96
masyarakat sebagai aktor utama dari pelaksanaan program ini. Akan tetapi, operasional selanjutnya seperti iuran masyarakat atas pemakaian MCK itulah
diperuntukkan membayar listrik dan air. Mestinya pemerintah daerah yang membina masyarakat agar mengerti konsep kelanjutannya. Sekarang yang
menjadi permasalahan adalah Pemda-nya pun tidak ada yang mau memberdayakan. Jadi kalau masyarakat tidak didampingi, tidak dibimbing, dibuat
pelatihan di kabupatenkota, program SANIMAS menjadi terhenti. Salah siapa? Yang pertama, salah pembinaan di lingkungan. Yang kedua, memang
masyarakatnya tidak punya kemauan untuk hidup bersih dan sehat. Contohnya begini. Iuran harus dibayar tiap bulan. Ternyata ada masyarakat yang keras
kepala, tak mau dia bayar seribu sehari, tapi merokok dia dua bungkus. Seharusnya dia berhenti merokok. Artinya ada orang yang membina untuk
membukakan ini kepada dia supaya dia sadar. Jadi, menurut Bapak Ir. Herianto, program SANIMAS akan semakin
efisien apabila pemerintah daerahkota melakukan pembinaan bagi masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Menurutnya, masyarakat belum dapat
mengerti serta-merta apa yang kemudian dapat dilakukannya. Oleh karena itu, pemerintah daerahkota tidak boleh cepat lepas tangan, tetapi sebaiknya
merencanakan waktu yang tepat untuk meneruskan pemberdayaan masyarakat.
4.2.4 Indikator Pemerataan
Faktor biaya dan manfaat adalah dua hal dalam mengukur tingkat pemerataan terhadap suatu kebijakan. Kebijakan yang berorientasi pada
Universitas Sumatera Utara
97
pemerataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan
mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Pembiayaan yang dibagikan dengan merata kepada kelompok masyarakat harus sesuai dengan anggaran yang telah
disediakan sehingga pada akhirnya masyarakat dapat merasakan manfaatnya bersama.
Peneliti mencari tahu tentang anggaran dana yang disediakan oleh pemerintah untuk pengerjaan program SANIMAS. Bapak Ir. Herianto
mengutarakan penyiapan anggaran ini merupakan perencanaan pertama yang dilakukan oleh kabupatenkota apabila ingin menerima program SANIMAS.
Perencanaan pertama adalah kabupatenkota mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk penanganan daerah-daerah yang masih banyak BABS. Dananya
diusulkan terlebih dahulu. Di tahun 2006, kabupatenkota menyiapkan anggaran Rp 250 juta. Ada perjanjian antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Pemerintah daerah menyediakan anggaran untuk upah dan fisik pengadaan bahan bangunan sebesar Rp 200 juta, kalau pemerintah pusat Rp 76 juta.
Akan tetapi, saat peneliti juga menanyakan pertanyaan yang sama kepada informan utama yaitu Ketua KSM Bunga Tanjung sebagai pelaksana program
SANIMAS di Kelurahan Bagan Deli, biaya yang diterima dari pemerintah provinsi adalah sebesar Rp 400.000.000. Bahkan, ia mengaku bahwa anggaran
yang ada tersebut masih belum bisa mencukupi kebutuhan. Bahkan menurut
Universitas Sumatera Utara
98
perkiraan Bapak Sumarno, anggaran tersebut masih kurang, apalagi untuk merehab.
Selain biaya, peneliti mewawancarai seluruh informan mengenai pendapat mereka terhadap program SANIMAS yang telah dirasakan langsung, khususnya
sudah dua tahun ini. Setiap informan menyatakan melalui program SANIMAS, masyarakat telah merasakan manfaat yang lebih baik dibandingkan kehidupan
mereka sebelumnya. Manfaat tersebut dialami secara merata bagi masyarakat yang turut menikmati hasil program SANIMAS.
Salah satu informan utama, yakni Bapak Zailani sebagai Sekretaris KSM Bunga Tanjung menyatakan manfaat besar yang dialaminya setelah program
SANIMAS ada di Kelurahan Bagan Deli. Ia mengingat kembali sewaktu dahulu masih mengambil air pada orang lain dan sekarang kapan saja ia bebas mengambil
air bahkan sudah punya air sendiri di rumah. Bagi masyarakat, air yang dulunya mahal jadi murah. Dari yang jaraknya jauh, kini jadi dekat.
4.2.5 Indikator Responsivitas