121
di atas mengemuka dan menjadi fase baru renaissance bagi nuklir saat ini dan yang akan datang, hal tersebut juga terungkap dalam sebuah konferensi
internasional di jepang GLOBAL 2005 Nuclear energy system for future generation and global sustainability yang dihadiri oleh 32 negara dan lebih dari
500 peserta.
7. Kebijakan Energi Nasional
Konsep kebijakan energi mix nasional, dengan memasukan opsi energi nuklir terdapat dalam cetak biru energi nasional pada departemen energi
Indonesia, guna memenuhi kebutuhan energi untuk pemenuhan listrik nasional dalam 1 dan 2 dasawarsa kedepan. Kebijakan energi mix untuk tahun 2025 masih
di dominasi bahan baker fosil dengan komposisi batubara 32,7 , Gas bumi 30.6, minyak bumi 26.2, PLTA 2.4, panas bumi 3.8 dan lainnya 4.4.
Energi nuklir masuk pada komposisi lainnya dengan kontribusi 1.993 terhadap kebutuhan energi nasional seperti dijelaskan pada Gambar 4. Sebenarnya aplikasi
energi nuklir dalam bidang lainnya sudah lama berkontribusi, seperti pada bidang kesehatan, pangan, dan industri. Akan tetapi aplikasi energi nuklir dalam
memenuhi kebutuhan listrik nasional baru dapat di adopsi dengan tahapan pembangunan tersebut.
122
Gambar 30. Kebijakan energi mix Nasional 2025: Skenario optimalisasi Tahapan pembangunan dibagi pada 2 periode. Rencana pembangunan
awal 2 reaktor dengan daya 1000 MWe dan 2000 MWe mulai beroperasi 2016 dan 2017. Periode kedua dengan 2 reaktor dengan daya 3000 MWe dan 4000
MWe dengan rencana operasi mulai 2023 dan 2024. Total daya yang diinginkan 10 GWe dengan harga per kWh.
Terkait rencana pembuatan PLTN di Semenanjung Muria yang akan dimulai proses tender pada 2007-2008, Sukarman menyatakan, saat ini sudah
dilimpahkan rencana peraturannya kepada presiden. Akhir 2006 diharapkan dapat disetujui peraturan tersebut, sehingga proses persiapan realisasi PLTN dapat
segera ditempuh. NAW Sabtu, 8 Juli 2005 Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia HIMNI
menyelenggarakan workshop bertemakan energi nuklir. Hadir dalam workshop bertajuk Prospek Energi Nuklir di Indonesia ini para praktisi, pemegang
kepentingan, serta ahli di bidang nuklir. Workshop yang diselenggarakan di Ruang Konferensi Program Studi Fisika, FMIPA ITB ini memberikan pemaparan
menyeluruh namun singkat mengenai implementasi teknologi nuklir, mulai dari
123
basis kebijakan pengembangan energi nuklir di Indonesia, prospek dan tantangan, teknologi reaktor, pembiayaan, hingga aspek sosial politik pengembangan energi
nuklir di Indonesia. Workshop ini dilatarbelakangi oleh munculnya kebijakan pasokan energi
nasional dari energi nuklir sebesar dua persen pada tahun 2025. Wujud nyata dua persen sumber ini adalah pembangunan empat unit Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir PLTN di Semenanjung Muria. PLTN perdana akan mulai konstruksinya pada 2010 dan direncanakan mulai beroperasi pada 2016.
Pasokan energi nuklir yang persentasenya dua persen ini merupakan bagian dari skenario optimalisasi energy mix yang dikeluarkan oleh Pemerintah
melalui Peraturan Presiden No. 52006 tentang Kebijakan Energi Mix Nasional. Indonesia memang menyadari bahwa kondisi eksisting perolehan sumber energi
yang tergantung pada minyak tidaklah sehat. Karenanya kemudian disusunlah sebuah strategi berisi target penggunaan sumber-sumber lain selain minyak, gas,
dan batu-bara. Workshop ini dihadiri para pakar di bidang nuklir, seperti Ir. Ariwardojo,
Deputi Kepala Badan Atom Nasional Batan, Bidang Pengembangan Teknologi dan Energi Nuklir dan Dr. Zaki Su’ud, staf pengajar Program Studi Fisika,
FMIPA ITB, seorang ahli reaktor nuklir. Mantan Kepala Batan yang sekarang duduk sebagai anggota Dewan
Pengawas HIMNI pusat Ir. Iyos Subki, M.Sc, mengungkapkan bahwa workshop ini memang luas dan hanya menyentuh permukaan. Setiap sub tema dari
workshop ini bisa dijadikan seminar sehari, katanya sambil tertawa. Dr. Ari
124
Darmawan Pasek, Ketua HIMNI cabang Jawa Barat, yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Pusat Rekayasa Industri ITB dulu PAU, Pusat Antar Universitas
mengakui bahwa workshop ini luas dan hanya bisa menyentuh permukaan, namun dengan memberikan pemahaman menyeluruh justru menurutnya ini diharapkan
menjadi pemicu kepedulian terhadap pengembangan energi nuklir di Indonesia. krisna Institut Teknologi Bandung.
Gambar 31. Proses yang harus diperhatikan sebelum membangun PLTN.
4.3.13. Panas Bumi Geothermal