseluler (ml)* /250 g BB 74,2 Perkembangan & peristiwa penting

 Turunnya testis 15-50 hari  Pubertas (jantan) 39-47 hari  Pubertas (betina) 34-38 hari  Kedewasaan social 160-180 hari

 Menopause 450-540 hari

Reproduksi

 Siklus estrus 4-6 hari

 Kehamilan 21-22 hari

 Keturunan 6-14 keturunan

Maksimum menghasilkan susu 12-14ari pasca melahirkan

2.6.3. Kehamilan Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Estrus atau birahi adalah suatu periode secara psikologis maupun fisiologis yang berarti bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Periode atau masa dari permulaan periode birahi ke periode birahi berikutnya disebut dengan siklus estrus yang berlangsung selama enam hari. Siklus estrus dibedakan menjadi lima fase yaitu proestrus, estrus, metestrus I, metestrus II dan diestrus. Setiap fase ini dapat diketahui dengan pemeriksaan apus vagina (Akbar, 2010).

Pada fase estrus, kopulasi tikus terjadi umumnya pada malam hari, betina akan mulai birahi pada pukul 16.00 sampai pukul 22.00 pada hari ketika


(39)

20

oles vagina menunjukkan stadium proestrus. Pada tikus terjadinya kopulasi ditandai dengan adanya sumbat vagina yang merupakan air mani yang menggumpal (vagina plug) pada liang vagina yang dapat diamati selama 16-48 jam. Ketika terjadi kopulasi maka sperma akan bergerak menuju ampula dengan lama perjalanan ± 15 menit. Fertilisasi pada tikus akan terjadi 7-10 jam sesudah kopulasi. Setelah itu embrio akan mencapai stadium blastula dalam waktu 3-4,5 hari (Akbar, 2010).

Implantasi dimulai dengan menempelnya trofoblas yang menutupi “inner

cell mass” pada dinding uterus. Pada mencit dan tikus implantasi terjadi pada hari kebuntingan keempat sampai keenam. Implantasi pada tikus termasuk implantasi eksentrik yaitu blastosis bersarang pada kripta atau lipatan selaput lendir rahim. Pada manusia yang terjadi adalah implantasi

profundal atau insterstisial, yaitu adanya blastosis yang menembus lapisan epitel selaput lendir rahim, sehingga embrio berkembang dalam endometrium. Lama kebuntingan pada tikus adalah sekitar 21-23 hari (Akbar, 2010).


(40)

21

2.6.4. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Proses pertumbuhan dan perkembangan fetus tikus dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Witschi & Dittmer, 1962) Standar

Tahapan (Witschi)

Usia (hari) Ukuran

(mm) Identifikasi Tahapan

Pembelahan dan blastula

1 1 0,07 1 sel (dalam saluran telur)

2 2 0,08 x

0,06 2 sel (dalam saluran telur)

3 3 0,08 x

0,05 4 sel (dalam saluran telur) 4 3,5 8-12 sel (dalam saluran telur)

5 3,25 0,08 x

0,04 Morula (dalam rahim)

6 4 0,08 x

0,03 Blastokista awal (dalam rahim)

7 5 0,12 x

0,05 Blastokista bebas (dalam rahim) Gastrula

8 6 0,28 x

0,07

Implantasi blastokista dengan sel trofoblas dan masa sel dalam, hasil dari endoderm (hipoblas)

9 6,75 Diplotrophoblas, massa sel dalam ditutup dengan endoderm

10 7,25 0,3 x 0,1 Menuju implantasi lengkap, mudigah berdiferensiasi ke dalam dan ke luar embrio

11 7,75 0,5 x 0,1

Implantasi komplit, terbentuk kista amnion primer, terbentuk kerucut ectoplacental Garis Primitif

12 8,5 1,04 x

0,26

Adanya hubungan antara rongga amnion dan ektokorionik, hilangnya lipatan amnion, muncul garis primitive, awal pembentukan 3 lapisan mudigah, lempeng jantung dan pericardium

Neurulasi

13 9 1,0

Presomite neurula, fusi lipatan dan tangkai korio-amnion, terbentuk lempeng saraf dan tunas tangkai allantois,

14 9,5 1,5

Somites 1-4 (oksipital), lapisan mudigah dengan 3 rongga (kista ektokorionik, excocoelom, dan rongga amnion), kista ektokorionik hancur, tangkai allantois menuju ke excocoelom

15 10 2 Somites 5-12 (servikal), terbentuk lengkung visceral ke-1, kista ektokoroinik menyatu


(41)

22

dengan ektoplasenta dan dengan tangkai allantois, regresi perifer (distal) kuning telur dan diplotrophoblast, muncul

membrane Reichert, gonia dalam endoderm

16 10,5 2,4

Somites 13-20 (upper thoracic), terbentuk lengkungan visceral ke-2, terbentuk cakram dan kantung plasenta kuning, terbentuk lipatan apendikularis

17 11 3,3

Somites 21-25 (lower thoracic), tangkai kuning telur menutup pada tingkat somite 15, gonia utama dalam mesenterium, garis primitive menghilang, kuncup ekor terlihat, kuncup lengan dan kaki tampak

Kuncup Ekor Embrio

18 11,5 3,8

Somites 26-28 (upper lumbar), terbentuk lengkung visceral ke-3, kuncup lengan terlihat

19 11,75 3,2

Somites 29-31 (lower lumbar), muncul lengkung visceral ke-1 sampai ke-4, adanya lipatan servikal, lipatan apendikularis 20 11,875 5 Somites 32-33 (upper sacral)

21 12 5,1 Somites 34-35 (lower sacral), terbentuk sinus servikal dalam

22 12,125 5,2 Somites 36 (1 st

kaudal), terbentuknya lubang hidung

23 12,25 5,6 Somites 37-38 (kaudal), awal herniasi umbilical

24 12,375 6 Somites 39-40 (kaudal) Embrio Lengkap

25 12,5 6,2

Somites 41-42 (kaudal), penyebaran oksipital somites, lengkungan visceral ke-4 jelas, sinus servikal dalam jelas, tunas lengan pada tingkat somite 8-14 sama panjang dengan tunas kaki di tingkat somite 28-31 namun lebih kecil, wajah kiri berada pada kantung kuning sedangkan sisi kanan berbalik kea rah plasenta, ekor dan tangkai allantois terangkat kea rah plasenta

Metamorfosis Embrio

26 12,75 7

Somites 43-45 (kaudal), terbentuk maksila, mandibular dan prosesus frontonasal, sinus servikalis menutup, muncul berkas susu, diferensiasi lempeng tangan, vaskularisasi kuncup lengan, saraf brakialis mulai masuk, awal herniasi umbilical

27 13,13 8

Somites 46-48 (kaudal), proses terbentuk wajah dan cleft lebih jelas, hidung-moncong makin tampak, sinus servikalis menutup, kelenjar susu primordial, lempeng tangan dan kaki membulat, hernia umbilical lebih besar


(42)

23

berubah menjadi saluran telinga eksternal, kondensasi precartilaginous di lempeng tangan

29 14 9,5 Somites 52-55 (kaudal), hillocks aurikularis pada lengkung visceral ke-1 dan ke-2

30 14,5 10,5

Somites 56-60 (kaudal), badan sudah tidak bergulung, prekartilago mandibular terbentuk, saluran telinga eksternal hampir terbuka, kanal pleuroperitoneal menjadi sangat sempit

31 15 12

Somites 61-63 (kaudal), cleft wajah tertutup, kanal pleuroperitoneal tertutup, diafragma lengkap

32 15,5 14,2 Somites 64 (kaudal), pinna berbalik ke depan, ukuran maksimal hernia umbilical

33 16 15,5

Somites 65 (biasanya ini adalah somite kaudal terakhir), moncong turun ke arah dada, tahap akhir metamorphosis Janin

34 17-18 16-20

Tahap janin ke-1, pertumbuhan cepat kelopak mata (mata tertutup sepenuhnya sampai akhir hari ke-18), langit-langit tertutup sempurna, pinna melapisi saluran telinga,

35 antenatal 19-22 20-40

Tahap janin ke-2, kelopak mata tertutup, membrane janin dan plasenta mencapai puncak pertumbuhan , ekor tumbuh hingga 10 mm

35 postnatal 1-16

postpartum 4-10

Kelahiran terjadi (tikus dalam 22 hari), setelah lahir janin bernapas dan menyusui pada ibunya selama 16 hari pertama, kelopak mata tetap tertutup dan saluran telinga eksternal tertutup dengan sekat periderm

36 postnatal

17+

postpartum 100+

Sekat periderm telinga dan kelopak mata lenyap, makan aktif dimulai dalam waktu berikutnya 3 hari dan menyapihnya setelah 1 minggu (total usia penyapihan 45-48 hari untuk tikus dan mencit)

2.7.Hubungan Asam Folat dengan NTD

Asam folat merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Folat berfungsi dalam pembelahan sel dan sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) dengan mentransfer format untuk sintesis purin dan formaldehid untuk sintesis timidilat, juga untuk remetilasi


(43)

24

homosistein menjadi metionin (Mahan & Escott-Stump, 2000; Martiniova et al, 2015). Penelitian menggunakan tikus mutan (Pax3) yang menunjukan adanya kelainan pada biosintesis de novo purin dan timidilat (dTMP) memperlihatkan bahwa NTD dapat diselamatkan dengan diet asam folat. Hal ini menunjukan bahwa asam folat dapat mencegah NTD dengan menyelamatkan biosintesis de novo purin dan timidilat (dTMP) pada tikus mutan tersebut (Martiniova et al, 2015).

Mekanisme perlindungan maupun hubungan antara status folat ibu dengan kerentanan NTD telah didefinisikan dengan baik. Salah satu kemungkinannya adalah bahwa asam folat bertindak untuk mengatasi ketidakcukupan status folat ibu dan defek metabolisme folat yang disebabkan mutasi genetik pada ibu atau janin (Dunlevy et al, 2007). Pencegahan NTD dengan suplementasi folat sudah dikonfirmasi dengan uji klinis acak pada tahun 1991. Efek dari fortifikasi asam folat pada tepung roti telah jelas menggambarkan efek pencegahan ini, serta menunjukan bahwa tidak semua kasus NTD dapat dicegah dengan folat atau folate-nonpreventable NTD (Eichholzer et al, 2006). Selain itu, Frank menjelaskan bahwa kekurangan asam folat bukanlah satu faktor utama penyebab NTD, melainkan adanya predisposisi genetik yang ikut berperan (Burren et al, 2008).

Asam folat eksogen mampu menstimulasi respon seluler, memungkinkan embrio berkembang untuk mengatasi efek samping dari gangguan genetik dan/atau lingkungan yang jika tidak diatasi akan menyebabkan NTD. Sebuah


(44)

25

prinsip penting bahwa folat dapat memberikan efek pencegahan pada kondisi etiologi beragam, seperti kelainan yang disebabkan oleh berbagai anomali genetik yang terkait dengan proses penutupan neural yang mengakibatkan NTD (Copp & Greene, 2014).

2.8.Gambaran NTD pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Gambar 5. Gambaran Anensefalus pada Tikus (Copp, 2005)

Gambar 6. (4A) Gambaran tikus normal; (4B) Gambaran spina bifida pada tikus


(45)

26

Gambar 7. Gambaran Tikus Normal dan NTD pada Tikus

(5A) Gambaran normal tikus dengan ekor lurus/straight tail (ST); (5B) gambaran curly tail (CT); (5C) gambaran spina bifida (SB), eksensefalus (EX) dan curly tail (CT) (Copp & Greene, 2014)


(46)

27

2.9.Kerangka Teori NTD Riwayat NTD pada kehamilan sebelumnya Hipertermia ibu selama kehamilan Infeksi (toksoplasmosis, rickettsia)

Diabetes pada ibu Multiparitas Toksin Defisiensi folat Obat (golongan aminopterin, analgesik, klomifen, anti kejang, sulfonamid, asam valproat) Overweight/obesit as pada ibu Kelainan genetik

Pemberian asam folat

- Mengatasi ketidakcukupan status folat ibu

- Mengatasi defek metabolisme folat yang disebabkan mutasi genetik pada ibu atau janin

- Penting dalam pembelahan sel dan sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) remetilasi homosistein menjadi metionin

- Mencegah NTD dengan

menyelamatkan biosintesis de novo

purin dan timidilat (dTMP)

Gambar 8. Kerangka Teori

(Martiniova et al, 2015; Dunlevy et al, 2007; Boyles et al, 2006; Meethal et al, 2013; Arth et al, 2015; Leddy et al, 2008; Copp & greene, 2014)


(47)

28

2.10. Kerangka Konsep

Gambar 9. Kerangka Konsep

2.11. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

Pemberian asam folat Kejadian NTD pada fetus tikus putih galur Sprague

dawley


(48)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan pendekatan

post test only control group design. Pengambilan data hanya dilakukan pada akhir penelitian setelah perlakuan. Rancangan penelitian ini memungkinkan peneliti dapat mengetahui efek perlakuan pada kelompok eksperimen dengan cara membandingkannya dengan kelompok kontrol. Subjek pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil galur Sprague dawley

berumur 10-16 minggu yang dipilih secara acak (random) dan kemudian dikelompokkan menjadi lima kelompok.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yang terhitung mulai bulan Agustus-Oktober 2016 dan dilakukan di beberapa tempat, antara lain:

1. Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk proses pemeliharaan dan perlakuan.

2. Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk proses nekropsi dan observasi hasil penelitian.


(49)

30

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil galur Sprague dawley berumur 10-16 minggu dengan berat sekitar 200-250 gram yang diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Palembang.

3.3.2. Kriteria Inklusi

1. Sehat (gerak aktif, rambut tidak kusam dan rontok) 2. Jenis kelamin betina

3. Berat badan 200-250 gram

4. Berusia sekitar 10-16 minggu (dewasa siap kawin)

3.3.3. Kriteria Ekslusi

1. Tikus yang sakit atau mati sebelum mendapat perlakuan.

3.3.4. Kriteria Drop Out

1. Sakit (rambut tampak kusam, rontok atau botak, aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut , anus dan genital) selama masa perlakuan.

2. Mati selama masa perlakuan.

3.3.5. Besar Sampel Penelitian

Sampel penelitian dihitung sesuai dengan rumusan Frederer penentuan sampel untuk uji eksperimental.


(50)

31

Rumus Frederer (Arkeman, 2006):

(n-1)(t-1) ≥ 15 Keterangan:

t = jumlah kelompok perlakuan

n = jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok

Penelitian ini dibagi menjadi lima kelompok percobaan sehingga perhitungan sampel menjadi:

(n-1)(t-1) ≥ 15 (n-1)(5-1) ≥ 15

4n-4 ≥ 15 4n ≥ 19

n ≥ 4,75 (dibulatkan menjadi 5)

Jadi, sampel yang digunakan untuk setiap kelompok percobaan sebanyak lima ekor dan jumlah kelompok yang digunakan adalah lima kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih dari populasi yang ada. Untuk mengantisipasi adanya drop out maka dilakukan koreksi dengan menambahkan 10% dari jumlah anggota tiap kelompok.

Drop Out = 10% x 5

= 0,5 per kelompok perlakuan

Jadi, sampel yang dibutuhkan untuk drop out sebanyak satu ekor tikus per kelompok perlakuan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil yang dibagi menjadi lima kelompok.


(51)

32

3.3.6. Teknik Sampling

Pada penelitian ini menggunakan sampel 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil yang dikelompokkan dengan teknik simple random sampling.

3.3.7. Kelompok Perlakuan

Dalam penelitian ini digunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil yang dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:

1. Kelompok kontrol negatif (KN): tikus yang tidak diberikan asam folat selama kehamilan

2. Kelompok kontrol positif (KP): tikus yang diberikan asam folat selama kehamilan

3. Kelompok perlakuan satu (P1): tikus yang diberikan asam folat hanya pada trimester satu

4. Kelompok perlakuan dua (P2): tikus yang diberikan asam folat hanya pada trimester dua

5. Kelompok perlakuan tiga (P3): tikus yang diberikan asam folat hanya pada trimester tiga

3.4 Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kandang tikus beserta tempat makan dan minum tikus 2. Mortar dan gelas ukur


(52)

33

3. Sonde lambung untuk mencekoki asam folat 4. Handschoen, kapas dan alkohol

3.4.2. Alat untuk Nekropsi 1. Fume hood

Fume hood digunakan untuk melindungi operator dari bahan pengawet atau material yang bisa terisap dari hewan coba (bulu dan debu).

2. Dissecting board (papan bedah) 3. Bank pins (jarum)

Jarum digunakan untuk membuat posisi hewan coba stabil atau tidak berpindah posisi sehingga operator menjadi mudah.

4. Forceps dan gunting

Forceps digunakan untuk memegang organ dalam untuk memeriksa dan gunting digunakan untuk membuat insisi atau sayatan pada otot. 5. Baju kerja laboratorium

6. Handscoen

3.4.3. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Asam folat dengan dosis 0,015 mg.

2. Pakan hewan berupa pelet dan minum.

3. Etanol 70% dan aquadest untuk membasahi bulu sebelum pembedahan agar bulu tidak rontok


(53)

34

4. Larutan garam NaCl untuk mencuci atau menghilangkan darah dan debris jaringan.

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1. Ethical Clearance

Skripsi ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor 128/UN26.8/DL/2017 untuk melakukan penelitian menggunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil galur Sprague dawley.

3.5.2. Pengadaan Hewan Coba

Pada penelitian ini, hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) betina sebanyak 30 ekor dan jantan sebanyak 10 ekor dengan galur Sprague dawley yang diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Palembang.

3.5.3. Prosedur Aklimatisasi dan Pemeliharaan Tikus

Sebelum diberikan perlakuan, hewan coba diaklimatisasi selama 7 hari untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Tikus dipelihara di kandang yang tertutup kawat dengan beralaskan sekam. Selama masa adaptasi, ataupun masa perlakuan, tikus diberi makan pelet dan minuman air secara ad libitum. Kandang dijaga suhu, kelembaban dan pencahayaannya. Berat badan tikus diukur setiap hari untuk mengetahui kondisi kesehatannya.


(54)

35

3.5.4. Prosedur Perkawinan Tikus

Tikus betina dikawinkan dengan tikus jantan dengan sistem pasangan poligami (tiga ekor betina dengan satu ekor jantan). Perkawinan dapat diketahui dengan adanya sumbat vagina, yang merupakan air mani yang menggumpal berwarna kekuningan. Adanya sumbat vagina ini ditetapkan sebagai hari kehamilan nol.

3.5.5. Prosedur Penetapan Dosis Asam Folat pada Hewan Coba

Asam folat yang digunakan pada penelitian ini dalam sediaan tablet. Dosis yang diberikan pada hewan coba didapatkan dari konversi BSA (Body Surface Area). Dosis asam folat pada wanita hamil (600µg) akan dikonversi menjadi dosis hewan coba dengan perhitungan seperti di bawah ini:

( )

HED (Human Equivalent Dose) merupakan dosis pada manusia dengan satuan mg/kg. Dosis asam folat dikonversi dalam bentuk mg/kgBB. Berat badan yang digunakan sebagai pembagi merupakan berat badan rata-rata manusia yang digunakan dalam konversi HED, yaitu 60 kg. HED didapatkan dari dosis asam folat dibagi dengan berat badan rata-rata sehinga didapatkan nilai HED asam folat sebesar 0,01 mg/kgBB.


(55)

36

Km atau faktor konstanta dalam rumus konversi merupakan hasil berat badan (kg) dibagi dengan BSA dalam satuan m2. Setiap makhluk hidup memiliki faktor konstanta (Km) yang berbeda. Nilai konstanta (Km) manusia dewasa normal sebesar 37 dan hewan coba tikus sebesar 6 (Reagan-Shaw et al, 2008). Dengan perhitungan diatas didapatkan dosis hewan coba tikus sebagai berikut:

( )

Dari perhitungan di atas didapatkan dosis 0,062 mg/kgBB untuk setiap kali pemberian. Asumsi berat badan tikus rata-rata adalah 250 mg, maka dosis asam folat untuk setiap kali pemberian menjadi 0,015 mg. Sediaan tablet asam folat yang ada di pasaran yaitu 0,4 mg; 1 mg; dan 5 mg. Pada penelitian ini digunakan tablet asam folat sediaan 0,4 mg, serta pengenceran dengan aquadest sebanyak 25,8 ml yang didapatkan dari perhitungan sebagai berikut (Melmambessy et al, 2015):

C1 x V1 = C2 x V2

0,4mg x 1ml = 0,015 mg x V2

V2 = 25,8 ml

Keterangan:

V1= volume larutan yang diencerkan V2= volume larutan pengenceran


(56)

37

C2= konsentrasi larutan pengenceran

Dari perhitungan di atas, maka setiap tikus akan diberikan asam folat sebanyak 1 ml yang mengandung 0,015 mg. Larutan tersebut didapat dari pengenceran tablet asam folat 0,4 mg dengan 25,8 ml aquadest.

3.5.6. Prosedur Perlakuan

Tikus betina yang telah hamil dikelompokan ke dalam lima kelompok. Kelompok kontrol negatif (KN) hanya diberi minum dan makan pelet setiap hari. Kelompok kontrol positif (KP) diberi minum, makan pelet, dan asam folat setiap hari (trimester 1-3). Kelompok perlakuan satu (P1) diberi minum dan makan pelet setiap hari serta diberi asam folat hanya pada trimester satu (hari ke-1 sampai ke-7). Kelompok perlakuan dua (P2) diberi minum dan makan pelet setiap hari serta diberi asam folat hanya pada trimester dua (hari ke-8 sampai ke-14). Kelompok perlakuan tiga (P3) diberi minum dan makan pelet setiap hari serta diberi asam folat hanya pada trimester tiga (hari ke-15 sampai ke-21).

3.5.7. Terminasi Kehamilan dengan Nekropsi

1. Terminasi dilakukan sebelum tikus melahirkan untuk mencegah kanibalisme, terlebih dahulu dianestesi kemudian di euthanasia dengan metode cervical dislocation.

2. Hewan diletakkan pada papan bedah dengan posisi rebah dorsal (perut menghadap ke atas) dan posisi kepala hewan menjauhi operator.


(57)

38

3. Permukaan tubuh hewan dibasahi dengan air atau etanol supaya bulu-bulu hewan tidak rontok dan mengotori organ dan fetus yang akan diambil.

4. Dengan menggunakan forceps angkat kulit abdomen dan buat irisan sepanjang ventral midline dengan gunting (sampai dagu bawah). Irisan hanya pada daerah subkutan.

5. Setelah terlihat otot di bawah kulit (berupa lapisan tipis otot), dibuat irisan pada otot abdomen, singkirkan otot ke samping dengan cara memotong dengan gunting sehingga organ dalam rongga abdomen dapat diamati.

6. Tentukan letak uterus dengan fetus yang ada di dalamnya, tarik sedikit kearah luar, kemudian keluarkan fetus dari uterus tikus.

3.5.8. Observasi Kelainan

1. Bersihkan fetus dari lendir-lendir sisa selaput dan darah yang ada dengan larutan garam NaCl.

2. Amati morfologi tikus, terutama pada bagian otak dan sumsum tulang belakangnya untuk mengetahui ada tidaknya NTD baik itu spina bifida, anensefalus ataupun ensefalokel.

3. Hitung kejadian NTD yang ada, dan bandingkan tiap kelompoknya.

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.6.1. Identifikasi Variabel


(58)

39

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian asam folat. 2. Variabel Terikat

Variable terikat pada penelitian ini adalah kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

3.6.2. Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional pada Tabel 4.

Tabel 4. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Cara

Ukur Hasil Ukur Skala Pemberian asam folat

Asam folat dengan dosis 0,015 mg diberikan dengan waktu yang berbeda tiap kelompok. Waktu pemberian yang dipakai yaitu:

1. trimester 1(hari ke-1 sampai ke-7) 2. trimester 2 (hari ke-8 sampai ke-14) 3. trimester 3 (hari ke-15 sampai ke-21) 4. trimester 1-3 (hari ke-1 sampai ke-21)

Kategorik ordinal Kejadian Neural Tube Defects (NTD)

Neural Tube Defects (NTD) merupakan malformasi kongenital yang dapat terjadi akibat defisiensi folat selama masa kehamilan. Kejadian NTD dinilai dari ada atau tidaknya spina bifida, anensefalus dan ensefalokel.

Kejadian NTD

Numerik

3.7 Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian proses pengolahan data menggunakan program SPSS yang terdiri dari beberapa langkah:

1. Koding yaitu menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk dianalisis.


(59)

40

2. Entry data yaitu memasukkan data penelitian ke dalam program komputer.

3. Verifikasi yaitu memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer.

4. Output yaitu hasil yang telah dianalisis oleh komputer.

3.7.2. Analisis Data

Analisis statistik pada penelitian ini menggunakan program analisis data SPSS. Untuk menilai normalitas dan homogenitas data digunakan uji

Shapiro-Wilk karena jumlah sampel <50. Apabila memenuhi syarat, maka analisis data untuk mengetahui perbedaan efek pemberian asam folat akan menggunakan uji parametrik One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan analisis post-hoc Bonferroni untuk menilai kebermaknaan antar kelompok. Bila tidak memenuhi syarat uji parametrik, maka digunakan analisis non parametrik Kruskal-Wallis.


(60)

41

3.8 Diagram Alur Penelitian

Timbang berat badan calon induk

Campurkan tikus jantan dan betina dewasa (4-6 hari)

Tikus betina dewasa hamil Adaptasi selama 1 minggu

KN KP P1 P2 P3

Pemberian larutan asam folat sebanyak 1 ml pada trimester 1-3 Pemberian larutan asam folat sebanyak 1 ml pada trimester 1 Pemberian larutan asam folat sebanyak 1 ml pada trimester 2 Pemberian larutan asam folat sebanyak 1

ml pada trimester 3

Terminasi pada umur kehamilan 21

Nekropsi

Fetus-fetus dikeluarkan dari uterus dan dibersihkan Observasi kelainan morfologi (neural tube defects)

Interpretasi hasil 21

hari


(61)

49

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Tidak terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur

Sprague Dawley

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada objek penelitian dengan kelainan genetik (mutan) yang diketahui atau dengan pemberian trigger yang dapat menyebabkan NTD agar lebih dapat menilai peranan asam folat.


(62)

50

DAFTAR PUSTAKA

Abeywardana S & Sullivan E A. 2008. Neural tube defects in Australia. An epidemiological report. Cat. No. PER 45. Sydney: AIHW National Perinatal Statistics Unit

Akbar B. 2010. Tumbuhan dengan kandungan senyawa aktif yang berpotensi sebagai bahan antifertilitas.Edisi ke-1. Jakarta: Adabia Press. hlm 10-23.

Alfarra HY, Alfarra SR & Sadiq MF. 2011. Neural tube defects between folate metabolism and genetics. Indian Journal of Human Genetics, 17(3):126–131.

Almahdy A & Rosa M. 2014. Uji efek teratogen anti nyamuk bakar yang mengandung transfluthrin terhadap fetus mencit putih.Scientia. 4(2):46–50.

Anggadiredja K., Sukandar EY & Santosa, S. 2006. Studi efek teratogenik ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia) pada tikus wistar putih.JKM. 5(2): 72– 80.

Arkeman H. 2006. Efek vitamin C dan E terhadap sel goblet saluran nafas pada tikus akibat pajanan asap rokok.Universa Medicina. 25(2):61–66.

Arth A, Tinker S, Moore C, Canfield M., Agopian A& Reefhuis J. 2015. Supplement use and other characteristics among pregnant women with a previous pregnancy affected by neural tube defect-united states1997-2009. Center for Disease Control and Prevention.64(1):6–9.

Au KS, Ashley-Koch A & Northrup H. 2010. Epidemiologic and genetic aspects of spina bifida and other neural tube defects. Dev Disabil Res Rev.16(1):6–5.

Baker HJ, Lindsey JR & Wesibroth SH. 2013. The laboratory rat: biology and diseases. New York: Elsevier. hlm 38.


(63)

51

Beaudin AE & Stover PJ. 2009. Insights into metabolic mechanism underlying folate-responsive neural tube defect: a mini review. Birth Defect Res.85(4):274–284.

Boyles AL, Billups AV, DeakKL, Siegel DG, Mehltretter L, Slifer SH, Bassuk AG, Kessler JA, Reed MC, Nijhout HF, George TM, Enterline DS, Gilbert JR, Speer MC. 2006. Neural tube defects and folate pathway genes: Family-based association tests of gene-gene and gene-environment interactions. Environmental Health Perspectives. 114(10):1547–1552.

Burren K, Savery D, Massa V, Kok R, Scott J& Blom H. 2008. Gene-environment interactions in the of neural tube defect: folate deficiency increases susceptibility conferred by loss of pax function. Human Molecular Genetics.17(23):3675–3685.

Byrne J. 2011. Periconceptional folic acid prevents miscarriage in irish families with neural tube defects. Ir J Med Sci. 180:59

Cochard LR. 2012. Netter’s Atlas of Human Embryology. Edisi ke-1. USA: Elsevier Health Sciences. hlm 51-56.

Copp AJ. 2005. Neurulation in the cranial region-normal and abnormal. J Anat.270:623-635

Copp AJ & Greene NDE. 2014. Genetics and development of neural tube defects. J Pathol. 220(2):217-230.

Cunningham FG, Levano KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ & Spong CY. 2014. Obstetri Williams. Edisi ke-23. Jakarta: EGC. hlm 302-303.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2013. Profil kesehatan provinsi lampung tahun 2012. Bandar Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.

Dunlevy LPE, Chitty LS, Burren KA, Doudney K, Stojilkovic-Mikic T, Stanier P, Scott R, Copp AJ & Greene NDE. 2007. Abnormal folate metabolism in foetuses affected by neural tube defects. Brain.130(4):1043–1049.

Eichholzer M, Tonz O & Zimmermann R. 2006. Folic acid: a public-health challenge. Lancet.367(9519)1352–1361.


(64)

52

Fathonah S. 2016. Gizi &kesehatan untuk ibu hamil. Jakarta: Erlangga Medical Series. hlm 67.

Ganesh D, Sagayaraj BM., Barua RK, Sharma N & Ranga U. 2014. Arnold chiari malformation with spina bifida: A lost opportunity of folic acid supplementation. Journal of Clinical and Diagnostic Research.8(12):OD01-3.

Gardiner PM, NelsonI, Shellas CS, Dunlop AL, Long R, Andrist S& Jack BW. 2008. The clinical content of preconception care: nutrition and dietary supplements. American Journal of Obstetric & Ginecology.199(6):S345– S356.

Ginsberg L. 2007. Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga. hlm 161-163.

Greenberg JA, Bell SJ, Guan Y & Yu YH. 2011. Folic Acid supplementation and pregnancy: more than just neural tube defect prevention. Reviews in Obstetrics & Gynecology.4(2):52–9.

Imbard A, Benoist J& Blom HJ. 2013. Neural tube defects, folic acid and methylation.Int J Environ Res Public Health. 10:4352–4389.

Imbard A, Smulders YM., Barto R, Smith DE, Kok RM, Jakobs C& Blom HJ. 2012. Plasma choline and betaine correlate with serum folate, plasm s-adenosyl-methionine and s-adenosyl-homocysteine in healthy volunteers. Clinical Chemistry and Laboratory Medicine.51(3):683–692.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil kesehatan indonesia 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kim MW, Hong S, Choi JS, HanJ, Oh M, Kim HJ & Koren G. 2012. Homocysteine , folate and pregnancy outcomes. Journal of Obstetrics and Gynecology.32(6):520–4.

L T, & K K. 2014. Sinopsis organ system neurologi. Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group. hlm 18.

Leddy MA, Power ML & Schulkin J. 2008. The impact of maternal obesity on maternal and fetal health. Reviews in Obstetrics & Gynecology.1(4):170–8.


(65)

53

Leung KY, De Castro SCP, Savery D, Copp AJ& Greene NDE. 2013. Nucleotide precursors prevent folic acid-resistant neural tube defects in the mouse. Brain.136(9):2836–2841.

Ma Y, Bao Y, Li C, Jiao F, Xin H, Yuan Z. 2012. Correlation between spina bifida manifesta in fetal rats and c-jun N-terminal kinase signaling. Neural Regen Res. 7(32):2485-2491

Mahan LK & Escott-Stump S. 2000. Krause's food, nutrition&diet Therapy. Edisi ke-10. United States: Elsevier. hlm 92-95.

Martiniova L, Field MS, Finkelstein JL, Perry CA& Stover PJ. 2015. Maternal dietary uridine causes, and deoxyuridine prevents, neural tube closure defects in a mouse model of folate-responsive neural tube defects. American Journal of Clinical Nutrition.101(4):860–9.

McNulty B, McNulty H, Marshall B, Ward M, Molloy AM, Scott JM, Dornan J. Pentieva K. 2013. Impact of continuing folic acid after the first trimester of pregnancy: findings of a randomized trial of folic acid supplementation in the second and third trimesters. Am J Clin Nutr. 98(1):92-8.

Meethal SV, Hogan KJ, Mayanil CS & Iskandar BJ. 2013. Folate and epigenetic mechanisms in neural tube development and defects. Child Nerv Syst.29:1427–1433.

Melmambessy EE, Tendean L & Rumbajan JM. 2015. Pengaruh pemberian cap tikus terhadap kualitas spermatozoa wistar jantan (Rattus norvegicus). Jurnal E-Biomedik (eBm).3(1):322–7.

Nakouzi GA & NadeauJH. 2014. Does dietary folic acid supplementation in mouse NTD models affect neural tube development or gamete preference at fertilization.BMC Genetics.15(91):1-9.

Nielsen L, Maroun L, Broholm H, Laursen H& Graem N. 2006. Neural tube defects and associated anomalies in a fetal and perinatal autopsy series. APMIS.114(4):239–46.

Padmanabhan R. 2006. Etiology, pathogenesis and prevention of neural tube defects. Japanese Teratology Society. 46:55–67.


(1)

Beaudin AE & Stover PJ. 2009. Insights into metabolic mechanism underlying folate-responsive neural tube defect: a mini review. Birth Defect Res.85(4):274–284.

Boyles AL, Billups AV, DeakKL, Siegel DG, Mehltretter L, Slifer SH, Bassuk AG, Kessler JA, Reed MC, Nijhout HF, George TM, Enterline DS, Gilbert JR, Speer MC. 2006. Neural tube defects and folate pathway genes: Family-based association tests of gene-gene and gene-environment interactions. Environmental Health Perspectives. 114(10):1547–1552.

Burren K, Savery D, Massa V, Kok R, Scott J& Blom H. 2008. Gene-environment interactions in the of neural tube defect: folate deficiency increases susceptibility conferred by loss of pax function. Human Molecular Genetics.17(23):3675–3685.

Byrne J. 2011. Periconceptional folic acid prevents miscarriage in irish families with neural tube defects. Ir J Med Sci. 180:59

Cochard LR. 2012. Netter’s Atlas of Human Embryology. Edisi ke-1. USA: Elsevier Health Sciences. hlm 51-56.

Copp AJ. 2005. Neurulation in the cranial region-normal and abnormal. J Anat.270:623-635

Copp AJ & Greene NDE. 2014. Genetics and development of neural tube defects. J Pathol. 220(2):217-230.

Cunningham FG, Levano KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ & Spong CY. 2014. Obstetri Williams. Edisi ke-23. Jakarta: EGC. hlm 302-303.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2013. Profil kesehatan provinsi lampung tahun 2012. Bandar Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.

Dunlevy LPE, Chitty LS, Burren KA, Doudney K, Stojilkovic-Mikic T, Stanier P, Scott R, Copp AJ & Greene NDE. 2007. Abnormal folate metabolism in foetuses affected by neural tube defects. Brain.130(4):1043–1049.

Eichholzer M, Tonz O & Zimmermann R. 2006. Folic acid: a public-health challenge. Lancet.367(9519)1352–1361.


(2)

Fathonah S. 2016. Gizi &kesehatan untuk ibu hamil. Jakarta: Erlangga Medical Series. hlm 67.

Ganesh D, Sagayaraj BM., Barua RK, Sharma N & Ranga U. 2014. Arnold chiari malformation with spina bifida: A lost opportunity of folic acid supplementation. Journal of Clinical and Diagnostic Research.8(12):OD01-3.

Gardiner PM, NelsonI, Shellas CS, Dunlop AL, Long R, Andrist S& Jack BW. 2008. The clinical content of preconception care: nutrition and dietary supplements. American Journal of Obstetric & Ginecology.199(6):S345– S356.

Ginsberg L. 2007. Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga. hlm 161-163.

Greenberg JA, Bell SJ, Guan Y & Yu YH. 2011. Folic Acid supplementation and pregnancy: more than just neural tube defect prevention. Reviews in Obstetrics & Gynecology.4(2):52–9.

Imbard A, Benoist J& Blom HJ. 2013. Neural tube defects, folic acid and methylation.Int J Environ Res Public Health. 10:4352–4389.

Imbard A, Smulders YM., Barto R, Smith DE, Kok RM, Jakobs C& Blom HJ. 2012. Plasma choline and betaine correlate with serum folate, plasm s-adenosyl-methionine and s-adenosyl-homocysteine in healthy volunteers. Clinical Chemistry and Laboratory Medicine.51(3):683–692.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil kesehatan indonesia 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kim MW, Hong S, Choi JS, HanJ, Oh M, Kim HJ & Koren G. 2012. Homocysteine , folate and pregnancy outcomes. Journal of Obstetrics and Gynecology.32(6):520–4.

L T, & K K. 2014. Sinopsis organ system neurologi. Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group. hlm 18.

Leddy MA, Power ML & Schulkin J. 2008. The impact of maternal obesity on maternal and fetal health. Reviews in Obstetrics & Gynecology.1(4):170–8.


(3)

Leung KY, De Castro SCP, Savery D, Copp AJ& Greene NDE. 2013. Nucleotide precursors prevent folic acid-resistant neural tube defects in the mouse. Brain.136(9):2836–2841.

Ma Y, Bao Y, Li C, Jiao F, Xin H, Yuan Z. 2012. Correlation between spina bifida manifesta in fetal rats and c-jun N-terminal kinase signaling. Neural Regen Res. 7(32):2485-2491

Mahan LK & Escott-Stump S. 2000. Krause's food, nutrition&diet Therapy. Edisi ke-10. United States: Elsevier. hlm 92-95.

Martiniova L, Field MS, Finkelstein JL, Perry CA& Stover PJ. 2015. Maternal dietary uridine causes, and deoxyuridine prevents, neural tube closure defects in a mouse model of folate-responsive neural tube defects. American Journal of Clinical Nutrition.101(4):860–9.

McNulty B, McNulty H, Marshall B, Ward M, Molloy AM, Scott JM, Dornan J. Pentieva K. 2013. Impact of continuing folic acid after the first trimester of pregnancy: findings of a randomized trial of folic acid supplementation in the second and third trimesters. Am J Clin Nutr. 98(1):92-8.

Meethal SV, Hogan KJ, Mayanil CS & Iskandar BJ. 2013. Folate and epigenetic mechanisms in neural tube development and defects. Child Nerv Syst.29:1427–1433.

Melmambessy EE, Tendean L & Rumbajan JM. 2015. Pengaruh pemberian cap tikus terhadap kualitas spermatozoa wistar jantan (Rattus norvegicus). Jurnal E-Biomedik (eBm).3(1):322–7.

Nakouzi GA & NadeauJH. 2014. Does dietary folic acid supplementation in mouse NTD models affect neural tube development or gamete preference at fertilization.BMC Genetics.15(91):1-9.

Nielsen L, Maroun L, Broholm H, Laursen H& Graem N. 2006. Neural tube defects and associated anomalies in a fetal and perinatal autopsy series. APMIS.114(4):239–46.

Padmanabhan R. 2006. Etiology, pathogenesis and prevention of neural tube defects. Japanese Teratology Society. 46:55–67.


(4)

http://homepage.smc.edu/wissmann_paul/anatomy2textbook/

Pickett EA, Olsen GS, Tallquist MD. 2008. Disruption of PDGFRα-initiated PI3K activation and migration of somite derivatives leads to spina bifida. Development. 135:589-98

Pitkin RM. 2007. Folate and neural tube defects. The American Journal of Clinical Nutrition.85(1):285S–288S.

Rasmussen S, Chu S, Kim S, Schmid C & Lau J. 2008. Maternal obesity and risk of neural tube defects: a metaanalysis. Am J Obstet Gynecol.198(6):611–9.

Reagan-Shaw S, Nihal M& Ahmad N. 2008. Dose translation from animal to human studies revisited. The FASEB Journal.22(3):659–661.

Roth RA. 2011.Nutrition & diet therapy. Edisi ke-10. United States: Delmar Cengage Learning. hlm 141.

Sadler TW. 2000. Embriologi kedokteran langman. Jakarta: EGC. hlm 122.

Sadler TW. 2012. Langman's medical embryology. Edisi ke-12. Jakarta: EGC. hlm 63-70.

Sarici D, Akin MA & Kurtoglu S. 2013. Iodine deficiency  : a probable cause of neural tube defect. Childs Nerv Syst.29:1027–1030.

Satyanegara. 2010. Ilmu bedah saraf. Edisi ke-4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm 334-339.

Sharp P& Villano JS. 2012.The laboratory rat. Edisi ke-2. London: CRC Press. hlm 7.

Sidharta VM & Gunardi S. 2011. Anensefali fetus pada ibu dengan dugaan defisiensi asam folat. Journal of Medicine. 2(10):111-6

Silvia GA. 2011. Pengaruh pemberian suspensi sari akar manis terhadap perkembangan janin pada mencit bunting. [skripsi]. Jakarta:Universitas Indonesia


(5)

EGC. hlm 937-939.

Stothard K, Tennant P, Bell R & Rankin J. 2009. Maternal overweight and obesity and the risk congenital anomalies: a systemic review and meta-analysis. JAMA.301(6):636–50.

Sudiwala S, De Castro SCP, Leung KY, Brosnan JT, Brosnan ME, Mills K, Copp AJ &Greene NDE. 2016. Formate supplementation enhances folate-dependent nucleotide biosynthesis and prevents spina bifida in a mouse model of folic acid-resistant neural tube defects. Biochimie. 8–15.

Tangkilisan HA & Rumbajan, D. 2002. Defisiensi asam folat. Sari Pediatri.4(1):21–25.

Tennant GA. 2014. Nutrition and pregnancy: folate and folic acid.International Journal of Childbirth Education. 29(3):25–29.

Waes J, Starr L, Maddox J, Riley RT. 2005. Maternal fumonisin exposure and risk for neural tube defect: mechanisms in an in vivo mouse model. Birth Defects Res A Clin Teratol. 73(7):487-97

Wang M, Wang Z, Gao L, Gong R, Sun X& Zhao Z. 2013. Maternal body mass index and the association between folic acid supplements and neural tube defects. ACTA PEDIATRICA.102:908–913.

Wang X, Guan Z, Chen Y, Dong Y, Niu Y & Wang J. 2015. Genomic dna hypomethylation is associated with neural tube defects induced by methotrexate inhibition of folate metabolism. PLOS ONE.10(3):1–12.

Witschi, A., & Dittmer. 1962. Growth. Washington: FASEB. hlm 306.

Wu G, Huang X, Hua Y& Mu D. 2011. Roles of planar cell polarity pathways in the development of neutral tube defects. Journal of Biomedical Science.18(66):1–11.

Zaganjor I, Sekkarie A, Tsang BL & Williams J. 2016. Describing the prevalence of neural tube defects worldwide  : a systematic literature review. PLOS ONE.11(4):1–31.


(6)

Genetic variants in the folate pathway and the risk of neural tube defects  : a meta-analysis of the published literature. PLOS ONE.8(4):1–11.