Sinergi KPH dan PS

5.2. Sinergi KPH dan PS

KPH dapat mengoperasionalkan program PS lebih efektif dan efisien. Sinergi KPH dan PS merealisasikan pembangunan masyarakat dari pinggiran (desa hutan) dan pemerintah hadir di tingkat tapak. KPH adalah unit kerja yang mengenal dari sangat dekat kondisi biofisik hutan, kondisi sosial budaya masyarakatnya, potensi dan persoalannya termasuk konflik atas hutannya, sejarah penguasaan lahan, siapa yang menguasai lahan dalam arti realitas menduduki, menggarap, mengusahakan lahan; struktur penguasaan lahan hutan.

Peran KPH penting untuk lebih diinklusifkan kedalam kerangka tata kerja PS yang berjalan hingga saat ini untuk meningkatkan efektivitas dan percepatan program PS ke depan. Efektivitas program PS ditunjukkan oleh ketepatan subyek (pelaku PS) dan obyek (kawasan hutan), dan keadilan antar pelaku. Bahkan kewenangan KPH perlu lebih diperbesar hingga seluruh proses pemberian izin PS selesai di KPH; pendampingan masyarakat lanjutan untuk pengelolaan PS dan pengembangan bisnisnya yang berbasis hasil hutan (kayu, bukan kayu, jasa lingkungan) dijalankan oleh KPH.

Dalam tahap proses perizinan, KPH mengidentifikasi penguasaan lahan hutan di tingkat tapak, mengidentifikasi kelompok masyarakat yang akan menjadi pelaku program PS, mengidentifikasi lahan yang akan dialokasikan untuk PS, dan memfasilitasi penguatan kelembagaan masyarakat. PIAPS dapat digunakan oleh KPH sebagai acuan. Kawasan hutan yang dialokasikan untuk PS merupakan hasil identifikasi luas dan batas kawasan hutan bersama-sama masyarakat desa yang akan menerimanya. Batas areal hutan yang diusulkan dapat menggunakan batas administratif desa. Dengan kata lain kawasan hutan negara yang diusulkan oleh masyarakat desa atau pemerintah desa kepada KPH untuk PS adalah kawasan hutan yang masuk kedalam wilayah administrasi desa (wilayah pangkuan atau wewengkon atau pertuanan). Jika terdapat sengketa lahan hutan, KPH berperan aktif untuk melakukan resolusi konflik.

BPS (2015) menyebutkan bahwa pada tahun 2014 jumlah rumahtangga desa hutan sekitar 8,6 juta dengan jumlah desa sekitar 21.000. Jika rata-rata per desa dialokasikan areal PS 1000 ha, maka total luas kawasan hutan untuk PS 21 juta ha (hampir dua kali lipat target 12,7 jta hektar). Areal hutan 1000 ha itu dapat dikelola semuanya sebagai HD atau semuanya HKm. Jika rata-rata 2 ha per rumahtangga, maka memerlukan kawasan hutan 17 juta hektar. Apakah pengelolaannya dengan

HD, HKm, HTR atau kemitraan sepenuhnya diputuskan dan disepakati di tingkat masyarakat desa masing-masing melalui musyawarah dan konsensus pemerintah

desa, BPD, dan masyarakat desa. Dengan langkah ini alokasi areal pencadangan PS segera dapat direalisasikan,

segera dapat dipegang oleh masyarakat desa, sehingga mengurangi peluang okupasi lahan hutan secara illegal oleh orang-orang di luar masyarakat desa. Dalam banyak kasus, lahan-lahan hutan yang ditinggalkan oleh perusahaan kehutanan (HPH atau pemegang IUPHHK), atau perusahaan tidak aktif, segera diokupasi secara illegal. Meskipun ada kemungkinan areal hutan yang sudah diserahkan kepada masyarakat tidak segera dikelola, namun setidaknya sudah ada yang memegang hak atas kawasan hutan tersebut dan mengamankannya dari tindakan okupasi kawasan hutan secara illegal.

KPH melakukan pembinaan teknis, kelembagaan dan manajemen bisnis. Pendampingan masyarakat membutuhkan waktu, komitmen para pihak dengan kompetensi dan perannya, dan pendanaan. KPH dapat meminta bantuan kepada perguruan tinggi/ universitas setempat, LSM, atau pelaku bisnis dalam pembinaan masyarakat tersebut, termasuk memfasilitasi kerjasama masyarakat dengan pelaku bisnis. Pembinaan teknis kegiatan ekonomi produktif berbasis sumberdaya hutan (kayu, bukan kayu, dan jasa lingkungan) dalam kerangka pengelolaan hutan maupun kegiatan ekonomi produktif di luar kehutanan perlu segera dilakukan untuk membangkitkan pendapatan masyarakat desa dan KPH. KPH dapat membantu penguatan kelembagaan masyarakat desa, misalnya BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), peraturan desa atau aturan-aturan adat untuk pengelolaan hutan. Kelembagaan masyarakat desa diperkuat untuk mewujudkan keadilan distribusi tanggung jawab dan manfaat atas sumberdaya hutan dan kelestarian hutan. KPH juga dapat membantu penguatan kapasitas manajemen bisnis masyarakat.

Selain melakukan pendampingan terhadap para pelaku PS yang telah definitif izinnya, KPH juga dapat membangun kemitraan bersama masyarakat atau PS skema kemitraan pada kawasan hutan yang belum diberikan izin pemanfaatannya kepada pihak lain, sebagaimana dijelaskan dalam Permen LHK No. 49 Tahun 2017. Permen tersebut diharmonisasikan dengan Permen LHK No. 83 Tahun 2016.

Peran KPH dalam kerangka kerja PS adalah memastikan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari melalui pelayanan yang sebaik mungkin

di tingkat tapak oleh KPH dengan prinsip inklusif dan kepastian hak, menjaga KPH tetap berorientasi pada kesejahteraan masyarakat; dan tetap menyinergikan dengan UPT pusat dan para pihak. Kesejahteraan masyarakat dicapai melalui pengelolaan hutan lestari, dan sebaliknya pengelolaan hutan lestari melalui partisipasi di tingkat tapak oleh KPH dengan prinsip inklusif dan kepastian hak, menjaga KPH tetap berorientasi pada kesejahteraan masyarakat; dan tetap menyinergikan dengan UPT pusat dan para pihak. Kesejahteraan masyarakat dicapai melalui pengelolaan hutan lestari, dan sebaliknya pengelolaan hutan lestari melalui partisipasi

keseluruhan program KPH yang diintegrasikan dalam RPHJP. Gambar 5.2 Interaksi hutan lestari dan masyarakat sejahtera