Peran WWF dalam Membangun Jaringan Bisnis Hijau
70
kelola dan mempromosikan perdagangan kayu yang diproduksi secara legal.
179
Tujuan kerjasama pada bulan Maret tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas lebih dari 300 UKM di Kalimantan, Pulau Jawa, dan Sumatra mengenai SVLK
selama tiga tahun ke depan, serta mempromosikan kebijakan pembelian praduk- produk hijau bersertifikat SVLK atau green pracurement policy dalam negeri.
180
Upaya memfasilitasi UKM di Indonesia memang harus menjadi perhatian karena kalangan industri mebel memang berada di garis depan dalam mata rantai
perdagangan, mereka berhadapan langsung dengan konsumen-konsumen dunia. Selain itu, upaya memfasilitasi sertifikasi UKM dinilai sebagai upaya
perlindungan terhadap lingkungan, sesuai yang dikatakan oleh Dita Ramadhani dari program GFTN WWF
mengatakan bahwa, “... Industri UKM merupakan pemain penting dalam sertifikasi kayu yang pada akhirnya, jika tidak dikelola
lestari bisa berdampak terhadap hutan Indonesia.”
181
Kemudian, upaya memfasilitasi UKM adalah bentuk dari perubahan demi terwujudkan kayu lestari dan pemberantasan illegal logging dalam skema VPA.
Hal tersebut sesuai dengan perkataan Collin Crooks, Wakil Duta Besar Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, bahwa:
“I pay tribute to everyone in the industry, civil society, and the government in Indonesia who have worked so hard to get Indonesia timber producers ready for
this change. It is particularly good to see that small producers have been able to work in cooperatives to get group certification under SVLK. Some of the best
craftmanship comes from tiny operation accross Indonesia and it is great that
179
EU FLEGT, “About FLEGT,” EU FLEGT, [database on-line]; tersedia di http:www.euflegt.efi.intabout- flegt; Internet; diakses pada Januari 02, 2014.
180
The European External Action Service EEAS, “Press Relase: More Than 300 SMEs toward SLVLK
Certification in Three Years, ” EEAS , March 11th, 2013.
181
Gloria Samantha, “Mengantar Kayu Legal Indonesia ke Pasar Global 1,” National Geographic Indonesia
, 23
Januari 2014,
[artikel on-line];
tersedia di
http:nationalgeographic.co.idberita201401mengantar-kayu-legal-indonesia-ke-pasar-global-1; Internet;
diakses pada Januari 02, 2015.
71 this operators too can continue to access the EU market and the European
consumers can continue to enjoy th eir beautifull products for years to come.”
“Kami menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada kelompok industri, masyarakat madani dan pemerintah Indonesia atas usaha dan kerja keras dalam
mewujudkan perubahan ini. Terutama bagaimana para produsen skala kecil dapat bekerjasama untuk mendapatkan sertifikasi SVLK secara kolektif. Beberapa
keahlian kayu terbaik berasal dari usaha kecil yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan berbekal SVLK, maka produsen tersebut tetap dapat memasuki pasar Uni
Eropa dan konsumen dari negara- negara di Eropa juga dapat terus menikmati produk kayu asal Indonesia.”
182
b. Melatih Perusahaan dengan Operasional Ramah Lingkungan
Dari tahun 2007 hingga 2011, keberadaan gajah borneo perkiraan 20 sampai 80 individu yang tersisa di wilayah utara di perbatasan HoB anatara
Indonesia dengan Malaysia.
183
Dalam melestarikan keberadaan gajah tersebut WWF melatih perusahaan hutan yang beroperasi di wilayah populasi gajah
tersebut. PT Adimitra Lestari adalah contoh dari perusahaan anggota GFTN yang beroperasi di daerah pupulasi gajah Kalimantan, tepatnya di wilayah HoB
perbatasan Nunukan dan Sabah. Pada tanggal 20 sampai 25 September 2012, WWF program GFTN dan PT
Adimitra Lestari mengadakan pelatihan dan sosialisasi Sistem Pengelolaan Hutan Lestari PHPL, FSC dan strategi umum implementasi aspek produksi yan
berkaitan erat dengan ekologi dan sosial. Pelatihan ini diperlukan karena PT Adimitra Lestari sebagai perusahaan yang memiliki ijin mengelola suatu kawasan
hutan memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian hutan tersebut. Peserta pelatihan tersebut adalah staff PT Adimitra Lestari yang didampingi oleh
182
The European External Action Service EEAS, “Press Relase: More Than 300 SMEs toward SLVLK
Certification in Three Years, ” EEAS , March 11th, 2013.
183
Ichwan Susanto, “Alih Fungsi Hutan Desak Populasi Gajah Kerdil Borneo,” Kompas, 18 April 2012, [artikel on-line]; tersedia di http:sains.kompas.comread2012041814431296twitter.com; Internet; diakses
pada Januari 02, 2015.
72
GFTN.
184
Partisipasi sektor bisnis dalam pengelolaan habitat satwa dilindungi adalah kunci keberhasilan untuk perlindungan dan pelestarian satwa tersebut,
yang tidak menganggap satwa adalah hama lingkungan. Hal ini merupakan implementasi dari ekonomi bisnis hijau, bahwasanya para pembisnis beroperasi
tanpa merugikan populasi spesies yang terancam punah. 2. Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan
Industri kelapa sawit terus menjadi salah satu kontributor yang signifikan bagi pendapatan masyarakat pedesaan dan menjadi sumber devisa negara,
185
tetapi tidak sedikit terjadi kerusakan lingkungan akibat pengelolaan yang kurang
insentif, oleh karena itu penting untuk mengupayakan industri kelapa sawit yang berkelanjutan demi kelangsungan lingkungan yang lestari. Strategi WWF dalam
industri kelapa sawit yang berkelanjutan di HoB adalah program Roundtable on Sustainable Palm Oil
RSPO. Pada tahun 2004, RSPO didirikan atas inisiatif dan fasilitasi WWF dan para pemangku kepentingan lainya.
186
RSPO dibentuk sebagai tanggapan atas desakan dan tekanan permintaan global akan minyak sawit yang
dihasilkan secara berkelanjutan, menerapkan dan menegakan standar konsisten dengan hukum hak asasi manusia internasional dan menghormati hak masyarakat
adat.
187
184
EU ACTIVE, “EU ACTIVE Newsletter Vol. 2Desember 2012,” EU ACTIVE, Desember 2012,
185
World Growth, Laporan: Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia, World Growth, Februari 2011,
4, [dokumentasi
on-line] tersedia
di http:worldgrowth.orgsitewp-
contentuploads201206WG_Indonesian_Palm_Oil_Benefits_Bahasa_Report-2_11.pdf; diakses
pada Januari 03, 2015.
186
Asril Darussamin, Murdwi Astuti, et al., Buku Panduan Pelatihan Fasilitator Prinsip dan Kriteria Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan RSPO untuk Petani
, Jakarta: Indonesian Smallhorders Working Group [INA-SWG], 2011, 2.
187
Forest Peoples Programme FPP , “Palm oil RSPO Minyak Sawit dan Hak Masyarakat Hutan,” FPP,
[database on-line]; tersedia di http:www.forestpeoples.orgidtopicsresponsible-financeprivate-sectorpalm- oil-rspo; Internet; diakses pada Januari 03, 2015.
73
Industri kelapa sawit di Indonesia terbagi menjadi dua jenis kepemilikan yaitu perusahaan inti atau besar dan smallholder atau petani kelapa sawit.
Perusahaan inti dimiliki oleh publik atau swasta adalah perusahaan yang beroperasi di wilayah seluas 10.000 ha atau lebih, sedangkan smallholder atau
petani kelapa sawit adalah petani yang mengembangkan kebun kelapa sawit di bawah 10 ha. Smallholder dibagi menjadi dua yaitu scheme smallholder dan
independet smallholder . Scheme smallholder atau dikenal dengan petani plasma
adalah petani yang pengelolaan kebunnya terkait dengan perusahaan, sedangkan independent smallholder
atau dikenal dengan petani kelapa sawit swadaya adalah petani yang mengelola dan mendanai kebunnya sendiri atau mandiri dan tidak
terikat kontrak dengan perusahaan atau asosiasi manapun.
188
Secara mandiri petani kelapa sawit swadaya mengelolah perkebunanya sendiri, tanpa adanya dukungan dari pihak lain. Hal tersebut, banyak masalah
yang dihadapi oleh petani, seperti manajemen kebun yang tidak teratur, bibit yang tidak jelas asal usulnya dan yang paling krusial adalah kurangnya pemahaman
tentang pengelolaan aspek lingkungan, oleh karena itu program RSPO WWF membantu para petani swadaya yang sangat membutuhkan dukungan untuk
mengelola kelapa sawit secara lestari.
189
Adapun program yang telah dilakukan WWF dari tahun 2012 sampai 2013 di area HoB, diantaranya:
188
WWF Indonesia, “FASDA dan Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Lestari,” WWF Indonesia 21
Juni 2013,
[artikel on-line];
tersedia di
http:www.wwf.or.idprogramwilayah_kerja_kamikalimantanheart_of_borneo?28601FASDA-dan- Membangun-Perkebunan-Kelapa-Sawit-Rakyat-Lestari; Internet; diakses pada Oktober 07, 2014.
189
Ibid.
74
a. Membuat Pelatihan Mengenai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
KBKT Pada Juni 2012, WWF bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Provinsi
Kalimantan Timur, dan Pokja HoB Kalimantan Timur, untuk membuat pelatihan bagi 40 petani kelapa sawit mengenai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
KBKT. Peserta pelatihan berasal dari daerah HoB, yaitu Nunukan, Malinau, Kutai Barat, Bulungan, Berau, Kutai Kartanegara, dan Kutai Timur. KBKT
sendiri sudah ditetapkan sebagai salah satu instrumen yang wajib dilakukan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomer 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia. KBKT tidak hanya diterapkan untuk perusahaan, tetapi juga direncanakan untuk perkebunan skala kecil yang dikelola
petani kelapa sawit.
190
b. Membuat Forum Dialog Pembangunan Komunitas Perkebunan Kelapa
Sawit Lestari. Di sisi lain pada Mei 2013, WWF bekerjasama dengan Forum Fasilitator
Daerah FASDA Kelapa Sawit, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang dan pihak swasta lain, melakukan forum
dialog mengenai pembangunan komunitas perkebunan kelapa sawit lestari. Forum tersebut dihadiri oleh 50 petani kelapa sawit swadaya di tujuh desa kabupaten
Sintang
191
Forum tersebut merupakan program untuk menyelaraskan agenda pemerintah Indonesia mendorong kebijakan produksi kelapa sawit lestari yang
190
WWF Indonesia, “Langkah penting menuju perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kalimantan Timur,”
WWF Indonesia
, 28
Juni 2012,
[artikel on-line];
tersedia di
http:www.wwf.or.idprogramwilayah_kerja_kamikalimantanheart_of_borneo?25480Langkah-penting- menuju-perkebunan-kelapa-sawit-berkelanjutan-di-Kalimantan-Timur; Internet; diakses pada September 29,
2014.
191
WWF Indonesia, “FASDA dan Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Lestari,” WWF Indonesia.
75
dibangun seiring pelestarian alam dan kehidupan sosial masyarakat, khususnya petani swadaya.
3. Industri Pertambangan Yang Bertanggungjawab Industri pertambangan telah memberikan kontribusi penting bagi
pembangunan ekonomi kawasan HoB, memberikan pendapatan ekspor, pekerjaan, dan sumber daya untuk pembangkit listrik. Namun, tidak sedikit dampak negatif
lingkungan yang dihasilkan dari pertambangan yang tidak dikelola secara lestari dan tanggungjawab. Permasalahan umum di daerah HoB adalah jenis
pertambangan terbuka, umumnya batubara di daerah sungai. Hal ini berakibat pada hilangnya habitat satwa, kerusakan daerah aliran sungai, degradasi tanah,
erosi, isu-isu sosial, degradasi kualitas air, serta adanya limbah-limbah berbahaya yang berkaitan dengan pertambangan.
192
Industri pertambangan yang bertanggungjawab adalah solusi yang ditawarkan oleh WWF Indonesia dalam
mengelola lingkungan dengan melibatkan perusahaan pertambangan yang berada di kawasan HoB untuk menggunakan prinsip-prinsip pertambangan yang
berkelanjutan.
193
Dalam skema industri pertambangan lestari, WWF membuat beberapa rekomendasi untuk para perusahaan pertambangan yang beroperasi di kawasan
HoB. Kegiatan penambangan harus menghindari pembangunan yang berdampak di Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi KBKT. Kemudian perusahaan
192
HoB Green Economy, “Bisnis Heart of Borneo,” HoB Green Economy [database on-line]; tersedia di http:www.hobgreeneconomy.orgidbisnis-heart-of-borneo; Internet; diakses pada Januari 03, 2015.
193
WWF Global, “Business solutions,“ WWF Global, [database on-line];tersedia di http:wwf.panda.orgwhat_we_dowhere_we_workborneo_forestsborneo_rainforest_conservationgreenbusi
nessnetworkbusinesssolutions; Internet; diakses pada Oktober 01, 2014.
76
pertambang harus membuat “koridor” satwa liar untuk menghubungkan hutan
“terfragmentasi” akibat pembukaan lahan kegiatan pertambangan.
194
WWF mendorong perusahaan pertambangan untuk menggunakan mekanisme Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup EIA atau yang
dikenal AMDAL di Indonesia. AMDAL adalah mekanisme yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi lingkungan dan sosial yang berkaitan dengan kegiatan
pertambangan perusahaan besar ataupun kecil. AMDAL dijadikan sebagai
persyaratan hukum dan wajib sebelum memulai operasi petambangan.
195
Mekanisme AMDAL secara resmi tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.
196
Selanjutnya, dalam hal pengurangan penggunaan air raksa atau merkuri, WWF bekerjasama dengan pihak lain, yaitu inisiatif PBB tentang the Global
Mercury Project dan LSM nasional dalam memberi sosialisasi kepada penambang
skala kecil dan besar untuk mengurangi dampak penggunaan air raksa karena berdampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu inisiatif
yang dipimpin PBB, the Global Mercury Project, memberikan teknologi daur ulang air raksa bagi para penambang.
197
Kemudian, WWF mendorong perusahaan pertambang, khususnya yang didanai oleh bank komersial multi-nasional, diwajibkan oleh penyandang dananya
194
WWF Indonesia and WWF Malaysia, WWF Bussines Report HoB NI 2011: Business Solutions: Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On Forestry, Palm Oil And Mining
, Indonesia-Malaysia: WWF and WWF-Malaysia, 2011, 72.
195
Ibid, 73.
196
Kementrian Lingkungan Hidup, “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan,” [dokumentasi on-line]; tersedia di http:www.menlh.go.idDATAPP-Nomor-27-
Tahun-2012.pdf; Internet; diakses pada Januari 03, 2015.
197
WWF Indonesia and WWF Malaysia, WWF Bussines Report HoB NI 2011: Business Solutions: Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On Forestry, Palm Oil And Mining
, Indonesia-Malaysia: WWF and WWF-Malaysia, 2011, 76.
77
untuk menunjukkan manajemen yang tepat terhadap dampak lingkungan dan sosial berdasarkan
“Equator Principles”. “Equator Principle” adalah standar de facto
di sektor keuangan untuk menentukan, menilai dan mengelola risiko sosial dan lingkungan dalam pembiayaan suatu proyek..
198
Hasil rekomendasi yang dilakukan WWF kepada para perusahaan pertambangan dapat dilihat di gambar di bawah. Gambar IV.1. di bawah adalah
hasil survey dan wawancara tim WWF kepada 15 perusahaan perusahaan pertambangan yang beroperasi di HoB mengenai manfaat dari praktik lingkungan
dan sosial yang baik. Manfaat dari kegiatan yang berkelanjutan dan bertanggungjawab mengasilkan 82 mengenai manajemen risiko lingkungan dan
sosial yang baik dan 82 juga berpendapat bahwa perusahaan mereka mendapat manfaat dari citra publik yang baik. Selain itu, ada 73 perusahaan menilai
bahwa kegiatan keberlanjutan meningkatkan hubungan mereka dengan pemerintah, LSM dan kelompok masyarakat. Di sisi lain, lebih dari setengah
55 dari perusahaan tambang menganggap bahwa kegiatan keberlanjutan meningkatkan profitabilitas jangka panjang bagi perusahaan mereka.
199
198
Ibid, 77.
199
Ibid, 79.
78
Gambar IV.1. Manfaat Dari Praktik Lingkungan Dan Sosial Yang Baik Yang Dilaporkan Oleh Perusahaan Pertambangan Di Borneo
WWF Indonesia and WWF Malaysia, WWF Bussines Report HoB NI 2011: Business Solutions: Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On Forestry, Palm Oil And Mining,
79.
Dalam implementasi program pertambangan bertanggungjawab di tahun 2012, analisa digunakan dari data yang diambil dari salah satu perusahaan
pertambangan besar di wilayah HoB, yaitu PT. Berau Coal Sambarata, di kabupaten Berau. Rekomendasi WWF kepada industri pertambangan batubara,
termasuk PT. Bearu Coal Sambarata, memiliki kewajiban dalam pelaksanaa pertambangan bertanggungjawab. Dalam kegiatan operasi penambangan PT.
Berau Coal Site Sambarata, beroperasi berdasarkan dokumen AMDAL dari pemerintah Indonesia dan dokumen perizinan lingkungan lainnya meliputi izin
pembuangan air limbah dan izin Tempat Penyimpanan Sementara TPS limbah Bahan Berbahaya dan Beracun B3.
200
200
Kementrian Lingkungan Hidup, Laporan Hasil Verifikasi Lapangan –Proper 2013
PT. Berau Coal Site Sambarata Kabupaten Berau – Provinsi Kalimantan Timur, Jakarta: Kementerian
Lingkungan Hidup,
2013 [dokumentasi
on-line]; tersedia
di http:proper.menlh.go.idportalfilebox131228120941PT.20Berau20Coal20-
20Site20Sambarata.pdf; Internet; diakses pada Januari 04, 2015.
79
Pengelolaan pertambangan yang bertanggungjawab dan yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di Indonesia, dapat membangun citra
perusahaan yang
baik. Rekomendasi
WWF mengenai
pertambangan bertanggungjawab menjadi salah satu kontributor dalam membangun citra
perusahaan yang baik. Dengan pengelolaan perusahaan tambang ramah lingkungan, PT. Berau Coal Site Sambarata memperoleh penghargaan Penilaian
Peringkat Kinerja Penaatan dalam Pengelolaan Lingkungan PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup dengan peringkat
“hijau” pada periode 2011- 2012, peringkat
“hijau” PROPER Pertambangan Batubara Kalimantan Timur periode 2011-2012, penghargaan lingkungan hidup peringkat
“utama” pada tahun 2011 dan 2012 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
201
Program pertambangan bertanggungjawab mempunyai posisi yang berbeda dengan program kehutanan dan pertanian kelapa sawit yang
berkelanjutan. Tambang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sekali cadangan sumber daya habis ditambang maka selesai kegiatan
pertambangan tersebut. Kerusakan lingkungan akibat operasi pertambangan sangatlah krusial, oleh karena itu WWF merekomendasikan solusi yang telah
diuraikan diatas supaya industri pertambangan harus dilakukan lebih bijak pada tahapan kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi, proses produksi, hingga ke
rehabilitasi dan penutupan tambang. Industri kehutanan, kelapa sawit dan pertambangan adalah bagian dari
pertumbuhan ekonomi di kawasan HoB, oleh karena itu peran WWF dalam upaya
201
Ibid.
80
pembangunan berkelanjutan dalam program inisiatif HoB tidak bisa terlepas dari keterlibatan sektor industri tersebut. WWF mengajak dan mendorong para
perusahaan kehutanan, kelapa sawit dan pertambangan untuk menerapkan kaidah lestari yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan
cara menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan “fungsi informasi” dari organisasi internasional yang
dikemukakan oleh Harold K. Jacobson, bahwasanya “fungsi informasi” dari sebuah organisasi internasional yaitu dengan menyediakan informasi,
mengumpulkan, menganalisa dan mempublikasi data, serta menyebarkan informasi yang dibutuhkan dalam perannya.
202
WWF dalam menjalankan “fungsi informasinya” menggunakan “strategi lobi dan advokasi” yang sesuai dengan pandangan Michael Edwards dam David
Hulme,
203
yang bahwasanya WWF merekomendasikan ide dengan membagi informasi bagi perusahaan yang beroperasi di HoB yang bertujuan supaya para
perusahaan mempertimbangkan kebijakan atau peraturan yang efiesien yang sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan sebelum, ketika proses dan
paska beroperasi. Peran WWF dalam mengajak sektor bisnis yang beroperasi di HoB tidak terlepas dari tiga pilar sustainable development. Konsep keberlanjutan
dalam industri tersebut diarahkan pada upaya untuk memaksimalkan manfaat pembangunan industri perhutanan, pertanian kelapa sawit dan pertambangan, serta
pada saat yang sama mampu meningkatkan keberlanjutan lingkungan dan sosial.
202
Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political System Second Edition
, 82-83.
203
Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,” 59.
81
Dengan memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi yang dilakukan industri bisnis sektor besar ataupun kecil jangan sampai merusak lingkungan serta
mengabaikan nilai sosial.