Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Dalam beberapa penelitian disebutkan, anak perempuan yang menderita depresi dan kecemasan beresiko 68 memiliki acne vulgaris. Sumber lain juga
menyatakan, sebanyak 80-100 terjadi dalam usia remaja 14-17 tahun pada wanita, dan 16-19 tahun pada pria. Berdasarkan penelitian Goodman 1999, acne
vulgaris dialami pada usia 16-17 tahun, dimana wanita berkisar 83-85 dan pria berkisar 65-80. Dari survey di kawasan Asia Tenggara, terdapat 40-80 kasus
acne vulgaris. Sedangkan di Indonesia, catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia, menunjukkan terdapat 60 penderita pada tahun 2008 dan
80 pada tahun 2009. Dari kasus di tahun 2009, kebanyakan penderitanya adalah remaja dan dewasa usia antara 11-25 tahun Efendi, 2007.
Remaja putri tampak kurang menyukai perubahan fisik ketika beranjak remaja, khususnya mengenai acne vulgaris. Acne vulgaris ini dapat menyebabkan
remaja putri seringkali merasa malu dan menutup diri terhadap lingkungan. Berbeda dengan remaja putra yang cenderung menerima apa adanya yang mereka
alami seiring pubertas. Dengan munculnya acne vulgaris pada masa remaja, maka kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi konsep diri remaja putri Al-Hoqail, I.A.,2008. Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain Ali, 2006. Menurut Keliat 2002 konsep diri terdiri dari lima
komponenyaitu: Citra diri body image, ideal diri, harga diri, penampilan peran, identitas personal. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang
penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri,
menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri.
Semua perempuan pada dasarnya menginginkan kulit muka yang bersih, begitu pun remaja di mana masa membentuk diri dalam segala segi dengan
sebaik- baiknya. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Deni Giri Hermawan pada tanggal 6 februari 2012 terhadap murid perempuan kelas X SMK
Negeri 1 Indramayu yang berjumlah 269 orang, ternyata 145 orang atau 54 di antaranya menderita jerawat dan hasil wawancara terhadap 10 siswi yang
berjerawat, 7 siswi mengatakan tidak menginginkan adanya jerawat yang mereka alami saat melewati masa pubertas sehingga membuat mereka kurang percaya diri
untuk tampil di depan umum, ada yang merasa takut dan rendah diri karena wajahnya tidak cantik akibat tumbuhnya jerawat bahkan lima diantaranya
merasa terganggu karena perubahan bentuk wajah mereka membuat mereka tidak bisa menarik perhatian orang lain untuk melihatkan bakat yang dimilikinya.
Komponen konsep diri remaja yang mempunyai jerawat sering terganggu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Deni Giri Hermawan
tersebut terhadap 10 15 murid perempuan yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu terdapat 12 murid perempuan mengalami gangguan konsep diri. Hal
tersebut dapat dilihat pada murid perempuan di SMK Negeri 1 Indramayu yang mempunyai jerawat, mereka merasa ada yang berubah terutama pada citra
dirinya karena ketidak nyamanan disekitar wajah dan tidak sama seperti teman sebayanya yang tidak mempunyai jerawat serta mengakibatkan harga dirinya
rendah.
Citra tubuh menunjukkan gambaran diri yang dimiliki setiap orang, penyakit atau gangguan kulit dapat merusak konsep dirinya, mengadaptasi
perilaku yang diakibatkan timbulnya jerawat dapat mempengaruhi identitasnya dan menghalangi perannya didalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Dilihat
dari cara pergaulannya, mereka merasa kurang percaya diri, malu, kurang kontak mata saat diajak bicara, berusaha selalu memalingkan muka sertakurang semangat
dalam melakukan aktifitas. Tetapi tidak semua remaja yang berjerawat dapat mengalami gangguan konsep diri. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
di antaranya pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan informasi yang didapat dari media, baik cetak maupunelektronik Farozin, 2004.
Dalam Journal of Paediatrics and Child Health peneliti menemukan acne vulgaris terkait dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi serta depresi pada
remaja yang berusia antara 12-18 tahun, seperti dikutip dari Livestrong, sedangkan studi lain menemukan remaja yang mengunjungi
dokter kulit untuk mengatasi masalah jerawat memiliki kesulitan emosional dan sosial yang setingkat dengan pasien epilepsi atau diabetes. Serta ada pula bukti
lain yang menunjukkan ketika gejala masalah mental atau emosional parah, maka remaja ini mengalihkannya dengan mengonsumsi makanan junk food sehingga
membuat acne vulgaris bertambah parah Bararah, 2012. Melihat fenomena di atas maka penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan
acne vulgaris dengan konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014”