Biofuel Keuntungan penggunaan Bioethanol

62

4.3.6. Biofuel

Briket arang limbah batang jagung sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak merupakan usaha yang paling sederhana yang mampu dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Ketika rakyat menjerit karena harga BBM melambung tinggi, dan pemerintah kesulitan karena nilai subsidinya meningkat pesat menjadi lebih dari 49 triliun rupiah per tahun dengan menggunakan lebih kurang 10 juta kilo liter, maka pemerintah berusaha mengurangi subsidi. Inipun belum bisa mengatasi gejolak akibat kenaikan BBM terseuttersebut. Untuk itu diperlukan bahan bakar alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak, khususnya kinyak tanah. Hanya dicampur dengan sedikit semen dan perekat kanji, briket arang batang jagung mampu menggantikan sebagian dari kegunaan minyak tanah seperti untuk pengolahan makanan, pengeringan, pembakaran, dan pemanasan. Bahan baku briket arang batang jagung adalah limbah batang jagung yang sumbernya berlimpah di Indonesia dan mempunyai cadangan untuk lebih kurang 150 tahun. Keuntungan briket arang batang jagung adalah lebih keras dan relatif ringan, bara lebih panas, untuk memanaskan 1 liter air hanya memerlukan 300 gram briket dalam waktu lebih kurang 12 menit, memiliki kemampuan penyebaran bara api yang baik, tidak mudah padam serta tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk pengipasan, dapat meningkatkan tarap 63 perekonomian rakyat kecil, kandungan karbondioksida dan karbon monoksida sebagai hasil samping pembakaran tidak sedahsyat kayu atau bahan bakar minyak tanah. Geliat Unnes, Humas Unnes, Vol.1 No. 5 tahun 2007 hal 2-3. Kajian yang dilakukan oleh tim peneliti biofuel dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT menyebutkan, penciptaan lapangan kerja kegiatan usaha biofuel terutama di bagian hulu, yakni di perkebunan dan pabrik pengolahannya. Di perkebunan kelapa sawit, misalnya, lahan 2 hektar membutuhkan 1 tenaga kerja. Artinya, untuk 1 juta hektar berpeluang bagi 500.000 orang. Untuk tanaman jarak pagar, 1 hektar lahan membutuhkan tenaga 2 orang. Apabila pengembangan ini dilakukan, maka peluang kerja itu bisa diisi oleh tenaga yang menganggur di sektor pertanian. Tidak perlu lagi mengambil tenaga kerja dari sektor lain yang punya pengalaman atau keterampilan. Untuk pengolahannya, satu pabrik biodiesel yang berkapasitas 3.000 ton per tahun membutuhkan setidaknya 30 tenaga kerja. Semakin besar kapasitas pabrik, semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. Di sektor distribusi relatif tidak membutuhkan pemain atau tenaga kerja baru karena bisa memanfaatkan jalur distribusi PT Pertamina. Pertamina berkomitmen membeli dan menyalurkan produk biodiesel. Saat ini Pertamina telah memasarkan biodiesel dengan nama dagang Biosolar B5, yakni campuran 5 persen faty acid metil ester dan 95 persen solar. 64 Dalam proses produksinya, jika lokasi pabrik berada di perkotaan, pengolahan biodiesel menggunakan reaktor atau pemanas dengan energi listrik bersuhu hingga 70 derajat Celcius. Penggunaan energi listrik ini berbiaya tinggi. Akan tetapi, jika lokasinya dekat dengan pabrik kelapa sawit, maka bahan bakar pengolahannya bisa menggunakan biomassa kelapa sawit untuk suplai pemanas sehingga efisien dan menguntungkan produsen. Akan tetapi, biaya produksi biodiesel tergantung pada harga bahan baku. Jika harga CPO tinggi, maka harga jual juga akan mahal. Kalkulasi BPPT, dengan harga CPO Rp 3.000 per kilogram, maka biaya pengolahan Rp 1.000 per kilogram, ditambah pajak, biaya transportasi, dan marjin keuntungan pengusaha, harga bersih biodiesel Rp 4.455 per liter. Harga ini lebih tinggi dari harga jual Pertamina yang sebesar Rp 4.300 per liter. Selain itu, biaya produksi juga tergantung pada kapasitas produksi. Semakin besar kapasitas produksi, semakin kecil biaya pengolahan per liter biodiesel. Pada kapasitas produksi pabrik sebanyak 3.000 ton per tahun, biaya pengolahan Rp 1.000 per kilogram. Namun, jika kapasitas produksi 30.000 ton per tahun, biaya pengolahan turun menjadi Rp 800 per kilogram, dan 100.000 ton per tahun menjadi Rp 600 per kilogram. Sayangnya, teknologi dan keuangan pemerintah baru mampu untuk membangun pabrik berkapasitas 3.000 ton per tahun. Saat ini, harga jual biodiesel bersaing dengan harga solar di Mid Oil Platts Singapore MOPS. Apabila harga jual biodiesel dalam 65 negeri lebih tinggi, maka lebih untung bagi pemerintah mengimpor solar pada harga MOPS. Namun, jika industri biodiesel berkembang dan biaya produksi bisa terus ditekan, nilai positif yang bisa dipetik oleh pemerintah bukan hanya pada efek berantai yang tercipta, tetapi juga menghemat belanja negara. Diperkirakan, pada harga minyak mentah 57 dollar AS per barrel, anggaran yang bisa dihemat dari substitusi solar impor bisa mencapai Rp 400 miliar per tahun. Apabila harga minyak mentah 63 dollar AS per barrel, belanja yang bisa dihemat hampir Rp 1,2 triliun. Dengan segala kekhawatiran dan optimistis yang menyertai kebijakan energi, pekerjaan superbesar ini harus tetap berlanjut. Kebijakan energi ini telah mengikutsertakan Indonesia ke dalam daftar negara-negara yang mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tak terbarukan. Produksi biodiesel dunia tahun 2005 sudah mencapai 3.762 juta liter. Penyumbang terbesar 51 persen adalah Jerman dengan produksi jenis B100 biofuel murni. Sampai tahun 2025 pemerintah menargetkan pemakaian energi dari biofuel meningkat menjadi 5 persen dari total konsumsi. Pertamina sudah memasarkan biodiesel di 198 stasiun pengisian bahan bakar umum SPBU di Jakarta dan 5 SPBU di Surabaya. Volume pemasaran di Jakarta berkisar 1.200 kiloliter hingga 1.300 kiloliter per hari. Di Surabaya berkisar 80 kiloliter hingga 100 kiloliter per hari. 66 Tantangan yang harus dijawab pemerintah agar pihak swasta mau terjun ke bisnis ini antara lain kemudahan dalam perluasan lahan dan status kepemilikan tanah. Lalu menyosialisasikan jenis bahan bakar nabati ini kepada masyarakat agar mau beralih menggunakan biofuel. Salah satu bahan baku pembuatan biofuel adalah kelapa sawit. Indonesia dan Malaysia menguasai lebih dari 85 persen pasar kelapa sawit dunia. Menurut Presiden KLBC, M Munir Abdul Majid, Indonesia-Malaysia sudah sepakat akan menggunakan 40 persen kelapa sawit produksi dua negara untuk dipakai sebagai energi alternatif. Sementara itu Kepala BKPM mengungkapkan di Eropa pada akhir 2009 sudah ditargetkan pemakaian biofuel sebesar 20 persen dari seluruh pemakaian energi di benua tersebut. Nah inilah yang kita semua perhatikan, bagaiman Indonesia dan Malaysia bisa mengantisipasi peluang tersebut, katanya. Menurut Lutfi, saat ini di Indonesia perkebunan kelapa sawit mencapai 5,5 juta hektar dan dalam 5 tahun ke depan luas perkebunan kelapa sawit akan ditambah 3,5 juta hektar. Karenanya peluang untuk memasok biofuel di pasar Eropa itu sangat menjanjikan, katanya. Lutfi mengemukakan para pengusaha Malaysia dalam semester I 2006 ini merupakan investor asing terbesar kedua yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, yakni sebesar 334 juta dollar AS, yang terdiri dari perkebunan kelapa sawit dan sektor telekomunikasi. 67

4.3.7. Biogas.