Profil Pemulung Di Bantargebang Bekasi
53
kecamatan diperuntukkan sebagai lokasi pemusnahan akhir sampah seluas 108 Ha, yaitu Desa Ciketingudik, Desa Cikiwul, dan Desa Sumurbatu.
Berdasarkan fungsinya, Desa Bantargebang diperuntukkan untuk jalur industri ringan, Desa Padurenan, Desa Mustikajaya dan Desa Mustikasari
diperuntukkan sebagai jalur perumahan dan Desa Sumurbatu untuk area holtikurtura. Penggunaan lahan terbesar di Kecamatan Bantargebang adalah
lahan pemukiman mencapai 52,60, sebanyak 30 lahan pertanian darat dan 11,60 lahan sawah telah dijadikan lahan perumahan untuk menampung para
pendatang, karena Kota Bekasi merupakan daerah penyangga bagi Provinsi DKI Jakarta.
Kecamatan Bantargebang merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kota Bekasi. Kecamatan ini berdiri pada tahun 1981 dan
merupakan pemekaran dari Kecamatan Setu. Kecamatan Bantargebang secara geografis terletak antara 107
21-107 10 Bujur Timur dan 6
17-6 27 Lintang
Selatan dengan batas-batas sebagai berikut : 1.
Sebelah utara berbatasan dengan daerah Tambun; 2.
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor; 3.
Sebelah timur berbatasan dengan daerah Setu; 4.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor.
Daerah Bantargebang dan sekitarnya dilalui oleh jalur utama Jalan Raya Bekasi-Bogor dan sekaligus daerah industri, permukiman, dan pertanian.
Setiap harinya ada sekitar 700 truk yang membuang sampah sekitar 5.000 ton sampah DKI Jakarta dalam lima zona seluas 110 hektar di TPA yang sekarang
berganti nama menjadi TPST. Ada sekitar lima ribu pemulung setiap hari dan
53
54
sekitar 80 pengepul di sekitar TPA. Bila kita ingin masuk ke dalam kawasan TPA dari Jalan Raya Bekasi, sepanjang jalan yang kita temukan rumah-rumah
pengepul sampah saja dan tanah kosong yang tidak dipergunakan atau terbengkalai. Tetapi kalau kita melihat dari atas tumpukan sampah yang
berada persis di depan pemberhentian truk-truk sampah yang akan ditimbang, maka kita dapat melihat ada sebuah pemukiman yang berada sangat dekat
dengan TPA Bantargebang. Menurut pengelola TPA, itu adalah pemukiman para pemulung yang bermatapencaharian di tempat pengelolaan sampah
tersebut. Kebanyakan mereka adalah warga pendatang yang mengadu nasib atau peruntungannya di dalam mencari nafkah untuk biaya hidup. Usia
merekapun bervariasi dari mulai anak remaja sampai yang sudah lanjut Usia kebanyakan dari mereka berusia antara 30-40 tahun sebagaimana yang
tercantum tabel berikut :
Jenis kelamin Usia
Jumlah
15-20 tahun 18
21-30 tahun 21
31-40 tahun 36
Laki-laki 41-60 tahun
9 15-20 tahun
14 21-30 tahun
19 31-40 tahun
28 Perempuan
41-60 tahun 5
Jumlah 150
Latar belakang pendidikan merekapun bermacam-macam sebagian kecil yang duduk di bangku sekolah itu juga hanya sampai SLTP saja.
Disamping itu juga ada dari mereka yang memang mengajarkan ilmu agama melalui Pengajian-pengajian walaupun Cuma sebagaian kecil padahal minat
54
55
55 anak-anak untuk belajar sangat tinggi. Tetapi karena perekonomin yang sulit
para orang tua mereka pun tidak mampu menyekolahkan ini menjadi salah satu faktor penyebab latarbelakang pendidikan pemulung sangatlah rendah,
karena penghasilan mereka hanya 15 ribu- 20 ribu perhari, kebanyakan dari mereka hidupnya terbelakang tapi ada sebagaian kecil pemulung yang bisa
sukses seperti contohnya menjadi bos rongsokan dan omset jutaan perbulannya
Letak pengelolaan sendiri memang kalau dilihat dari arah Jalan Raya Bekasi agak jauh dari pemukiman warga, akan tetapi kalau kita lihat dari
dalam pengelolaannya sendiri masih banyak rumah-rumah penduduk yang bermukim di daerah sekitar pengelolaan sampah terpadu Bantargebang. Hal
itu disebabkan semakin banyaknya kebutuhan akan lahan untuk pembuangan sampah dari wilayah Jakarta khususnya. Pada saat ini hanya ada sebuah
fasilitas pengolahan kompos di TPA Bantargebang, namun nantinya, akan dibangun empat buah fasilitas lain yang akan melengkapi fasilitas yang
terdapat di TPA Bantargebang Bekasi yaitu tempat pemilahan sampah, daur ulang, pengolahan sampah organik, dan pembangkit listrik tenaga sampah.
Investasi seluruhnya sekitar 700 miliar dan ditargetkan dua tahun pelaksanaannya akan selesai bila tidak terjadi halangan ataupun masalah yang
dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan fasilitas-fasilitas tersebut.