yang digunakan. Juga zat-zat tanaman yang dicampurkan pada medium dasar Suryowinoto, 1996.
Tanaman dapat diperbanyak secara vegetatif menggunakan teknik kultur in vitro dengan teknik kultur kalus atau kultur sel. Jika suatu eksplan ditanam pada
medium padat atau dalam medium cair yang sesuai, dalam waktu 2–4 minggu, tergantung spesiesnya maka akan terbentuk kalus yang merupakan massa amorf dan
tersusun atas sel-sel parenkim berdinding sel tipis yang berkembang dari hasil poliferasi sel-sel jaringan induk Yuwono, 2006.
Beberapa jaringan tanaman dapat digunakan untuk membentuk biakkan kalus seperti akar, batang, dan daun. Untuk membentuk kalus, jaringan dipisahkan dari
tanaman dan permukaan sayatan disterilkan untuk membunuh pengkontaminasi biakkan. Beberapa biakkan yang membentuk kalus dari tanaman yang tumbuh dalam
kondisi aseptik dengan permukaan biji yang disterilkan untuk mengurangi kontaminasi Nasir, 2002. Membuat kalus berarti menginduksi dari bagian tanaman
tertentu, biasanya dengan jalan dirangsang secara hormonal. Hormon yang banyak digunakan untuk induksi kalus adalah auksin. Induksi kalus dipengaruhi oleh auksin.
Tahapan induksi kalus adalah suatu tahapan yang penting dalam budidaya kultur jaringan. Tahapan inilah yang merupakan tahapan untuk mendapatkan tanaman utuh
atau untuk tujuan lain sesuai yang diinginkan. Sitokinin sering pula digunakan sebagai bahan kombinasi untuk induksi kalus Santoso Nursandi, 2004.
Untuk menghasilkan kalus yang baik, zat hara sangat berperan dalam merangsang pertumbuhan sel dengan cepat. Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman
yang dikulturkan secara in vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhkan di tanah, yaitu meliputi hara-hara makro dan mikro. Hara makro
adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar seperti N, P, K, Ca, Mg dan S. Sedangkan hara mikro adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
sedikit seperti Fe, Cu, Mn, Zn, B, Mo, dan Co.
2.6 Ethyl Methane Sulphonate EMS
Universitas Sumatera Utara
Ethyl Methane Sulphonate EMS dapat menyebabkan mutasi yang terjadi pada tingkat DNA pada berbagai jenis organisme Priyono Agung, 2002. Mutasi dengan
menggunakan mutagen kimia EMS telah banyak dilakukan pada berbagai spesies tanaman. EMS merupakan kelompok alkil yang dapat mengubah basa-basa DNA
guanin dan timin menjadi basa lain dan akan berpasangan dengan basa yang berbeda sehingga terjadi transisi Purwati et al. 2007. EMS telah terbukti telah menghasilkan
mutan antara lain daun variegata pada Arabidopsis Chen et al. 2000, jumlah cabang yang banyak pada kenaf Arumingtyas Indriani, 2005, peningkatan keragaman
Abaka serta resistensinya Purwati et al. 2007.
Aplikasi mutagen secara in vitro telah lazim digunakan dalam metode mutasi buatan seiring dengan keberhasilan aplikasi teknik perbanyakan in vitro pada berbagai
jenis tanaman. Prinsip dasar mutasi in vitro adalah meningkatkan frekuansi variasi somaklonal dan meningkatkan efektifitas variasi somaklonal sehingga keragaman
genetik tanaman diharapkan akan meningkat. Banyak penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan EMS. Salah satunya adalah penelitian tentang perlakuan
pemberian EMS terhadap pembentukan sisik mikro tanaman Lily Kerk yang telah dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia. Bahan yang digunakan adalah umbi Lily Kerk kultivar lokal, bahan kimia penyusun media MS, bahan sterilisasi, EMS Ethyl Methane Sulphonate, dan
asam thioglikolat. Hasil menunjukkan bahwa EMS pada konsentrasi 0,05 dapat berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh dalam hal peningkatan nilai jumlah bulbet dan
persentase perakaran, sedangkan pada konsentrasi 0,1 EMS mampu memacu peningkatan jumlah bulbet. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penggunaan 2,4-D
yang mana pada konsentrasi tinggi dapat sebagai herbisida namun pada konsentrasi rendah justru memacu pembelahan sel tanaman. Perendaman eksplan dalam EMS
selama 4 hari memungkinkan terjadinya proses difusi EMS secara maksimal ke dalam jaringan, sehingga dihasilkan tanaman yang beragam dalam hal pembungaan,
pertumbuhan serta hasil uji DNA mutan. Priyono Agung, 2002.
2.7 Peroksidase dan Polifenol Oksidase