Strategi Pemenuhan Anggaran Percepatan Perhutanan Sosial

6.5. Strategi Pemenuhan Anggaran Percepatan Perhutanan Sosial

Terhadap berbagai permasalahan yang diuraikan diatas, pemerintah tentu tidak bisa hanya mengandalkan anggaran yang berada di Direktorat PKPS dan Balai PSKL, termasuk bergantung pada pendanaan donor secara terus menerus untuk memenuhi target kinerja pemberian ijin perhutanan sosial 12,7 juta ha tersebut. Adanya kebutuhan anggaran setiap tahun yang mencapai rata-rata Rp830,58 miliar, pemerintah perlu mempersiapkan beberapa terobosan kebijakan anggaran sebagai berikut:

(1) Pemerintah perlu membuat instrument kebijakan perencanaan dan penganggaran percepatan perhutanan sosial yang dianggarkan melalui APBD Provinsi. Hal ini sejalan dengan mandate pemerintah provinsi dalam UU 23/2014 untuk melakukan kegiatan pemberdayaan kehutanan. Namun perhatian pemerintah daerah terhadap perhutanan sosial masih rendah untuk memfasilitasi perhutanan sosial. Meskipun secara khusus P.83/2016 mengatur ketentuan kewenangan Gubernur untuk melakukan penerbitan perijinan perhutanan sosial dengan syarat program dan kegiatan perhutanan sosial dimasukan ke dalam RPJMD, atau memiliki alokasi anggaran perhutanan sosial dalam APBD, tetapi P.83 ini tidak serta merta dilaksanakan oleh Gubernur. Sehingga diperlukan payung hukum yang lebih tinggi berupa Perpres/Inpres untuk menugaskan pemerintah provinsi untuk melaksanakan program perhutanan sosial dan menganggarkannya di APBD. Strategi lain yang dapat ditempuh adalah mendorong Kemendagri untuk merevisi ketentuan Permendagri No. 13 tahun 2006 yang terakhir kali di ubah menjadi Permendagri No. 21 tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dengan mencantumkan program perhutanan sosial ke dalam format RKA-SKPD.

(2) Sejalan dengan strategi point 1, perlu ada dorongan instrument fiscal daerah sebagai sumber pendanaan bagi pemerintah provinsi untuk melaksanakan kegiatan perhutanan sosial yang dilaksanakan pemerintah provinsi hingga ke daerah kabupaten/kota. Berdasarkan terobosan UU APBN yang mengatur perluasan penggunana DBH DR, maka kedepan diperlukan tambahan pengaturan yang memperjelas penggunaan DBH DR untuk mendukung kegiatan perhutanan sosial.

(3) Memperluas cakupan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) sub bidang kehutanan untuk penyediaan fasilitas kegiatan pendampingan dan pengembangan perhutanan sosial minimal 10% dari total alokasi DAK sub (3) Memperluas cakupan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) sub bidang kehutanan untuk penyediaan fasilitas kegiatan pendampingan dan pengembangan perhutanan sosial minimal 10% dari total alokasi DAK sub

dan lahan, penyediaan sarana dan prasarana KPH serta penataan areal kerja KPHP/ KPHL, penyediaan sarana prasarana pengendalian karhutla dan

pengamanan hutan serta penyuluhan kehutanan. Untuk mengoptimalkan peran KPH dalam percepatan perluasan akses HPHD, IUPHKm dan IUPHHK-HTR di wilayah kerja KPH, sebagai anggota tim verifikasi, dan melakukan monitoring

terhadap kegiatan HPHD, IUPHKm, IUPHHK-HTR, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat sesuai ketentuan P.83/2016. Kedepannya diperlukan pengaturan arah kebijakan penggunaan DAK sub bidang kehutanan juga diarahkan untuk meningkatkan percepatan penyiapan dan pengembangan perhutanan sosial melalui penugasan KPH dengan disertai target kinerja terukur.

(4) Mensinergikan program dan kegiatan pemerintahan desa yang di danai melalui Dana Desa (DD) untuk kebutuhan memfasilitasi penyiapan areal dan pengembangan hutan desa. Mengingat realisasi hutan desa berdasarkan data Direktorat PKPS s.d juni 2017, baru mencakup 9% dari potensi hutan desa sekitar 5,07 juta ha yang dicadangkan dalam peta PIAPS. HPHD yang direalisasikan baru seluas 469.069 ha di 228 desa. Belanja APBN berupa transfer dana desa jumlahnya terus meningkat setiap tahun. Dalam 2 tahun (2015-2016), secara kumulatif jumlah dana desa yang direalisakan sebesar Rp. 67,45 triliun dengan rata-rata alokasi per desa sebesar Rp. 454 juta/tahun. Penggunaan dana desa lebih banyak diprioritaskan untuk bidang pembangunan infrastruktur desa. Bidang pemberdayaan desa porsinya sangat kecil. Menurut data kementerian desa, belanja dana desa tahun 2016 yang digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar 7% (Rp. 2,58 triliun) dan kegiatan pengembangan potensi ekonomi lokal desa hanya sekitar 1,7% atau sebesar 0,61 triliun rupiah.

(5) Anggaran dana desa tahun 2017 bertambah menjadi sebesar Rp. 800 juta/desa dan mulai tahun ini, Kementerian Desa telah mengarahkan prioritas penggunaan dana desa sub bidang pemberdayaan masyarakat desa untuk mendukung pengelolaan HD dan HKm serta peningkatan kapasitas kelompok masyarakat. Hanya saja perlu ada kejelasan berapa minimal alokasinya. Berangkat dari inisiatif awal ini, maka kebijakan dana desa ditahun 2018 perlu dibuat pengaturan yang lebih menjamin ketersediaan dana desa minimal 10% untuk memfasilitasi percepatan penyiapan dan pengembangan usaha hutan desa sehingga potensi hutan desa yang dapat segera memiliki legalitas dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat desa.