pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang, dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti Suhartono dan
Mochammad, 2006. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kejelasan sasaran
anggaran menggambarkan seberapa luas suatu sasaran anggaran yang selanjutnya dinyatakan secara jelas dan spesifik serta dimengerti oleh pihak yang
bertanggungjawab terhadap pencapaiannya. Sasaran anggaran yang tidak jelas dapat menyebabkan kebingungan, tekanan, dan ketidakpuasan dari pegawai yang
akan berdampak buruk terhadap kinerja manajerial.
2.1.5 Partisipasi Anggaran
Menurut Brownell 1982, partisipasi anggaran merupakan suatu proses yang melibatkan individu-individu secara langsung di dalamnya dan mempunyai
pengaruh terhadap penyusunan tujuan anggaran yang prestasinya akan dinilai dan kemungkinan akan dihargai atas dasar pencapaian tujuan anggaran mereka.
Partisipasi anggaran adalah tahap partisipasi pengurus dalam menyusun anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban.
Brownell 1982 mendefenisikan bahwa anggaran adalah suatu proses partisipasi individu akan dinilai dan mungkin diberi penghargaan atas prestasi mereka pada
tujuan yang dianggarkan, dan mereka terlibat dalam proses tersebut dan mempunyai pengaruh pada penentuan tujuan tersebut.
Definisi partisipasi dalam anggaran secara terperinci yaitu : a. Sejauh mana anggaran dipengaruhi oleh keterlibatan para pengurus.
b. Alasan-alasan pihak manajer pada saat anggaran diproses.
c. Keinginan memberikan partisipasi anggaran kepada pihak manajer tanpa diminta.
d. Sejauh mana manajer mempunyai pengaruh dalam anggaran akhir. e. Kepentingan manajer dalam partisispasinya terhadap anggaran.
f. Anggaran didiskusikan antara pihak manajer puncak dengan manajer pusat
pertanggungjawaban pada saat anggaran disusun. Dari penjelasan di atas, perlu ditegaskan bahwa prinsip utama partisipasi
anggaran adalah masyarakat harus terlibat dalam setiap proses perencanaan dan penganggaran APBD. Sebab, masyarakatlah yang paling mengetahui kebutuhan-
kebutuhan yang sedang dirasakannya. Secara filosofis, masyarakat adalah pemegang kedaulatan yang memberikan mandatnya kepada institusi pemerintah
untuk menjamin keteraturan sosial, menjamin hak-hak masyarakat, dan menyelenggarakan pelayanan bagi masyarakat.
2.1.6 Akuntabilitas Publik
2.1.6.1 Pengertian Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. Menurut Mardiasmo 2002, akuntabilitas publik adalah
kewajiban pihak
pemegang amanah
agent untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah principal yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas berhubungan
dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan
nilai yang berlaku. Akuntabilitas publik ini menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi.
2.1.6.2 Akuntabilitas dalam Pelaporan Keuangan
Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada publik dalam bentuk penyajian informasi keuangan
organisasi. Pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya hanya menekankan pada pertanggungjawaban apakah sumber daya yang diperoleh sudah digunakan
sesuai dengan anggaran atau perundang-undangan yang berlaku, dan apakah penggunaan dana telah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan
sebagaimana termuat dalam prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
2.1.6.3 Sifat Akuntabilitas Pemerintah
Menurut Mardiasmo 2002, laporan keuangan pemerintah dapat dipakai untuk menilai akuntabilitas pemerintahan. Dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan, akuntabilitas pemerintah dapat dipandang dari berbagai perspektif. Dari perspektif akuntansi, American Accounting Association menyatakan
bahwa akuntabilitas suatu entitas pemerintahan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu akuntabilitas terhadap:
a. Sumber daya finansial b. Kepatuhan terhadap aturan hukum dan kebijaksanaan administratif
c. Efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan d. Hasil program dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian
tujuan, manfaat, dan efektivitas. Sedangkan dari perspektif fungsional, akuntabilitas dilihat sebagai suatu
tingkatan dengan lima tahap yang berbeda yang diawali dari tahap yang lebih
banyak membutuhkan ukuran-ukuran obyektif legal compliance ke tahap yang membutuhkan lebih banyak ukuran-ukuran subyektif . Tahap-tahap tersebut
adalah: a. Probity and legality accountability,
Hal ini menyangkut pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai dengan anggaran yang telah disetujui dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku compliance. b. Process accountability,
Dalam hal ini digunakan proses, prosedur, atau ukuran-ukuran dalam melaksanakan kegiatan yang ditentukan planning, allocating and managing.
c. Performance accountability, Pada level ini dilihat apakah kegiatan yang dilakukan sudah efisien efficient
and economy. d.
Program accountability Di sini akan disoroti penetapan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
tersebut outcomes and effectiveness. e.
Policy accountability Dalam tahap ini dilakukan pemilihan berbagai kebijakan yang akan
diterapkan atau tidak value. Dari perspektif sistem akuntabilitas, terdapat beberapa karakteristik pokok
sistem akuntabilitas ini yaitu: 1. Berfokus pada hasil outcomes
2. Menggunakan beberapa indikator yang telah dipilih untuk mengukur kinerja 3. Menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan atas suatu
program atau kebijakan
4. Menghasilkan data secara konsisten dari waktu ke waktu 5. Melaporkan hasil outcomes dan mempublikasikannya secara teratur.
Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa konsep akuntabilitas publik didasari pemikiran bahwa rakyat tidak hanya berhak mengetahui pada
pelaporan pertanggungjawaban keuangan saja, tetapi juga non-keuangan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan akuntabilitas kerja. Dengan terwujudnya
akuntabilitas kerja diharapkan dapat menciptakan suatu kondisi akuntabilitas menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap penyelenggaraan kepemerintahan yang baik
dalam mempertanggungjawabkan amanah yang diterima yang sesuai dengan prinsip demokrasi.
2.1.7 Kinerja Manajerial
Kinerja manajerial merupakan hasil dari proses aktivitas manajerial yang efektif mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, laporan
pertanggungjawaban, pembinaan, dan pengawasan. Variabel kinerja manajerial diukur dengan menggunakan instrumen self rating yang dikembangkan oleh
Mahoney 1963, di mana setiap responden diminta untuk mengukur kinerja sendiri
ke dalam
delapan dimensi,
yaitu perencanaan,
investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi, dan
perwakilan, serta satu dimensi pengukuran kinerja seorang kepala dinas, kepala bagian dan kepala bidang secara keseluruhan. Kinerja manajerial merupakan
seberapa jauh manajer melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Kinerja manajerial ini diukur dengan menggunakan indikator Mahoney ,1963 :
1. Perencanaan
Adalah penentuan kebijakan dan sekumpulan kegiatan untuk selanjutnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi waktu sekarang dan yang
akan datang. Perencanaan bertujuan untuk memberikan pedoman dan tata cara pelaksanaan tujuan, kebijakan, prosedur, penganggaran, dan program
kerja sehingga terlaksana sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. 2.
Investigasi Merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan melalui pengumpulan
dan penyampaian informasi sebagai bahan pencatatan, pembuatan laporan, sehingga mempermudah dilaksanakannya pengukuran hasil dan analisis
terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Pengkoordinasian merupakan proses jalinan kerjasama dengan bagian-bagian lain dalam organisasi melalui
tukar- menukar informasi yang dikaitkan dengan penyesuaian program- program kerja.
3. Koordinasi
Menyelaraskan tindakan yang meliputi pertukaran informasi dengan orang- orang dalam unit organisasi lainnya, guna dapat berhubungan dan
menyesuaikan program yang akan dijalankan. 4.
Evaluasi Adalah penilaian yang dilakukan oleh pimpinan terhadap rencana yang telah
dibuat, dan ditujukan untuk menilai pegawai dan catatan hasil kerja sehingga dari hasil penilaian tersebut dapat diambil keputusan yang diperlukan.
5. Supervisi
Yaitu penilaian atas usulan kinerja yang diamati dan dilaporkan. 6.
Staffing Yaitu memelihara dan mempertahankan bawahan dalam suatu unit kerja,
menyeleksi pekerjaan baru, menempatkan, dan mempromosikan pekerjaan tersebut dalam unitnya atau unit kerja lainnya.
7. Negosiasi
Yaitu usaha untuk memperoleh kesepakatan dalam hal pembelian, penjualan, atau kontrak untuk barang-barang dan jasa.
8. Representasi
Yaitu menyampaikan informasi tentang visi, misi, dan kegiatan- kegiatan organisasi dengan menghadiri pertemuan kelompok bisnis dan konsultasi
dengan kantor-kantor lain. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja manajerial
didefinisikan sebagai seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Kinerja tersebut dinyatakan efektif apabila tujuan
anggaran tercapai dan bawahan mendapatkan kesempatan terlibat atau berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran. Adapun bentuk lain dari
kinerja manajerial ini dapat berupa motivasi bawahan, mengidentifikasi dan melakukan negosiasi dengan atasan mengenai target anggaran, menerima
kesepakatan anggaran, serta melaksanakannya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mendapat ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu yang beragam dari peneliti sebelumnya. Anggraeni 2009 melakukan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui apakah partisipasi anggaran dan komitmen organisasi berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap kinerja SKPD
Pemerintahan Kabupaten Labuhan Batu. Metode penelitian yang digunakan adalah desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 36 responden dari 12 dinas
sebagai SKPD yang diteliti.
Hasil analisis secara parsial menunjukkan bahwa partisipasi anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten
Labuhan Batu, komitmen organisasi juga tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu.
Soetrisno 2010 melakukan penelitian yang ditujukan untuk menguji pengaruh partisipasi, motivasi, dan pelimpahan wewenang dalam penyusunan
anggaran terhadap kinerja manajerial. Populasi penelitian ini adalah para pengguna anggaran pejabat eselon III dan eselon IV pada Dinas Daerah dan
Lembaga Teknis Daerah dengan jumlah kuesioner kembali 119 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dan
pelimpahan wewenang berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja manajerial dengan hasil sedang, sedangkan variabel motivasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja manajerial ditunjukkan perhitungan hasil pengujian statistik bahwa nilai koefisien regresi variabel motivasi adalah 0,039.
Sari, dkk. 2014 melakukan penelitian yang bertujuan untuk meneliti secara empiris pengaruh akuntabilitas publik, kejelasan sasaran anggaran dan
partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial Satuan Kerja