Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPUASAN KERJA, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, PARTISIPASI ANGGARAN, DAN

AKUNTABILITAS PUBLIK TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DI BAPPEDA PROVINSI

SUMATERA UTARA

OLEH

AHMAD SYAIFUDDIN ZUHRI 110503179

PROGRAM STUDI STRATA I AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juni 2015 Yang Membuat Penyataan,

Ahmad Syaifuddin Zuhri NIM : 110503179


(3)

ABSTRAK

PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPUASAN KERJA, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, PARTISIPASI ANGGARAN, DAN

AKUNTABILITAS PUBLIK TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DI BAPPEDA PROVINSI

SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik terhadap kinerja manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara. Jenis penelitian ini digolongkan pada penelitian yang bersifat survey. Populasi dalam penelitian ini adalah pejabat Eselon II, III, dan IV yang bekerja di Bappeda Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan sampel dengan metode sampling jenuh dengan jumlah responden 30 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer. Teknik pengumpulan data dengan teknik survey dengan menyebarkan kuesioner. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan bantuan Statistical Package For Social Science 21 (SPSS 21).

Hasil penelitian membuktikan bahwa partisipasi anggaran secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial, sedangkan motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, dan akuntabilitas publik secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Adapun secara simultan, motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Dan hasil pengujian Identifikasi Determinan (R Square) menunjukan bahwa pengaruh motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik terhadap kinerja manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 70,6%, sedangkan sisanya yaitu 29,4% dipengaruhi oleh model lain di luar penelitian ini.

Kata kunci : Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, Akuntabilitas Publik, Kinerja Manajerial


(4)

ABSTRACT

THE IMPACT OF WORK MOTIVATION, JOB SATISFACTION, BUDGET TARGETS CLARITY, BUDGETARY PARTICIPATION, AND PUBLIC ACCOUNTABILITY ON MANAGERIAL PERFORMANCE AT

BAPPEDA OF NORTH SUMATERA

This study aimed to explain the impact of work motivation, job satisfaction, budget targets clarity, budgetary participation, and public accountability on managerial performance in Bappeda North Sumatra Province. This type of research is classified in the research survey. The population in this study is the Echelon II, III, and IV that working in Bappeda North Sumatra Province. The selection of the sample with saturated sampling method with the number of 30 respondents. The data that used in this study are primary data. Data collection techniques with engineering survey by distributing questionnaires. The analytical method used is multiple regression analysis with the help of Statistical Package For Social Science 21 (SPSS 21).

The research proves that the budgetary participation is partially significant effect on managerial performance, while work motivation, job satisfaction, budget targets clarity, and public accountability in partial give no significant effect on managerial performance. The simultaneous, work motivation, job satisfaction, budget targets clarity, budget participation and public accountability significant effect on managerial performance. Identification and testing results Determinants (R Square) shows that the effect of work motivation, job satisfaction, budget targets clarity, budgetary participation and public accountability to managerial performance in Bappeda North Sumatra province is 70,6%, while the remaining 29,4% influenced by other models outside of this research.

Keywords : Work Motivation, Job Satisfaction, Budget Targets Clarity, Budgetary Participation, Public Accountability, Managerial Performance


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara.

Penulis mempersembahkan rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Drs. H. Syaiful Amri dan Ibunda Dra. Hj. Tengku Nur Ida yang telah dengan ikhlas memberikan dukungan penuh disertai kasih sayang dan doa dalam menuntun penulis menjalani hidup.

Selama proses studi dan pengerjaan penelitian ini, penulis telah banyak menerima saran, motivasi, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, S.E., M.Ec.,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak., dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara


(6)

4. Bapak Drs. Idhar Yahya, M.B.A.,Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan petunjuk, pengarahan, bimbingan, dan bantuan dari awal sampai selesainya skripsi ini.

5. Ibu Prof. Erlina,S.E.,M.Si.,Ph.D.,Ak,CA., selaku Dosen Pembanding dan Bapak Drs.Rustam,M.Si.,Ak,CA, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak bantuan, saran, dan kritik kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6. Kepada saudara penulis, Kak Ayu, Bang Iqbal, Kak Aulia, Kak Salma, dan Riki, sahabat – sahabat terbaik, Partai IS: Dinan, Doly, Gordon, Hary, Ojan, Pola, dan Widhy, kemudian Sebatas Dashboard: Dekma, Repi, Robby, Iqa, Miska, Nandut dan juga Duo Cantik: Olyn dan Vina, serta seluruh teman satu angkatan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis mengucapkan terima kasih atas motivasi dan saran yang senantiasa diberikan oleh saudara dan teman-teman sekalian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan membuat kalian semua bangga.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2015 Penulis

Ahmad Syaifuddin Zuhri NIM: 110503179


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis ... 12

2.1.1 Motivasi ... 12

2.1.1.1 Pengertian Motivasi ... 12

2.1.1.2 Tujuan Motivasi ... 13

2.1.1.3 Asas-Asas Motivasi ... 14

2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi ... 15

2.1.1.5 Metode Motivasi ... 16

2.1.1.6 Model-Model Motivasi ... 17

2.1.1.7 Proses Motivasi ... 19

2.1.2 Kepuasan Kerja ... 20

2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja ... 20

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ... 21

2.1.2.3 Model-Model Kepuasan Kerja... 22

2.1.2.4 Indikator Kepuasan Kerja ... 24

2.1.2.5 Tindakan atas Ketidakpuasan Kerja ... 25

2.1.3 Anggaran ... 26

2.1.3.1 Pengertian Anggaran ... 26

2.1.3.2 Fungsi Anggaran ... 26

2.1.3.3 Jenis-Jenis Anggaran ... 28

2.1.3.1 Prinsip Penyusunan Anggaran ... 30

2.1.4 Kejelasan Sasaran Anggaran ... 32

2.1.5 Partisipasi Anggaran ... 33

2.1.6 Akuntabilitas Publik ... 34

2.1.6.1 Pengertian Akuntabilitas Publik ... 34

2.1.6.2 Akuntabilitas dalam Laporan Keuangan .. 35


(8)

2.1.7 Kinerja Manajerial ... 37

2.2 Penelitian Terdahulu ... 40

2.3 Kerangka Konseptual ... 43

2.4 Hipotesis ... 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 48

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

3.3 Batasan Operasional ... 48

3.4 Definisi Operasional ... 49

3.4.1 Motivasi Kerja ... 49

3.4.2 Kepuasan Kerja ... 49

3.4.3 Kejelasan Sasaran Anggaran ... 49

3.4.4 Partisipasi Anggaran ... 50

3.4.5 Akuntabilitas Publik ... 50

3.4.6 Kinerja Manajerial ... 50

3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 52

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

3.7 Jenis Data ... 54

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 54

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 56

3.9.1 Uji Validitas ... 56

3.9.2 Uji Reliabilitas ... 55

3.10 Teknik Analisis ... 57

3.10.1 Analisis Deskriptif ... 57

3.10.2 Uji Asumsi Klasik ... 57

3.10.3 Uji Hipotesis ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Instansi... 62

4.1.1 Sejarah Ringkas Bappeda Provinsi Sumatera Utara ... 62

4.1.2 Visi dan Misi ... 63

4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda ... 64

4.2 Data Penelitian ... 65

4.2.1 Gambaran Umum Responden ... 65

4.2.2 Deskripsi Hasil Penelitian...67

4.3 Uji Kualitas Data ... 68

4.3.1 Uji Validitas ... 68

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 69

4.4 Uji Asumsi Klasik ... 71

4.4.1 Uji Normalitas ... 71

4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 73

4.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 74


(9)

4.5.1 Uji T-test ... 76

4.5.2 Uji F-test... 79

4.5.3 Analisis Regresi Linier Berganda ... 80

4.5.4 Koefisien Determinasi ... 82

4.5 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Keterbatasan ... 87

5.3 Saran ... 87


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 41

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 51

Tabel 3.2 Instrumen Skala Likert ... 53

Tabel 4.1 Demografi Responden ... 65

Tabel 4.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 67

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 69

Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas ... 70

Tabel 4.5 Uji Normalitas ... 70

Tabel 4.6 Uji Multikolinieritas ... 73

Tabel 4.7 Hasil Uji Glesjer ... 75

Tabel 4.8 Uji T-test ... 77

Tabel 4.9 Uji F-test... 79

Tabel 4.10 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 80


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 45

Gambar 4.1 Grafik Histogram ... 71

Gambar 4.2 Grafik Normal ... 72


(12)

ABSTRAK

PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPUASAN KERJA, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, PARTISIPASI ANGGARAN, DAN

AKUNTABILITAS PUBLIK TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DI BAPPEDA PROVINSI

SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik terhadap kinerja manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara. Jenis penelitian ini digolongkan pada penelitian yang bersifat survey. Populasi dalam penelitian ini adalah pejabat Eselon II, III, dan IV yang bekerja di Bappeda Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan sampel dengan metode sampling jenuh dengan jumlah responden 30 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer. Teknik pengumpulan data dengan teknik survey dengan menyebarkan kuesioner. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan bantuan Statistical Package For Social Science 21 (SPSS 21).

Hasil penelitian membuktikan bahwa partisipasi anggaran secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial, sedangkan motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, dan akuntabilitas publik secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Adapun secara simultan, motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Dan hasil pengujian Identifikasi Determinan (R Square) menunjukan bahwa pengaruh motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik terhadap kinerja manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 70,6%, sedangkan sisanya yaitu 29,4% dipengaruhi oleh model lain di luar penelitian ini.

Kata kunci : Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, Akuntabilitas Publik, Kinerja Manajerial


(13)

ABSTRACT

THE IMPACT OF WORK MOTIVATION, JOB SATISFACTION, BUDGET TARGETS CLARITY, BUDGETARY PARTICIPATION, AND PUBLIC ACCOUNTABILITY ON MANAGERIAL PERFORMANCE AT

BAPPEDA OF NORTH SUMATERA

This study aimed to explain the impact of work motivation, job satisfaction, budget targets clarity, budgetary participation, and public accountability on managerial performance in Bappeda North Sumatra Province. This type of research is classified in the research survey. The population in this study is the Echelon II, III, and IV that working in Bappeda North Sumatra Province. The selection of the sample with saturated sampling method with the number of 30 respondents. The data that used in this study are primary data. Data collection techniques with engineering survey by distributing questionnaires. The analytical method used is multiple regression analysis with the help of Statistical Package For Social Science 21 (SPSS 21).

The research proves that the budgetary participation is partially significant effect on managerial performance, while work motivation, job satisfaction, budget targets clarity, and public accountability in partial give no significant effect on managerial performance. The simultaneous, work motivation, job satisfaction, budget targets clarity, budget participation and public accountability significant effect on managerial performance. Identification and testing results Determinants (R Square) shows that the effect of work motivation, job satisfaction, budget targets clarity, budgetary participation and public accountability to managerial performance in Bappeda North Sumatra province is 70,6%, while the remaining 29,4% influenced by other models outside of this research.

Keywords : Work Motivation, Job Satisfaction, Budget Targets Clarity, Budgetary Participation, Public Accountability, Managerial Performance


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak berupa tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan daerah di setiap negara, termasuk Indonesia. Pada era ini, kondisi persaingan antar negara akan semakin pesat sehingga pemerintah dituntut untuk dapat menerapkan dan mengimplementasikan strategi bersaing yang tepat dalam hal perencanaan pembangunan daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah melahirkan paradigma baru dalam hal pelaksanaan otonomi daerah, yakni setiap daerah memiliki kewenangan otonomi secara penuh, luas, dan bertanggung jawab. Penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan undang-undang tersebut telah menyebabkan terjadinya pergeseran kewenangan pemerintah dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi.

Sebagai akibat disahkannya undang-undang tentang pemerintah daerah tersebut menyebabkan organisasi sektor publik mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dengan sistem desentralisasi ini, setiap daerah dituntut agar mampu mengelola daerahnya sendiri dengan cara memaksimalkan segala potensi sumber daya yang juga berasal dari daerah tersebut. Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah diharapkan memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan harus selalu tanggap terhadap daerahnya, dengan berupaya memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan juga berkualitas.


(15)

Di Indonesia, terdapat lembaga teknis daerah di bidang penelitian dan perencanaan pembangunan daerah yang dikenal dengan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) yang dipimpin oleh seorang kepala badan yang bertanggung jawab kepada gubernur, bupati, atau walikota melalui sekretaris daerah. Badan ini mempunyai tugas pokok membantu gubernur, bupati, atau walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang penelitian dan perencanaan pembangunan daerah.

Kinerja merupakan hal yang penting bagi suatu organisasi sektor publik, karena melalui kinerja tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi dapat dilihat. Untuk mengetahui kinerja suatu organisasi telah berjalan efektif atau tidak, dapat dilakukan uji perbandingan terhadap anggaran. Anggaran merupakan titik awal yang baik dalam menilai kinerja. Perencanaan dan penganggaran merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhitungkan dengan baik oleh pemerintah.

Kinerja sektor publik ini sebagian besar dipengaruhi oleh kinerja aparat atau manajerial. Tika (2006:121) mendefinisikan kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Mahoney dkk. (1963:106), kinerja manajerial adalah kinerja para individu anggota organisasi dalam kegiatan manajerial, antara lain perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf, negosiasi, perwakilan, dan kinerja secara


(16)

keseluruhan. Kedua definisi ini menunjukkan bahwa setiap individu mempunyai peran yang strategis di dalam kegiatan manajerial sehingga setiap instansi dituntut untuk dapat mengoptimalkan kinerja manajerial demi tercapainya tujuan organisasi.

Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini yakni kinerja kepala bidang, kepala bagian, kepala seksi, kepala sub bidang, kepala sub bagian, dan kepala sub seksi. Kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah ini dapat menggambarkan sejauh mana tingkat pencapaian sasaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah daerah yang selanjutnya dapat mengindikasikan seberapa besar tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintah.

Salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh instansi guna mengoptimalkan kinerja manajerial adalah dengan menjaga dan mengelola motivasi setiap pegawai. Motivasi sangat menentukan agar suatu tujuan dapat dicapai sesuai dengan keinginan. Apabila tidak ada motivasi, maka kinerja yang baik akan sulit tercapai. Menurut Azwar (2000: 15), motivasi adalah rangsangan, dorongan, ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekolompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerjasama secara optimal dalam melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Definisi ini menjelaskan bahwa para pegawai akan melaksanakan sesuatu karena adanya rangsangan ataupun dorongan yang berasal dari dalam diri mereka.


(17)

Menurut Soetrisno (2010), motivasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja manajerial. Keberhasilan seorang manajer ditentukan oleh kemampuannya memotivasi orang lain, baik bawahan, sejawat, maupun setiap orang yang diharapkan dapat menerima motivasi yang disampaikan. Hal ini menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan keahlian dari pihak manajer agar dapat memotivasi sekaligus mengarahkan setiap pegawai menuju keberhasilan kinerja.

Organisasi harus memiliki manajemen yang efektif guna meningkatkan kinerja manajerial yang tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas dan profitabilitasnya. Oleh karena itu, pandangan dan juga perasaan setiap pegawai di dalam organisasi terhadap pekerjaannya harus tetap terjaga dengan baik.

Kepuasan kerja adalah hal yang juga harus dimiliki oleh setiap individu khususnya manajer agar produktivitas perusahaan dapat terus terjaga. Robbins dan Judge (2008:99), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sedangkan menurut Handoko (2002:193), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan ketika karyawan memandang pekerjaannya. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan yang timbul dari dalam diri seseorang terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap pegawai tentunya akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda disebabkan adanya perbedaan sifat


(18)

pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek di dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan pegawai, maka akan menyebabkan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, dan begitu juga sebaliknya. Hal inilah yang kemudian secara langsung mempengaruhi kinerja mereka.

Selain faktor motivasi kerja dan kepuasan kerja, suatu organisasi sektor publik dikatakan mempunyai kinerja manajerial yang baik jika segala kegiatannya berada dalam kerangka anggaran dan tujuan yang ditetapkan serta mampu mewujudkan strategi yang dimiliki. Kenis (1979) mengungkapkan salah satu karakteristik sistem penganggaran adalah kejelasan sasaran anggaran yang menunjukkan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan dengan jelas dan spesifik agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Sasaran anggaran yang jelas akan membantu aparat pelaksana anggaran dalam mencapai target realisasi anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kejelasan sasaran anggaran dimaksudkan untuk meningkatkan tanggung jawab setiap individu dan organisasi dalam pencapaian sasaran anggaran. Dengan ini, organisasi diharapkan agar melakukan perencanaan dan penyusunan anggaran dengan sebaik mungkin. Anggaran merupakan alat perencanaan dan pengendalian yang sangat penting bagi suatu organisasi, sehingga proses penyusunan anggaran merupakan aspek penting dalam pencapaian keberhasilan dari suatu organisasi. Agar anggaran itu tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan organisasi, maka diperlukan kerjasama yang baik antara bawahan dan atasan, pegawai, dan manajer dalam penyusunan anggaran yang dinamakan dengan partisipasi anggaran.


(19)

Menurut Prihandini (2011) partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan pendekatan manajerial yang umumnya dinilai dapat meningkatkan kinerja manajerial. Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2008 : 179), partisipasi merupakan konsep dimana bawahan ikut terlibat dalam pengambilan keputusan sampai tingkat tertentu bersama atasannya. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi anggaran melibatkan bawahan dalam proses penyusunannya, sehingga bawahan yang kinerjanya diukur berdasarkan anggaran akan termotivasi untuk mencapai kinerja sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam anggaran.

Sejalan dengan partisipasi anggaran, terdapat juga prinsip lainnya yakni akuntabilitas, yang mendasari penerapan good governance di lingkungan organisasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas sebagai bagian dari terciptanya

good governance terhadap penyelenggaraan pemerintahan berjalan seiring dengan semakin luasnya sistem pemerintahan yang berbasis otonomi daerah di Indonesia. Menurut Mardiasmo (2006:203), akuntabilitas merupakan prinsip pertanggungjawaban yang berarti bahwa proses penganggaran dimulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Kedua definisi ini menegaskan pentingnya akuntabilitas publik dalam peningkatan kinerja manajerial, karena dengan adanya akuntabilitas, pemerintah


(20)

daerah memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada publik dalam bentuk penyajian informasi keuangan organisasi.

Penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian terdahulu. Anggraeni (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu”. Hasil analisis secara parsial menunjukkan bahwa partisipasi anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, komitmen organisasi juga tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa partisipasi anggaran dan komitmen organisasi secara simultan tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu.

Solina (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Struktur Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial pada SKPD Kota Tanjung Pinang”. Hasil penelitian membuktikan bahwa akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD, partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD, kejelasan sasaran anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD, struktur desentralisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD, dan akuntabilitas, partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, dan struktur desentralisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD.


(21)

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kinerja manajerial adalah dengan memaksimalkan motivasi kerja individu yang selanjutnya akan menimbulkan kepuasan kerja. Di sisi lain, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik juga harus diperhatikan oleh organisasi sektor publik. Kelima variabel tersebut sudah seharusnya mendorong terciptanya kinerja manajerial yang maksimal. Dengan kinerja yang maksimal ini tentunya diharapkan dapat memberikan hasil yang terbaik terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan yang dalam hal ini bukan hanya unggul dalam persaingan, namun juga mampu meningkatkan produktivitas dan profitabilitas.

Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian terdahulu. Pada penelitian terdahulu, variabel independen yang digunakan tidak mencapai lima variabel. Namun pada penelitian ini, variabel independen yang peneliti gunakan berjumlah lima variabel, meliputi motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik. Selanjutnya, objek penelitian yang peneliti gunakan juga berbeda dari penelitian sebelumnya. Adapun yang menjadi objek penelitian peneliti saat ini adalah Bappeda Provinsi Sumatera Utara.

Kiprah Bappeda Provinsi Sumatera Utara diawali pada tahun 1963 yang pada masa itu di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dibentuk suatu Badan Koordinasi Pembangunan Sumatera Utara (BKPDSU) yang merupakan badan yang mengkoordinir pembangunan di daerah yang selanjutnya diganti menjadi BAKOPASU (Badan Koordinasi Pembangunan Daerah Sumatera Utara) yang


(22)

merupakan badan yang pertama sekali mengkoordinir Perencanaan Pembangunan di Daerah Sumatera Utara. Setelah melalui beberapa kali perubahan dan pergantian kepemimpinan maka sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 185 Tahun 1980 pembentukan Bappeda Tingkat I Sumatera Utara selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara (PERDASU) No.2 Tahun 1981 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Derah Tingkat I Sumatera Utara dan disahkan Menteri Dalam Negeri dengan No. 061.134.2281 tanggal 20 April 1981. Banyak hal dalam perencanaan pembangunan yang masih menjadi kendala, masalah ketertinggalan Pantai Barat dari Pantai Timur, pengangguran yang semakin meningkat, penyediaan sarana dan prasarana terutama di bidang transportasi, pendidikan, dan kesehatan merupakan tugas yang terus menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan di Sumatera Utara.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara”.


(23)

1.2 Perumusan Masalah

Persoalan mendasar yang hendak diteliti adalah “Apakah motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik secara parsial dan simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik berpengaruh terhadap kinerja manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara dan juga menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar pada penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang pasti karena data dikumpulkan secara langsung dari objek penelitian dan diukur sendiri oleh peneliti. Pengumpulan data dilakukan secara langsung pada kantor Bappeda Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Pangeran Diponegoro No. 21-A Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat sebagai masukan dan pertimbangan bagi Bappeda Provinsi Sumatera Utara untuk mengetahui arti pentingnya motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, dan akuntabilitas publik terhadap kinerja manajerial.


(24)

Sedangkan bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama dalam teori motivasi kerja, kepuasan kerja, kejelasan sasaran anggaran, partisipasi anggaran, akuntabilitas publik, dan juga kinerja manajerial.

Penelitian ini bagi penulis juga diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan serta lebih mendalami dan memahami lagi mengenai kinerja manajerial, serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata I pada Universitas Sumatera Utara.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Motivasi

2.1.1.1 Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak atau menggerakkan. Motivasi diartikan sebagai kekuatan sumber daya yang dapat menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia. Robbins dan Judge (2008:213) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction), dan usaha terus menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti sebagai suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan perbuatan atau kegiatan.

Menurut Sardiman (2007: 73), motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam subjek untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat dikatakan sebagai suatu kondisi

intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.

Kedua definisi di atas menjelaskan bahwa motivasi merupakan proses yang dapat mempengaruhi seseorang agar mau melaksanakan apa yang telah


(26)

ditetapkan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi sangat penting diberikan kepada setiap individu di dalam organisasi karena dengan adanya motivasi setiap individu diharapkan mau bekerja keras dan memberikan kemampuan terbaiknya untuk mencapai tingkat produktifitas kerja yang tinggi yang tentunya juga akan berdampak terhadap profitabilitas organisasi.

2.1.1.2 Tujuan Motivasi

Setiap pimpinan yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami betul latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian bawahan yang akan dimotivasi. Hal ini dilakukan agar tujuan dari motivasi tersebut tepat sasaran.

Adapun tujuan motivasi menurut Hasibuan (2012:146) adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas – tugasnya 10.Meningkatkan efisiensi penggunaan alat – alat dan bahan baku.

Dari beberapa poin tujuan motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah pegawai agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan instansi. Semakin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, maka semakin jelas pula bagaimana tindakan motivasi itu dilakukan.


(27)

Sedangkan menurut Djamarah (2002 : 123) ada tiga tujuan motivasi, yaitu: 1. Motivasi sebagai pendorong perbuatan.

2. Motivasi sebagai penggerak perbuatan. 3. Motivasi sebagai pengarah perbuatan.

Dari ketiga tujuan motivasi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi bertujuan untuk mendorong, menggerakkan, dan juga mengarahkan para karyawan agar mengetahui sikap yang seharusnya diambil dalam melakukan pekerjaan.

Menurut Sardiman (2007:85), ada 3 tujuan motivasi : 1. Mendorong manusia untuk berbuat

2. Menentukan arah perbuatan 3. Menyeleksi perbuatan

Dari ketiga tujuan motivasi di atas, diketahui bahwa motivasi bertujuan untuk mendorong para pegawai dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan guna mencapai tujuan dengan menyeleksi pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi tujuan instansi tersebut.

2.1.1.3 Asas-Asas Motivasi

Dalam memberikan motivasi kepada bawahan, seorang pimpinan harus mengikuti asas-asas yang berlaku agar proses motivasi menjadi lebih terarah. Hasibuan (2012:146) menyatakan bahwa ada 5 (lima) asas motivasi, sebagai berikut :

a. Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat dan rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.

b. Asas komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi. c. Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian, dan pengakuan


(28)

d. Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreatifitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.

e. Asas perhatian timbal balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Kelima asas di atas menjelaskan bahwa pada dasarnya, motivasi diberikan oleh pimpinan kepada bawahannya. Adapun bentuk motivasi tersebut antara lain dapat berupa pemberian kesempatan berpartisipasi dalam hal pengambilan keputusan, pemberian penghargaan, pujian, dan bentuk lainnya sehingga secara langsung maupun tidak langsung, bawahan akan merasa senang dan termotivasi sehingga muncul semangat baru dalam melakukan pekerjaan.

2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Motivasi kerja tidak hanya timbul dari dalam diri pegawai, tetapi juga berasal dari luar diri. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi tersebut menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:90) terbagi menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.

1. Faktor Intrinsik

Adalah motivasi yang timbul dari dalam diri pribadi individu itu sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar individu.

2. Faktor Ekstrinsik

Adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya. Ia mendapat pengaruh atau rangsangan dari luar.


(29)

Adapun menurut Wursanto (2000: 131), motivasi timbul karena dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri manusia dan faktor dari luar diri manusia. 1. Faktor dalam diri manusia (disebut motivasi internal) berupa sikap,

pendidikan, kepribadian, pengalaman, pengetahuan, dan cita-cita.

2. Faktor luar diri manusia (motivasi ekternal) berupa gaya kepemimpinan atasan, dorongan atau bimbingan seseorang, dan perkembangan situasi

Dari kedua penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya faktor motivasi berasal dari dua sumber, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Adapun faktor instrinsik ini berasal dari kondisi internal individu yakni dari dalam dirinya sendiri, sedangkan faktor ekstrinsik berasal dari luar dirinya dan juga pengaruh lingkungan luar.

2.1.1.5 Metode Motivasi

Untuk memberikan motivasi kepada bawahan, tentunya seorang pimpinan harus mengikuti metode yang tepat agar mempermudah proses peningkatan motivasi. Ada dua metode motivasi menurut Hasibuan (2012:149) yaitu :

a. Motivasi Langsung ( Direct Motivation )

Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan nonmateriil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa.


(30)

b. Motivasi Tidak Langsung ( Indirect Motivation )

Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas – fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya, kursi yang empuk, mesin – mesin yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, serta penempatan yang tepat. Motivasi tidak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktif.

Dari kedua metode motivasi di atas dapat dilihat bahwa motivasi tidak hanya berwujud abstrak seperti pujian, kata-kata penyemangat, dan lain sebagainya, tetapi ada juga yang berupa wujud nyata, seperti pemberian fasilitas-fasilitas yang mendukung kelancaran tugas pegawai.

2.1.1.6 Model-Model Motivasi

Dalam proses pemotivasian, dikenal beberapa model motivasi yang dapat dijalankan oleh seorang pimpinan terhadap bawahannya. Rivai (2005:470), mengatakan bahwa model-model motivasi adalah sebagai berikut :

1. Model Tradisional

Model tradisional ini digunakan untuk memberikan dorongan kepada pegawai agar melakukan tugas mereka dengan berhasil, para pimpinan menggunakan sistem upah insentif, semakin banyak mereka menghasilkan atau mencapai hasil kerja yang sempurna, semakin besar penghasilan mereka.


(31)

Model hubungan tradisional yaitu para pimpinan dianjurkan untuk bisa memotivasi para pegawai dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan dengan membuat mereka merasa penting dan berguna, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Para pegawai diberi lebih banyak waktu kebebasan untuk mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaannya. 3. Model Sumber Daya Manusia

Model sumber daya manusia yaitu pegawai mempunyai motivasi yang sangat beraneka ragam, bukan hanya motivasi karena uang ataupun keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan mempunyai arti dalam bekerja. Tugas pimpinan dalam model ini, bukanlah menyuap para pegawai dengan upah atau uang saja tetapi juga untuk mengembangkan rasa tanggung jawab bersama dalam mencapai tujuan organisasi dan anggotanya, dimana setiap pegawai menyumbangkan sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya masing-masing.

Dari ketiga model motivasi di atas, dapat dilihat bahwa pegawai akan termotivasi untuk melakukan pekerjaan apabila pimpinan memberikan insentif kepada mereka yang berprestasi baik serta mengakui kebutuhan sosial mereka sehingga mereka merasa berguna dan penting. Di sisi lain, ada juga pegawai yang termotivasi oleh faktor lain yang dalam hal ini bukan hanya uang atau keinginan akan kepuasan, tetapi lebih ke arah pencapaian dan pekerjaan yang berarti.


(32)

2.1.1.7 Proses Motivasi

Dalam upaya pemberian motivasi oleh pimpinan kepada pegawai, tentunya seorang pimpinan harus mengetahui proses motivasi terlebih dahulu agar motivasi tersebut lebih efektif diterima oleh para pegawai. Proses Motivasi menurut Hasibuan (2012:150) adalah sebagai berikut:

a. Tujuan

Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru kemudian para pegawai dimotivasi ke arah tujuan itu.

b. Mengetahui kepentingan

Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan pegawai dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau instansi saja.

c. Komunikasi efektif

Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dangan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya. d. Integrasi tujuan

Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan pegawai. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan instansi, sedangkan tujuan individu karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.


(33)

e. Fasilitas

Pimpinan penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu pegawai yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. f. Team work

Pimpinan harus membentuk team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan instansi.

Sedangkan menurut Winardi (2007:82), proses motivasi diawali dengan timbulnya keinginan, adanya kebutuhan, dan munculnya berbagai harapan atau

expectancy. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya ketegangan-ketegangan pada diri individu yang dianggap kurang menyenangkan. Dengan anggapan bahwa perilaku tertentu dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan yang dirasakan sehingga orang yang bersangkutan melakukan suatu perilaku. Perilaku tersebut diarahkan kepada tujuan untuk mengurangi kondisi ketegangan yang dirasakan. Dimulainya perilaku tersebut menyebabkan timbulnya petunjuk-petunjuk yang memberikan umpan balik (informasi) kepada orang yang bersangkutan tentang dampak perilakunya.

Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi pegawai adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang positif dalam menjalankan tugas sebagai pegawai suatu organisasi untuk mencapai tujuan instansi.


(34)

2.1.2 Kepuasan Kerja

2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan satu diantara beberapa faktor penting dalam peningkatan kinerja seorang pegawai dalam suatu instansi atau perusahaan. Dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai yang tentunya akan berdampak pula terhadap instansi. Robbins dan Judge (2008:99), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Menurut Harianja (2002:290) kepuasan kerja didefinisikan dengan sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam pekerjaannya.

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin tinggi penilaian terhadap kegiatan yang dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Jadi, secara garis besar kepuasan kerja dapat diartikan sebagai hal yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan ketika pegawai memandang pekerjannya.


(35)

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Baron & Byrne (1994:45) ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor pertama yaitu faktor organisasi yang berisi kebijaksanaan perusahaan dan iklim kerja. Faktor kedua yaitu faktor individual atau karakteristik karyawan. Pada faktor individual ada dua predictor penting terhadap kepuasan kerja yaitu status dan senioritas. Status kerja yang rendah dan pekerjaan yang rutin akan banyak kemungkinan mendorong pegawai untuk mencari pekerjaan lain, hal itu berarti dua faktor tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja dan pegawai yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja akan lebih merasa puas dengan hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan dengan maksimal.

Kedua faktor di atas tentunya sangat mempengaruhi pegawai dalam hal kepuasan kerja. Semakin baik faktor tersebut diterima oleh pegawai, maka akan semakin besar pula tingkat kepuasan kerja yang ia dapatkan. Begitu pula sebaliknya, semakin buruk faktor tersebut diterima oleh pegawai, maka akan semakin kecil pula tingkat kepuasan kerja yang ia dapatkan.

2.1.2.3 Model-Model Kepuasan Kerja

Dalam membangun kepuasan kerja, dikenal beberapa model kepuasan kerja yang harus diketahui seorang pimpinan jika ingin meningkatkan kepuasan kerja pegawainya. Menurut Kreitner dan Kinicki (2008:271) ada 5 model kepuasan kerja yang menyatakan sebab-sebab kepuasan kerja, yaitu:


(36)

a. Pemenuhan kebutuhan

Model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik dari sebuah pekerjaan memungkinkan seorang individu untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini menyatakan kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat mempengaruhi kepuasan maupun berhentinya pegawai.

b. Ketidakcocokan

Model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Harapan yang terpenuhi mewakili perbedaan antara apa yang diharapkan oleh seorang individu dari sebuah pekerjaan, seperti upah dan kesempatan promosi yang baik, dan apa yang pada kenyataannya diterimanya. Pada saat harapan lebih besar daripada yang diterima, seseorang akan merasa tidak puas.

c. Pencapaian Nilai

Model ini menjelaskan kepuasan berasal dari persepsi bahwa suatu pekerjaan untuk pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting dari seorang individu. Pimpinan dapat meningkatkan kepuasan pegawainya dengan melakukan strukturisasi lingkungan kerja, penghargaan, dan pengakuan yang berhubung dengan nilai-nilai pegawai.

d. Persamaan

Model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah suatu fungsi dari bagaimana seorang individu diperlakukan secara adil di tempat kerja. Kepuasan berasal dari persepsi seseorang bahwa output pekerjaan relatif sama dengan inputnya.


(37)

e. Komponen watak/genetik

Model ini menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil sama pentingnya dengan menjelaskan kepuasan kerja dan karakteristik lingkungan kerja. Faktor-faktor genetik juga ditemukan secara signifikan dapat memprediksi kepuasan hidup, kesejahteraan, dan kepuasan kerja secara umum.

Dapat disimpulkan bahwa kelima model kepuasan kerja di atas menyatakan sebab-sebab kepuasan kerja ditentukan oleh karakteristik dari sebuah pekerjaan, hasil dari harapan yang terpenuhi, persepsi bahwa suatu pekerjaan untuk pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting dari seorang individu, bagaimana seorang individu diperlakukan secara adil di tempat kerja, dan juga faktor-faktor genetik.

2.1.2.4 Indikator Kepuasan Kerja

Seorang pimpinan harus mengetahui dengan pasti mengenai indikator-indikator yang dapat memberikan kepuasan kerja terhadap pegawainya. Menurut Mangkunegara (2002:118), indikator-indikator kepuasan kerja, antara lain : a. Kedisiplinan

Kepuasan kerja berdasarkan disiplin waktu diperoleh dari pekerjaan maka kedisiplinan pegawai menjadi lebih baik. Sebaliknya, kepuasan kerja yang kurang tercapai akan mengakibatkan kedisiplinan pegawai rendah.


(38)

b. Perputaran tenaga kerja (turnover)

Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah. Sedangkan pegawai-pegawai yang kurang puas biasanya turnover-nya lebih tinggi.

c. Moral kerja

Moral kerja sifatnya subjektif, yakni bergantung kepada perasaan seseorang sehubungan dengan pekerjaannya maka dapat dikatakan moral kerja pegawai tersebut dapat menjadi baik dan begitu juga sebaliknya.

d. Umur

Pegawai yang tua kecenderungan merasa puas daripada pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang lebih tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.

e. Ukuran Organisasi Perusahaan

Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi pegawai.

Indikator kepuasan kerja di atas secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kepuasan kerja seorang pegawai terhadap pekerjaannya.


(39)

2.1.2.5 Tindakan atas Ketidakpuasan Kerja

Kepuasan kerja tidak selamanya muncul sesuai harapan pimpinan. Menurut Robbin dan Judge (2008:111) ada 4 tindakan/respon yang dikeluarkan oleh pegawai ketika pegawai tersebut merasa tidak puas, yaitu:

a. Keluar (Exit) : Perilaku yang agresif untuk meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

b. Aspirasi (Voice) : Secara aktif dan konstruktif berusaha untuk memperbaiki kondisi termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.

c. Kesetiaan (Loyality) : Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang benar.

d. Pengabaian (Reglect) : Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya kesalahan.

Keempat hal di atas merupakan bentuk yang biasanya kita lihat di dalam dunia kerja apabila seorang pegawai merasa tidak puas terhadap kondisi lingkungan kerja yang ia hadapi. Guna menghindari hal tersebut, pimpinan diharapkan melakukan pendekatan kepada para bawahannya untuk dapat mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan kerja yang dirasakan oleh pegawai.

2.1.3 Anggaran

2.1.3.1 Pengertian Anggaran

Sebelum masuk kepada pembahasan mengenai kejelasan sasaran anggaran dan juga partisipasi anggaran, ada baiknya kita mengetahui definisi anggaran terlebih dahulu. Menurut Freeman dalam Erlina (2012:16), anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan organisasi sektor publik untuk mengalokasikan


(40)

sumber daya yang dimiliki kedalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Pengertian tersebut mengungkapkan peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik.

Sedangkan menurut Nordiawan (2006:48), anggaran dapat juga dinyatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran finansial. Bagi organisasi sektor publik seperti pemerintah, anggaran tidak hanya sekedar rencana tahunan tetapi juga merupakan bentuk akuntabilitas atas pengelolaan dana publik yang dibebankan kepadanya.

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan rencana kerja yang dituangkan dalam angka-angka keuangan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Anggaran biasanya disebut perencanaan dan pengendalian laba yaitu proses yang ditujukan untuk membantu manajemen dalam perencanaan dan pengendalian secara efektif.

2.1.3.2 Fungsi Anggaran

Sebelum proses penyusunan anggaran suatu instansi ataupun perusahaan dilakukan, semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran tersebut harus mengetahui terlebih dahulu fungsi dari anggaran itu sendiri, agar proses penyusunan anggaran lebih terarah sehingga menjadi efektif. Menurut Erlina (2012:18) beberapa fungsi anggaran dalam manajemen organisasi sektor publik antara lain sebagai:

1. Anggaran sebagai alat perencanaan

Dengan adanya anggaran, organisasi tahu apa yang harus dilakukan dan ke arah mana kebijakan yang dibuat.


(41)

2. Anggaran sebagai alat pengendalian

Dengan adanya anggaran organisasi sektor publik dapat menghindari adanya pengeluaran yang terlalu besar (overspending) atau adanya penggunaan dana yang tidak semestinya (misspending).

3. Anggaran sebagai alat kebijakan

Melalui anggaran organisasi sektor publik dapat menentukan arah atas kebijakan tertentu. Contohnya adalah apa yang dilakukan pemerintah dalam hal kebijakan fiskal, apakah melakukan kebijakan fiskal ketat atau longgar dengan mengatur besarnya pengeluaran yang direncanakan.

4. Anggaran sebagai alat politik

Dalam organisasi sektor publik, melalui anggaran dapat dilihat komitmen pengelola dalam melaksanakan program-program yang telah dijanjikan. 5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi

Melalui dokumen anggaran komprehensif sebuah bagian unit atau kerja atau departemen yang merupakan sub organisasi dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dan juga apa yang akan dilakukan oleh bagian/unit kerja lainnya. 6. Anggaran sebagai alat penilai kinerja

Anggaran adalah suatu ukuran yang bisa menjadi patokan apakah suatu bagian/unit kerja telah memenuhi target baik berupa terlaksananya aktifitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya.

7. Anggaran sebagai alat komunikasi

Anggaran dapat digunakan sebagai alat komunikasi dengan menjadikan nilai-nilai nominal yang tercantum sebagai target pencapaian.


(42)

Fungsi anggaran pada suatu perusahaan atau instansi merupakan alat untuk membantu manajemen dalam pelaksanaan, fungsi perencanaan, koordinasi, pengawasan, dan juga sebagai pedoman kerja dalam mengarahkan instansi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.3.3 Jenis-Jenis Anggaran

Dalam proses penyusunan anggaran, semua pihak yang terlibat harus dapat mengetahui jenis-jenis anggaran agar tidak terjadi kesalahan dalam pengalokasian anggaran. Menurut Nordiawan (2006:50) jenis anggaran sektor publik terbagi lima. Berdasarkan jenis aktiva, yaitu anggaran operasional dan anggaran modal, berdasarkan status hukumnya, yaitu anggaran tentatif dan anggaran enacted, berdasarkan pemerintahan dan kekayaan negara/dana, yaitu anggaran dana umum dan anggaran dana khusus, anggaran tetap dan anggaran fleksibel, serta berdasarkan penyusunannya, yaitu anggaran eksekutif dan anggaran legislatif.

1. Anggaran Operasional dan Anggaran Modal

Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan dalam menjalankan operasi sehari-hari (waktu satu tahun), sedangkan anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. 2. Anggaran Tentatif dan Anggaran Enacted

Anggaran tentatif adalah anggaran yang tidak memerlukan pengesahan dari lembaga legislatif karena kemunculannya yang di picu oleh hal-hal yang tidak direncanakan sebelumnya, sedangkan anggaran enacted adalah


(43)

anggaran yang direncanakan kemudian dibahas dan disetujui oleh lembaga legislatif.

3. Anggaran Dana Umum dan Anggaran Dana Khusus

Anggaran dana umum digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang bersifat umum dan sehari- hari, sedangkan anggaran dana khusus dicadangkan atau dialokasikan khusus untuk tujuan tertentu.

4. Anggaran Tetap dan Anggaran Fleksibel

Anggaran tetap sudah ditentukan jumlahnya di awal tahun anggaran, jumlah tersebut tidak boleh dilampaui meskipun ada peningkatan jumlah kegiatan yang dilakukan, sedangkan anggaran fleksibel adalah harga barang atau jasa per unit telah ditetapkan namun jumlah anggaran keseluruhan akan berfluktuasi berpengaruh pada banyaknya kegiatan yang dilakukan.

5. Anggaran Eksekutif dan Anggaran Legislatif

Anggaran eksekutif adalah anggaran yang disusun oleh lembaga eksekutif, dalam hal ini pemerintah, sedangkan anggaran legislatif adalah anggaran yang disusun oleh lembaga legislatif tanpa keterlibatan pihak eksekutif.

Sebagai alat bantu manajemen, anggaran perusahaan mempunyai lingkup yang luas. Seluruh kegiatan yang ada di dalam perusahaan akan terkait dengan anggaran perusahaan tersebut. Anggaran perusahaan ini terdiri dari berbagai macam jenis yang mempunyai kegunaan masing-masing. Anggaran yang satu bisa berbeda baik dari segi isi, bentuk, maupun kegunaannya dengan anggaran yang lain. Agar tidak terkecoh oleh beragam jenis anggaran yang ada di dalam


(44)

perusahaan, maka setiap individu di dalam suatu perusahaan atau instansi dituntut untuk mengetahui bagaimana penggolongan anggaran yang benar sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam penggunaan anggaran.

2.1.3.4 Prinsip-Prinsip Penyusunan Anggaran

Ketentuan penyusunan anggaran juga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan anggaran di sektor publik yaitu pada pemerintah daerah. Anggaran yang disusun pada pemerintah daerah adalah anggaran pendapatan dan belanja daerah, merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.30/2007 tentang ”Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008” dalam proses penyusunan anggaran APBD agar memperhatikan prinsip- pinsip penyusunan anggaran adalah sebagai berikut:

a. Partisipasi Masyarakat

Proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.

b. Transparasi dan Akuntabilitas Anggaran

APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.


(45)

Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap pengguna sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan. c. Disiplin Anggaran

Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD.

d. Keadilan Anggaran

Dalam mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.

e. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran, dalam perencanaan anggaran perlu memperhatikan; tujuan, sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai, penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.

f. Taat azas

APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, lebih diarahkan agar mencerminkan keberpihakan kepada kebutuhan dan kepentingan publik.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setidaknya ada enam aspek yang perlu diperhatikan dalam hal penyusunan anggaran, yaitu


(46)

partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas anggaran, disiplin anggaran, keadilan keanggaran, efisiensi dan efektifitas anggaran, dan juga taat asas.

2.1.4 Kejelasan Sasaran Anggaran

Kenis (1979) mengungkapkan salah satu karakteristik sistem penganggaran adalah kejelasan sasaran anggaran yang menunjukkan tujuan anggaran ditetapkan dengan jelas dan spesifik agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Sasaran anggaran yang jelas ini tentunya akan membantu aparat pelaksana anggaran untuk mencapai target realisasi anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sasaran anggaran yang jelas juga akan mempermudah SKPD untuk menyusun target anggaran. Kemudian, target-target anggaran yang disusun akan disesuaikan dengan sasaran yang ingin dicapai pemerintah daerah.

Penentuan sasaran anggaran secara spesifik akan membuat suatu organisasi menjadi lebih produktif dibandingkan jika tidak ada penentuan sasaran. Hal tersebut akan mendorong pegawai untuk dapat melakukan kinerja yang terbaik. Kesenjangan anggaran merupakan tindakan bawahan yang mengecilkan kapasitas produktifnya ketika bawahan diberi kesempatan untuk menentukan standar kinerjanya. Hal ini menyebabkan perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi terbaik bagi organisasi.

Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan menyebabkan


(47)

pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang, dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti (Suhartono dan Mochammad, 2006).

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kejelasan sasaran anggaran menggambarkan seberapa luas suatu sasaran anggaran yang selanjutnya dinyatakan secara jelas dan spesifik serta dimengerti oleh pihak yang bertanggungjawab terhadap pencapaiannya. Sasaran anggaran yang tidak jelas dapat menyebabkan kebingungan, tekanan, dan ketidakpuasan dari pegawai yang akan berdampak buruk terhadap kinerja manajerial.

2.1.5 Partisipasi Anggaran

Menurut Brownell (1982), partisipasi anggaran merupakan suatu proses yang melibatkan individu-individu secara langsung di dalamnya dan mempunyai pengaruh terhadap penyusunan tujuan anggaran yang prestasinya akan dinilai dan kemungkinan akan dihargai atas dasar pencapaian tujuan anggaran mereka.

Partisipasi anggaran adalah tahap partisipasi pengurus dalam menyusun anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban. Brownell (1982) mendefenisikan bahwa anggaran adalah suatu proses partisipasi individu akan dinilai dan mungkin diberi penghargaan atas prestasi mereka pada tujuan yang dianggarkan, dan mereka terlibat dalam proses tersebut dan mempunyai pengaruh pada penentuan tujuan tersebut.

Definisi partisipasi dalam anggaran secara terperinci yaitu : a. Sejauh mana anggaran dipengaruhi oleh keterlibatan para pengurus. b. Alasan-alasan pihak manajer pada saat anggaran diproses.


(48)

c. Keinginan memberikan partisipasi anggaran kepada pihak manajer tanpa diminta.

d. Sejauh mana manajer mempunyai pengaruh dalam anggaran akhir. e. Kepentingan manajer dalam partisispasinya terhadap anggaran.

f. Anggaran didiskusikan antara pihak manajer puncak dengan manajer pusat pertanggungjawaban pada saat anggaran disusun.

Dari penjelasan di atas, perlu ditegaskan bahwa prinsip utama partisipasi anggaran adalah masyarakat harus terlibat dalam setiap proses perencanaan dan penganggaran APBD. Sebab, masyarakatlah yang paling mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang sedang dirasakannya. Secara filosofis, masyarakat adalah pemegang kedaulatan yang memberikan mandatnya kepada institusi pemerintah untuk menjamin keteraturan sosial, menjamin hak-hak masyarakat, dan menyelenggarakan pelayanan bagi masyarakat.

2.1.6 Akuntabilitas Publik

2.1.6.1 Pengertian Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. Menurut Mardiasmo (2002), akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan


(49)

nilai yang berlaku. Akuntabilitas publik ini menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi.

2.1.6.2 Akuntabilitas dalam Pelaporan Keuangan

Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada publik dalam bentuk penyajian informasi keuangan organisasi. Pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya hanya menekankan pada pertanggungjawaban apakah sumber daya yang diperoleh sudah digunakan sesuai dengan anggaran atau perundang-undangan yang berlaku, dan apakah penggunaan dana telah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan sebagaimana termuat dalam prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

2.1.6.3 Sifat Akuntabilitas Pemerintah

Menurut Mardiasmo (2002), laporan keuangan pemerintah dapat dipakai untuk menilai akuntabilitas pemerintahan. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, akuntabilitas pemerintah dapat dipandang dari berbagai perspektif. Dari perspektif akuntansi, American Accounting Association menyatakan bahwa akuntabilitas suatu entitas pemerintahan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu akuntabilitas terhadap:

a. Sumber daya finansial

b. Kepatuhan terhadap aturan hukum dan kebijaksanaan administratif c. Efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan

d. Hasil program dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian tujuan, manfaat, dan efektivitas.

Sedangkan dari perspektif fungsional, akuntabilitas dilihat sebagai suatu tingkatan dengan lima tahap yang berbeda yang diawali dari tahap yang lebih


(50)

banyak membutuhkan ukuran-ukuran obyektif (legal compliance) ke tahap yang membutuhkan lebih banyak ukuran-ukuran subyektif . Tahap-tahap tersebut adalah:

a. Probity and legality accountability,

Hal ini menyangkut pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai dengan anggaran yang telah disetujui dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (compliance).

b. Process accountability,

Dalam hal ini digunakan proses, prosedur, atau ukuran-ukuran dalam melaksanakan kegiatan yang ditentukan (planning, allocating and managing). c. Performance accountability,

Pada level ini dilihat apakah kegiatan yang dilakukan sudah efisien (efficient and economy).

d. Program accountability

Di sini akan disoroti penetapan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan tersebut (outcomes and effectiveness).

e. Policy accountability

Dalam tahap ini dilakukan pemilihan berbagai kebijakan yang akan diterapkan atau tidak (value).

Dari perspektif sistem akuntabilitas, terdapat beberapa karakteristik pokok sistem akuntabilitas ini yaitu:

1. Berfokus pada hasil (outcomes)

2. Menggunakan beberapa indikator yang telah dipilih untuk mengukur kinerja 3. Menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan atas suatu


(51)

4. Menghasilkan data secara konsisten dari waktu ke waktu

5. Melaporkan hasil (outcomes) dan mempublikasikannya secara teratur.

Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa konsep akuntabilitas publik didasari pemikiran bahwa rakyat tidak hanya berhak mengetahui pada pelaporan pertanggungjawaban keuangan saja, tetapi juga non-keuangan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan akuntabilitas kerja. Dengan terwujudnya akuntabilitas kerja diharapkan dapat menciptakan suatu kondisi akuntabilitas menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap penyelenggaraan kepemerintahan yang baik dalam mempertanggungjawabkan amanah yang diterima yang sesuai dengan prinsip demokrasi.

2.1.7 Kinerja Manajerial

Kinerja manajerial merupakan hasil dari proses aktivitas manajerial yang efektif mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, laporan pertanggungjawaban, pembinaan, dan pengawasan. Variabel kinerja manajerial diukur dengan menggunakan instrumen self rating yang dikembangkan oleh Mahoney (1963), di mana setiap responden diminta untuk mengukur kinerja sendiri ke dalam delapan dimensi, yaitu perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi, dan perwakilan, serta satu dimensi pengukuran kinerja seorang kepala dinas, kepala bagian dan kepala bidang secara keseluruhan. Kinerja manajerial merupakan seberapa jauh manajer melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Kinerja manajerial ini diukur dengan menggunakan indikator (Mahoney ,1963) :


(52)

1. Perencanaan

Adalah penentuan kebijakan dan sekumpulan kegiatan untuk selanjutnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi waktu sekarang dan yang akan datang. Perencanaan bertujuan untuk memberikan pedoman dan tata cara pelaksanaan tujuan, kebijakan, prosedur, penganggaran, dan program kerja sehingga terlaksana sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. 2. Investigasi

Merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan melalui pengumpulan dan penyampaian informasi sebagai bahan pencatatan, pembuatan laporan, sehingga mempermudah dilaksanakannya pengukuran hasil dan analisis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Pengkoordinasian merupakan proses jalinan kerjasama dengan bagian-bagian lain dalam organisasi melalui tukar- menukar informasi yang dikaitkan dengan penyesuaian program-program kerja.

3. Koordinasi

Menyelaraskan tindakan yang meliputi pertukaran informasi dengan orang-orang dalam unit organisasi lainnya, guna dapat berhubungan dan menyesuaikan program yang akan dijalankan.

4. Evaluasi

Adalah penilaian yang dilakukan oleh pimpinan terhadap rencana yang telah dibuat, dan ditujukan untuk menilai pegawai dan catatan hasil kerja sehingga dari hasil penilaian tersebut dapat diambil keputusan yang diperlukan.


(53)

5. Supervisi

Yaitu penilaian atas usulan kinerja yang diamati dan dilaporkan.

6. Staffing

Yaitu memelihara dan mempertahankan bawahan dalam suatu unit kerja, menyeleksi pekerjaan baru, menempatkan, dan mempromosikan pekerjaan tersebut dalam unitnya atau unit kerja lainnya.

7. Negosiasi

Yaitu usaha untuk memperoleh kesepakatan dalam hal pembelian, penjualan, atau kontrak untuk barang-barang dan jasa.

8. Representasi

Yaitu menyampaikan informasi tentang visi, misi, dan kegiatan- kegiatan organisasi dengan menghadiri pertemuan kelompok bisnis dan konsultasi dengan kantor-kantor lain.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja manajerial didefinisikan sebagai seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Kinerja tersebut dinyatakan efektif apabila tujuan anggaran tercapai dan bawahan mendapatkan kesempatan terlibat atau berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran. Adapun bentuk lain dari kinerja manajerial ini dapat berupa motivasi bawahan, mengidentifikasi dan melakukan negosiasi dengan atasan mengenai target anggaran, menerima kesepakatan anggaran, serta melaksanakannya.


(54)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mendapat ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu yang beragam dari peneliti sebelumnya. Anggraeni (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah partisipasi anggaran dan komitmen organisasi berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap kinerja SKPD Pemerintahan Kabupaten Labuhan Batu. Metode penelitian yang digunakan adalah desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 36 responden dari 12 dinas sebagai SKPD yang diteliti. Hasil analisis secara parsial menunjukkan bahwa partisipasi anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, komitmen organisasi juga tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu.

Soetrisno (2010) melakukan penelitian yang ditujukan untuk menguji pengaruh partisipasi, motivasi, dan pelimpahan wewenang dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Populasi penelitian ini adalah para pengguna anggaran pejabat eselon III dan eselon IV pada Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah dengan jumlah kuesioner kembali 119 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dan pelimpahan wewenang berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja manajerial dengan hasil sedang, sedangkan variabel motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial ditunjukkan perhitungan hasil pengujian statistik bahwa nilai koefisien regresi variabel motivasi adalah 0,039.

Sari, dkk. (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk meneliti secara empiris pengaruh akuntabilitas publik, kejelasan sasaran anggaran dan partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial Satuan Kerja


(55)

Perangkat Daerah (SKPD). Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yakni teknik purposive sampling. Sampel yang diperoleh sebanyak 56 kuesioner. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa akuntabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), partisipasi dalam penyusunan anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), akuntabilitas, kejelasan sasaran anggaran dan partisipasi penyusunan anggaran secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Solina (2014) melakukan penelitian dengan jenis penelitian yang digolongkan pada penelitian yang bersifat survey. Populasi dalam penelitian ini adalah SKPD Kota Tanjungpinang. Pemilihan sampel dengan metode judgment

purposive sampling method dengan jumlah responden 77. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer. Hasil penelitian membuktikan bahwa akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD (H1 diterima), partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD (H2 diterima), kejelasan sasaran anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD (H3 diterima), struktur desentralisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD, dan akuntabilitas, partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, dan struktur desentralisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD.


(56)

Review atas penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

1 Anggraeni

(2009) Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu Variabel Independen: Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Komitmen Organisasi Variabel Dependen: Kinerja SKPD

Hasil analisis secara parsial menunjukkan bahwa partisipasi anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD

Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, komitmen organisasi juga tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa partisipasi anggaran dan komitmen organisasi secara simultan tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD

Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu.

2 Soetrisno

(2010) Pengaruh Partisipasi, Motivasi, dan Pelimpahan Wewenang dalam Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Empiris pada Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah di Kabupaten Rembang) Variabel Independen: Pengaruh Partisipasi, Motivasi, dan Pelimpahan Wewenang dalam Penyusunan Anggaran Variabel Dependen: Kinerja Manajerial

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan

anggaran dan pelimpahan wewenang berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja manajerial dengan hasil sedang, sedangkan variabel motivasi tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial ditunjukkan perhitungan hasil

pengujian statistik bahwa nilai koefisien regresi variabel motivasi adalah 0,039. Nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 dengan p value 0,306.

3 Sari, dkk.

(2014) Pengaruh Akuntabilitas, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Variabel Independen: Pengaruh Akuntabilitas, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Partisipasi Anggaran Variabel

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa (1) Akuntabilitas berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja manajerial pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) (2) Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), (3)


(1)

Scale: KEJELASAN SASARAN ANGGARAN

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 30 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

,756 ,805 8

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

X3.1 3,9667 ,66868 30

X3.2 3,9000 ,60743 30

X3.3 4,2000 ,55086 30

X3.4 4,1000 ,54772 30

X3.5 4,0000 ,74278 30

X3.6 3,9667 ,66868 30

X3.7 3,9667 ,99943 30

Kejelasan Sasaran Anggaran 4,0143 ,40641 30

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(2)

Scale: PARTISIPASI ANGGARAN

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 30 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

,873 ,890 8

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

X4.1 3,8667 ,97320 30

X4.2 3,6333 ,99943 30

X4.3 3,4000 ,85501 30

X4.4 3,6000 ,89443 30

X4.5 3,0000 ,98261 30

X4.6 3,4000 ,89443 30

X4.7 2,7333 1,17248 30

Partisipasi Anggaran 3,3762 ,68510 30

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(3)

Scale: AKUNTABILITAS PUBLIK

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 30 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

,840 ,856 10

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

X5.1 4,0667 ,69149 30

X5.2 4,0333 ,96431 30

X5.3 4,0000 ,83045 30

X5.4 3,9667 ,71840 30

X5.5 3,8333 ,87428 30

X5.6 3,9000 ,80301 30

X5.7 3,8000 ,92476 30

X5.8 4,1000 ,60743 30

X5.9 4,2333 ,72793 30

Akuntabilitas Publik 3,9926 ,49685 30

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(4)

Scale: KINERJA MANAJERIAL

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 30 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

,862 ,849 8

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Y1.1 3,5333 ,93710 30

Y1.2 3,7333 ,73968 30

Y1.3 3,8333 ,64772 30

Y1.4 3,5667 1,22287 30

Y1.5 3,5667 1,00630 30

Y1.6 3,5667 1,13512 30

Y1.7 3,3667 ,99943 30

Kinerja Manajerial 3,5952 ,67120 30

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(5)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Kinerja Manajerial 3,5952 ,67120 30

Motivasi Kerja 3,6952 ,53285 30

Kepuasan Kerja 3,6917 ,44737 30

Kejelasan Sasaran Anggaran 4,0143 ,40641 30

Partisipasi Anggaran 3,3762 ,68510 30

Akuntabilitas Publik 3,9926 ,49685 30

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,840a ,706 ,645 ,40001

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 9,224 5 1,845 11,530 ,000a

Residual 3,840 24 ,160

Total 13,065 29

a. Predictors: (Constant), Akuntabilitas Publik, Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran


(6)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 2,5417 5,0577 3,5952 ,56399 30

Std. Predicted Value -1,868 2,593 ,000 1,000 30

Standard Error of Predicted Value

,087 ,344 ,170 ,058 30

Adjusted Predicted Value 2,4688 5,2047 3,6516 ,54822 30

Residual -,72138 ,79253 ,00000 ,36390 30

Std. Residual -1,803 1,981 ,000 ,910 30

Stud. Residual -2,069 2,225 -,051 1,055 30

Deleted Residual -1,62731 ,99950 -,05635 ,52987 30

Stud. Deleted Residual -2,234 2,445 -,051 1,102 30

Mahal. Distance ,396 20,534 4,833 4,263 30

Cook's Distance ,000 2,045 ,106 ,371 30

Centered Leverage Value ,014 ,708 ,167 ,147 30


Dokumen yang terkait

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, Akuntabilitas Publik, dan Pengendalian Akuntansi Terhadap Kinerja Manajerial di Inspektorat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

33 209 111

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Medan

1 6 99

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, DAN AKUNTABILITAS PUBLIK PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, DAN AKUNTABILITAS PUBLIK TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH.

0 5 15

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, AKUNTABILITAS PUBLIK, DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (STUDI EMPIRIS PADA SKPD PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA).

1 5 22

PENGARUH AKUNTABILITAS, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI KOTA DENPASAR.

1 1 45

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Medan

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Motivasi 2.1.1.1 Pengertian Motivasi - Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial di Bappeda Provinsi Su

0 1 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara

0 1 11

ABSTRAK PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPUASAN KERJA, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, PARTISIPASI ANGGARAN, DAN AKUNTABILITAS PUBLIK TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DI BAPPEDA PROVINSI SUMATERA UTARA

0 0 11

KUESIONER PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPUASAN KERJA, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, PARTISIPASI ANGGARAN, DAN AKUNTABILITAS PUBLIK TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DI BAPPEDA PROVINSI SUMATERA UTARA

0 1 14