terjadi setiap saat selama masa kultur. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan, botol kultur, dan alat penanam yang kurang steril, lingkungan kerja dan ruang kultur yang
kotor serta kecerobohan dalam pelaksanaan. Untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan pada eksplan maka dilakukan
suatu sterilisasi yang baik. Menurut Gunawan 1995, bahwa inisiasi kultur yang terbebas dari kontaminasi merupakan langkah yang sangat penting karena pada bahan
tanaman banyak mengandung debu, kotoran-kotoran dan berbagai kontaminan lainnya. Katuuk 1989 menambahkan bila kontaminan tidak dihilangkan maka pada
media yang mengandung gula, vitamin dan mineral akan tumbuh jamur dan bakteri secara cepat karena media tersebut disenangi jamur dan bakteri.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, penyebab kontaminasi lebih banyak disebabkan oleh jamur dimana perkembangan jamur sangat cepat sehingga bisa
menutupi media dan eksplan. Menurut Katuuk 1989, kontaminasi yang sering terjadi disebabkan dari spora jamur dan bakteri yang ada dimana-mana, karena massa yang
ringan dan ukuran yang sangat kecil memungkinkan spora untuk berpindah hanya dengan gerakan udara yang lambat.
Apabila kultur tanaman dalam botol sudah terkontaminasi maka botol tersebut harus segera dikeluarkan dari ruang inkubasi Nugroho Sugito, 2000. Setelah itu,
botol harus dicuci bersih agar kultur yang sehat dalam botol lainnya tidak terkontaminasi sebab spora jamur yang sudah berkembang mudah sekali untuk
terhambur keluar oleh angin.
4.5 Determinasi Protein Kalus
Daftar sidik ragam untuk determinasi protein pada Lampiran E Halaman 45. menunjukkan bahwa hasil pengukuran protein kalus dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Data pengukuran protein kalus dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Data determinasi protein kalus yang diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm
Perlakuan Kadar Protein µgg ekstrak kalus
Universitas Sumatera Utara
5 10
15 20
25 30
C0T1 C0T2 C0T3 C1T1 C1T2 C1T3 C2T1 C2T2 C2T3 C3T1 C3T2 C3T3
Perlakuan K
a d
a r
p r
o te
in µ
g g
e k
st r
a k
k a
lu s
C0T1 20,726 cC
C0T2 22,148 abB
C0T3 22,207 abB
C1T1 22,845 aA
C1T2 24,383 aA
C1T3 22,990 aA
C2T1 20,436 cCd
C2T2 22,816 aA
C2T3 19,623 dD
C3T1 22,119 abB
C3T2 21,336 bBc
C3T3 21,510 bBc
Keterangan: Angka-angka dalam kolom yang sama bila diikuti dengan huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 huruf kecil dan taraf 1 huruf besar menurut uji Duncan.
C 0,0, C
1
0,05, C
2
0,10, C
3
0,15, T
1
30 menit, T
2
60 menit, T
3
90 menit
Gambar 4.5.1 Pengaruh lama perendaman dan konsentrasi EMS terhadap kadar protein kalus Terung Belanda
Pada Gambar 4.5.1 menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi yaitu pada perlakuan C
1
T
2
yaitu konsentrasi 0,05 dengan lama perendaman 60 menit memiliki kadar protein sebesar 24,383 µgg ekstrak kalus dan kadar protein yang terendah yaitu
pada perlakuan C
2
T
3
yaitu konsentrasi 0,10 dengan lama perendaman 90 menit memiliki kadar protein sebesar 19,623 µgg ekstrak kalus. Kadar protein kalus yang
diinduksi EMS bila dibandingkan dengan kontrol tidak terlalu menunjukkan nilai yang berbeda sangat nyata. Hal ini mungkin dikarenakan konsentrasi 0,05 dengan lama
perendaman 60 menit merupakan perlakuan yang sesuai terhadap kadar protein kalus Terung Belanda sehingga pada perlakuan ini protein kalus memiliki kadar yang lebih
tinggi dibanding kontrol. Apabila konsentrasi dan lama perendaman ditingkatkan mungkin dapat menurunkan kadar protein kalus. Seperti yang terlihat pada perlakuan
Universitas Sumatera Utara
C
2
T
3
yang konsentrasi dan lama perendamannya meningkat menyebabkan kadar protein kalus rendah.
Rendahnya nilai kadar protein kalus dapat disebabkan karena adanya pengaruh dari aktivitas metabolisme protein secara umum. Apabila aktivitas metabolisme
protein terganggu akibat adanya senyawa lain seperti EMS yang merupakan mutagen dapat menghambat proses terbentuknya protein dari kalus terung belanda sehingga
aktivitas pembentukan protein menurun. Menurut Shiomi and Hori 1975 bahwa protein kalus dapat terhambat pembentukannya apabila ada suatu hal yang
menghambat proses kerja pembentukan protein dalam kalus. Hal ini dapat dianalisis secara biokimia.
4.6 Penentuan Akivitas Peroksidase PO