Perkembangan Program Nuklir Korea Utara Tahun 1970-1994

22 IRT-2M. Reaktor IRT-2M memiliki kekuatan 2 Mega Watt MW. Namun dalam perkembangannya, kekuatan IRT-2M ini ternyata mampu dikembangkan menjadi 4MW hingga 8MW. Selama tahun 1965-1970, sepuluh persen pengayaan bahan bakar untuk kebutuhan energi di Korea Utara dihasilkan dari reaktor IRT-2M Kristensen 2006. Para ahli nuklir Soviet terlibat langsung dalam membantu pembangunan sebuah fasilitas situs nuklir bawah tanah untuk menyimpan pembuangan radio aktif dari hasil isotop. Walaupun reaktor IRT-2M dan laboratorium radiokimia ditujukan untuk penelitian nuklir dasar dan produksi isotop, bahan-bahan serta peralatannya juga disediakan untuk Korea Utara sebagai sarana untuk melakukan percobaan dengan membuat dan mengekstrak sejumlah kecil plutonium. Kristensen 2006. Dibawah kerangka perjanjian Uni Soviet-Korea Utara tahun 1959, Soviet telah melatih lebih dari 300 insinyur dan fisikawan Korea Utara di lembaga Soviet. Termasuk Institut Bersama Penelitian Nuklir di Dubna dan Sekolah Tinggi Teknik Bauman. Sementara itu, berdasarkan survey geologi yang dilakukan Uni Soviet, bahwa Korea Utara memiliki banyak simpanan bijih uranium dan grafit yang kemudian dikembangkan Pyongyang untuk membentuk blok bangunan program pembuatan plutonium Park dan Kim 2012 h.132.

2. Perkembangan Program Nuklir Korea Utara Tahun 1970-1994

Pada tahun 1970an Korea Utara mencapai teknologi nuklir tercanggihnya, terutama di bidang penyulingan, konversi, dan produksi. Ilmuwan Korea Utara 23 berhasil memodernisasi reaktor riset Soviet IRT-2M yang memiliki standar yang sama dengan Uni Soviet dan negara-negara maju lainnya. Selanjutnya teknisi Korea Utara mampu menghasilkan reaktor nuklir yang akhirnya menjadi inti dari program nuklir Korea Utara Mazaar 1995, h.23. Pada fase ini, Korea Utara telah mampu melakukan penambangan dan penggilingan uranium secara mandiri, pengubahan uranium, serta pengolahan bahan bakar. Korea Utara juga mampu mengelola pabrik serta laboratorium radiokimia Mazaar 1995, h.24. Korea Utara mulai melakukan penambangan uranium dalam skala besar di berbagai lokasi dekat Sunchon dan Pyongsan pada awal tahun 1970. Bijih mentah uranium dikirim ke pabrik penggilingan uranium di Pakchon dan Pyongsan. Dalam proses ini, bijih uranium tersebut dihancurkan dan diproses secara kimia untuk menghasilkan U3O8 yang kemudian dikirim ke pusat penelitian nuklir Yongbyon untuk diproses lebih lanjut sehingga menghasilkan bahan bakar reaktor nuklir. Biasanya satu ton bijih uranium Korea Utara mengandung sekitar satu kilogram uranium, yang berarti bahwa sekitar 50.000 ton bijih harus ditambang dan diproses untuk memperoleh 50 ton uranium alam yang dibutuhkan untuk bahan bakar reaktor nuklir Bermudez 1999, h.4. Pada akhir 1970, Korea Utara telah menerima bahan pembuatan rudal kapal dan rudal udara dari Cina, disamping Pyongyang juga mencari bahan untuk membangun sendiri programnya dari negara lain. Pada September 1971, Korea Utara menandatangani perjanjian dengan Cina untuk memperoleh, mengembangkan, dan 24 memproduksi rudal balistik. Akan tetapi, kerjasama bilateral tersebut tidak juga dimulai hingga tahun 1977 ketika insinyur Korea Utara berpartisipasi dalam program pengembangan untuk DF-61 yang menjadi asal mula perkembangan bahan bakar rudal balistik Korea Utara dengan jarak sekitar 600km. Kemudian program ini dibatalkan pada tahun 1978 karena alasan politik dalam negeri Cina Bermudez 1999, h. 4. Pengubahan uranium serta pengolahan bahan bakar fasilitas nuklir di Yongbyon dirancang menghasilkan bahan bakar untuk seluruh reaktor grafit yang sedang dalam pembangunan di Korea Utara selama tahun 1980. Konstruksi reaktor grafit tersebut dimulai tahun 1980 dan mulai mendapatkan kritikan dari PBB pada Agustus 1985. Reaktor ini mulai dioperasikan pada tahun 1986-1994 hingga reaktor tersebut ditutup berdasarkan Kerangka Persetujuan antara AS dan Korea Utara Bermudez 1999, h.5. Pada tahun 1980, Korea Utara meluncurkan program nasional terpadu untuk membangun serangkaian fasilitas skala industri yang mampu memproduksi sejumlah besar plutonium untuk program senjata nuklir, disamping untuk industri tenaga nuklir negara tersebut. Program senjata nuklir Korea Utara dikembangkan kembali pada tahun 1980. Pada 1980an Korea Utara sangat fokus pada praktik penggunaan energi nuklir dan penyelesaian sistem perkembangan senjata nuklir Pinkston 2008, h.18. Korea Utara juga mulai mengoperasikan fasilitas untuk pembuatan uranium dan pengkonversiannya. Pada fase ini, Korea Utara memulai pembangunan reaktor 25 nuklir MWe 200 dan fasilitas pemrosesan ulang nuklir di Yongbyon dan Taechon Kimball 2012. Kemudian Korea Utara melakukan tes peledakan ledak tinggi. Sejak pertengahan 1980, Korea Utara memang telah melakukan serangkaian tes daya ledak tinggi yang berkaitan dengan pengembangan sistem ledakan senjata nuklir Russian Federation Foreign Intelligence Service, 1995. Pada akhir tahun 1980, Korea Utara memulai pembangunan reaktor 50MW berskala besar di Taechon berbasis teknologi yang hampir sama dengan reaktor sebelumnya. Keunggulan reaktor tersebut yaitu memiliki model yang sama dengan reaktor G2 yang dimiliki Perancis. Reaktor ini mampu menghasilkan lebih dari 220kg plutonium sekelas senjata setiap tahunnya jika beroperasi penuh selama 300 hari per tahun Dreicer 2000. Pada tahun 1984, Korea Utara telah memproduksi Hwasong-5 yang diketahui memiliki jangkauan 320km. Perbaikan dalam sistem propulsi rudal membuat Hwasong-5 menjadi lebih unggul dibanding pendahulunya. Pada tahun yang sama, Korea Utara juga menambah pembangunan sebuah pabrik pengolahan skala industri untuk memisahkan plutonium dari bahan bakar nuklir di pusat penelitian nuklir Yongbyon. Pengoperasian pabrik ini berdasarkan proses ekstraksi uranium plutonium, yaitu sebuah prosedur standar penggunaan secara luas dalam industri nuklir, dimana uranium dan plutonium dipisahkan dari limbah nuklir dan kemudian satu sama lain dipisahkan melalui serangkaian proses kimia Pinkston 2008, h.22. 26 Korea Utara juga mencoba menambahkan reaktor terbesar di Yongbyon yang pembangunannya dimulai akhir tahun 1984. Pembangunan reaktor tersebut menggunakan bahan dasar dan teknologi yang sama dengan reaktor 5MW sebelumnya. Walaupun secara konsep sama dengan reaktor G2 milik Perancis, namun proses dan cara pengoperasiannya berbeda. Reaktor ini hanya mampu menghasilkan 55kg plutonium Dreicer 2000. Korea Utara melaporkan memulai pengembangan Nodong pada tahun 1989. Sebagian besar literatur menegaskan bahwa Nodong tersebut dirancang dan dikembangkan oleh para insinyur Korea Utara dengan sedikit bantuan asing. Perkembangan pesat ini tanpa adanya uji coba yang signifikan selain penyebaran teknologi tersebut dan ekspor sistem teknologi dari Uni Soviet ke Korea Utara Bermudez 1999, h.20.

3. Peluncuran Uji Coba Nuklir Korea Utara