Hasil Tes Diagnostik Two-Tier Multiple Choice TTMC

bahwa siswa lebih tinggi miskonsepsi daripada paham terhadap konsep setelah diberikan konsep dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan persentase jawaban siswa dari tier 1 dan tier 2 tabel 4.1, selanjutnya dianalisa kategori pemahaman siswa yang mengacu pada Tuysuz dengan dua kategori. Dari kategori paham konsep dan miskonsepsi 2 kategori pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria didapatkan total persentase per subkonsep di tabel 4.3. Tabel 4.3 Rerata Kategori Jawaban Siswa per Subkonsep Berdasarkan tabel 4.3 hasil perhitungan pemahaman konsep Archaebacteria dan Eubacteria dengan tujuh subkonsep, siswa yang paham konsep hanya sebesar 15,14, sedangkan miskonsepsi siswa mencapai 84.86. Tingginya persentase miskonsepsi tersebut ditunjukkan dari tingginya persentase per subkonsep yang melebihi dari 70. Bahkan persentase miskonsepsi yang melebihi 90 terdapat pada subkonsep reproduksi bakteri dan peranan bakteri dalam kehidupan. No Subkonsep No Soal Kategori Jawaban Siswa Memahami B-B Miskonsepsi B-S, S-B, S-S 1 Ciri-ciri Archaebacteria 1 14.29 85.72 X 14.29 85.72 2 Ciri-ciri Eubacteria 2 22.86 77.14 3 14.29 85.71 4 11.43 88.57 5 34.29 65.72  X

20.71 79.28

3 Pengelompokan Archaebacteria 6 11.43 88.57 7 28.57 71.43 X

20.00 80.00

4 Pengelompokan Eubacteria 8 14.29 85.71 9 22.86 77.15 X

18.57 81.43

5 Reproduksi Bakteri 10 8.57 91.42 X

8.57 91.42

6 Cara Bakteri Mendapatkan Nutrisi 11 14.29 85.71 X

14.29 86.00

7 Peranan Bakteri Dalam Kehidupan 12 5.71 94.29 13 8.57 91.43 14 14.29 85.71 X

9.52 90.47

Total Rata-rata 15.14 84.86 Pengkategorian miskonsepsi pada jawaban siswa yang terdapat di tabel 4.3 dibagi kembali menjadi tiga kategori yang mengacu pada hasil korespondensi melalui email dengan Tuyzus. 2 Pengkategorian ini didasari pada jawaban siswa yang memunculkan miskonsepsi pada kategori miskonsepsi murni, tidak paham konsep dan menebak. Dengan demikian, identifikasi miskonsepsi terbagi menjadi 4 kategori. Adapun pengkategorian ini dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Rerata Kategori Jawaban Siswa per Nomor Soal No Subkonsep No Soal Kategori Jawaban Siswa Memahami B-B Miskonsepsi B-S Tidak Memahami S-B Menebak S-S 1 Ciri-ciri Archaebacteria 1 14.29 2.86 0.00 82.86 X 14.29

2.86 0.00

82.86 2 Ciri-ciri Eubacteria 2 22.86 22.86 8.57 45.71 3 14.29 28.57 0.00 57.14 4 11.43 14.29 17.14 57.14 5 34.29 11.43 11.43 42.86 X

20.71 19.28

9.28 50.71

3 Pengelompokan Archaebacteria 6 11.43 51.43 5.71 31.43 7 28.57 31.43 5.71 34.29 X 20.00

41.43 5.71

32.86 4 Pengelompokan Eubacteria 8 14.29 40.00 17.14 28.57 9 22.86 28.57 14.29 34.29 X 18.57

34.28 15.71

31.43 5 Reproduksi Bakteri 10 8.57 48.57

5.71 37.14

X 8.57 48.57

5.71 37.14

6 Cara Bakteri Mendapatkan Nutrisi 11 14.29

51.43 5.71

28.57 X 14.29

51.43 5.71

28.57 7 Peranan Bakteri Dalam Kehidupan 12 5.71 28.57 14.29 51.43 13 8.57 5.71 14.29 71.43 14 14.29 25.71 2.86 57.14 X 9.52

19.99 10.48

60.00 Total Rata-rata

15.14 31.12

7.51 46.22

Dengan menggunakan tipe pengkategorian dengan empat kategori ini, persentase miskonsepsi menjadi kurang dari persentase miskonsepsi pada pengkategorian yang pertama. Hal ini dikarenakan kategori miskonsepsi terbagi menjadi miskonsepsi murni, tidak memahami dan menebak. Berdasarkan tabel 4.4, rata-rata total dari kategori miskonsepsi sebesar 31.12, memahami sebear 15.14, tidak memahami sebesar 7.51, dan menebak sebesar 46.22. 2 Lampiran 14, h. 200. Terdapat empat subkonsep dengan rerata miskonsepsi yang melebihi rata-rata total miskonsepsi 31.12. Keempat subkonsep tersebut adalah subkonsep pengelompokan Archaebacteria 41.43, pengelompokan Eubacteria 34.28, reproduksi bakteri 48.57, dan cara bakteri mendapatkan nutrisi 51.43. Pada subkonsep pengelompokan Archaebacteria dan pengelompokan Eubacteria masing-masing diwakili oleh dua soal. Persentase miskonsepsi tertinggi pada subkonsep pengelompokan Archaebacteria terdapat pada soal nomor 6 51.43. Sementara pada subkonsep pengelompokan Eubacteria, miskonsepsi tertinggi terdapat pada soal nomor 8 40.00. Tingginya persentase miskonsepsi pada kedua nomor tersebut menunjukkan siswa salah dalam menyebutkan contoh dari Archaebacteria indikator soal nomor 6 dan menyebutkan kelompok bakteri dari gambar yang ditanyakan indikator soal nomor 8. Terdapat tiga subkonsep dengan rerata menebak yang melebihi rata-rata total menebak 46.22. Ketiga subkonsep tersebut adalah subkonsep ciri-ciri Archaebacteria 82.86, ciri-ciri Eubacteria 50.71, dan peranan bakteri dalam kehidupan 60. Pada subkonsep ciri-ciri Eubacteria diwakili oleh dua soal dan subkonsep peranan bakteri dalam kehidupan diwakili oleh tiga soal. Persentase menebak tertinggi pada subkonsep ciri-ciri Eubacteria terdapat pada soal nomor 3 dan 4 masing-masing sebesar 57.14. Persentase menebak tertinggi pada subkonsep peranan bakteri dalam kehidupan terdapat pada soal nomor 13 71.43. Tingginya persentase menebak pada soal nomor 3 menunjukkan siswa salah dalam menganalisis fungsi struktur tubuh Eubacteria. Sementara itu, pada soal nomor 4 menunjukkan siswa salah dalam menentukan struktur tubuh Eubacteria. Selain itu, tingginya persentase menebak siswa pada soal nomor 13 menunjukkan siswa salah dalam memilih peranan bakteri dalam kehidupan sehari-hari.

B. Pembahasan

Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di sekolah adalah kegiatan yang bersifat formal, direncanakan, dan dilakukan dengan bimbingan guru dalam sebuah lingkungan. Hal-hal yang hendak dikuasai siswa dalam pembelajaran tersebut baik bahan ajar, metode pembelajaran, serta evaluasinya telah dipersiapkan dan direncanakan dalam kurikulum sekolah. Untuk mengetahui pemahaman dan ketercapaian hasil belajar, guru akan melaksanakan evaluasi pada kurun waktu tertentu. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka akan diketahui hasil belajar siswa. Hasil belajar penting untuk diketahui baik oleh guru maupun siswa agar dapat saling mengetahui kemajuan belajar pada belajar. 4 Hasil belajar sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman siswa. Hal ini berarti bahwa hasil belajar yang rendah menunjukkan pemahaman siswa yang rendah. 5 Pemahaman yang rendah terhadap konsep mengindikasikan adanya kesulitan dalam proses belajar, sehingga seseorang yang mengalami kesulitan belajar pasti akan mengalami kesulitan dalam hal akademis. 6 Oleh karena itu, penting kiranya untuk mengetahui letak materi yang dianggap sulit untuk dipahami oleh siswa, agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang baik. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendiagnosis letak letak materi yang dianggap sulit bagi siswa adalah dengan melaksanakan tes diagnostik. 7 Tes diagnostik bermanfaat untuk mengetahui letak kesulitan belajar siswa dan sebagai langkah awal untuk melakukan perbaikan dalam proses belajar mengajar. Usaha perbaikan tersebut sering kali didukung oleh pemerintah, namun jarang sekali yang bertitik tolak dari kesulitan belajar siswa. Untuk melengkapi usaha perbaikan tersebut, maka terlebih dahulu harus diketahui kesulitan yang dialami 4 Philip M Sadler, “The Relevance of Multiple-Choice Tests in Assessing Science Understanding ”, dalam Mintzes, Joel J, Novak, Joseph D, Wandersee, James H eds, Assessing Science Understanding, London: Elsevier Academic Press, 2005, Cet. 2, h. 250. 5 A. L. Chandrasegarana, David F. Treagust dan Mauro Mocerino, “The Development of a Two-tier Multiple- Choice Diagnostic Instrumen for Evaluating Secondary School Students’ Ability to Describe and Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels of Representation ”, Chemistry Education Research and Practice, 2007, h. 293. 6 Baharudin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009, Cet. I, h. 178. 7 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010, Cet. VI, h 249. siswa tersebut. 8 Dengan demikian, penemuan letak dan jenis kesulitan tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk menentukan pemberian bantuan agar siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik. 9 Pencapaian ketuntasan belajar berdasarkan konsep belajar tuntas sebesar 75-90 dari materi yang harus dikuasai oleh siswa. 10 Namun, berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa rerata pencapaian hasil belajar siswa rendah masih di bawah 50. Adapun sub-subkonsep yang mencapai 60 adalah subkonsep pengelompokan Archaebacteria dan peranan bakteri dalam kehidupan. Namun, ternyata persentase pemahaman tersebut tidak juga menunjukkan pemahaman yang baik karena didominasi oleh pemahaman yang miskonsepsi tabel 4.2. Sebagian besar siswa memahami konsep secara tidak utuh. Mereka mungkin mampu menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh guru, tetapi tidak bisa menjelaskan alasan yang melatarbelakangi pemilihan jawaban tersebut. Rendahnya pemahaman siswa yang terungkap dari hasil belajar melalui tes diagnostik TTMC menunjukkan bahwa siswa memiliki pemahaman konsep yang rendah . 11 Pemahaman siswa yang rendah ditunjukkan pada tabel 4.3 dengan persentase pemahaman hanya 15,14, sedangkan sisanya didominasi oleh persentase miskonsepsi 84,86. Dalam kategori ini siswa dikatakan paham apabila menjawab kedua tingkat pertanyaan dengan benar. Sementara itu, siswa dikatakan mengalami miskonsepsi apabila menjawab salah pada salah satu tingkat atau kedua tingkat pertanyaan baik tingkat jawaban maupun alasan. Jawaban siswa yang termasuk dalam kategori miskonsepsi pada jenis pengkategorian yang pertama kemudian dianalisa menggunakan empat kategori sehingga persentase miskonsepsi menjadi berkurang. Hal tersebut terjadi karena persentase miskonsepsi akan terbagi lagi menjadi miskonsepsi, tidak paham dan 8 Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik Dalam Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, Cet. I, h. 4. 9 David F. Treagust, “Development and Use of Diagnostic Test to Evaluate Students’s Misconceptions in Science ”, Journal Science Education, Vol. 10, 1988, h. 167 10 Muhamad Irvan dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, Cet. I, h 259. 11 Treagust, loc. cit. menebak. Dengan menggunakan kategori ini, persentase tertinggi dari semua kategori adalah kategori menebak tabel 4.4. Berdasarkan analisa yang dilakukan pada jawaban siswa pada tes TTMC, diperoleh rerata pemahaman konsep sebesar 15.14 saja dengan pemahaman tertinggi tidak lebih dari 21 yaitu pada subkonsep ciri-ciri Eubacteria tabel 4.3 atau 4.4. Kategori ini dilihat dari tipe jawaban siswa yang menjawab benar pada kedua tingkat pertanyaan. Siswa dikatakan telah memahami konsep apabila ia dapat membedakan contoh dan bukan contoh dari konsep itu, persamaan dan bukan persamaan dari konsep tersebut serta menggunakannya dalam berbagai situasi. 13 Siswa yang memahami konsep tidak hanya sekedar mengingat tetapi juga dapat menjelaskan informasi mengenai konsep tersebut dengan bahasanya sendiri sesuai pilihan jawaban yang disediakan. Berdasarkan tabel 4.4, rerata persentase tertinggi kategori jawaban siswa pada tes TTMC ini adalah kategori menebak, yaitu 46.22. Terdapat tiga dari tujuh subkonsep yang diujikan yang memiliki persentase menebak di atas rata-rata total 46.22. Kategori menebak pada tes TTMC ini dilihat dari tipe jawaban siswa yang menjawab dengan salah pada kedua tingkat pertanyaan. Menebak dapat dilakukan karena adanya intuisi siswa yang kuat. 14 Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan gagasannya sebelum diteliti. Spontanitas tersebut berasal dari pengamatan terhadap sesuatu secara terus-menerus. Pada akhirnya ketika siswa dihadapkan pada suatu permasalahan, maka yang akan muncul dalam pemikirannya adalah pengertian yang spontan tersebut. Pemikiran siswa yang intuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan mengakibatkan miskonsepsi. 15 Miskonsepsi disebabkan oleh konsepsi-konsepsi yang salah. Konsepsi-konsepsi tersebut 13 Al Krismanto, Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: Depdiknas, 2003, h. 10. 14 Muniri, Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, Makalah Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ” Penguatan Peran Matematika dan Pendidikan Matematika untuk Indonesia yang Lebih Baik, 2013, h. 445. 15 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika, Jakarta: Grasindo, 2005, Cet. I, h. 38-39. umumnya dibangun berdasarkan akal sehat atau secara intuitif dalam rangka memberi makna terhadap pengalaman mereka sehari-hari dan hanya merupakan penjelasan pragmatis terhadap dunia nyata. 16 Pada penelitan ini dapat diduga bahwa siswa menebak jawaban karena adanya tingkat keyakinan yang tinggi dan intuisi terhadap suatu pilihan jawaban. Keyakinan tersebut dapat berasal dari kehidupan sehari-hari atau pengalaman pribadi siswa. Pada akhirnya keyakinan tersebut menjadi sebuah gagasan yang dibawa oleh siswa ke dalam kelas yang kemudian disebut sebagai prakonsepsi. Prakonsepsi yang salah dan tidak berubah setelah dilaksanakannya kegiatan pembelajaran akan melekat pada struktur kognitif siswa sehingga menjadi miskonsepsi yang kemudian sulit untuk diubah. Oleh karena itu, menebak adalah bagian dari prakonsepsi yang didasari intuisi sehingga termasuk dalam kategori miskonsepsi. Oleh karena itu, pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mempertimbangkan prakonsepsi siswa dan membawa konsep-konsep alternatif untuk dibahas di dalamnya. Guru sebaiknya mengolah kegiatan pembelajaran di kelas sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan pemahaman mereka sehingga dapat mengubah prakonsepsi mereka sendiri yang kemungkinan salah. 17 Rerata persentase miskonsepsi, yaitu sebesar 31.12. Kategori ini dilihat dari tipe jawaban siswa yang menjawab benar pada pertanyaan tingkat pertama namun salah pada pertanyaan tingkat kedua. Empat dari tujuh subkonsep yang diujikan memiliki persentase miskonsepsi di atas rata-rata 31.12. Adapun miskonsepsi yang terjadi pada setiap subkonsep yang diujikan memiliki persentase miskonsepsi yang beragam. Urutan subkonsep dengan miskonsepsi tertinggi hingga terendah pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria yang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Cara bakteri mendapatkan nutrisi 51.43 2. Reproduksi bakteri 48.57 16 Suwarto, op.cit., h 76-77. 17 Chi-Yan Tsui dan David Treagust, “Evaluating Secondary Students’ Scientific Reasoning in Genetics Using a Two-Tier Diagnostic Instrumen ”, International Journal of Science Education, Vol 8, 2010, h. 1074.