Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu 81 - 100
Sangat Kuat Diadaptasi dari Riduan 2010:88
3. AngketKuesioner
Penelitian ini juga menggunakan angket sebagai alat pengumpul datanya, maka yang menjadi sumber data adalah responden. Responden
penelitian ini adalah siswa kelas VII D SMP Negeri 4 Cianjur sebagai sumber data primer dan guru sebagai sumber data sekunder.
Menurut Sugiyono 2009:199, angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pertanyaan terbuka untuk guru dan pertanyaan
tertutup untuk siswa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terutama berkaitan dalam hal tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran IPS terpadu
kaitannya dengan upaya peningkatan berpikir kritis dan belajar bermakna pada siswa. Skor yang diperoleh dari angket siswa dihitung dengan rumus:
Jumlah Skor yang diperoleh : Skor ideal x 100 Skala yang digunakan adalah skala Guttman, karena pertanyaan yang
diajukan menghendaki jawaban tegas yaitu setuju atau tidak setuju. Tafsiran persentasinya Warsito, 1992:10-11 adalah sebagai berikut:
= tidak satupun 1 - 25 = sebagian kecil
26 - 49 = hampir setengahnya 50
= setengahnya 51 - 75 = sebagian besar
76 - 99 = hampir seluruhnya 100
= seluruhnya
F. Teknik Pengumpulan Data
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu Dalam penelitian ini data diperoleh dari hasil pretest dan pottest,
observasi, dan wawancara mengenai proses pembelajaran IPS Terpadu. Untuk memperoleh data tersebut, penulis melakukan serangkaian
langkah, yaitu melakukan pretes, posttes, wawancara dan observasi terhadap sampel yang sudah ditentukan, baik sampel yang mendapat perlakuan
pembelajaran IPS Terpadu kelompok eksperimen, maupun terhadap sampel yang tidak mendapat perlakuan kelompok kontrol. Secara keseluruhan,
teknik pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 3.9. Tabel 3.9
Teknik Pengumpulan Data No Sumber
Data Jenis Data
Teknik Pengumpulan
Data Keterangan
1. Siswa Pembelajaran IPS
Terpadu, Keterampilan Berpikir Kritis, dan
Belajar Bermakna Tes Tertulis
Dilakukan pada awal dan akhir
pembelajaran
Aktifitas siswa selama proses pembelajaran
berlangsung Observasi
Dilakukan saat proses
pembelajaran
Tanggapan siswa terhadap pembelajaran
IPS Terpadu Kuesioner
siswa Dilakukan setelah
proses pembelajaran
2. Guru Aktifitas guru selama
proses pembelajaran berlangsung
Observasi Dilakukan saat
proses pembelajaran
Tanggapan guru terhadap pembelajaran
IPS Terpadu Wawancara
Dilakukan setelah proses
pembelajaran
G. Teknik Analisis Data
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu Penghitungan dan analisis data dalam suatu penelitian dimaksudkan
untuk mengetahui makna dari data yang diperoleh dalam rangka memecahkan masalah penelitian. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data adalah
sebagai berikut: 1.
Menyeleksi data hasil tes, baik pretes maupun posttes, hasil observasi dan hasil wawancara yang terkumpul. Proses ini dilakukan karena
mungkin saja terdapat perbedaan antara jumlah peserta tes dengan jumlah yang terkumpul, atau terdapat jawaban yang tidak diisi oleh siswa.
2. Memberikan skor pada tiap-tiap butir soal dalam data hasil tes sesuai
dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan. 3.
Memasukkan atau melakukan input data dari skor tersebut pada program komputer Microsoft Excel 2007.
4. Selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis dengan statistik dengan
tujuan dapat memperoleh kesimpulan penelitian. Analisis data dilaksanakan dengan menggunakan program Statistical
Product and Service Solution SPSS ver 16 dengan tahapan sebagai berikut: 1.
Uji Normalitas Uji normalitas data dilaksanakan dengan tujuan agar dapat memperoleh
informasi apakah data berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan Korelasi Product Moment. Kondisi normalitas menjadi syarat pengujian
hipotesis dengan ststistik parametrik. Selain itu, uji normalitas data juga akan menentukan langkah yang harus ditempuh selanjutnya, yaitu analisis statistik
apa yang harus digunakan, apakah statistik parametrik atau non-parametrik. Jika hasil uji tidak normal dan tidak homogen, dilakukan uji non parametrik.
Langkah yang dilakukan adalah dengan menginput dan menganalisa menggunakan SPSS ver 16.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas data dilaksanakan setelah uji normalitas data. Tujuan uji homogenitas data adalah untuk mengetahui apakah data tersebut berasal
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu dari sampel atau populasi yang homogen atau tidak. Selain itu juga untuk
menentukan jenis analisis statistik apa yang selanjutnya digunakan dalam uji hipotesis data. Karena syarat dari uji statistik parametrik, data penelitian
harus berdistribusi normal dan homogen. Melakukan Uji Homogenitas untuk menguji kesamaan homogen
beberapa bagian sampel. Dalam peneilitian ini perhitungan homogenitas menggunakan teknik Uji statistic Lavene dibantu dengan program Statistical
Product and Service Solution SPSS ver 16 yang membandingkan nilai hasil pretest dan postest dengan ketentuan jika hitung lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05 maka nilai tes tersebut tidak memiliki perbedaan varian homogen.
3. Uji Hipotesis penelitian
Uji Hipotesis dalam penelitian ini dihitung dengan uji –t untuk
mengetahui nilai rata-rata dari kedua kelompok tersebut memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak. Jenis analisis statistik yang digunakan untuk
melakukan uji hipotesis dalam rangka mencari kesimpulan ditentukan oleh hasil uji normalitas dan homogenitas data. Dalam uji hipotesis ini penulis
membandingkan hasil
pretes dan
posttes kelompok
eksperimen Pembelajaran IPS Terpadu dengan kelompok kontrol Pembelajaran IPS
secara terpisah. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan penggunaan IPS Terpadu terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada siswa.
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu BAB II
KAJIAN PUSTAKA A.
Berpikir Kritis 1.
Definisi dan Indikator Berpikir Kritis
Definisi berpikir kritis mengalami perkembangan seiring pengetahuan yang bertambah mengenai unsur
– unsur penyusun kemampuan berpikir kritis. Perkembangan definisi berpikir kritis ini dapat diketahui dari sejumlah definisi
yang dirumuskan berikut: John Dewey dalam
Fisher, 2008:2 menggunakan istilah „berpikir reflektif‟ dan mendefinisikannya sebagai:
Pertimbangan yang aktif , persistent terus menerus, dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja
dipandang dari sudut alasan – alasan yang mendukungnya dan kesimpulan –
kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya. Edward Glaser salah seorang penulis Watson-Glaser Critical Thinking
Appraisal mengembangkan gagasan Dewey dengan menambahkan komponen pengetahuan tentang metode
– metode pemeriksaan dan penalaran yang logis dan keterampilan untuk menerapkan metode
– metode tersebut dalam upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti
pendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Glaser dalam Fisher, 2008:3, mendefinisikan berpikir kritis sebagai: 1suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan
hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; 2 pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, dan 3
semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau
pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan- kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Robert Ennis 1992 menambahkan komponen tujuan berpikir kritis dalam
definisinya yang dipakai secara luas yaitu: “reasonable reflective thinking focused
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu on deciding what to believe or do
”. Menurut pendapat Ennis bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan
apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Definisi berpikir kritis yang dikembangkan oleh Ennis ini lebih menekankan
pada bagaimana seseorang membuat keputusan atau pertimbangan-pertimbangan. Selanjutnya Ennis dalam Sapriya, 2012:144 telah melakukan identifikasi lima
kunci unsur berpikir kritis, yaitu praktis, reflektif, rasional, terpercaya, dan berupa tindakan. Dengan didasari pemikiran inilah, Ennis merumuskan definisi berpikir
kritis sebagai aktivitas berpikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan pada penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan.
Beberapa ahli mendefinisikan berpikir kritis sebagai bentuk pemikiran tingkat tinggi Higher Order Thinking Skills. Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika
seseorang mengambil informasi yang tersimpan dalam memori dan saling terhubungkan atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai
tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi membingungkan Al Muchtar, 2013.
Terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis menurut Ennis 1995: 4-8, yaitu focus focus, alasan reasons, kesimpulan inference, situasi situation,
kejelasan clarity, dan pemeriksaan secara menyeluruh overview. Penjelasan mengenai enam unsur dasar tersebut adalah sebagai berikut:
a. Fokus focus, merupakan hal pertama yang harus dilakukan untuk
mengetahui informasi. Untuk fokus terhadap permasalahan,diperlukan pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan dimiliki oleh seseorang akan
semakin mudah mengenali informasi. b.
Alasan reason, yaitu mencari kebenaran dari pernyataan yang akan dikemukakan. Dalam mengemukakan suatu pernyataan harus disertai dengan
alasan-alasan yang mendukung pernyataan tersebut. c.
Kesimpulan Inference, yaitu membuat pernyataan yang disertai dengan alasan yang tepat.
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu d.
Situasi situation, yaitu kebenaran dari pernyataan tergantung pada situasi yang terjadi. Oleh karena itu perlu mengetahui situasi atau keadaan
permasalahan. e.
Kejelasan clarity, yaitu memastikan kebenaran suatu pernyataan dari situasi yang terjadi.
f. Pemeriksaan secara menyeluruh overview, yaitu melihat kembali sebuah
proses dalam memastikan kebenaran pernyataan dalam situasi yang ada sehingga bisa menentukan keterkaitan dengan situasi lainnya.
Menurut Ennis dalam Rante, 2008 ada 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokkan dalam 5 kelompok keterampilan berpikir seperti pada
tabel 2.2. Tabel 2.2. Indikator Berpikir Kritis
Berpikir Kritis Sub Berpikir Kritis
1. Memberikan
penjelasan sederhana elementary
clarification 1.
Memfokuskan pertanyaan 2.
Menganalisis argumen 3.
Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan
1. Membangun
keterampilan dasar basic support
4. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber
5. Mengobservasi dan mempertimbangka hasil
observasi
2. Kesimpulan
inference 6.
Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
7. Membuat induksi dan mempertimbangkan
hasil induksi 8.
Membuat dan mempertimbang-kan nilai keputusan
4. Membuat penjelasan
lebih lanjut advance
clarification 9.
Mendefinisikan istilah 10.
Mengidentifikasi asumsi
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu 5.
Strategi dan taktik strategi and tactic
11. Memutuskan suatu tindakan
12. Berinteraksi dengan orang lain
Beyer Sapriya, 2009:146 menegaskan bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam studi sosial atau untuk
pembelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah:
1Membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat; 2 menentukan reliabilitas sumber; 3 menentukan akurasi fakta dari suatu pernyataan; 4
membedakan informasi yang relevan dari yang tidak relevan; 5 mendeteksi penyimpangan; 6 mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan; 7
mengidentifikasi tuntutan dan argumen yang tidak jelas atau samar-samar; 8 mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten; 9 membedakan antara
pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan; dan 10 menentukan kekuatan argumen.
Menurut Beyer, sepuluh kunci keterampilan yang ditampilkan di atas merupakan hasil konsensus dari sejumlah pakar studi sosial, hasil penelitian
dalam proses belajar mengajar, dan pengalaman di ruang kelas. Semua keterampilan ini telah digunakan di dalam penelitian sebagai indikator dalam
observasi dan penelitian kemampuan berpikir kritis yang diterapkan oleh para guru studi sosial.
Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Ennis. Dari
duabelas indikator dipilih sebanyak tujuh indikator, yaitu 1 memfokuskan pertanyaan; 2 bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan
menantang; 3
mendefinisikan istilah;
4 membuat
induksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi; 5 membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan; 6 mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi; dan 7
menentukan suatu tindakan.
2. Berpikir Kritis Penting Dipelajari
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu Pembelajaran adalah proses berpikir. Sanjaya 2008: 219 menyatakan
b ahwa ”belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan
pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan”. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran berpikir dalam proses pendidikan di
sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh
pengetahuannya sendiri self regulated. Asumsi yang mendasari pembelajaran berpikir adalah bahwa pengetahuan
itu tidak datang dari luar, tetapi dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran bukanlah
memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu aktivitas yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. Menurut
Battencourt dalam Sanjaya, 2008: 219, proses pembelajaran dalam pembelajaran berpikir adalah ”berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk
pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikas
i”. Pengembangan kemampuan berpikir, berkait dengan anggapan bahwa
berpikir merupakan potensi manusia yang perlu secara sengaja dikembangkan untuk mencapai kapasitas optimal. Menurut Suwarma Al Muchtar 2007:277
konsep pendidikan berpikir sebagai pendekatan dalam pengembangan pendidikan lahir atas perlunya pendidikan diperankan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir. Perlunya mengembangkan kemampuan berpikir kritis di sekolah diakui oleh
sejumlah ahli pendidikan. Preston dan Herman dalam Sapriya, 2012: 145 menyatakan bahwa “inquiri dan keterampilan berpikir kritis tumbuh subur di kelas
ketika guru menilai pemikiran-pemikiran yang berbeda dan mendorong siswa untuk berpikir secara bebas”.
National Council for The Social Studies 1994:160 menyatakan bahwa: ”...Teacher should not only expose their students to curriculum content but should
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu also provide them with opportunities to think and cummunicate in ways that will
help students construct a working knowledge of such conten t”.
Pernyataan yang dikemukakan oleh NCSS tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir, yang akan membantu siswa membangun pengetahuan itu sendiri.
Terdapat beberapa alasan yang menjadi pertimbangan mengapa berpikir kritis merupakan suatu yang penting dalam pendidikan modern. Tilaar 2011:17
menemukan sedikitnya ada empat alasan pentingnya berpikir kritis, yaitu: 1Mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan, berarti kita
memberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi respect as person; 2 Berpikir kritis merupakan tujuan yang ideal dalam pendidikan
karena mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan kedewasaannya; 3 Pengembangan berpikir kritis dalam proses pendidikan merupakan suatu cita-
cita tradisional; dan 4 Berpikir kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan demokratis.
Dari alasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan akan memberikan kesempatan kepada perkembangan pribadi
siswa sepenuhnya, karena mereka merasa diberikan kesempatan dan dihormati akan hak-haknya dalam perkembangan pribadinya. Mempersiapkan siswa untuk
kehidupan kedewasaan bukan berarti memberikan pada mereka sesuatu yang telah siap, tetapi mengikutsertakan siswa di dalam pemenuhan perkembangan dirinya
sendiri dan arah dari perkembangannya sendiri. Pada akhirnya, mengembangkan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam kehidupan demokratis karena demokrasi
hanya dapat berkembang apabila warganegaranya dapat berpikir kritis di dalam berbagai masalah politik, sosial, dan ekonomi.
Bisma Murti 2010 menyatakan beberapa pandangan bahwa berpikir kritis perlu dipelajari dengan alasan sebagai berikut :
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu a.
Berpikir kritis memungkinkan seseorang memanfaatkan potensinya sendiri dalam melihat masalah, memecahkan masalah, menciptakan, dan menyadari
diri b.
Berpikir kritis merupakan keterampilan universal. Kemampuan berpikir jernih dan rasional diperlukan pada pekerjaan apapun,
ketika mempelajari bidang ilmu apapun, untuk memecahkan masalah apapun, jadi merupakan aset berharga bagi karir seorang
c. Berpikir kritis sangat penting di abad ke 21.
Abad ke 21 merupakan era informasi dan teknologi. Seorang harus merespons perubahan dengan cepat dan efektif, sehingga memerlukan keterampilan
intelektual yang fleksibel, kemampuan menganalisis informasi, dan mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah.
d. Berpikir kritis meningkatkan keterampilan verbal dan analitik.
Berpikir jernih dan sistematis dapat meningkatkan cara mengekspresikan gagasan, berguna dalam mempelajari cara menganalisis struktur teks dengan
logis, meningkatkan kemampuan untuk memahami e.
Berpikir kritis meningkatkan kreativitas. Untuk menghasilkan solusi kreatif terhadap suatu masalah tidak hanya perlu
gagasan baru, tetapi gagasan baru itu harus berguna dan relevan dengan tugas yang harus diselesaikan. Berpikir kritis berguna untuk mengevaluasi ide baru,
memilih yang terbaik, dan memodifikasi bila perlu. f.
Berpikir kritis penting untuk refleksi diri. Untuk memberi struktur kehidupan sehingga hidup menjadi lebih berarti
meaningful life, maka diperlukan kemampuan untuk mencari kebenaran dan merefleksikan nilai dan keputusan diri sendiri. Berpikir kritis merupakan
meta-thinking skill, ketrampilan untuk melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap nilai dan keputusan yang diambil, lalu dalam konteks membuat
hidup lebih berarti melakukan upaya sadar untuk menginternalisasi hasil refleksi itu ke dalam kehidupan sehari-hari.
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu Berdasarkan pendapat para ahli mengenai berpikir kritis dapat disimpulkan
bahwa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajaran sangat penting dalam upaya mengembangkan potensi siswa, sebagai bekal dalam
menghadapi kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang.
B. Pembelajaran Bermakna.
Ausubel, Novak, dan Hanesian dalam Suparno, 1997: 54 menyatakan bahwa terdapat dua jenis belajar: 1 belajar bermakna meaningful learning dan
2 belajar menghafal rote learning. Belajar bermakna merupakan suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang
sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan
mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan struktur konsep yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur yang
telah dipunyai si pelajar. Menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi bila si pembelajar dapat
mengaitkan informasi yang baru diperolehnya dengan konsep-konsep dikenal sebagai subsumer-subsumer relevan yang terdapat dalam struktur kognitif si
pembelajar tersebut. Akan tetapi, bila si pembelajar hanya mencoba menghafalkan informasi baru tadi tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada
dalam struktur kognitifnya tersebut, kondisi ini dikatakan sebagai belajar hafalan. Suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami siswa
jika para guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian rupa sehingga para siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna meaningful learning yang telah digagas David P. Ausubel.
Ausubel menyatakan bahwa bahan pelajaran yang akan dipelajari harus bermakna meaningfull. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses
mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep,
dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Menurut Ausubel dalam Yani, 2010: 39-40, pembelajaran bermakna terdiri
dari empat tahapan, yaitu: a
Derivative subsumption, yaitu proses yang berusaha menguraikan konsep umum menjadi bagian-bagian lebih kecil.
b Correlative subsumption, yaitu proses akomodasi terhadap konsep baru
yang dipelajari siswa c
Superordinate learning, yaitu merupakan belajar tahap tinggi. Dalam tahap ini, siswa menemukan sendiri konsepmateri baru melalui
identifikasi dan proses inquiri. d
Combinatorial learning, yaitu suatu proses belajar dengan cara analogi. Suparno 1997 mengatakan pembelajaran bermakna adalah suatu proses
pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang dalam proses pembelajaran. Model
pembelajaran bermakna Meaningfull learning merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Belajar bermakna merujuk pada konsep bahwa belajar pengetahuan sebuah fakta sepenuhnya dipahami oleh individu dan bahwa
individu mengetahui bagaimana fakta yang spesifik berkaitan dengan fakta-fakta yang tersimpan lain atau tersimpan dalam otak.
Jonassen 2011 Menyebutkan ciri pembelajaran bermakna, yaitu 1 active manipulantobservant; 2 constructive articulativereflective; 3 intentional
goal-directedregulatory; 4
authentic complexcontextual;
dan 5
cooperative collaborativeconversational. Ciri yang pertama pembelajaran bermakna adalah aktif melakukan
manipulasi. Dalam pembelajaran bermakna berlangsung aktivitas untuk mengamati lingkungan dan mengamati pengaruh dari perilaku manusia terhadap
lingkungan. Konstruktif mengandung pengertian bahwa siswa harus mampu membangun pengetahuannya sendiri, melakukan refleksi terhadap aktivitas yang
dilakukannya sebagai pengalaman belajar yang bermakna. Intensional merujuk
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu pada pengertian bahawa pembelajaran harus disengaja dan atau dirancang dengan
baik sehingga siswa mampu mengartikulasikan mereka sendiri terhadap tujuan yang akan mereka capai. Autentik artinya konsep yang sedang dipelajari benar-
benar memiliki arti dan ada faktanya. Pembelajaran akan bermakna bila dihubungkan dengan kehidupan nyata. Koperatif dimaksudkan bahwa
pembelajaran bermakna memerlukan suatu komunikasi dan tukar pengalaman bersama kelompok belajarnya.
Dahar 2011: 99 mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu 1 materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,
dan 2 anak yang akan belajar harus bertujuan belajar bermakna. Kebermaknaan potensial materi pelajaran bergantung kepada dua faktor, yaitu 1 materi itu harus
memiliki kebermaknaan logis, dan 2 gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Materi yang memiliki kebermaknaan logis
merupakan materi yang serupa dengan apa yang telah diketahui siswa dan materi yang dapat dinyatakan dalam berbagai cara tanpa mengubah artinya.
Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya pembelajaran bermakna menurut Koswara 2011 adalah sebagai berikut: 1 orientasi mengajar
tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik, melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta potensi dasar siswa; 2
topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak yang relevan; 3 metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam
suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan; 4 dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain dan
bekerjasama dengan orang lain; 5 bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret; dan 6 dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak
hanya menekankan aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis, tetapi harus mencakup semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah
alat penilaian.
Yuyun Kurniasari, 2014 Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
|
perpustakaan.upi.edu Pembelajaran bermakna sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran yang
ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur
kognitif siswa. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk
mendapatkan atau menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan
demikian, agar terjadi pembelajaran bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki oleh peserta didik
dan membantu memadukannya secara harmonis dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan National
Council for the Social Studies 1994: 169 yang menyatakan bahwa: Students develop new understanding through a process of active construction.
They do not passively receive or copy curriculum content; rather, they actively process it by relating it to what they already know or think they know about
the topic.
Pernyataan NCSS tersebut membawa implikasi kepada guru bahwa dalam proses pembelajaran guru dituntut memiliki kemampuan membuat perencanaan
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara aktif bukan hanya sekedar hafalan, tetapi mendorong siswa agar memahami apa yang mereka pelajari dengan
cara menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
C. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial