Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria Menggunakan Two-Tier Multiple Choice

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

DWI SEPTIANA

109016100061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014


(2)

NIM

109016100061, diajukan kepada Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus

dalam Ujian Munaqosah pada tanggal6 Mei 2014 dihadapan dewan penguji. Karena

itu,

penulis berhak untuk memperoleh gelar sarjana

sl

(s.pd) dalam bidang

Pendidikan Biologi.

Jakarta,8 Mei 2014

Panitian Ujian Munaqosah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti" M.Sc NrP. 19700209 200003 2 00t Pengrji I

Dr. Ahmad Sofran. M.Pd

NIP. 19650115 198703 1020

Penguji

II

Eny S. Rosyidatun MA

NIP. 19750924 200604 2 00r

tL.:.0.1:.?

lL

-ot

-2otq

Mengetahui--r---"

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


(3)

LEMBAIT PENGESAI{AN

Skripsi berjudul Idcntifikasi Miskonsepsi Siswa pada Konsep Archacbncteria dan Eubacteria Menggunal<an Tw*Tier Multiple Choice, disusun oleh l)wi Septiana,

NIM.

109016100061, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan

Pendidikan

Ilmu

Pengetahuan Alam, Fakultas

llmu

Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. felah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta,

April 2014

Yang Mengesahkan

Pembimbing

I

['cmbimbing

II

\

Irndilah


(4)

Sdya yang bertanda kngan di bawah ini,

Nama

TempaUTgl.Lahir NtM

Jurusan / Prodi

Iudul Skripsi

Lv_Lp)9\pQfl

iet

lqlrfr^r

w

I

liiytntr4r,^r

Stoutrt

:

$pE\mHr$t

/4rlEopc€Fq

s^tErrA ?tpn

Fopser

..4*efl4c&A

Lvkw-.ytr.

W!...m9!).4.,

"

F/r\)

fw

{te

g-

ia\tt"d;ft

LE

cs1s1O .

DosenPembimbing

:

l.

.9t:..Vyf*)-a!y:.fA..

z. ..M.QYY... tw.yh11....P.

2.*

t... 11! :

5

dengan ini meoyatakan batrwa slcripsi yaag sayabuat benar-benar hasil kalya seadiri daa saya bertanggungjawab secara akademis atas apa yang saya

tulis-P ernyataar,iru- dibuat sebagai salah satu.syarat Wisuda

)efi*rt*


(5)

i

Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria menggunakan two-tier multiple choice. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-IPA-4 di SMAN 26 Jakarta pada tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 35 orang siswa. Data tes diagnostik dikumpulkan menggunakan

two-tier multiple choice untuk mengidentifikasi pemahaman konsep siswa ke dalam paham konsep, miskonsepsi, tidak paham dan menebak (4 kategori). Pada kategori miskonsepsi didapatkan urutan sub-sub konsep dengan miskonsepsi tertinggi hingga terendah adalah: cara bakteri mendapatkan nutrisi (51.43%), reproduksi bakteri (48.57%), pengelompokan Archaebacteria (41.43%), Pengelompokan Eubacteria (34.28%), peranan bakteri dalam kehidupan (19.99%), ciri-ciri Eubacteria (19.28%), dan ciri-ciri Archaebacteria (2.86%). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 31.12% siswa mengalami miskonsepsi pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria sedangkan sisa persentase kategori lainnya didominasi oleh kategori menebak.


(6)

ii

Thesis, Study Program of Biology Education, Department of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiya and Teachers Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.

The aim of the study is to identify students’ misconceptions in Archaebacteria and Eubacteria Concept Using a Two-Tier Multiple Choice. The method that used in this research is descriptive method and the subject is first class of science students of SMAN 26 Jakarta in 2013/2014 that consists of 35 students. The diagnostic test data was collected by two-tier multiple choice to identify students’ concept understanding into understanding concept, misconception, miss undestranding , and guessing (4 categories). In misconception category was obtained misconception in order from highest to lowest are: how bacteria get nutrition (51.43%), bacteria reproduction (48.57%), grouping of Archaebacteria(41.43%), grouping of Eubacteria bacteria (34.28%), roles in life (19.99%), characteristic of Eubacteria (19.28%), and characteristic of Archaebacteria (2.86%). The result can be concluded that 31.12% of students held misconception in Archaebacteria and Eubacteria concept. The remaining percentage was dominated by guessing category.


(7)

iii

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan berbagai macam rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah di bidang pendidikan dalam bentuk skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, para anbiyah, keluarga, sahabat-sahabatanya, dan umatnya yang tetap istiqomah dalam syariat-Nya.

Skripsi ini merupakan salah satu karya ilmiah bidang pendidikan yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar sarjana (S1) pendidikan oleh mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak akan berlangsung dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Nurlela Rifa‘i, M.A, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA.

3. Dr. Zulfiani, M.Pd sebagai dosen pembimbing I atas segala kesabaran, perhatian, dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.

4. Meiry Fadilah Noor, M.Si sebagai dosen pembimbing II atas segala kesabaran, perhatian, dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen, atas ilmu dan bimbingannya selama penulis mengikuti perkuliahan di Jurusan Pendidikan IPA.

6. Prof. Dr. Cengiz Tuysuz for the explanations of your article.

7. Kepala SMAN 26 Jakarta, Dra. Hj. Lestari yang telah memberikan izin kepada penulis untuk penelitian skripsi ini. Dra. Sri Praptiningsih, M.Pd dan Dra. Isliwani Wahab, M.Pd yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian, Bapak Nanung, bapak dan ibu staf pengajar, serta siswa-siswa SMAN 26 Jakarta atas kerjasamanya dalam pengajaran penelitian skripsi ini.


(8)

iv

segenap kasih sayang dan do’a-do’anya untuk kesuksesan penulis. Kakak dan adik-adik, Nurina, Tarida, Titik, Sekar dan Wisnu yang memberikan dorongan materil, dan moril demi terselesaikannya skripsi ini.

10.Kakek tercinta H. Djafar, terimakasih atas semangat yang kakek berikan, semoga senantiasa diberikan kesehatan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

11.Kepada sahabat-sahabat seperjuangan Pendidikan Biologi angkatan 2009, teman-teman dari grup Biogos Hot yang kubanggakan, semua pihak yang berperan dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas amal kalian dengan pahala yang berlipat ganda.

Semoga hasil karya ilmiah (skripsi) ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya, dan memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, April 2014


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teoretik ... 10

1. Konsep ... 10

a. Konsep dan Konsepsi ... 10

b. Jenis-Jenis Konsep ... 11

c. Perolehan Konsep ... 11

d. Tingkat Pencapaian Konsep ... 13

e. Cara Mengajarkan Konsep ... 14

f. Pemahaman Konsep ... 15

2. Miskonsepsi ... 16

a. Definisi Miskonsepsi ... 16


(10)

vi

c. Sumber dan Penyebab Miskonsepsi ... 18

d. Cara Mengidentifikasi Miskonsepsi ... 19

3. Identifikasi Miskonsepsi dengan Two-Tier Multiple Choice ... 21

a. Tes Diagnostik ... 21

b. Two-Tier Multiple Choice ... 22

c. Pembuatan soal Two-tier Multiple Choice ... 23

d. Kelebihan Two-Tier Multiple Choice ... 27

e. Kelemahan Two-Tier Multiple Choice ... 28

B. Tinjauan Konsep Archaebacteria dan Eubacteria ... 28

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

D. Kerangka Berpikir ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

B. Metode dan Desain Penelitian ... 39

C. Populasi dan Sampel ... 42

D. Teknik Pengumpulan Data ... 43

E. Instrumen Penelitian ... 43

F. Kalibrasi Instrumen ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 50

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 52

B. Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(11)

vii

2.1 Kriteria Pengelompokan Tingkat Pemahaman Siswa ... 15

2.2 Penyebab Miskonsepsi ... 19

3.1 Soal TTMC yang Digunakan dalam Penelitian ... 45

3.2 Kisi-kisi lembar observasi ... 46

3.3 Klasifikasi Cronbach’s Alpha ... 48

3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 49

3.5 Kategori Jawaban Siswa ... 51

4.1 Hasil Tes Diagnostik Two-Tier Multiple Choice ... 53

4.2 Persentase Jawaban Siswa yang Benar pada Pertanyaan Tingkat Pertama dan pada Kedua Tingkat Pertanyaan ... 54

4.3 Tabel Rerata Kategori Jawaban Siswa (Dua Kategori) ... 55


(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir ... 37

3.1 Alur Penelitian ... 39

4.1 Soal nomor 1 ... 64

4.2 Soal nomor 3 ... 65

4.3 Soal nomor 6 ... 66

4.4 Soal nomor 8 ... 67

4.5 Soal nomor 10 ... 68

4.6 Soal nomor 11 ... 69


(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kisi-Kisi Wawancara ... 78

2 Kisi-Kisi Tes Pilihan Ganda Beralasan Bebas ... 84

3 Kisi-Kisi Tes TTMCuntuk Uji Reliabilitas ... 105

4 Hasil Wawancara Siswa ... 124

5 Kisi-Kisi Tes TTMC yang Digunakan dalam Penelitian ... 126

6 Lembar Observasi 3 Pertemuan ... 133

7 Foto-foto Kegiatan ... 139

8 Data Uji Reliabilitas ... 140

9 Skor Reliabilitas ... 141

10 Perhitungan Daya Beda ... 143

11 Lembar Soal TTMC ... 144

12 Lembar Validasi Instrumen TTMC ... 149

13 Lembar Uji Referensi ... 186

14 Kutipan Wawancara Dengan Ahli ... 200

15 Daftar Hadir Tes TTMC di SMAN 26 Jakarta ... 202

16 Daftar Kegiatan di MAN 13 Jakarta ... 204

17 Surat Izin Penelitian di SMAN 26 Jakarta ... 205

18 Surat Izin Penelitian di MAN 13 Jakarta ... 206

19 Surat Keterangan Selesai Penelitian di MAN 13 Jakarta ... 207

20 Surat Keterangan Selesai Penelitian di SMAN 26 Jakarta... 208


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar adalah istilah yang sangat akrab dalam dunia pendidikan, baik pendidikan di lembaga formal maupun nonformal. Belajar adalah proses yang memegang peranan sangat penting dalam setiap penyelenggaraan pendidikan.1 Belajar berarti perbaikan dalam tingkah laku dan kecakapan manusia, termasuk di dalamnya adalah perubahan pengetahuan, minat, dan perhatian yang dibentuk oleh fungsi-fungsi psikis dalam pribadi manusia tersebut.2

Seorang siswa dapat belajar tanpa seseorang yang mengajarinya. Guru atau orang lain yang membimbing belajar, menyajikan bahan belajar untuk siswa dan menunjukkan sumber pengalaman belajar akan dapat memotivasi siswa untuk belajar. Belajar dapat dilakukan melalui mendengar, memandang, meraba, mencium, mencicipi, menulis, membaca, membuat ringkasan, mengamati tabel, mengingat, berpikir, latihan dan lain sebagainya.3 Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang baru. Produk dari proses belajar tersebut diwujudkan dalam bentuk perubahan tingkah laku secara permanen karena adanya interaksi antara individu tersebut dengan lingkungannya.4

Produk dari sebuah proses belajar dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Hasil belajar sains di Indonesia telah diujikan secara internasional melalui program TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). Berdasarkan pengukuran hasil belajar sains di Indonesia pada tahun 2011,

1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. XV, h. 87.

2 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. XXIV, h. 89.

3 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet VI, h. 104-113. 4 Muhamad Irvan dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Cet. I, h. 156.


(15)

Indonesia berada pada peringkat 41 dari 43 negara. Skor ketercapaian untuk bidang sains hanya mencapai 406 dari rata-rata 500.5

Salah satu penyebab rendahnya pencapaian skor sains tersebut adalah kualitas pendidikan Indonesia. Kualitas pendidikan yang kurang baik tersebut berdampak pada rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep. Pemahaman konsep yang kurang dikarenakan dalam proses pembelajaran siswa kurang didukung untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan membangun pemahaman konsepnya.

Sementara itu, dalam proses pembelajaran khususnya sains, siswa dituntut untuk memahami dan menghayati bagaimana suatu konsep diperoleh, menghubungkan konsep yang satu dengan konsep lainnya dan menggunakan konsep sains yang lain untuk mendukung konsep sains tertentu. Proses pembelajaran yang demikian sesuai dengan arahan kurikulum 2013 dimana proses pembelajaran aktif meliputi untuk mengamati, bertanya, menghubungkan dan mengkomunikasikan konsep.6

Dengan adanya pedoman baru dalam kurikulum 2013 tersebut, proses pembelajaran di Indonesia harus mengikutsertakan siswa dalam mengonstruk pengetahuan mereka sendiri secara aktif. Guru hanya berperan sebagai fasilitator di kelas. Siswa berperan sebagai agen-agen aktif dalam proses bagi diri mereka sendiri. Siswa akan memilih informasi apa yang akan mereka cari tahu dan menyusun makna sendiri dari informasi yang mereka pilih tersebut.7

Dalam pembelajaran biologi, pandangan seorang guru terhadap hakikat sains sangat mempengaruhi proses pembelajaran biologi di kelas. Ketika seorang guru hanya memahami sains sebagai sebuah produk atau teori saja, maka pembelajaran yang dirancang oleh guru tersebut hanya akan berorientasi pada pencapaian kognitif siswa. Padahal, semestinya guru merancang proses pembelajaran yang menuntun siswa sehingga mereka sampai pada suatu setting pembelajaran dengan

5 TIMSS and PIRLS, TIMSS 2011 International Result in Science, 2014, h. 2,

(http://timss.bc.edu/data-release-2011/pdf/Overview-TIMSS-and-PIRLS-2011 Achievement.pdf)

6 Kemedikbud 2013, Kompetensi Dasar Kurikulum 2013, 2013, h. 20,

(

http://www.pendidikan-diy.go.id/file/mendiknas/kurikulum-2013-kompetensi-dasar-sd-ver-3-3-2013.pdf).

7 Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), Cet. I, h. 6.


(16)

kesatuan mendasar, tujuan-tujuan mereka, pengalaman-pengalaman sebelumnya, dan mereka akan menggunakan seluruh hal ini untuk memahami informasi yang baru mereka peroleh. Proses pemahaman yang sangat konstruktif ini meliputi pengaktifan pengetahuan terdahulu. Sama halnya dengan proses-proses kognitif yang bekerja pada pengetahuan itu.8

Di dalam kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa tersebut, meskipun setiap siswa telah mendapatkan perlakuan yang sama dari guru di dalam kelas (materi dan fasilitas belajar lainnya), mereka dapat membentuk pengetahuan mereka sendiri yang berbeda dengan harapan guru. Pengetahuan yang dikonstruksi tersebut bisa menjadi salah karena adanya keterbatasan pada diri siswa tersebut atau dapat bercampur dengan gagasan-gagasan lain.9 Para ahli filsafat konstruktivisme sosial menambahkan bahwa kesalahan ini disebabkan karena siswa belum terbiasa mengkonstruksi konsep dengan benar dan belum mempunyai kerangka ilmiah yang dapat digunakan sebagai acuan.10

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau hal lain yang ada di luar bahasa, yang digunakan untuk memahami hal-hal lain.11 Beberapa konsep pada mata pelajaran biologi masih berhubungan dengan pelajaran lainnya, misalnya pada pelajaran Kimia. Siswa diharapkan mengetahui bagaimana sebuah konsep ditemukan sehingga mereka mampu menghubungkan konsep yang satu dengan yang lainnya dan menggunakan konsep tersebut untuk menunjang pemahaman konsep yang lain. Dengan demikian, pemahaman terhadap konsep adalah hal yang sangat penting.

Siswa yang telah memahami konsep dapat terukur dari hasil belajar yang baik. Hasil belajar tersebut diberikan oleh guru pada setiap kurun waktu tertentu. Hasil belajar yang rendah mengindikasikan adanya kesulitan dalam proses belajar siswa, sehingga mempengaruhi tingkat pemahaman siswa.12 Hasil belajar juga

8Ibid., h. 7.

9 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta : Grasindo, 2005), Cet I, h. 31-32.

10Ibid., h. 30.

11 Pusat Bahasa Kemdiknas RI, 2008, (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php).

12 Baharudin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), Cet. I, h. 178.


(17)

dipengaruhi oleh gagasan awal siswa yang dibawa ke dalam proses pembelajaran.13

Banyak pihak sepakat bahwa siswa membawa gagasan tertentu pada pembelajaran yang mereka peroleh sendiri, yang disebut sebagai prakonsepsi.14 Namun, gagasan tersebut ada yang tidak sesuai dengan gagasan para guru dan ilmuwan. Konsepsi siswa yang berbeda dengan konsep para ilmuwan ini disebut oleh Helm sebagai miskonsepsi, oleh Novak sebagai prakonsepsi, dan oleh Driver

sebagai kerangka alternatif atau “children science” oleh Gilbert.15

Pembelajaran yang tidak mempertimbangkan konsep awal (prakonsepsi) yang dimiliki oleh siswa juga akan mengakibatkan miskonsepsi yang lebih kompleks pada siswa. Miskonsepsi pada siswa yang terjadi secara terus menerus dikhawatirkan dapat mengganggu dan menghambat pembentukan konsep ilmiah pada struktur kognitif siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Paul Suparno bahwa prakonsepsi dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi.16 Oleh karena itu, guru hendaknya memperhatikan konsepsi awal yang dibawa siswa sebelum memberikan konsep yang baru karena masing-masing siswa memiliki konsepsi masing-masing berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya.

Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Hashweh pada tahun 1986 yang dikutip oleh Haslam dan Treagust memaparkan penyebab terjadinya perubahan konsep. Penyebab pertama adalah guru yang tidak menyadari prakonsepsi yang dimiliki oleh siswa. Kedua, metode evaluasi yang biasa digunakan oleh guru gagal untuk menguji konsep yang dimiliki oleh siswa yang ternyata menunjukkan jawaban yang salah. Ketiga, serta pada umumnya guru tidak kritis terhadap jawaban siswa yang menunjukkan prakonsepsi yang keliru.17

13

Gordon Guest, “Alternative Frameworks and Misconception in Primary Science”, Diskusi University of the West of England, Bristol, 2003, h. 2.

14 Suparno, op. cit., h. 30-31.

15 David F. Treagust, “Development and Use of Diagnostic Test to Evaluate Students’s Misconceptions in Science”, Journal Science Education, Vol. 10, 1988, h. 159.

16 Suparno, op. cit., h. 34.

17 Filocha Haslam dan David F. Treagust, “Diagnosing Secondary Students’s Misconceptions of Photosynthesis and Respiration in Plants using a two-Tier Multiple Choice Instrumen”, Journal of Biologycal Education, Vol. 21, 1987, h. 209.


(18)

Untuk dapat membantu guru mengatasi miskonsepsi, guru harus terlebih dahulu mengetahui kerangka pikir siswa.18 Guru membutuhkan cara yang efisien untuk mengungkap miskonsepsi tersebut, yaitu dengan memberikan sebuah tes diagnostik. Identifikasi miskonsepsi dapat dilakukan dengan berbagai jenis tes yang dapat mendiagnosa letak kesalahan konsep siswa. Berbagai alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa antara lain: peta konsep, tes pilihan ganda dengan alasan bebas, pilihan ganda beralasan tertutup (two-tier multiple choice), tes esai, wawancara diagnosis, diskusi kelas, praktikum tanya jawab.

Salah satu bentuk tes diagnostik adalah dengan menggunakan two-tier multiple choice (TTMC). Instrumen ini adalah sebuah tes diagnostik berupa soal pilihan ganda bertingkat dua yang dikembangkan pertama kali oleh David F. Treagust pada tahun 1988.19 Tingkat pertama berisi tentang pertanyaan mengenai konsep yang diujikan sedangkan tingkat kedua berisi alasan untuk setiap jawaban pada pertanyaan di tingkat pertama sebagai bentuk tes diagnosa.

Instrumen (TTMC) ini sangat efektif digunakan dalam mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa. Identifikasi tersebut dapat dilakukan pada awal pembelajaran (berupa pre test) dan akhir pelajaran (berupa post test).20 Dengan menggunakan instrumen ini kemungkinan siswa untuk menebak jawaban benar dapat diperkecil menjadi 4%, khususnya untuk konsep Archaebacteria dan Eubacteria ini.21

Dengan menggunakan instrumen TTMC, guru dapat mengetahui letak materi pembelajaran yang sering terjadi miskonsepsi di dalamnya. Selain itu, guru dapat mengetahui konsepsi yang dimiliki oleh siswa. Guru dapat mengetahui kategori pemahaman siswa dari jawaban siswa dalam kategori miskonsepsi murni, tidak paham konsep atau miskonsepsi dari menebak. Oleh karena itu, dengan

18 Suparno, op. cit., h. 121. 19 Treagust, loc.cit. 20Ibid., h. 167

21 Cengiz Tuysuz, “Development of Two-Tier Diagnostic Instrumen and Assess Student’s Misunderstanding in Chemistry”, Scientific Research and Essay, Vol. 4, 2009, h. 626.


(19)

penggunaan instrumen TTMC ini diharapkan dapat teridentifikasi letak kemiskonsepsian pada konsep yang diujikan.

Dalam membuat soal TTMC, terdapat beberapa metode yang telah diajukan oleh beberapa ahli, misalnya metode yang diajukan oleh David F. Treagust, Cengiz Tuysuz, dan Jing Ru Wang. Treagust pada tahun 1988 melakukan pengembangan soal TTMC melalui 3 tahap yang terdiri dari: identifikasi konten, mendapatkan informasi tentang miskonsepsi siswa, dan pengembangan tes diagnostik.22 Sementara itu, Wang pada tahun 2004 melakukan pengembangan soal TTMC melalui 3 tahap yang berbeda, yaitu: menentukan domain konten, mengidentifikasi konsepsi alternatif siswa, serta pengembangan dan validasi instrument.23 Pada tahun 2009, Tuysuz melakukan pengembangan soal TTMC melalui 3 tahapan, yaitu: melaksanakan wawancara, paper and pencil test, dan

two-tier test.24 Berdasarkan pertimbangan waktu dan tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan soal TTMC, maka pembuatan soal TTMC pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yang diajukan oleh Cengiz Tuysuz. Bentuk soal TTMC ini sama dengan soal pilihan ganda beralasan tertutup (alasan telah disusun peneliti berdasarkan tahapan-tahapan yang diajukan oleh Tuysuz).

Beberapa topik penelitian miskonsepsi biologi yang telah dilakukan menggunakan instrumen TTMC antara lain pada topik: difusi dan osmosis, fotosintesis dan respirasi, bernafas dan respirasi, transpor internal pada tumbuhan dan sistem peredaran darah, pertumbuhan dan perkembangan tanaman bunga, klasifikasi hewan, serta genetika.25

Berdasarkan penelitian Siti Sapuroh pada tahun 2010 tentang “Analisis Kesulitan Belajar Siswa Dalam Memahami Konsep biologi pada Konsep Monera. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X MAN Serpong. Hasil analisis

22 Treagust, op. cit., h. 161.

23 Jing Ru Wang, “Development and Validation of a Two-Tier Instrument to Examine Understanding of Internal Transport in Plants and The Human Circulation System”, International

Journal of Science and Mathematics Education, Vol. 4, 2004, h. 136. 24 Cengiz Tuysuz, op.cit., h. 627.

25 David F. Treagust, “Diagnostic Assessment in Science as a Means to Improving Teaching, Learning, and Retention, Uniserve Science Assessment Symposium Proceedings, 2005, h. 4.


(20)

menggunakan tes objektif menunjukkan 100% siswa mengalami kesulitan belajar dalam memahami konsep Monera.26

Demikian pula dengan Edy Tarwoko pada tahun 2005 yang melaporkan profil-profil miskonsepi bakteri. Miskonsepsi tersebut meliputi konsep-konsep: organisasi sel bakteri, bentuk morfologis sel bakteri, struktur anatomis sel bakteri, cara hidup bakteri, perkembangbiakan bakteri, klasifikasi bakteri dan peranan bakteri.27 Padahal konsep Monera (Archaebacteria dan Eubacteria) ini termasuk dalam konsep yang penting karena termasuk dalam setiap bahasaan pada jenjang pendidikan yang berkaitan dengan mikroba.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru biologi di SMAN 26 Jakarta, juga diperoleh informasi bahwa siswa masih kesulitan dalam mempelajari konsep Archaebacteria dan Eubacteria, khususnya dalam menentukan peranan Archaebacteria dan Eubacteria bagi manusia. Padahal, konsep ini adalah salah satu konsep yang berkaitan dengan konsep lain di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Misalnya, pada konsep Bioteknologi dan konsep-konsep tentang berbagai sistem pada tubuh makhluk hidup.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai faktor penghambat dalam pembelajaran biologi, yaitu miskonsepsi yang terjadi pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria. Dengan mengetahui letak miskonsepsi dan jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi tersebut, peneliti berharap para guru dapat mengambil langkah yang tepat untuk mengatasi hambatan tersebut.

B. Identifikasi Masalah

1. Masih rendahnya kualitas pendidikan pada bidang Matematika dan Sains di Indonesia.

2. Pemahaman konsep siswa yang masih kurang.

3. Siswa sering salah dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri.

26 Siti Sapuroh, “Analisis Kesulitan Belajar Siswa dalam Memahami Konsep Biologi pada Konsep Monera, Skripsi UIN Jakarta, 2010, h. 60.

27 Edy Tarwoko, “Reduksi Miskonsepsi Bakteri Siswa-siswa SMAN 1 Sambung Macan dengan Pembelajaran Modul dan Lembar Kerja Siswa, Tesis UNS, 2005, h. i.


(21)

4. Guru tidak menyadari prakonsepsi yang dimiliki oleh siswa

5. Metode evaluasi yang sering digunakan guru tidak mampu mengungkap konsepsi yang dimiliki oleh siswa.

6. Guru tidak kritis terhadap jawaban siswa yang menunjukkan prakonsepsi yang keliru.

7. Siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep Archaebacteria dan Eubacteria.

C. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan di atas, agar penelitian ini lebih terarah, maka ruang lingkup penelitian perlu dibatasi. Untuk itu, penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti pad hal-hal berikut ini:

1. Identifikasi miskonsepsi siswa hanya dilakukan pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria.

2. Identifikasi miskonsepsi dilakukan pada siswa kelas X IPA di SMAN 26 Jakarta tahun pelajaran 2013/2014.

3. Identifikasi miskonsepsi dilakukan menggunakan tes diagnostik two-tier multiple choice yang dibuat sesuai dengan metode yang diajukan oleh Cengiz Tuysuz.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah adalah “Bagaimana kondisi miskonsepsi siswa kelas X IPA SMAN 26 Jakarta yang teridentifikasi pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria menggunakan two-tier multiple choice?” E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana miskonsepsi siswa kelas X IPA SMAN 26 Jakarta yang teridentifikasi pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria menggunakan two-tier multiple choice.


(22)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan merancang strategi pembelajaran yang tepat agar kesalahpahaman konsep (miskonsepsi) tidak lagi terjadi pada para siswa. 2. Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan

dan meningkatkan kualitas pengajaran, khususnya di SMAN 26 Jakarta. 3. Peneliti, dapat menambah wawasan dan pengalaman.


(23)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Konsep

a. Konsep dan Konsepsi

Istilah konsep berdasarkan tata bahasa adalah gambaran mental dari objek, proses, atau hal lain yang ada di luar bahasa. Gambaran tersebut digunakan untuk memahami hal-hal lain.1 Hamalik menjelaskan konsep sebagai stimuli yang memiliki ciri-ciri umum, dimana stimuli tersebut dapat berupa objek atau orang.2 Dahar menjelaskan konsep dalam bentuk abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus. Konsep juga dapat dijadikan suatu arti yang mewakili sejumalah objek yang sama.3 Konsep adalah sebuah abstraksi dari ciri-ciri yang mempermudah komunikasi manusia dan memungkinkan manusia untuk berpikir.4 Sementara itu Rosser berpendapat bahwa konsep adalah abstraksi yang meliputi gambaran dan ciri-ciri khas suatu objek, fakta dan gejala atau keterkaitan yang dapat membedakannya dengan objek yang lain. Karena setiap orang dapat mengalami stimulus yang berbeda-beda, maka mereka dapat membentuk konsep sesuai caranya masing-masing.5

Dengan demikian, pengertian dari konsep dapat dinyatakan sebagai sesuatu yang bersifat abstrak yang menggambarkan ciri-ciri suatu objek, fakta, dan atau gejala yang dapat diterima oleh struktur kognitif kita.

Meskipun dalam Sains, pembahasan mengenai konsep-konsep telah disepakati oleh para ahli dengan pasti, masih saja ada siswa yang memiliki

1Pusat Bahasa Depdiknas RI, KBBI Daring, 2014, (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php).

2 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet. IV, h. 162.

3 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), Cet. XIV, h. 63.

4 Yuyu R. Tayubi, “Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainly of Response Index (CRI)”, Jurnal Pendidikan No. 3/XXIV?2005, (Bandung: UPI), h. 5. 5 Nurayu Firiana, “Analisis Miskonsepsi Siswa SMA Kelas XI pada Konsep Stoikometri”, Skripsi UIN Jakarta, 2012, h. 8.


(24)

pemahaman yang berbeda-beda terhadap suatu konsep. Pemahaman konsep oleh siswa selanjutnya disebut sebagai konsepsi.6

b. Jenis-jenis Konsep

Konsep memiliki jenis yang berbeda-beda. Adapun jenis-jenis konsep tersebut adalah:7

1) Konsep konjungtif

Konsep konjungtif adalah konsep yang mudah diajarkan. Pada konsep ini hanya diperlukan penambahan atribut dan nilai-nilai

2) Konsep disjungtif

Konsep disjungtif adalah konsep yang dapat dirumuskan dalam cara-cara yang berbeda. Atribut dan nilai dapat ditukar antara satu dan lainnya.

3) Konsep Hubungan

Konsep hubungan adalah suatu konsep yang memiliki hubungan-hubungan khusus antar atribut.

Ketiga konsep tersebut memiliki keterkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Atribut yang ada di sekitar kita menjadi penghubung yang saling berkaitan antara ketiga konsep tersebut. Terbentuknya suatu konsep juga dikarenakan adanya atribut-atribut di dalamnya.8

c. Perolehan Konsep

Menurut Ausubel, konsep diperoleh melalui dua cara, yaitu melalui pembentukan konsep yang terjadi sebelum menerima pelajaran formal (sekolah) dan melalui asimilasi konsep yang diperoleh di sekolah. Asimilasi konsep adalah jalan utama untuk memperoleh konsep, baik selama dan sesudah sekolah.9

Seorang anak memiliki konsep yang berasal dari suatu pembentukan konsep berdasarkan pengalaman-pengalamannya, setelah memasuki sekolah anak

6 Tayubi, op. cit., h. 2. 7 Hamalik, op. cit., 163-164. 8Ibid.


(25)

melakukan asimilasi konsep dari apa yang telah dipelajari di sekolah.10 Di sekolah, siswa akan memperoleh sejumlah informasi baru yang dapat berdiri sendiri atau bersifat sebagai informasi tambahan untuk memperhalus dan memperdalam pengetahuan sebelumnya. Informasi yang telah diterima siswa akan dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual sehingga dapat dimanfaatkan kembali pada saat dibutuhkan. Proses tersebut akan menjadi lebih mudah dengan adanya bimbingan dari guru yang kompeten.11

Menurut teori sibernetik, belajar adalah sebuah pengolahan informasi. Suatu informasi (pengajaran) diterima, disandi, dan disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dapat dimanfaatkan pada saat diperlukan tdapat dijelaskan dengan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi yang telah dikembangkan oleh beberapa ahli. Komponen pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya

“lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah:12

1) Sensory receptor, yaitu sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Informasi asli yang diterima hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan mudah terganggu atau terganti.

2) Working memory, yaitu bagian yang mampu menangkap informasi yang diperhatikan oleh individu. Working memory memiliki kapasitas yang terbatas, informasi hanya bertahan dalam 15 detik apabila tanpa pengulangan, informasi dapat dikode salam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. 3) Long term memory, yaitu bagian yang berisi semua pengetahuan seseorang.

Bagian ini memiliki kapasitas yang tidak terbatas dalam menyimpan memori. Apabila seseorang tidak dapat memunculkan kembali informasi yang tersimpan, maka orang tersebut dikatakan lupa.

10Ibid.

11 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2010), Cet. XV, h. 111.

12 C. Asih Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), Cet. I, h. 81-84.


(26)

Sejalan dengan teori pemrosesan informasi dari Ausubel bahwa perolehan informasi sebagai pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan Stein mengemukakan bahwa pengetahuan ditata dalam struktur kognitif secara hierarkis dari pengetahuan yang umum dan abstrak yang telah diperoleh individu.13 Penataan yang hierarkis akan mempermudah perolehan pengetahuan baru lagi yang lebih rinci. Semakin baik penataan pengetahuan sebagai dasar pengetahuan baru, semakin mudah pengetahuan tersebut dimunculkan kembali pada saat dibutuhkan.14

Pemunculan kembali informasi yang telah diperoleh dan disimpan disebut sebagai ingatan. Untuk memproses pengolahan informasi menjadi ingatan melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan pengungkapan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perolehan konsep bermula dari proses yang hierarkis. Dari informasi yang paling umum hingga paling khusus.15

d. Tingkat Pencapaian Konsep

Konsep yang telah diterima dan dipahami oleh seseorang bervariasi berdasarkan tingkatan pencapaian konsep. Klausmeier menghipotesiskan empat tingkat pencapaian konsep dalam berbagai variasi. Berikut ini merupakan uraian dari keempat tingkat pencapaian konsep:16

1) Tingkat Konkret

Ketika siswa memperlihatkan suatu benda dan dapat membedakan berbagai macam benda dari stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya, maka siswa dinyatakan telah mencapai tingkat pencapaian ini.

2) Tingkat Identitas

Siswa dapat mengenali suatu objek: a) sesudah selang waktu; b) bila orang itu memiliki orientasi ruang dari objek tersebut; c) bila orang itu dapat mengenal

13Ibid., h. 84 14Ibid.

15Ibid., h. 86.


(27)

benda dengan indra yang berbeda. Pada saat itulah siswa dikatakan telah mencapai tingkat identitas.

3) Tingkat Klasifikasi

Seseorang dikatakan telah mencapai konsep konret apabila ia telah mampu mencapai tingkat klasifikasi. Tingkat klasifikasi dicapai apabila seseorang mampu mengenali equivalence (persamaan) dari dua contoh yang berbeda yang berasal dari kelas yang sama.

4) Tingkat Formal

Siswa yang telah mencapai pemahaman konsep pada tingkat ini sudah harus dapat menentukan atribut-atribut kriteria yang membatasi konsep. Siswa tersebut akan dapat memberikan nama konsep itu, mendefinisikan konsep ke dalam atribut-atributnya kriterianya, mendiskriminasi, dan memberi nama atribut-atribut yang membatasi, mengevaluasi, serta memberikan contoh dan noncontoh konsep tersebut secara nonverbal.

e. Cara Mengajarkan Konsep

Untuk membentuk konsep dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:17 1) Pendekatan Kognitif

Pendekatan kognitif dilakukan pada proses perolehan konsep dalam hal sifatnya dan bagaimana konsep disajikan. pendekatan kognitif ditekankan pada proses internal. Terdapat penemuan dalam studi kognitif tentang perolehan konsep. Pertama, konsep disjungtif lebih mudah dipelajari daripada konsep disjungtif atau konsep relasional. Kedua, belajar konsep lebih mudah apabila menggunakan paradigma selektif dibandingkan dengan paradigm reseptif.

2) Pendekatan Terkini

Pembelajaran konsep dapat dilakukan di laboratorium maupun di ruang kelas. Pembelajaran konsep Archaebacteria dan Eubacteria juga dapat dilakukan di kedua tempat tersebut. Terdapat beberapa perbedaan tentang belajar konsep di laboratorium dengan di ruang kelas seperti yang disampaikan oleh Caroll sebagai berikut:


(28)

a) Kedua konsep dapat berbeda dalam sifat. Konsep yang dipelajari di sekolah biasanya adalah konsep-konsep baru, bukan merupakan kombinasi buatan dari atribut-atribut yang sudah dikenal.

b) Studi laboratorium akan memberi makna lebih mendalam pada belajar konsep-konsep konjungtif yang terbukti mudah untuk dipelajari daripada konsep disjungtif.

c) Studi laboratorium menekankan pada pendekatan induktif tentang belajar konsep, sementara sebagian konsep-konsep sekolah secara deduktif.

f. Pemahaman Konsep

Salah satu ranah kejiwaan yang berpusat pada otak yang berhubungan dengan keinginan (konasi) dan perasaan (afeksi) yang berikatan dengan ranah rasa disebut sebagai pemahaman. Pemahaman termasuk dalam bagian struktur kognitif kita.18 Abraham mengemukakan enam tingkatan pemahaman. Kriteria tersebut dapat dilihat pada tabel berikut 2.1.19

Tabel 2.1 Kriteria Pengelompokan Tingkat Pemahaman Siswa

No Derajat Pemahaman Kriteria Penilaian

1 Tidak ada respon Kosong Tidak tahu Tidak mengerti 2 Tidak paham Mengulangi pertanyaan

Respon tidak jelas

3 Miskonsepsi Respon menunjukkan ketidaklogisan atau informasi yang diberikan tidak jelas

4 Paham dengan sebagian miskonsepsi

Respon menunjukkan pemahaman konsep tetapi juga miskonsepsi

5 Paham sebagian Respon yang diberikan memberikan komponen yang diinginkan tetapi belum lengkap

6 Paham Respon yang diberikan meliputi semua komponen yang diinginkan

18 Muhibbin Syah, loc. cit.

19 Michel R. Abraham, Eileen B. Grzybowski, et al, “Understanding and Misunderstanding of Eight Grader of Five Chemistry Concept Found in Textbook”, Journal of Research in Science Teaching, 29, 1992, , h. 112.


(29)

Ciri siswa yang telah memahami konsep adalah ia dapat membedakan contoh dan bukan contoh dari konsep itu, persamaan dan bukan persamaan dari konsep tersebut serta menggunakannya dalam berbagai situasi. Selain itu, ia juga harus dapat menginfomrasikan alasan mengenai suatu fakta dan dapat menggunakannya.20

2. Miskonsepsi

a. Definisi Miskonsepsi

Miskonsepsi didefinisikan berbeda-beda oleh para ahli. Miskonsepsi adalah pemahaman yang keliru terhadap suatu konsep atau terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan beberapa variabel yang saling berkaitan, dimana konsep tersebut tidak sesuai dengan pemahaman konsep para ahli.21 Miskonsepsi adalah pengertian yang tidak akurat terhadap sebuah konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.22

Feldsine menyatakan bahwa miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Miskonsepsi adalah konsep baru yang salah dan tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diteliti oleh para ilmuwan.23 Novak menyatakan bahwa miskonsepsi adalah salah satu bentuk interpretasi terhadap konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsepsi para ilmuwan. Konsep tersebut umumnya dibangun berdasarkan akal sehat atau intuitif untuk memaknai pengalaman sehari-hari dan hanya merupakan eksplanasi pragmatis terhadap dunia nyata.24

20 Al Krismanto, Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta: Depdiknas, 2003), h. 10.

21 Firiana, op.cit., h. 12.

22 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisiska, (Jakarta: Grasindo, 2005), Cet. I, h. 6.

23 Ibid., h. 4-5.

24 Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 77.


(30)

Dari beberapa pengertian di atas, maka miskonsepsi dapat diartikan sebagai kesalahpahaman terhadap suatu konsep. Kesalahan tersebut dapat menyebabkan timbulnya konsep baru yang tidak sesuai dengan pemahaman para ilmuwan.

b. Miskonsepsi dan Konsep Alternatif

Gagasan siswa yang berbeda dengan gagasan para ilmuwan dicoba untuk dihargai. Perbedaan pemahaman seseorang dengan para ahli diistilahkan sebagai konsep alternatif. Demikian pula dengan Wandersee, Mintzes dan Novak menyatakan bahwa sebagian besar peneliti modern lebih sering menggunakan istilah konsep alternatif daripada miskonsepsi. Konsep yang berbeda tersebut menunjukkan bahwa dalam pembentukan pengetahuan, siswa yang mengonstruksi pengetahuan itu sendiri. Konsep tersebut juga tidak secara langsung disalahkan karena dalam pengalaman siswa tersebut, konsep tersebut dapat menerangkan persoalan dalam kehidupan siswa dan sangat berguna.25 Penggunaan istilah konsep alternatif didasarkan oleh pertimbangan-pertimbangan berikut ini:

1) Konsep alternatif lebih menunjuk pada penjelasan berdasarkan pengalaman yang dikonstruksi oleh siswa.

2) Istilah tersebut memberikan penghargaan intelektual kepada siswa yang memiliki gagasan sendiri.

3) Konsep alternatif secara kontekstual sering masuk akal dan berguna untuk menjelaskan beberapa persoalan yang dihadapi oleh siswa.

Berbeda dengan para ahli yang tetap menggunakan istilah konsep alternatif dalam pembelajaran, istilah miskonsepsi tetap dipertahankan dengan alasan sebagai berikut:26

1) Istilah tersbut sudah bermakna bagi orang yang awam.

2) Dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, istilah tersebut sudah membawa pengertian-pengertian tertentu yang sesuai dengan pemikiran para ilmuwan. 3) Istilah itu mudah dipahami oleh guru dan orang lain.

25 Suparno, op. cit., h. 5. 26Ibid., h. 6.


(31)

Dengan demikian, di dalam dunia Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, istilah miskonsepsi telah memiliki arti khusus. Beberapa peneliti tetap menggunakan istilah tersebut karena kata tersebut telah memiliki arti yang khusus dan dipahami oleh banyak orang. 27

c. Sumber dan Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi telah terjadi pada semua bidang sains, seperti Fisika, Kimia, Biologi dan Antariksa. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat terjadi selama proses pembelajaran. Gabel berpendapat bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan miskonsepsi antara lain:28

1) Hasil pengamatan fenomena alam yang dipahami dengan perasaan. 2) Konsep yang diajarkan tidak sesuai dengan perkembangan mental siswa.

Miskonsepsi terjadi karena adanya kesalahan dalam membangun konsepsi berdasarkan informasi lingkungan fisik di sekitarnya. Miskonsepsi umumnya terjadi karena kesalahan siswa dalam mengasimilasi konsep-konsep yang merupakan hal yang baru bagi siswa tersebut29.

Secara skematis, penyebab miskonsepsi dapat dilihat pada tabel 2.2.30

27Ibid.

28 Suwarto, loc. cit.

29Ibid.


(32)

Tabel 2.2 Penyebab Miskonsepsi

Sebab Utama Sebab Khusus

Siswa 1. Prakonsepsi

2. Pemikiran asosiatif 3. Pemikiran humanistic

4. Reasoning yang tidak lengkap 5. Intuisi yang salah

6. Tahap perkembangan kognitif siswa 7. Kemampuan siswa

8. Minat belajar siswa

Guru 1. Tidak menguasai bahan, tidak kompeten 2. Bukan lulusan dari bidangnya

3. Tidak memberikan kesempatan siswa untuk memberikan gagasan

4. Hubungan guru dan siswa yang tidak baik Buku Teks 1. Penjelasan yang tidak tepat

2. Salah menuliskan rumus

3. Tingkat kesulitan buku cukup tinggi bagi siswa 4. Demi menarik pembaca, terkadang buku sains

fiksi menyimpang dari konsepnya 5. Kartun sering memuat miskonsepsi

Konteks 1. Pengalaman siswa

2. Bahasa sehari-hari berbeda 3. Teman diskusi yang salah 4. Keyakinan dan agama

5. Penjelasan orang lain yang keliru 6. Konteks hidup siswa

7. Kondisi perasaan siswa Cara Mengajar 1. Hanya ceramah dan menulis

2. Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa 3. Tidak mengoreksi PR yang salah

4. Model analogi 5. Model praktikum 6. Model diskusi

7. Model demonstrasi yang sempit

8. Non-multiple intellegences

Dengan demikian, miskonsepsi bukan semata hanya disebabkan oleh proses pembelajaran, tetapi juga oleh komponen-komponen dalam kegiatan itu sendiri. Misalnya: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode pengajaran.

d. Cara Mengidentifikasi Miskonsepsi

Pemahaman siswa terhadap suatu konsep dapat diketahui melalui pemberian tes. Dari hasil tes tersebut dapat diketahui seberapa besar pemahaman siswa. Hasil tes yang baik tidak menjamin seorang siswa telah memahami konsep dengan baik.


(33)

Oleh karena itu, diperlukan alat tes lain yang dapat mengungkap pemahaman siswa terhadap suatu konsep.

Pemahaman siswa yang salah dan tidak sesuai dengan pendapat para ahli dapat menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi.31 Miskonsepsi tidak mudah untuk dihilangkan.32 Selain itu, miskonsepsi juga dikhawatirkan dapat menghambat pembentukan pengetahuan pada struktur kognitif siswa. Oleh karena itu, miskonsepsi perlu dideteksi untuk mengetahui materi yang dianggap sulit oleh siswa sehingga guru dapat menentukan pembelajaran remidiasi yang harus dilakukan.

Beberapa alat deteksi yang sering digunakan oleh para peneliti menurut Suparno antara lain:33

1) Peta konsep, yaitu menghubungkan antara konsep dengan konsep dan menekankan ide-ide pokok yang disusun secara hierarkis.

2) Tes multiple choice dengan reasoning terbuka, yaitu penggunaan tes pilihan berganda dengan pertanyaan terbuka. Siswa harus menjawab atau menulis alasan mereka memilih suatu jawaban.

3) Tes esai tertulis, dari tes ini akan diketahui miskonsepsi yang dibawa siswa. Kemudian dapat dilakukan wawancara untuk mengetahui tentang miskonsepsi tersebut.

4) Wawancara diagnosis, yaitu mengetahui miskonsepsi siswa sekaligus penyebabnya. Melalui wawancara dapat dipahami pola pikir siswa.

5) Diskusi dalam kelas, melalui diskusi akan diungkapkan ide-ide siswa tentang konsep yang telah atau hendak diajarkan. Dari diskusi tersebut dapat dideteksi apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak.

6) Praktikum dengan tanya jawab, yaitu guru memberikan pertanyaan tentang bagaimana konsep yang dimiliki siswa dan menjelaskan praktikum tersebut. Sementara itu, menurut Suwarto pendeteksian miskonsepsi dapat dilakukan melalui:34

31 Suparno, op. cit., h. 8 32 Ibid.

33Ibid., h. 121-129.


(34)

1) Pearsall dkk menyatakan bahwa dengan mencermati peta konsep kita dapat mendeteksi konsep apa saja yang kurang tepat dan perubahan konsepnya. 2) Tes uraian tertulis, yaitu tes yang terdiri dari butir-butir tes berupa pertanyaan

yang menghendaki jawaban yang berupa uraian panjang.

3) Wawancara klinis, yaitu wawancara yang dilakukan kepada siswa dengan memilih pertanyaan-pertanyaan yang diperkirakan sulit dimengerti oleh siswa, atau konsep yang penting untuk diajarkan.

4) Diskusi dalam kelas untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah atau akan diajarkan.

3. Identifikasi Miskonsepsi dengan Tes Diagnostik Two-Tier Multiple Choice (TTMC)

a. Tes Diagnostik

Untuk mengetahui sebab-sebab masalah yang dialami siswa, guru melakukan pemeriksaan diagnosis melalui tes yang berfungsi diagnosis untuk mengetahui sumber permasalahan siswa.35 Tes diagnostik digunakan untuk menentukan bagian tertentu pada suatu mata pelajaran yang memiliki kelemahan dan menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangan tersebut. Tes diagnostik juga dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan siswa dalam belajar. Tujuan penggunaan tes ini adalah untuk menentukan pengajaran yang perlu dilakukan di masa yang akan datang.36

Salah satu bentuk tes diagnostik adalah two-tier multiple choice (TTMC). TTMC pertama kali dikenalkan oleh pria kebangsaan Australia bernama David, F. Treagust pada tahun 1978. TTMC adalah tes diagnostik bertingkat dua, yaitu tes pilihan ganda beralasan dimana pada pertanyaan pertama siswa diminta untuk menjawab pertanyaan, dan pada tingkat kedua siswa harus memilih alasan untuk jawaban mereka pada pertanyaan tingkat pertama. Tujuan adanya pertanyaan tingkat kedua sebagai pertanyaan alasan adalah sebagai bentuk diagnosis miskonsepsi siswa. Hal tersebut didasarkan pada penyusunan pilihan jawaban

35 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Cet. III, h. 69. 36 Suwarto, op. cit., h. 113.


(35)

pengecoh pada pertanyaan tingkat kedua yang berasal dari pilihan ganda beralasan bebas, wawancara ataupun studi literasi.37 Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, saat ini terdapat berbagai tipe TTMC yang telah dikembangkan oleh beberapa ahli. Meskipun alasan untuk setiap pertanyaan di tingkat satu telah disediakan, pada beberapa tipe TTMC ruang kosong tetap disediakan bagi siswa untuk menuliskan alasan lain apabila alasan yang tersedia pada pertanyaan tingkat kedua tidak sesuai dengan pendapat mereka.

b. Two-Tier Multiple Choice (TTMC)

Tes diagnostik TTMC adalah tes diagnostik yang dikembangkan oleh Treagust pada tahun 1987 yang merupakan tes berbentuk pilihan ganda bertingkat. Pada perkembangannya, TTMC khusus ditujukan untuk mengidentifikasi konsepsi alternatif siswa (miskonsepsi siswa).

Selain sebagai tes diagnostik pada akhir pembelajaran, TTMC juga dapat digunakan pada awal pembelajaran. Hal tersebut bertujuan agar guru dapat mengetahui dengan baik konsepsi awal yang ada pada siswa, sehingga guru dapat mengembangkan atau menggunakan pendekatan pengajaran alternatif untuk memperbaiki miskonsepsi siswa.38

TTMC adalah tes diagnostik bertingkat dua. Pada pertanyaan tingkat pertama siswa diminta untuk menjawab pertanyaan. Pada tingkat kedua terdiri dari satu set alasan untuk jawaban pertanyaan tingkat pertama. Siswa harus memilih alasan atas jawaban mereka pada pertanyaan tingkat pertama. Ruang kosong juga dapat disediakan bagi siswa yang memiliki alasan lain pada pertanyaan tingkat kedua.

37 David F. Treagust, “Development and Use of Diagnostic Test to Evaluate Students’s Misconceptions in Science”, Journal Science Education, Vol. 10, 1988, h. 163.


(36)

Perlu diperhatikan bahwa dalam tingkatan pembelajaran, respon pada pertanyaan tingkat pertama relatif mudah, tetapi pertanyaan tingkat kedua membutuhkan penyelidikan secara mendalam pemahaman dibalik jawaban pada tingkat pertama.39 Siswa akan mendapatkan poin satu apabila menjawab benar pada kedua tingkat pertanyaan dan akan mendapat poin nol apabila salah satu pertanyaan pada kedua tingkat pertanyaan tersebut dijawab salah. Dengan teknik ini, kemungkinan siswa untuk menjawab benar ataupun salah sangat rendah.40 Beberapa topik penelitian miskonsepsi Biologi yang telah dilakukan menggunakan instrumen TTMC antara lain: difusi dan osmosis oleh Odom dan Barrow pada tahun 1995, fotosintesis dan respirasi oleh Haslam dan Treagust pada tahun 1987, bernafas dan respirasi oleh Mann dan Treagust pada tahun 1998, transport internal pada pertumbuhan dan sistem peredaran darah oleh Wang pada tahun 2004, pertumbuhan dan perkembangan tanaman bunga oleh Linn pada tahun 2004, Genetika oleh Tsui pada tahun 2011.

c. Pembuatan soal Two-tier Multiple Choice (TTMC)

Treagust telah memberikan pedoman yang berguna bagi pengembangan instrumen-instrumen dengan tujuan khusus untuk mengidentifikasi konsep-konsep alternatif siswa pada berbagai konsep.41 Desain instrumen TTMC berdasarkan pada prosedur yang digambarkan oleh Treagust meliputi: 42

1) Tahap pertama: mengidentifikasi konten

a) Identifikasi pernyataan proposisi sesuai dengan konten yang akan diujikan b) Mengembangkan peta konsep sesuai dengan konten yang diujikan. Tujuan

dari langkah 1 dan 2 adalah agar peneliti lebih cermat dalam mengurai konten yang akan diujikan.

39 A. L. Chandrasegarana, David F. Treagust dan Mauro Mocerino, “The Development of a Two-tier Multiple-Choice Diagnostic Instrumen for Evaluating Secondary School Students’ Ability to Describe and Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels of Representation”,

Chemistry Education Research and Practice, 2007, h. 295.

40 Chi-Yan Tsui dan David Treagust, “Evaluating Secondary Students’ Scientific Reasoning in Genetics Using a Two-Tier Diagnostic Instrument”, International Journal of Science Education, Vol. 32, 2010, h. 1075.

41 Chandrasegarana, Treagust dan Mocerino, loc.cit.


(37)

c) Menghubungkan peta konsep dengan pernyataaan proposisi yang telah dibuat untuk memastikan bahwa keduanya memang akan menguji topik yang sama dan telah mewakili konten yang akan diselidiki. Tahap ini dilakukan oleh peneliti.

d) Memvalidasi konten, yaitu dengan memvalidasi pernyataan proposisi dan peta konsep kepada guru sains, guru sains di sekolah menengah dan saintis.

2) Tahap kedua: mendapatkan informasi tentang miskonsepsi siswa

a) Memeriksa literatur terkait yang berhubungan dengan topik penelitian miskonsepsi. Dengan memeriksa deskripsi miskonsepsi dan wilayah yang dianggap sulit oleh siswa pada topik tersebut akan memungkinkan untuk membangun informasi dasar dalam mengembangkan pertanyaan pilihan ganda.

b) Melaksanakan wawancara tak terstruktur kepada siswa. Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi tentang miskonsepsi siswa. Siswa yang diwawancarai adalah siswa yang telah menyelesaikan pembelajaran pada topik tersebut. Pertanyaan yang

diberikan berhubungan dengan “open ended question”. Pendapat dari

siswa kemudian dibandingkan dengan pendapat dari guru. Hasil wawancara ini akan membantu untuk mengidentifikasi wilayah pemahaman dan miskonsepsi serta sebagai ide untuk tahap penelitian lebih lanjut menggunakan pilihan ganda dengan alasan bebas.

c) Mengembangkan soal pilihan ganda dengan respon bebas dimana setiap soal pilihan ganda dibuat berdasarkan pernyataan proposisi dan didesain untuk memperbaiki miskonsepsi sesuai hasil penelitian sebelumnya tentang kesulitan belajar dan berdasarkan hasil wawancara. Setiap soal pilihan ganda disertai ruang kosong untuk menuliskan alasan

3) Tahap ketiga: pengembangan tes diagnostik a) Pengembangan two-tier diagnostic test


(38)

2) Tingkat kedua pertanyaan terdiri dari 4 pilihan alasan jawaban

3) Alasan jawaban terdiri dari: jawaban benar, miskonsepsi yang teridentifikasi atau miskonsepsi, dan jawaban pengecoh lain bila diperlukan.

4) Pilihan ganda tingkat kedua dikembangkan dari respon siswa pada pertanyaan dengan respon terbuka, wawancara, dan hasil penelitian sebelumnya.

b) Mendesain specification grid

Pembuatan “specification grid” untuk memastikan bahwa tes diagnostik

telah mencakup pernyataan proposisi dan konsep yang terdapat dalam peta konsep yang sesuai dengan konten yang akan diselidiki.

c) Melakukan perbaikan

Soal two tier kemudian diujikan di beberapa kelas yang berbeda untuk memastikan bahwa tes secara keseluruhan dapat digunakan untuk mendiagnosis miskonsepsi pada siswa. hal ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi tes ini sebagai alat identifikasi miskonsepsi.

Selain Treagust, terdapat beberapa peneliti yang juga memberikan pedoman dalam penyusunan soal two-tier ini, antara lain Jing Ru Wang dan Cengiz Tuysuz. Pengembangan TTMC menggunakan metode Wang terdiri dari tiga tahapan utama seperti yang dijelaskan oleh Treagust, namun terdapat beberapa langkah tambahan pada setiap tahapan tersebut. Tambahan langkah tersebut adalah sebagai berikut:43

1) Tahap pertama: menentukan domain konten

a) Meninjau isi buku teks dan pedoman pengajaran b) Identifikasi pernyataan proposisi

c) Mengembangkan peta konsep

d) Menghubungkan pernyataan proposisi dengan peta konsep e) Validasi konten

43 Jing Ru Wang, “Development and Validation of a Two-Tier Instrumen to Examine Understanding of Internal Transport in Plants and The Human Circulation System”, International Journal of Science and Mathematics Education, Vol. 4, 2004, h. 136.


(39)

2) Tahap kedua: identifikasi konsepsi alternatif siswa a) Meninjau literatur terkait

b) Pengembangan wawancara keterampilan c) Melaksanakan wawancara

d) Melaksanakan tes pilihan ganda beralasan bebas 3) Tahap ketiga: pengembangan dan validasi instrumen

a) Pengembangan TTMC b) Mendesain specification grid

c) validasi instrumen oleh ahli d) Melaksanakan uji coba e) Memperbaiki soal

f) Melaksanakan penelitian dan analisis statistik

Pada penelitian ini digunakan aturan penyusunan TTMC sesuai metode yang diberikan Tuysuz. Dalam aturan penyusunannya, TTMC ini terdiri dari lima pilihan jawaban pada tingkat pertama dan lima pilihan jawaban pada tingkat kedua. Tahapan penyusunan TTMC menurut Cengiz adalah sebagai berikut:44 1) Tahap pertama: wawancara

Melakukan wawancara secara individu menggunakan open ended question. Melalui wawancara akan terungkap konsepsi yang dimiliki siswa. Selanjutnya, wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data yang akan digunakan sebagai pilihan pada tahap kedua (paper and pencil test).

2) Tahap kedua: paper and pencil test

Hasil dari wawancara digunakan untuk membuat soal pilihan ganda untuk

paper and pencil test. Soal-soal ini didesain menjadi soal yang student-oriented

dan berbeda dengan soal pilihan ganda biasa. Pada soal pilihan ganda ini, siswa diminta memilih jawaban dan menuliskan alasan (alasan bebas) untuk setiap jawaban mereka. Data yang didapatkan dari tes ini kemudian dianalisis dan dikembangkan menjadi soal TTMC. Soal pada tingkat pertama diambil dari gambaran representatif mereka dari hasil wawancara dan soal pada tingkat

44 Cengiz Tuysuz, “Development of Two-Tier Diagnostic Instrumen and Assess Student’s Misunderstanding in Chemistry”, Scientific Research and Essay, Vol. 4, 2009, h. 627.


(40)

kedua diambil dari penjelasan siswa pada paper and pencil test. Soal pada tingkat kedua dipersiapkan berdasarkan miskonsepsi siswa yang valid dan ditentukan oleh dua orang profesor pada mata pelajaran tersebut. Dalam penelitian ini, validasi tersebut dilakukan oleh kedua dosen pembimbing. 3) Tahap ketiga: Two Tier Test (TTT)

TTMC atau disebut TTT oleh Tuysuz dikembangkan untuk mengetahui miskonsepsi siswa pada konsep tertentu dan menentukan apakah TTMC dapat digunakan sebagai alternatif dari soal pilihan ganda dalam dunia pendidikan. Soal TTMC yang telah dibuat melalui beberapa tahap di atas kemudian diujikan kepada sejumlah siswa untuk mendapatkan soal yang reliabel.

d. Kelebihan Two-Tier Multiple Choice

Kelebihan penggunaan instrumen TTMC dalam mengungkap miskonsepsi siswa antara lain:

1) Dengan menggunakan instrumen diagnostik ini pada awal (pretest) atau pada saat akhir (post test) dari materi tertentu, guru dapat memahami dengan lebih baik tentang pemahaman awal siswa dan setiap konsepsi atau miskonsepsi yang terjadi pada materi tertentu yang sedang dipelajari, sehingga guru dapat merencanakan langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi timbulnya miskonsepsi siswa. Miskonsepsi yang terungkap, menunjukkan bahwa TTMC dapat berfungsi sebagai alat diagnostik yang efektif.45

2) Menurut Cengiz, dalam pilihan ganda konvensional dengan lima kemungkinan jawaban, kemungkinan siswa menebak jawaban benar sebesar 20%, tetapi dalam TTMC, kemungkinan tersebut diperkecil menjadi 4%. 46 3) Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Treagust, TTMC juga dapat

dipergunakan sebagai evaluasi formatif. Siswa secara berkelompok dapat mendiskusikan jawaban mereka.47

45 Treagust, op. cit., h. 167. 46 Tuysuz, op.cit., h. 628.

47 Filocha Haslam dan David F. Treagust, “Diagnosing Secondary Students’s Misconceptions of Photosynthesis and Respiration in Plants using a two-Tier Multiple Choice Instrumen”, Journal of Biologycal Education, Vol. 21, 1987, h. 209.


(41)

4) Dengan disediakannya alasan pada tingkat kedua akan mempermudah guru dalam penerapan dan pemeriksaan jawaban serta mempermudah dalam proses penskoran.48

5) Dapat dilaksanakan serempak untuk sekelompok siswa sehingga dapat menghemat waktu.

6) Dibandingkan dengan tes diagnostik lainnya, pada tipe soal TTMC dengan alasan terbuka-tertututp (dengan disediakan alasan untuk setiap pemilihan jawaban dan ruang kosong untuk menuliskan alasan lain pada pertanyaan tingkat kedua), guru dapat mengungkap adanya miskonsepsi siswa sampai dengan mengetahui apa konsepsi yang dimiliki siswa untuk materi pelajaran tertentu.

e. Kelemahan Two-Tier Multiple Choice

Selain memiliki berbagai kelebihan, penggunaan instrumen ini juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain:

1) Masih terdapat kemungkinan menebak jawaban, baik pada pertanyaan tingkat pertama dan kedua.

2) Konsepsi siswa tidak secara keseluruhan dapat terungkap karena terdapat kemungkinan siswa malas menuliskan alasan mereka sendiri (pada tipe TTMC terbuka-tertutup) apabila alasan yang telah disediakan tidak sesuai dengan pendapat mereka.

3) Hasil penelitian menggunakan instrumen TTMC tidak mudah digunakan oleh praktisi pendidikan. Oleh karena itu, salah satu kemungkinan penerapannya di dalam kelas adalah dengan menggabungkan penemuan dari hasil penelitan ke dalam tes diagnostik. 49

B. Tinjauan Konsep Archaebacteria dan Eubacteria

Konsep Archaebacteria dan Eubacteria adalah konsep yang diajarkan di kelas X-IPA Sekolah Menengah Atas pada semester Ganjil. Adapun Standar

48 Treagust, op. cit., h. 165. 49 Treagust, op.cit, h. 167.


(42)

Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran untuk konsep ini dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 SK, KD, dan Indikator Pembelajaran

Standar Kompetensi:

3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

Kompetensi Dasar:

3.4 Mengidentifikasi ciri-ciri Archaebacteria dan Eubacteria dan peranannya bagi kehidupan berdasarkan percobaan secara teliti dan sistematis.

Indikator Pembelajaran:

1. Mengidentifikasi ciri-ciri Archaebacteria 2. Mengidentifikasi ciri-ciri Eubacteria

3. Menjelaskan pengelompokkan Archaebacteria 4. Menjelaskan pengelompokkan Eubacteria 5. Menjelaskan reproduksi Bakteri

6. Menjelaskan cara bakteri mendapatkan nutrisi 7. Menjelaskan peranan bakteri dalam kehidupan

1. Archaebacteria

Archaebacteria adalah makhluk hidup pertama yang menggunakan reaksi kimia anorganik untuk menghasilkan energi. Energi tersebut kemudian digunakan untuk membuat materi organik. Habitat Archaebacteria umumnya di tempat yang ekstrem (sumber air panas, daerah yang mengandung garam, asama dan daerah yang sedikit mengandung Oksigen). 50

Archaebacteria dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut:51 a. Halofili, yaitu golongan Archaebcateria yang hidup di perairan dengan

salinitas tinggi.

50 Bagod Sudjadi dan Siti Laila, Biologi 1, (Jakarta: Yudhistira, 2007), Cet. I, h. 43-45. 51Ibid., h. 45-46.


(43)

b. Metannogen, yaitu golongan Archaebacteria yang dapat mengubah Karbon dioksida (CO2) dan Hidrogen (H2) menjadi metana (CH4).

c. Termoasidofili, yaitu golongan Archaebacteria yang hidup di daerah sumber bersulfur.

d. Pereduksi sulfur, yaitu golongan Archaebacteria yang menggunakan Hidrogen dan Sulfur anorganik sebagai sumber energinya.

2. Eubacteria

Eubacteria dikenal sebagai bakteri sesungguhnya. Bakteri merupakan makhluk prokariotik (tidak memiliki membran inti sel). Bakteri dapat hidup dimana saja. Bakteri juga banyak memiliki peran dalam kehidupan manusia. Umumnya bakteri memiliki diameter sekitar 0.5 mikron. Bakteri yang berbentuk batang memiliki lebar sekitar 0.2 sampai dengan 2 mikron dan panjangnya antara 1 sampai dengan 15 mikron. Beberapa jenis bakteri mampu membentuk spora di dalam sel mereka yang dikenal sebagai endospora. Endospora bukanlah alat reproduksi bagi bakteri, melainkan endospora adalah bentuk yang meindungi bakteri dari lingkungan yang berbahaya agar ia dapat tetap bertahan hidup.52

3. Struktur tubuh bakteri Struktur bakteri terdiri dari:53 a. Kapsul

Kapsul adalah lapisan luar dari dinding sel yang dihasilkan oleh bakteri tertentu. Lapisan luar tersebut berfungsi untuk melindungi dinding bakteri, menyatukan bakteri ke dalam bentuk koloni, dan sebagai alat pertahanan terhadap infeksi inang.

b. Dinding Sel

Dinding sel pada bakteri terletak di antara kapsul dan membran sel. Dinding sel berfungsi untuk memberi kekuatan dan bentuk pada bakteri serta mengatur pertukaran zat-zat ke luar sel.

52Ibid., h. 45. 53Ibid., h. 47-48.


(44)

c. Flagel

Struktur flagel yang ada pada beberapa spesies bakteri berbentuk gelombang, kuat, dan memiliki suatu mekanisme gerak yang unik. Hal ini mengakibatkan bakteri dapat bergerak untuk merespons rangsangan yang datang.

d. Membran Sel

Membran sel tersusun dari senyawa fosfolipid dan protein. Fungsi dari membran sel adalah mengatur selektivitas gradien osmosis dengan transfer makanan, mengorganisasi pembentukan dinding sel, serta sebagai pangkal perlekatan flagel.

e. Materi Genetika

Materi genetika bakteri terdiri dari DNA. DNA berada di dalam nukleoid (inti yang tidak bermembran inti)

f. Pili

Pili berfungsi sebagai alat pelekat dengan sel bakteri yang lain atau dengan bahan makanannya.

g. Ribosom

Merupakan organel sel bakteri yang berfungsi sebagai tempat sintesis protein. h. Plasmid

Plasmid adalah kepingan kecil DNA yang terpisah dari DNA. Dalam dunia rekayasa genetika, plasmid berperan sebagai vektor pembawa DNA asing ke dalam bakteri inang.

4. Bentuk-bentuk bakteri

Bentuk bakteri secara umum dapat dibedakan menjadi:54 a. Bakteri Kokus

Bakteri kokus merupakan bakteri yang memiliki bentuk dasar bulat. Bakteri kokus dibagi menjadi monokokus (bulat satuan), diplokokus (bulat berpasangan), streptokokus (bulat berantai), stafilokokus (bulat bergerombol, seperti buah anggur), dan sarsina (bulat seperti kubus).


(45)

b. Bakteri Basil

Bakteri basil merupakan kelompok bakteri berbentuk dasar batang. Secara umum bakteri basil dibagi menjadi monobasil (batang satuan), diplobasil (batang berpasangan), dan streptobasil (batang berantai).

c. Bakteri Spirila

Bakteri Spirila merupakan kelompok bakteri berbentuk dasar spiral.

5. Reproduksi bakteri

Reproduksi bakteri dapat terjadi melalui:55 a. Aseksual

Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembelahan biner. Pembelahan biner berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama dimulai dengan terbentuknya sekat melintang pada sitoplasma, fase kedua adalah tumbuhnya dinding melintang mengikuti sekat sebelumnya, Sementara fase ketiga adalah terbentuknya dua sel baru yang identik.

b. Seksual

Pada reproduksi seksual bakteri, bakteri tidak mengalami penyatuan inti, tetapi berupa pertukaran materi genetika (rekombinasi genetika). Rekombinasi genetika dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu transformasi (tanpa kontak langsung), transduksi (lewat perantara virus), dan konjugasi (lewat kontak langsung).

6. Nutrisi bakteri

Bakteri memperoleh nutirisi atau makanannya melalui dua cara, yaitu:56 a. Bakteri autotrof

Bakteri autotrof adalah bakteri yang mampu memperoleh makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari (fotoautotrof) dan reaksi kimia (kemoautotrof).

55Ibid., h. 50-51. 56Ibid., h. 54-55.


(46)

b. Bakteri Heterotrof

Bakteri heterotrof adalah bakteri yang tidak mampu membuat makanannya sendiri karena ketergantungan pada makhluk hidup lainnya. Berdasarkan cara hidupnya, bakteri heterotrof dibagi menjadi parasit (mengambil dari makhluk hidup), dan saprofit (mengambil dari makhluk yang sudah mati/bangkai)

7. Peranan bakteri

Beberapa bakteri memiliki manfaat bagi kehidupan manusia, bahkan beberapa jenis bakteri amat membantu kehidupan kita sehari-hari. Manfaat bakteri di antaranya adalah membantu proses pembusukan, meningkatkan kesuburan tanah, menghasilkan bahan makanan dan minuman, menghasilkan asam, menghasilkan antibiotik, mendukung teknologi rekayasa genetika, mengekstrak bahan tambang, dan mendegradasi limbah.57

Selain manfaat, bakteri juga menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia. Beberapa bakteri bahkan menyebabkan penyakit seperti difteri, tuberculosis, batuk rejan, gonore, sifilis, tifus, kolera, demam tifoid, disentri, dan keracunan makanan.58

C. Hasil Penelitian yang Relevan

David F. Treagust pada tahun 1987 melakukan penelitan dengan judul

“Development and Use of Diagnostic Tests to Evaluate Students’ Misconception in Science”. Penelitian ini dilakukan pada konsep pada Biologi dan Kimia. Metode penyusunan instrumen meliputi tiga tahap utama, yaitu menentukan konten, mendapatkan insformasi miskonsepsi dan mengembangkan instrumen TTMC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa kurang baik pada konsep yang diujikan.59

Filocha Haslam dan David F. Treagust pada tahun 1987 melakukan penelitian dengan judul “ Diagnosing Secondary Students’ Misconceptions of Photosynthesis

57Ibid., h 56- 59. 58Ibid., h . 60.


(47)

and respiration in Plant Using a Two-Tier Multiple Choice Instrumen”. Penelitian

ini dilaksanakan pada siswa kelas VIII sampai dengan kelas XII di Australia. Metode penyusunan instrumen mengikuti pedoman yang diajukan oleh Treagust. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa kurang baik tentang hubungan antara fotosintesis dan respirasi.60

A.L. Chandrasegaran, Treagust dan Mauro Mocerino melakukan penelitian di tahun 2007 pada siswa sekolah menengah pertama pada kemampuan siswa untuk mendeskripsikan dan menjelaskan reaksi kimia menggunakan instrumen two-tier diagnostic test. 14 konsep diidentifikasi menunjukkan adanya kebingungan yang ditunjunkkan antara representasi makroskopik dan submikroskopik, kecenderungan untuk mengekstrapolasi sifat makroskopik sebagian besar zat ke tingkat submikroskopik, dan pemahaman yang terbatas dari sistem representasi simbolik.61

Suwarto melakukan penelitian pada tahun 2010 di Sukoharjo dengan judul

“Pengembangan The Two-Tier Diagnostic Test Pada Bidang Biologi Secara

Terkomputerisasi”. Tes ini dikembangkan dengan perpaduan metode dari

Treagust, Wang serta Odom dan Barrow. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X SMA. Pengembangan program computer terkait dengan soal, siswa, tabel kerja, SQL (Structured Query Language), ketuntasan dan grade. Hasil penelitian menunjukkan program computer untuk mendiagnosis kesulitan belajar telah berfungsi dengan baik.62

Jing Ru Wang melakukan penelitian pada tahun 2004 di Taiwan dengan judul

Development and Validation of a Two-Tier Instrumen to Examine Understanding of Internal Transport in Plants and The Human Circulation System”. Penelitian ini dilakukan pada siswa SD, SMP, dan SMA. Metode pengembangan tes dilakukan berdasarkan prosedur dari Treagust dengan sedikit penambahan langkah kerja pada setiap tahapannya. Konsepsi alternatif siswa yang terbesar

60 Haslam dan Treagust, op.cit., h. 208.

61 Chandrasegaran, Treagust, dan Mocerin, op. cit., h. 1.

62 Suwarto, “Pengembangan The Two-Tier Diagnostic Test pada Bidang Biologi Secara Terkomputerisasi”, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 2010, h. 161.


(1)

/

Nomor : Un.01/F. 1 /KM.01 3t l!.o. 3..t2013

Lamp.

: Outline/Proposal

Hal

:

Permohonan

lzin

Penelitian

Kepada Yth.

Kepala SMAN 26 Jakarta di

Tempat

Assal am u' al aiku m wr. wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa,

Nama

: Dwi Septiana

Tembusan:

1.

Dekan FITK

2.

Pembantu Dekan Bidang Akademik

3.

Mahasiswa yang bersangkutan

Jakarta, 26 September 2013

NIM : 109016100061

Jurusan

: Pendidikan IPA/ Program Studi Biologi

Semester

: lX (sembilan)

JudulSkripsi

:

ldentifikasi Miskonsepsi

pada

Konsep Archaebacteria

dan Eubacteria Kelas X SMA Menggunakan Two-Tier Multiple Choice

adalah benar mahasiswi Fakultas llmu Tarbiyah

dan

Keguruan UIN Jakarta yang sedang menyusun skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset)

disekolah

yang Saudara pimpin.

Untuk

itu

kami

mohon

Saudara

dapat

mengizinkan mahasiswa

tersebut melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Wassalam u'alaiku

m

wr.wb.

kfx

*;t:

*-\'

-'F"\

,...4.r'

I t

!

I

I

KEMENTERIAN

AGAMA

UIN

JAKARTA

FITK

Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lnclonesia

FORM (FR)

No. Dokumen

:

FITK-FR-AKD-082 Tgl.

Terbit :

1

Maret 2010 No.

Revisi: :

01

Hal 1t1

SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

a.n. Dekan


(2)

r

\

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

DINAS PENDIDIKAN

SUKU DINAS PENDIDIKAN MENENGAH

KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

Jl. Prapanca No.g Lantai 11 Kebayoran Baru Telepon.T2soe+2.r"*

.T2s6f/i7

JAI(ARTA

Kode pos: 1217

Nomor

Sifat

Lamp.

Hal

ctsf,

/-

r"Bet

'B

I

Biasa

Rekomendasi ljin penelitian

25

September 2013

Kepada

Yth

:

Dekan

Kaiw pendidkan

lpA

Universitas

lslam

Negeri

Syarif

Hidayatullah

Jl.K>H>

Juanda

No.gS

Ciputat

Berdasarkan

surat

saudara Nomor

:

un.01/F.1/KM.01

.gl1z1itz01|

tanggal

09 september

2013

, dengan hormat disampaikan bahwa saya

tidak keberatan/memberi

ijin kepada mahasiswa

saudara

nama

:

DWt SEPTIANA

no.

Registrasi

:

109016100061

program

studi

:

pendidikan rpA/program studi

Biorogi

untuk mendapatkan

data yg

diperlukan dalam rangka penenulisan skripsi

yang

berjudul,

"

lndentifikasi

Miskonsepdi

siswa pada

Konsep

Jamur

Menggunakan Two-Tier Multiple

choice di

SMAN 26

Jakarta.,,

Atgs

perhatian

dan

kerjasama yang baik,

saya

ucapkan

terima

kasih.

AI.A

SUDIN DIKMEN

JAKARTA

SELATAN

ANTO,

MM

mbusan

Yth

:

W

epala SMA Negeri26

Jakarta


(3)

KEMENTERIAN AGAMA UIN

JAKARTA

FITK

Jl. lr. H. Juanda Nc 95 Ciputat 15412 tndonesia

FORM (FR)

No. Dokumen

:

F|TK-FR-AKD-082 Tgl.

Terbit :

1

Maret 2010 No.

Revisi: :

01

SURAT PERMOHONAN IzIN

PEl.IELITI,AN

Nomor : Un.01/F. 1/KM.O1 3t.V93..t2013

Lamp.

. Outtine/Proposal

Hal

.

Permohonan

lzin

penelitian

Kepada Yth.

Kepala MAN 13 Jakarta

di

Tempat

Assal am u' al a i ku m wr.wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa,

Jakarta, 26 September 2013

:

DwiSeptiana

:109016100061

Jurusan

: Pendidikan

lpA/

program Studi Biologi

Semester

:

lX

(sembilan)

Judul

Skripsi

:

ldentifikasi Miskonsepsi

pada

Konsep Archaebacteria

dan

Eubacteria Kelas

x

sMA

Menggunakan Two-Tier Muttipte

choice

adalah benar mahasiswi Fakultas

llmu

Tarbiyah

dan

Keguruan UIN Jakarta yang sedang menyusun skripsi, dan akan

mengadikan

penelitian (riset) di sekolah yang Saudara pimpin.

Untuk

itu

kami

mohon

Saudara

dapat

mengizinkan mahasiswa

tersebut

melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama saudara, kami ucapkan terima kasih. Wassalam u'alaiku m wr.wb.

M.Sc

2

001 Nama

NIM

Tembusan:

1.

Dekan FITK

2.

Pembantu Dekan Bidang Akademik

3.

Mahasiswa yang bersangkutan


(4)

K

...::..i.#

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

JAKARTA

DINAS

PENDIDIKAN

SEKOLAH MENENGAH

ATAS

NEGERI

26

NSS

: 301016301002

/ NIS

:

30082

/ NPSN :20102218

Jalan Tebet Barat lV, telp 8294645, Fax 83701653 SMS 081318422626

http:///www.sman26iKt.com . Email :

sman

?6

iKt@vahoo.com

JAKARTA

Kode

Pos

12810

SURAT KETERANGAN

Nomor

I

gED

/1.851.6

Yang bertanda

tangan di bawah

ini

Kepala

SMA Negeri 26 Jakarta

dengan

ini menerangkan

bahwa

:

Nama

NIM

Jurusan

/

Prodi

Universitas

:

DWI SEPTIANA

:

109016100061

:

Pendidikan

IPA

/

Pendidikan Biologi

:

UIN

Syarif

Hidayatullah Jakarta

Telah mengadakan penelitian

di

S

M

A Negeri

26

Jakarta

dari

tanggal

21 Oktober

s.d.

8

November

2013

dengan

judul

" ldentifikasi

Miskonsepsi

Siswa

pada

Konsep

Archaebacteria

dan

Eubactreria

Menggunakan Two-Tier

Multiple

Chor.se

"

dalam

rangka

memenuhi persyaratan

penulisan skripsi.

Demikian surat

keterangan

ini

dibuat

untuk

dapat

dipergunakan

sebagaimana mestinya.

,6

Desember

2013

SMA Negeri 26 Jakarta

N

lP.

1 9550424197

9032002

ri'!r

ii=

i!'rr


(5)

o-KEMENTERIAN

AGAMA

MADRASAH

ALIYAH

NEGERI

13

JAKARTA

KOTA

JAKARTA

SELATAN

Jl. H. Syukur Lenteng Agung, Telp. (021)78836355 Fax (021) 78880805

SURAT

KETERANGAN

Nomor

:

Ma.09.1.13/PP.00.61 697/2013

Yang

bertandatangan

di

bawah

ini

Kepala Madrasah

Aliyah

Negeri

13

Jakarta, menerangkan bahwa nama di bawah

ini

:

nama

no.

lnduk

Mahasiswa jurusan/prodi

jenjang Universitas

DwiSeptiana 109016100061

Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi

( S1 ) Sarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Adalah benar

telah

melaksanakan penelitian di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) L3 Jakarta, dengan

judul

skripsi

"

ldentifikasi

Miskonsepsi Siswa pada Konsep Archaebacteria dan

Eubacteria Menggunakan Two-Tier

Multiple

Choice

"

sejak

tanggal

1

s.d 28 Oktober 20j.3.

Demikian surat

keterangan

ini

kami

buat

untuk

dapat

digunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 3L

Oktober

2013

s,,Gfi;.,}

,

MM

l,

pRa


(6)

DWI SEPTIANA, lahir pada 8 September 1991 di Jakarta.

Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari

pasangan Suprapto dan Zuhriyah. Setelah menempuh

pendidikan formal di SDN Ragunan 01, SMPN 107 Jakarta,

dan SMAN 26 Jakarta, penulis melanjutkan pendidikan S1

pada Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2009. Pada

semester akhir tahun 2014, penulis telah menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa pada

Konsep Archaebacteria dan Eubacteria Menggunakan

Two-Tier Multiple Choic

e”

Data Pribadi Penulis:

Nama

:

Dwi Septiana

Alamat

:

Jalan Jatipadang V RT 001/04 No. 15 A, Pasar Minggu,

Jakarta Selatan, 12540

Telepon

:

+6221-7810816/ +6285711537215

Email

:

dwiseptisepti@gmail.com

Facebook

:

https://www.facebook.com/dwi.080991