Gambar 4.1.2 Pengaruh konsentrasi EMS terhadap rata-rata berat basah kalus Terung Belanda
Sedangkan pemberian perlakuan konsentrasi EMS terhadap rata-rata berat basah kalus menunjukkan bahwa konsentrasi EMS memberikan hasil yang fluktuatif
terhadap berat basah kalus Terung Belanda. Pada konsentrasi C2 0,10 memiliki berat basah kalus yang terendah dari konsentrasi yang lainnya, sedangkan pada
konsentrasi C0 0 memiliki berat basah kalus yang paling tinggi namun pada konsentrasi C3 0,15 terjadi peningkatan berat basah kalus Gambar 4.1.2. Hal ini
kemungkinan karena pada konsentrasi tersebut EMS dapat memberikan rangsangan yang positif terhadap fitohormon dalam kalus Terung Belanda, sehingga sel-sel kalus
dapat membelah dan meningkatkan berat basah kalus. Menurut Priyono dan Agung 2002 bahwa penggunaan mutagen dengan konsentrasi tertentu dapat memacu
fitohormon dalam tumbuhan misalnya auksin yang dapat mendorong pembelahan sel pada tanaman.
4.2 Warna Kalus
Pada umumnya warna kalus setiap eksplan tanaman berbeda satu dengan yang lainnya. Pada penelitian ini warna kalus digunakan sebagai parameter guna
mengetahui ada tidaknya pengaruh dari EMS terhadap kalus biji Terung Belanda. Dari hasil pengamatan warna kalus Terung Belanda bervariasi yaitu putih, putih
kecoklatan, dan coklat Gambar 4.2.1. Warna kalus pada semua perlakuan menunjukkan 14,06 putih, 71,87 putih kecoklatan dan 14,06 coklat Tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Warna kalus putih sebanyak 9 botol 14,06, warna kalus putih kecoklatan sebanyak 46 botol 71,87 dan 9 botol 14,06 kalus bewarna coklat. Warna kalus
putih berpotensi untuk tumbuh membentuk planlet karena kalus terlihat segar, kompak, dan bernodul. Sedangkan warna kalus yang berpotensi untuk mati adalah
kalus yang berwarna coklat dan warna kalus putih kecoklatan kemungkinan dapat berubah warna lagi menjadi coklat dan mati seiring lamanya inkubasi.
a b
c
Gambar 4.2.1 Warna kalus setelah perlakuan EMS: a putih; b putih kecoklatan; c coklat
Tabel 4.2 Pengamatan Warna Kalus setelah Perlakuan EMS Perlakuan
Warna Kalus Total
Putih Putih
Kecoklatan Coklat
C0T1
6 6
C0T2
3 3
6
C0T3
1 5
6
C1T1
5 1
6
C1T2
1 3
2 6
C1T3
3 1
4
C2T1
4 1
5
C2T2
3 2
1
6
C2T3
2 1
3
C3T1
1 5
6
C3T2
5 5
C3T3
3 2
5 Total
9 14,06
46 71,87
9 14,06
64 100
Kalus yang bewarna coklat apabila tidak disubkultur kembali maka akan mengalami penuaan dan dapat mengeluarkan senyawa fenolat pada kultur. Untuk
menghindari oksidasi dari senyawa fenolat tersebut maka sebelum kalus mengalami penuaan harus segera mungkin disubkulturkan ke medium baru. Menurut Gunawan
Universitas Sumatera Utara
1995 perlu dilakukan subkultur pada kalus setiap 28 hari sekali dalam media yang baru yang komposisinya sama dengan media asal sebelum disubkultur untuk
mencegah kurangnya nutrisi pada kalus. Pada beberapa kalus pencoklatan terjadi seiring lamanya waktu pengkalusan.
Hal ini diduga akibat kalus mengalami penuaan sehingga pertumbuhan kalus terhenti dan akhirnya akan mati. Soegihardjo 1993 menjelaskan bahwa apabila kalus
mengalami penuaan dengan ciri-ciri kalus berubah warna menjadi coklat, pertumbuhan terhenti dan akhirnya terjadi pengeringan akibat nutrisi habis sehingga
menghambat difusi nutrien, penguapan air yang mengakibatkan naiknya konsentrasi nutrien tertentu dalam media, dan penimbunan metabolit yang bersifat racun bagi
kalus.
4.3 Persentase Kultur Yang Hidup