Di dalam melakukan pembagian kerja pada organisasi perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
a. Tiap – tiap satuan organisasi hendaknya memiliki rincian aktivitas yang jelas tertulis pada
daftar rincian aktivitas. b.
Tiap – tiap pejabat dari pucuk pimpinan sampai dengan pejabat yang berkedudukan paling rendah harus memiliki rincian tugas deskripsi tugas jobdesc yang jelas dalam
suatu daftar rincian tugas jobs list.
1.5.5 Peran pembagian kerja pada kelurahan
Dalam buku Organizations Gibson friends, 2003 : 380 – 381 penulis menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pengertian dari division of labor atau pembagian
kerja sebagai perhatian pada tingkat pekerjaan yang diperuntukkan. Pembagian kerja dapat menjadi 3 cara :
1. Kerja dapat dibagi kedalam kemampuan personal yang berbeda.
2. Kerja dapat dibagi ke dalam aktivitas – aktivitas yang dibutuhkan oleh rangkaian
alami pekerjaan yang dilakukan organisasi. 3.
Dan akhirnya kerja dapat dibagi sepanjang bidang taraf vertikal organisasi. Dari hal di atas kita bisa merumuskan organisasi sebagai proses menetapkan dan
mengelompokkan pekerjaan yang akan dilakukan, merumuskan dan melimpahkan tanggung jawab dan wewenang serta menyusun hubungan – hubungan dengan maksud untuk
memungkinkan orang – orang bekerjasama secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan.
Bagi Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan kota, Kota Medan sendiri dengan telah dimilikinya daftar rincian tugas bagi para pegawai maka dapat dihindarkan terjadinya
pegawai yang bekerja hanya sekadar menunggu perintah saja dan dapat dihindarkan pula
Universitas Sumatera Utara
adanya pejabat yang hanya memenuhi syarat formal datang ke kantor tetapi tidak mengerjakan apa – apa. Sebaliknya di sini dapat dikemukakan bahwa tiap – tiap pejabat
merasa yakin benar apa yang harus dipertanggungjawabkan tiap harinya walaupun mungkin tidak ada perintah dari atasan. Seseorang masuk kerja didasari oleh keyakinan bahwa ada
pekerjaan yang memang benar – benar harus dikerjakan, sedangkan perintah – perintah dari atasan datangnya secara insidentil. Seseorang masuk kerja bukan didasarkan karena adanya
inspeksi mendadak sidak ataupun karena iming – iming reward sebagai kategori pegawai teladan melainkan karena sumpah dan janji ataupun komitmen yang pernah diucapkan pada
saat masuk ke dalam untuk berproses atau pun bekerja pada organisasi tersebut.
1.5.6 Profesionalisme kerja
Istilah profesionalisme berasal dari kata professio yang dalam bahasa Inggris menurut Webster Dictionary dalam Tangkilisan, 2005 : 225 penulis menerjemahkannya ke dalam
bahasa Indonesia yakni suatu pekerjaan atau jabatan yang membutuhkan pelatihan keterampilan dalam beberapa pengetahuan budaya dan ilmu dan biasanya mencakup mental
daripada kerja manual seperti mengajar, teknis, menulis dan lainnya. Menurut Korten Alfonso dalam Tjokrowinoto 1996:178 dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan profesionalisme adalah kecocokan fitness antara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi bureaucratic-competence dengan kebutuhan tugas task-
requirement. Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan syarat terbentuknya aparatur yang profesional. Artinya keahlian dan kemampuan
aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Dalam pandangan Tjokrowinoto, 1996:191 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
profesionalisme adalah kemampuan untuk merencanakan, mengkoordinasikan, dan melaksanakan fungsinya secara efisien, inovatif, lentur, dan mempunyai etos kerja tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Ada pula pendapat dari Atmosoeprapto 2000:51 yang menyebutkan bahwa profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan competency, yaitu memiliki
pengetahuan knowledge, keterampilam skill, bisa melakukan ability ditunjang dengan pengalaman experience yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan
waktu. Menurut pendapat tersebut, kemampuan aparatur lebih diartikan sebagai kemampuan
melihat peluang-peluang yang ada bagi pertumbuhan ekonomi, kemampuan untuk mengambil langkah-langkah yang perlu dengan mengacu kepada misi yang ingin dicapai dan
kemampuan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh kembang dengan kekuatan sendiri secara efisien, melakukan inovasi yang tidak terikat kepada prosedur
administrasi, bersifat fleksibel, dan memiliki etos kerja tinggi. Sedangkan profesionalisme menurut Siagian, 2000:163 adalah keandalan dalam
pelaksanakan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh “klientele” pelanggan atau
masyarakat. Menurut Legge dan Exley dalam Sedarmayanti, 2004:77 profesionalisme adalah:
1. Keterampilan yang didasarkan atas pengetahuan teoritis
2. Diperoleh dengan pendidikan tinggi dan latihan kemampuannya diakui oleh rekan
sejawatnya 3.
Punya organisasi profesi yang menjamin berlangsungnya budaya profesi melalui persyaratan untuk memasuki organisasi tersebut, yaitu ketaatan pada kode etik
profesi. 4.
Ada nilai khusus yang harus diabadikan pada kemanusiaan. Lebih lanjut Semana dalam Sedarmayanti, 2004:77 menjelaskan bahwa
profesionalisme adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Seorang pekerja yang terampil atau cakap dalam bekerja
2. Seseorang yang dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang
menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan nasional dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta mengembangkan mutu karyanya
3. Mempunyai ciri:
a. Memerlukan persiapan atau pendidikan khusus
b. Memenuhi persyaratan yang telah dibebankan oleh pihak yang berwenang
c. Mendapat pengakuan masyarakat atau negara
d. Berkecakapan kerja berkeahlian sesuai dengan tugas khusus serta tuntutan dari
jenis jabatannya e.
Menurut pendidikan yang terprogram secara relevan, sehingga terselenggara secara efektif dan efisien dan tolok ukur yang berstandar
f. Berwawasan sosial, bersikap positif terhadap jabatannya dan perannya serta
bermotivasi untuk bekerja dengan sebaik-baiknya g.
Memiliki kode etik yang harus dipenuhi h.
Mencintai profesinya dan memiliki etos kerja yang tinggi serta selalu meningkatkan diri serta karyanya.
Lebih lanjut Tjokrowinoto, 1996:190 menjelaskan bahwa birokrasi dapat dikatakan profesional atau tidak, diukur melalui kompetensi sebagai berikut:
a. Profesionalisme yang Wirausaha Entrepreneurial-Profesionalism.
Kemampuan untuk melihat peluang-peluang yang ada bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, keberanian mengambil risiko dalam memanfaatkan
peluang, dan kemampuan untuk menggeser alokasi sumber dari kegiatan yang berproduktivitas rendah ke produktivitas tinggi yang terbuka dan memberikan
peluang bagi terciptanya lapangan kerja dan peningkatan pendapatan nasional.
Universitas Sumatera Utara
b. Profesionalisme yang Mengacu Kepada Misi Organisasi Mission-driven
Profesionalism. Kemampuan untuk mengambil keputusan dan langkah langkah yang perlu dan
mengacu kepada misi yang ingin dicapai mission-driven professionalism, dan tidak semata mata mengacu kepada peraturan yang berlaku rule-driven professionalism
c. Profesionalisme Pemberdayaan Empowering-Profesionalism.
Kemampuan ini diperlukan untuk aparatur pelaksana atau jajaran bawah grassroots yang berfungsi untuk memberikan pelayanan publik service provider.
Profesionalisme yang dibutuhkan dalam hal ini adalah profesionalisme- pemberdayaan empowering-prefesionalism yang sangat berkaitan dengan gaya
pembangunan. Dalam konsep ini birokrasi berperan sebagai fasilitator atau meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh berkembang dengan kekuatan
sendiri enabler, pada Osborne Gaebler,1992.
1.5.7 Peran profesionalisme kerja bagi kelurahan