Peran WWF dalam Membangun Jaringan Bisnis Hijau

70 kelola dan mempromosikan perdagangan kayu yang diproduksi secara legal. 179 Tujuan kerjasama pada bulan Maret tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas lebih dari 300 UKM di Kalimantan, Pulau Jawa, dan Sumatra mengenai SVLK selama tiga tahun ke depan, serta mempromosikan kebijakan pembelian praduk- produk hijau bersertifikat SVLK atau green pracurement policy dalam negeri. 180 Upaya memfasilitasi UKM di Indonesia memang harus menjadi perhatian karena kalangan industri mebel memang berada di garis depan dalam mata rantai perdagangan, mereka berhadapan langsung dengan konsumen-konsumen dunia. Selain itu, upaya memfasilitasi sertifikasi UKM dinilai sebagai upaya perlindungan terhadap lingkungan, sesuai yang dikatakan oleh Dita Ramadhani dari program GFTN WWF mengatakan bahwa, “... Industri UKM merupakan pemain penting dalam sertifikasi kayu yang pada akhirnya, jika tidak dikelola lestari bisa berdampak terhadap hutan Indonesia.” 181 Kemudian, upaya memfasilitasi UKM adalah bentuk dari perubahan demi terwujudkan kayu lestari dan pemberantasan illegal logging dalam skema VPA. Hal tersebut sesuai dengan perkataan Collin Crooks, Wakil Duta Besar Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, bahwa: “I pay tribute to everyone in the industry, civil society, and the government in Indonesia who have worked so hard to get Indonesia timber producers ready for this change. It is particularly good to see that small producers have been able to work in cooperatives to get group certification under SVLK. Some of the best craftmanship comes from tiny operation accross Indonesia and it is great that 179 EU FLEGT, “About FLEGT,” EU FLEGT, [database on-line]; tersedia di http:www.euflegt.efi.intabout- flegt; Internet; diakses pada Januari 02, 2014. 180 The European External Action Service EEAS, “Press Relase: More Than 300 SMEs toward SLVLK Certification in Three Years, ” EEAS , March 11th, 2013. 181 Gloria Samantha, “Mengantar Kayu Legal Indonesia ke Pasar Global 1,” National Geographic Indonesia , 23 Januari 2014, [artikel on-line]; tersedia di http:nationalgeographic.co.idberita201401mengantar-kayu-legal-indonesia-ke-pasar-global-1; Internet; diakses pada Januari 02, 2015. 71 this operators too can continue to access the EU market and the European consumers can continue to enjoy th eir beautifull products for years to come.” “Kami menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada kelompok industri, masyarakat madani dan pemerintah Indonesia atas usaha dan kerja keras dalam mewujudkan perubahan ini. Terutama bagaimana para produsen skala kecil dapat bekerjasama untuk mendapatkan sertifikasi SVLK secara kolektif. Beberapa keahlian kayu terbaik berasal dari usaha kecil yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan berbekal SVLK, maka produsen tersebut tetap dapat memasuki pasar Uni Eropa dan konsumen dari negara- negara di Eropa juga dapat terus menikmati produk kayu asal Indonesia.” 182 b. Melatih Perusahaan dengan Operasional Ramah Lingkungan Dari tahun 2007 hingga 2011, keberadaan gajah borneo perkiraan 20 sampai 80 individu yang tersisa di wilayah utara di perbatasan HoB anatara Indonesia dengan Malaysia. 183 Dalam melestarikan keberadaan gajah tersebut WWF melatih perusahaan hutan yang beroperasi di wilayah populasi gajah tersebut. PT Adimitra Lestari adalah contoh dari perusahaan anggota GFTN yang beroperasi di daerah pupulasi gajah Kalimantan, tepatnya di wilayah HoB perbatasan Nunukan dan Sabah. Pada tanggal 20 sampai 25 September 2012, WWF program GFTN dan PT Adimitra Lestari mengadakan pelatihan dan sosialisasi Sistem Pengelolaan Hutan Lestari PHPL, FSC dan strategi umum implementasi aspek produksi yan berkaitan erat dengan ekologi dan sosial. Pelatihan ini diperlukan karena PT Adimitra Lestari sebagai perusahaan yang memiliki ijin mengelola suatu kawasan hutan memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian hutan tersebut. Peserta pelatihan tersebut adalah staff PT Adimitra Lestari yang didampingi oleh 182 The European External Action Service EEAS, “Press Relase: More Than 300 SMEs toward SLVLK Certification in Three Years, ” EEAS , March 11th, 2013. 183 Ichwan Susanto, “Alih Fungsi Hutan Desak Populasi Gajah Kerdil Borneo,” Kompas, 18 April 2012, [artikel on-line]; tersedia di http:sains.kompas.comread2012041814431296twitter.com; Internet; diakses pada Januari 02, 2015. 72 GFTN. 184 Partisipasi sektor bisnis dalam pengelolaan habitat satwa dilindungi adalah kunci keberhasilan untuk perlindungan dan pelestarian satwa tersebut, yang tidak menganggap satwa adalah hama lingkungan. Hal ini merupakan implementasi dari ekonomi bisnis hijau, bahwasanya para pembisnis beroperasi tanpa merugikan populasi spesies yang terancam punah. 2. Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan Industri kelapa sawit terus menjadi salah satu kontributor yang signifikan bagi pendapatan masyarakat pedesaan dan menjadi sumber devisa negara, 185 tetapi tidak sedikit terjadi kerusakan lingkungan akibat pengelolaan yang kurang insentif, oleh karena itu penting untuk mengupayakan industri kelapa sawit yang berkelanjutan demi kelangsungan lingkungan yang lestari. Strategi WWF dalam industri kelapa sawit yang berkelanjutan di HoB adalah program Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO. Pada tahun 2004, RSPO didirikan atas inisiatif dan fasilitasi WWF dan para pemangku kepentingan lainya. 186 RSPO dibentuk sebagai tanggapan atas desakan dan tekanan permintaan global akan minyak sawit yang dihasilkan secara berkelanjutan, menerapkan dan menegakan standar konsisten dengan hukum hak asasi manusia internasional dan menghormati hak masyarakat adat. 187 184 EU ACTIVE, “EU ACTIVE Newsletter Vol. 2Desember 2012,” EU ACTIVE, Desember 2012, 185 World Growth, Laporan: Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia, World Growth, Februari 2011, 4, [dokumentasi on-line] tersedia di http:worldgrowth.orgsitewp- contentuploads201206WG_Indonesian_Palm_Oil_Benefits_Bahasa_Report-2_11.pdf; diakses pada Januari 03, 2015. 186 Asril Darussamin, Murdwi Astuti, et al., Buku Panduan Pelatihan Fasilitator Prinsip dan Kriteria Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan RSPO untuk Petani , Jakarta: Indonesian Smallhorders Working Group [INA-SWG], 2011, 2. 187 Forest Peoples Programme FPP , “Palm oil RSPO Minyak Sawit dan Hak Masyarakat Hutan,” FPP, [database on-line]; tersedia di http:www.forestpeoples.orgidtopicsresponsible-financeprivate-sectorpalm- oil-rspo; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 73 Industri kelapa sawit di Indonesia terbagi menjadi dua jenis kepemilikan yaitu perusahaan inti atau besar dan smallholder atau petani kelapa sawit. Perusahaan inti dimiliki oleh publik atau swasta adalah perusahaan yang beroperasi di wilayah seluas 10.000 ha atau lebih, sedangkan smallholder atau petani kelapa sawit adalah petani yang mengembangkan kebun kelapa sawit di bawah 10 ha. Smallholder dibagi menjadi dua yaitu scheme smallholder dan independet smallholder . Scheme smallholder atau dikenal dengan petani plasma adalah petani yang pengelolaan kebunnya terkait dengan perusahaan, sedangkan independent smallholder atau dikenal dengan petani kelapa sawit swadaya adalah petani yang mengelola dan mendanai kebunnya sendiri atau mandiri dan tidak terikat kontrak dengan perusahaan atau asosiasi manapun. 188 Secara mandiri petani kelapa sawit swadaya mengelolah perkebunanya sendiri, tanpa adanya dukungan dari pihak lain. Hal tersebut, banyak masalah yang dihadapi oleh petani, seperti manajemen kebun yang tidak teratur, bibit yang tidak jelas asal usulnya dan yang paling krusial adalah kurangnya pemahaman tentang pengelolaan aspek lingkungan, oleh karena itu program RSPO WWF membantu para petani swadaya yang sangat membutuhkan dukungan untuk mengelola kelapa sawit secara lestari. 189 Adapun program yang telah dilakukan WWF dari tahun 2012 sampai 2013 di area HoB, diantaranya: 188 WWF Indonesia, “FASDA dan Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Lestari,” WWF Indonesia 21 Juni 2013, [artikel on-line]; tersedia di http:www.wwf.or.idprogramwilayah_kerja_kamikalimantanheart_of_borneo?28601FASDA-dan- Membangun-Perkebunan-Kelapa-Sawit-Rakyat-Lestari; Internet; diakses pada Oktober 07, 2014. 189 Ibid. 74 a. Membuat Pelatihan Mengenai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi KBKT Pada Juni 2012, WWF bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, dan Pokja HoB Kalimantan Timur, untuk membuat pelatihan bagi 40 petani kelapa sawit mengenai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi KBKT. Peserta pelatihan berasal dari daerah HoB, yaitu Nunukan, Malinau, Kutai Barat, Bulungan, Berau, Kutai Kartanegara, dan Kutai Timur. KBKT sendiri sudah ditetapkan sebagai salah satu instrumen yang wajib dilakukan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomer 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia. KBKT tidak hanya diterapkan untuk perusahaan, tetapi juga direncanakan untuk perkebunan skala kecil yang dikelola petani kelapa sawit. 190 b. Membuat Forum Dialog Pembangunan Komunitas Perkebunan Kelapa Sawit Lestari. Di sisi lain pada Mei 2013, WWF bekerjasama dengan Forum Fasilitator Daerah FASDA Kelapa Sawit, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang dan pihak swasta lain, melakukan forum dialog mengenai pembangunan komunitas perkebunan kelapa sawit lestari. Forum tersebut dihadiri oleh 50 petani kelapa sawit swadaya di tujuh desa kabupaten Sintang 191 Forum tersebut merupakan program untuk menyelaraskan agenda pemerintah Indonesia mendorong kebijakan produksi kelapa sawit lestari yang 190 WWF Indonesia, “Langkah penting menuju perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kalimantan Timur,” WWF Indonesia , 28 Juni 2012, [artikel on-line]; tersedia di http:www.wwf.or.idprogramwilayah_kerja_kamikalimantanheart_of_borneo?25480Langkah-penting- menuju-perkebunan-kelapa-sawit-berkelanjutan-di-Kalimantan-Timur; Internet; diakses pada September 29, 2014. 191 WWF Indonesia, “FASDA dan Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Lestari,” WWF Indonesia. 75 dibangun seiring pelestarian alam dan kehidupan sosial masyarakat, khususnya petani swadaya. 3. Industri Pertambangan Yang Bertanggungjawab Industri pertambangan telah memberikan kontribusi penting bagi pembangunan ekonomi kawasan HoB, memberikan pendapatan ekspor, pekerjaan, dan sumber daya untuk pembangkit listrik. Namun, tidak sedikit dampak negatif lingkungan yang dihasilkan dari pertambangan yang tidak dikelola secara lestari dan tanggungjawab. Permasalahan umum di daerah HoB adalah jenis pertambangan terbuka, umumnya batubara di daerah sungai. Hal ini berakibat pada hilangnya habitat satwa, kerusakan daerah aliran sungai, degradasi tanah, erosi, isu-isu sosial, degradasi kualitas air, serta adanya limbah-limbah berbahaya yang berkaitan dengan pertambangan. 192 Industri pertambangan yang bertanggungjawab adalah solusi yang ditawarkan oleh WWF Indonesia dalam mengelola lingkungan dengan melibatkan perusahaan pertambangan yang berada di kawasan HoB untuk menggunakan prinsip-prinsip pertambangan yang berkelanjutan. 193 Dalam skema industri pertambangan lestari, WWF membuat beberapa rekomendasi untuk para perusahaan pertambangan yang beroperasi di kawasan HoB. Kegiatan penambangan harus menghindari pembangunan yang berdampak di Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi KBKT. Kemudian perusahaan 192 HoB Green Economy, “Bisnis Heart of Borneo,” HoB Green Economy [database on-line]; tersedia di http:www.hobgreeneconomy.orgidbisnis-heart-of-borneo; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 193 WWF Global, “Business solutions,“ WWF Global, [database on-line];tersedia di http:wwf.panda.orgwhat_we_dowhere_we_workborneo_forestsborneo_rainforest_conservationgreenbusi nessnetworkbusinesssolutions; Internet; diakses pada Oktober 01, 2014. 76 pertambang harus membuat “koridor” satwa liar untuk menghubungkan hutan “terfragmentasi” akibat pembukaan lahan kegiatan pertambangan. 194 WWF mendorong perusahaan pertambangan untuk menggunakan mekanisme Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup EIA atau yang dikenal AMDAL di Indonesia. AMDAL adalah mekanisme yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi lingkungan dan sosial yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan perusahaan besar ataupun kecil. AMDAL dijadikan sebagai persyaratan hukum dan wajib sebelum memulai operasi petambangan. 195 Mekanisme AMDAL secara resmi tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan. 196 Selanjutnya, dalam hal pengurangan penggunaan air raksa atau merkuri, WWF bekerjasama dengan pihak lain, yaitu inisiatif PBB tentang the Global Mercury Project dan LSM nasional dalam memberi sosialisasi kepada penambang skala kecil dan besar untuk mengurangi dampak penggunaan air raksa karena berdampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu inisiatif yang dipimpin PBB, the Global Mercury Project, memberikan teknologi daur ulang air raksa bagi para penambang. 197 Kemudian, WWF mendorong perusahaan pertambang, khususnya yang didanai oleh bank komersial multi-nasional, diwajibkan oleh penyandang dananya 194 WWF Indonesia and WWF Malaysia, WWF Bussines Report HoB NI 2011: Business Solutions: Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On Forestry, Palm Oil And Mining , Indonesia-Malaysia: WWF and WWF-Malaysia, 2011, 72. 195 Ibid, 73. 196 Kementrian Lingkungan Hidup, “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan,” [dokumentasi on-line]; tersedia di http:www.menlh.go.idDATAPP-Nomor-27- Tahun-2012.pdf; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 197 WWF Indonesia and WWF Malaysia, WWF Bussines Report HoB NI 2011: Business Solutions: Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On Forestry, Palm Oil And Mining , Indonesia-Malaysia: WWF and WWF-Malaysia, 2011, 76. 77 untuk menunjukkan manajemen yang tepat terhadap dampak lingkungan dan sosial berdasarkan “Equator Principles”. “Equator Principle” adalah standar de facto di sektor keuangan untuk menentukan, menilai dan mengelola risiko sosial dan lingkungan dalam pembiayaan suatu proyek.. 198 Hasil rekomendasi yang dilakukan WWF kepada para perusahaan pertambangan dapat dilihat di gambar di bawah. Gambar IV.1. di bawah adalah hasil survey dan wawancara tim WWF kepada 15 perusahaan perusahaan pertambangan yang beroperasi di HoB mengenai manfaat dari praktik lingkungan dan sosial yang baik. Manfaat dari kegiatan yang berkelanjutan dan bertanggungjawab mengasilkan 82 mengenai manajemen risiko lingkungan dan sosial yang baik dan 82 juga berpendapat bahwa perusahaan mereka mendapat manfaat dari citra publik yang baik. Selain itu, ada 73 perusahaan menilai bahwa kegiatan keberlanjutan meningkatkan hubungan mereka dengan pemerintah, LSM dan kelompok masyarakat. Di sisi lain, lebih dari setengah 55 dari perusahaan tambang menganggap bahwa kegiatan keberlanjutan meningkatkan profitabilitas jangka panjang bagi perusahaan mereka. 199 198 Ibid, 77. 199 Ibid, 79. 78 Gambar IV.1. Manfaat Dari Praktik Lingkungan Dan Sosial Yang Baik Yang Dilaporkan Oleh Perusahaan Pertambangan Di Borneo WWF Indonesia and WWF Malaysia, WWF Bussines Report HoB NI 2011: Business Solutions: Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On Forestry, Palm Oil And Mining, 79. Dalam implementasi program pertambangan bertanggungjawab di tahun 2012, analisa digunakan dari data yang diambil dari salah satu perusahaan pertambangan besar di wilayah HoB, yaitu PT. Berau Coal Sambarata, di kabupaten Berau. Rekomendasi WWF kepada industri pertambangan batubara, termasuk PT. Bearu Coal Sambarata, memiliki kewajiban dalam pelaksanaa pertambangan bertanggungjawab. Dalam kegiatan operasi penambangan PT. Berau Coal Site Sambarata, beroperasi berdasarkan dokumen AMDAL dari pemerintah Indonesia dan dokumen perizinan lingkungan lainnya meliputi izin pembuangan air limbah dan izin Tempat Penyimpanan Sementara TPS limbah Bahan Berbahaya dan Beracun B3. 200 200 Kementrian Lingkungan Hidup, Laporan Hasil Verifikasi Lapangan –Proper 2013 PT. Berau Coal Site Sambarata Kabupaten Berau – Provinsi Kalimantan Timur, Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013 [dokumentasi on-line]; tersedia di http:proper.menlh.go.idportalfilebox131228120941PT.20Berau20Coal20- 20Site20Sambarata.pdf; Internet; diakses pada Januari 04, 2015. 79 Pengelolaan pertambangan yang bertanggungjawab dan yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di Indonesia, dapat membangun citra perusahaan yang baik. Rekomendasi WWF mengenai pertambangan bertanggungjawab menjadi salah satu kontributor dalam membangun citra perusahaan yang baik. Dengan pengelolaan perusahaan tambang ramah lingkungan, PT. Berau Coal Site Sambarata memperoleh penghargaan Penilaian Peringkat Kinerja Penaatan dalam Pengelolaan Lingkungan PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup dengan peringkat “hijau” pada periode 2011- 2012, peringkat “hijau” PROPER Pertambangan Batubara Kalimantan Timur periode 2011-2012, penghargaan lingkungan hidup peringkat “utama” pada tahun 2011 dan 2012 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 201 Program pertambangan bertanggungjawab mempunyai posisi yang berbeda dengan program kehutanan dan pertanian kelapa sawit yang berkelanjutan. Tambang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sekali cadangan sumber daya habis ditambang maka selesai kegiatan pertambangan tersebut. Kerusakan lingkungan akibat operasi pertambangan sangatlah krusial, oleh karena itu WWF merekomendasikan solusi yang telah diuraikan diatas supaya industri pertambangan harus dilakukan lebih bijak pada tahapan kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi, proses produksi, hingga ke rehabilitasi dan penutupan tambang. Industri kehutanan, kelapa sawit dan pertambangan adalah bagian dari pertumbuhan ekonomi di kawasan HoB, oleh karena itu peran WWF dalam upaya 201 Ibid. 80 pembangunan berkelanjutan dalam program inisiatif HoB tidak bisa terlepas dari keterlibatan sektor industri tersebut. WWF mengajak dan mendorong para perusahaan kehutanan, kelapa sawit dan pertambangan untuk menerapkan kaidah lestari yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan cara menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan “fungsi informasi” dari organisasi internasional yang dikemukakan oleh Harold K. Jacobson, bahwasanya “fungsi informasi” dari sebuah organisasi internasional yaitu dengan menyediakan informasi, mengumpulkan, menganalisa dan mempublikasi data, serta menyebarkan informasi yang dibutuhkan dalam perannya. 202 WWF dalam menjalankan “fungsi informasinya” menggunakan “strategi lobi dan advokasi” yang sesuai dengan pandangan Michael Edwards dam David Hulme, 203 yang bahwasanya WWF merekomendasikan ide dengan membagi informasi bagi perusahaan yang beroperasi di HoB yang bertujuan supaya para perusahaan mempertimbangkan kebijakan atau peraturan yang efiesien yang sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan sebelum, ketika proses dan paska beroperasi. Peran WWF dalam mengajak sektor bisnis yang beroperasi di HoB tidak terlepas dari tiga pilar sustainable development. Konsep keberlanjutan dalam industri tersebut diarahkan pada upaya untuk memaksimalkan manfaat pembangunan industri perhutanan, pertanian kelapa sawit dan pertambangan, serta pada saat yang sama mampu meningkatkan keberlanjutan lingkungan dan sosial. 202 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political System Second Edition , 82-83. 203 Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,” 59. 81 Dengan memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi yang dilakukan industri bisnis sektor besar ataupun kecil jangan sampai merusak lingkungan serta mengabaikan nilai sosial.

D. Peran WWF Dalam Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia

Melalui Kerjasama Dengan Inisiatif Lokal Dalam menjalankan program pengembangan kapasitas masyarakat lokal, WWF bekerjasama dengan multi pihak, salah satunya civil society yang bernama FORMADAT. FORMADAT singkatan dari Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo atau The Alliance of the Indigenous Peoples of the Highlands of Borneo , adalah organisasi masyarakat adat lintas batas Malaysia dan Indonesia yang menjadi mitra WWF dalam program konservasi dan pembangunan berkelanjutan di HoB. FORMADAT didirikan pada tahun 2004 atas inisiatif pemimpin masyarakat dan komunitas adat di daerah perbatasan Malaysia dan Indonesia yaitu Bario, Ba‟Kelalan dan Long Semadoh di Sarawak, dan Long Pasia di Sabah, Malaysia, Krayan Selatan and Krayan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, Indonesia. 204 WWF mulai bekerjasama dengan FORMADAT sejak tahun 2004. Sejak awal FORMADAT didirikan, WWF sebagai salah satu mitra srtategis yang mendukung organisasi lokal ini. 205 Alasan yang paling mendasar dalam kerjasama ini adalah bahwa kedua pihak WWF dan FORMADAT memiliki kesamaan visi dan misi, yaitu keduanya fokus dan peduli untuk pemberdayaan masyarakat adat 204 Wawancara dengan Cristina Eghenter. 205 The Star, “WWF and Formadat Initiate Collaboration to Engage Communities Across Borneo,” The Star On-line, Maret 29, 2014, [artikel on-line]; tersedia di http:www.thestar.com.myNewsCommunity20140329Forging-crossborder-conservation-tieup-WWF- and-Formadat-initiate-collaboration-to-engage-communities; Internet; diakses pada Januari 03, 2014. 82 untuk membangun ekonomi yang berkelanjutan, pelestarian lingkungan, pelestarian budaya asli, dll. 206 Dalam kerjasama ini, WWF memberikan dukungan finansial dan teknik kepada FORMADAT untuk program pengembangan masyarakat. Dalam hal mekanisme dukungan finansial yang diberikan WWF kepada FORMADAT, WWF memberikan sekitar 80 dari total anggaran program yang diusulkan oleh FORMADAT. 207 Program kerjasama antara FORMADAT dengan WWF meliputi: pengembangan ekowisata, pertanian organik produk “Hujau dan Adil” beras adan, pelatihan keartivitas kerajinan tangan, konservasi alam, pengembangan teknologi dan komunikasi melalui program tele-center atau pusat internet. 208 1. Pengembangan Ekowisata Ekowisata memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk menikmati alam dan budaya dan belajar tentang pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan budaya lokal. Pada saat yang sama, ekowisata menghasilkan pendapatan untuk konservasi dan manfaat ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan dan terpencil karena prinsip ekowisata yang melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaanya. 209 Sesuai dengan tujuan partisipasi WWF dalam program HoB, prioritas WWF dalam mendukung ekowisata berada 206 Wawancara dengan Lasung Kaleb. 207 Ibid. 208 Wawancara dengan Cristina Eghenter. 209 Andy Drumm and Alan Moore, Ecotourism Development - A Manual for Conservation Planners and Managers Volume 1, Virginia: The Nature Conservancy, 2002, 13. 83 di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia, yaitu di Taman Nasional Kayan Mentarang TNKM dan Taman Nasional Betung Kerihun TNBK. 210 WWF secara bertahap membangun dan mengelola sebuah ekowisata berbasis masyarakat. Peran WWF mendampingi dan didukung oleh Dinas Pariwisata setempat dalam perumusan struktur kepengurusan ekowisata, perumusan aturan ekowisata dan melakukan pelatihan. Sejumlah warga diikutkan pelatihan pemandu ekowisata muda atau Eco-Guide yang mengacu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia SKKNI. Selain itu, masyarakat dilatih untuk mengelola homestay untuk akomodasi, belajar ilmu pemandu wisata dan bahasa asing, serta mengembangkan obyek, jalur ekowisata 211 dan pembuatan peta tata guna lahan. 212 WWF juga berperan dalam mempromosikan objek wisata TN di situs resmi WWF 213 dan juga mempromosikannya dalam agenda internasional di tahun 2013 yaitu dalam pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation APEC 2013 yang diselenggarakan di Bali. 214 Tidak hanya itu, WWF juga menjadi fasilitator bagi turis yang akan datang ke TN dengan mekanisme pemberian informasi mengenai petunjuk wisata lewat on-line ataupun off-line. 215 210 WWF Indonesia, “Borneo Ecotourism,” WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di http:www.wwf.or.idenabout_wwfwhatwedopdssocial_developmentcommunitybasedecotourismborneoe cotourism; Internet; diakses pada Oktober 13, 2014. 211 Cristina Eghenter, M. Hermayani Putera, dan Israr Ardiansyah, ed., Masyarakat dan Konservasi 50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia, Jakarta: WWF Indonesia, 2012, 57. 212 Kolaboratif.org, “Pengelolaan Kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang,” Kolaboratif.org, [database on-line]; tersedia di http:www.kolaboratif.orgindex.php?option=com_pengelolaantask=vie wid=34Itemid=16; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 213 Wawancara dengan Alex Balang. 214 Heart of Borneo Indonesia, “Partisipasi HoB di APEC Unthinkable Week 2013,” Heart of Borneo Indonesia , [artikel on-line]; tersedia di http:heartofborneo.or.ididnewsdetail122partisipasi-hob-di-apec- unthinkable-week-2013; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 215 Wawancara dengan Alex Balang. 84 Program WWF yang telah dilakukan menjadi salah satu kontributor pengembangan ekowisata beserta dukungan dinas kepariwisataan pemerintah daerah dan FORMADAT. Dalam efektivitasnya, produk ekowisata di dua wilayah Taman Nasional yang menjadi prioritas kerja WWF di HoB dari tahun 2012 sampai 2013, menunjukan peningkatan wisatawan. Tabel IV.D.1 di bawah menunjukkan bahwa jumlah wisatawan TNBK yang berasal dari dalam negeri pada tahun 2012 sampai 2013 meningkat signifikan 200, yaitu dari tahun 2012 jumlah wisatawan hanya berjumlah 20 orang menjadi 60 orang di tahun 2013. Sedangkan dari tahun 2012 sampai 2013, wisatawan dari luar negeri TNBK meningkat 99, tahun 2012 jumlah pengunjung 16 orang dan tahun 2013 menjadi 31 orang. Kemudian, sama halnya, jumlah wisatawan luar negeri ke TNKM meningkat, terbukti dari tahun 2012 wisatawan luar negeri hanya 3 orang, tahun 2013 naik menjadi 8 orang. Tabel IV.D.1. Jumlah Pengunjung Taman Nasional 2012-2013 NO Taman Nasional Jumlah Pengunjung Keterangan : I: Indonesian

F: Foreigner

2012 2013 I F Total I F Total 1 Betung Kerihun 20 16 36 60 31 91 2 Kayan Mentarang 7 3 10 5 8 13 Sumber: Direktorat PJLKKHL – Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Direktorat PJLKKHL 2013, 67-68, dan Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Kementerian Kehutanan 2012, 71-72. 2. Pengembangan pertanian Organik Produk “Hujau Adil” Beras Adan Selain program ekowisata, dalam mengembangkan kapasitas masyarakat WWF membuat program “Hijau Adil” atau “Green Fair.” Program “Hijau Adil ” bertujuan untuk menghasilkan pendapatan alternatif bagi masyarakat

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kerjasama Trilateral Indonesia Malaysia Dan Brunei Darussalam Melalui Program Heart Of Borneo (HOB) Terhadap Penanganan Masalah Kerusakan Hutan Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur

7 58 129

Strategi Komunikasi World Wide Fund For Nature (WWF) (Studi Deskriptif Tentang Strategi Komunikasi World Wide Fund For Nature (WWF) Dalam Mensosialisasikan Pelestarian Lingkungan Kepada Peserta Sosialisasi di Bumi Panda Bandung)

7 43 79

STRATEGI IMPLEMENTASI HASIL ROUNDTABLE ON SUSTAINABLE PALM OIL (RSPO) OLEH WORLD WILDLIFE FUND FOR NATURE (WWF) DI INDONESIA

0 3 115

KOMUNIKASI PARTISIPATIF MELALUI PROSES KEGIATAN PANDACLICK KOMUNIKASI PARTISIPATIF MELALUI PROSES KEGIATAN PANDA CLICK (Studi Kasus Pada Program Komunikasi Partisipatif Panda Click Yang Dilakukan Oleh World Wildlife Fund For Nature (Wwf) Indonesia Program

0 2 16

PENDAHULUAN KOMUNIKASI PARTISIPATIF MELALUI PROSES KEGIATAN PANDA CLICK (Studi Kasus Pada Program Komunikasi Partisipatif Panda Click Yang Dilakukan Oleh World Wildlife Fund For Nature (Wwf) Indonesia Program Kalimantan Barat Di Desa Teluk Aur, Kecamatan

0 3 56

SKRIPSI IMPLEMENTASI KAMPANYE “SEBANGAU CONSERVATION PROJECT” WORLD WIDE FUND for NATURE” (WWF) INDONESIA KALIMANTAN TENGAH.

0 3 18

PENDAHULUAN IMPLEMENTASI KAMPANYE “SEBANGAU CONSERVATION PROJECT” WORLD WIDE FUND for NATURE” (WWF) INDONESIA KALIMANTAN TENGAH.

0 3 51

OBYEK PENELITIAN IMPLEMENTASI KAMPANYE “SEBANGAU CONSERVATION PROJECT” WORLD WIDE FUND for NATURE” (WWF) INDONESIA KALIMANTAN TENGAH.

0 5 25

KESIMPULAN DAN SARAN IMPLEMENTASI KAMPANYE “SEBANGAU CONSERVATION PROJECT” WORLD WIDE FUND for NATURE” (WWF) INDONESIA KALIMANTAN TENGAH.

0 2 11

AUDIT KOMUNIKASI PROGRAM KAMPANYE “EARTH HOUR” WORLD WILDLIFE FUND FOR NATURE INDONESIA - FISIP Untirta Repository

0 1 318