50
anak agar menyatakan gagasannya sendiri untuk dibicarakan. Keempat anak harus diberi kepercayaan sejak dini diawali dengan keputusan-
keputusan kecil, dibutuhkan contoh dari orang tua serta perlunya memotivasi anak untuk berpendapat dan sebagainya.
2.3 Hubungan Pola Asuh dengan kemandirian siswa
Dari penjelasan tentang perkembangan kemandirian, Steinberg 1989:277 menjelaskan bahwa faktor eksternal dalam proses
pembentukan kemandirian dimulai dari lingkungan keluarga melalui pola pengasuhan orang tua dalam perlakuannya sehari-hari. Kondisi anak yang
tinggal dengan kedua orang tuanya ataupun salah satu orang tuanya, kondisi pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua, banyaknya
anggota keluarga merupakan faktor eksternal. Selain itu, dijelaskan pula peran orang tua tunggal ataupun peran orang tua yang keduanya berkarir
dalam suatu rumah tangga mengakibatkan orang tua sangat mengharapkan anaknya untuk menjadi lebih mandiri sepanjang hari. Selain itu juga
urutan anak dalam keluarga dan jumlah saudara juga mempengaruhi kemandirian anak, karena anak yang lebih tua bisa diberikan tanggung
jawab lebih besar banyak oleh orang tuanya. Dari berbagai macam faktor tersebut nampaknya peranan pola asuh
orang tua merupakan interaksi sosial yang pertama kali dialami seorang anak adalah interaksi dengan keluarga terutama dengan orang tua.
Orang tua merupakan pelindung, pembimbing dan sekaligus sebagai teman bagi anak-anaknya, yang setiap saat siap memberikan bimbingan
51
dan bantuan. Oleh karenanya dalam tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak, orang tua mempunyai pengaruh paling besar atas
perkembangan dan pertumbuhan anaknya, termasuk perkembangan kemandirian anaknya.
Kita semua menyadari bahwa tidak ada satu orang tuapun yang sengaja mendidik anaknya supaya tidak berhasil dalam hidupnya, tetapi
kenyataannya orang tua sering kali secara tidak sengaja dan tidak disadari mengambil sikap tertentu dalam memperlakukan atau mengasuh anaknya
sehingga akhirnya terbentuk suatu kepribadian tertentu pada diri anak- anaknya yang bisa bersifat positif maupun negatif.
Setiap orang tua memiliki gaya yang unik dalam mendidik anaknya, secara garis besar ada beberapa tipe pola asuh. Menurut
Hurlock 1999: 17-18 ada tiga pola asuh anak, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif
Pola asuh otoriter dengan ciri bahwa anak-anak harus patuh tanpa banyak bertanya semua perintah orang tua. Orang tua itu seperti dogmatis,
menutut, mengontrol, berkuasa, dan menghukum. Mereka tidak membicarakan berbagai masalah dengan anak, dan tidak memberikan
penjelasan tentang aturan-aturan yang mereka buat. Mereka sangat sedikit menerima pandangan anak-anaknya, dan tidak memberikan kesempatan
untuk mengatur diri sendiri. Dengan gaya pengasuhan model otoriter menjadikan anak cenderung tidak bertanggung jawab, dan tidak mandiri.
Anak dibesarkan di bawah kondisi pengasuhan yang otoriter cenderung
52
patuh dan menunjukkan sikap penyesuaian diri dengan standard perilakunya yang diberlakukan oleh orang tua. Hal ini terjadi mungkin
karena adanya tekanan-tekanan dari orang tua yang memaksa kehendaknya terhadap anak, sehingga anak menjadi tergantung dan tidak
mandiri. Demikian
juga pola
pengasuhan permisif yang menekankan kebebasan. Dimana orang tua bersikap terlalu lunak pada anak-anaknya,
memberikan kebebasan pada anak-anaknya tanpa memberikan norma yang jelas dan tegas tidak membatasi perilaku anaknyatanpa kontrol, kurang
menuntut, selalu mengiyakan dan menerima keinginan anaknya. Jadi anak diberi kebebasan yang penuh untuk menentukan apa yang akan
dilakukannya tanpa kontrol dari orang tuanya. Pola asuh ini mengakibatkan anak tidak mempunyai pegangan dalam
melakukan sesuatu sehingga anak menjadi individu yang tidak bertanggung jawab, tidak mampu mengontrol perilakunya, bingung, cemas
dan merasa tidak aman. Anak juga merasa tidak bahagia karena hubungan dengan orang tua tidak hangat, dan merasa orang tuanya tidak
memperhatikan, dan pada akhirnya anak kurang memiliki tanggung jawab baik terhadap dirinya maupun pada orang lain termasuk lingkungan
sekitarnya sehingga akan menghambat kemandirian anak. Sedangkan pola asuh demokratis dengan ciri adanya hubungan dan
pengertian timbal balik antara orang tua dan anak. Orang tua dan anak- anak sama-sama memiliki hak dalam pengambilan keputusan. Orang tua
53
mau mendengarkan keluhan dari anak dan anak juga diberi kebebasan namun orang tua tetap sebagai kontrol, dan menanamkan sikap disiplin
dalam menggerakkan anaknya ketimbang menghukum, serta memberi kebebasan agar anak berekspresi sehingga anak dapat mengembangkan
sikap kemandirian, Huxley dalam anonim,2003:3. Dengan memiliki sikap kemandirian yang tinggi diharapkan anak-anaknya dapat hidup yang
layak sesuai harapan dari orang tuanya. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Coopersmith 1989:27 yang menyatakan bahwa anak yang
mempunyai kemandirian tinggi adalah mereka yang berasal dari keluarga dimana orang tua diterima secara positif oleh anak dan hal tersebut hanya
dapat dijumpai pada pola asuh demokratis. Menurut hasil penelitian Markum 2002:2 dan Zaff 2002: 5
terungkap fakta bahwa pola asuh demokratis dapat menumbuhkan ikatan antara orang tua dan anak, sehingga akan mendorong kemandirian,
pembentukan sifat kerja keras, kedisiplinan, dan komitmen prestatif dan realistis pada anak.
Dari uraian di atas maka pola asuh orang tua memegang peranan yang penting bagi terbentuknya kepribadian yang sehat pada anak-
anaknya, daya inisiatif, kepercayaan diri, rasa tanggung jawab, dan lain sebagainya yang merupakan aspek – aspek yang membentuk kemandirian.
2.4 Hubungan harga diri dengan kemandirian siswa