Ketiadaan Aturan yang Mengikat secara Hukum Non-Legally Binding

81

3. Ketiadaan Aturan yang Mengikat secara Hukum Non-Legally Binding

Dalam berbagai situasi, pada dasarnya diplomasi multilateral memang telah menjadi pionir dalam perkembangan diplomasi di abad ke-20. Diplomasi multilateral memberi kemungkinan besar untuk keberhasilan sebuah negosiasi. Dalam pertemuan sebuah diplomasi multilateral, pembahasan difokuskan pada suatu masalah sehingga pikiran peserta terkonsentrasikan pada satu isu. Kesempatan ini mendorong berbagai pihak yang terlibat bersama-sama mencapai kesepakatan, selain dimungkinkan untuk diselenggarakan dalam suasana tidak resmi. Keuntungan yang dicapai dalam diplomasi multilateral seperti disebutkan di atas, tidak dapat terpisahkan dari peraturan yang mengikatnya. Six Party Talks sebagai salah satu diplomasi multilateral telah berupaya menyelesaikan isu nuklir Korea Utara, walaupun belum terlihat hasil yang signifikan. Hal ini dikarenakan Six Party Talks merupakan institusi non-formal yang tidak memiliki peraturan mengikat secara hukum non-legally binding bagi anggotanya, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada negara anggotanya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Six Party Talks merupakan institusi insidentil dan bersifat ad hoc sementara. Artinya negara anggota Six Party Talks tidak terikat secara hukum oleh kesepakatan yang dibuat dalam pertemuan Six Party Talks. Peraturan yang tidak mengikat secara hukum dalam institusi ad hoc seperti Six Party Talks memang menjadi hambatan tersendiri bagi kemajuan forum multilateral yang beranggotakan enam negara tersebut. Peraturan yang tidak terikat secara hukum 82 juga menyebabkan kinerja Six Party Talks berjalan lambat yang mempengaruhi gagalnya pelaksanaan hasil pencapaian Six Party Talks itu sendiri. Contoh nyata dapat dilihat dalam setiap aksi Korea Utara selama menjadi anggota Six Party Talks pada 2003-2009. Pembicaraan sempat terhenti pada 2006 karena Korea Utara melakukan serangakaian uji coba rudal balistik. Setelah peluncuran uji coba Korea Utara tersebut, pembicaraan dihentikan sementara sebagai bentuk kekecewaan anggota Six Party Talks atas tindakan Korea Utara tersebut yang dinilai menghambat pembicaraan yang sedang berlangsung. Dalam menghadapi tindakan Korea Utara tersebut, Six Party Talks tidak dapat memberikan sanksi secara tegas karena peraturan dalam Six Party Talks tidak mengikat secara hukum. Selama ini Six Party Talks hanya dapat melakukan peringatan dan penghentian insentif semata yang terlihat kurang efektif memberikan efek jera bagi Korea Utara. Untuk itu perlu disadari bahwa peraturan yang tidak mengikat secara hukum, akan merugikan para anggota di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari kelemahan Six Party Talks dalam menghadapi aksi Korea Utara yang dapat mengganggu keamanan di Semenanjung Korea. Pentingnya membuat peraturan yang mengikat ini tidak akan dapat tercapai jika status Six Party Talks masih bersifat ad hoc. Pengambilan keputusan dalam Six Party Talks menggunakan metode konsensus, sama seperti kebanyakan diplomasi multilateral lainnya. Konsensus dapat dicapai apabila semua peserta sepakat, atau dengan kata lain diperoleh suara bulat 83 dari para anggota. Jadi jika terdapat anggota yang tidak setuju, maka keputusan belum dapat diambil. Adapun keuntungan pengambilan berdasarkan konsensus yaitu untuk mendapatkan kesepakatan dari semua peserta diplomasi multilateral tanpa perlu melakukan pemungutan suara dan menghindarkan kemungkinan terjadinya perpecahan yang tidak diharapkan Djelantik 2007, h.157. Perpecahan tersebut terjadi karena adanya perpecahan suara akibat perbedaan perspektif antar anggota mengenai keputusan yang akan dipilih. Dalam institusi multilateral seperti Six Party Talks, lobi yang terjadi antar pihak terkesan menjanjikan harapan yang berlebihan. Hal ini dikarenakan, agar pihak yang dijanjikan tersebut dapat menerima segala keputusan yang disepakati di akhir. Sebagai contoh mengenai kesediaan Korea Utara melucuti semua senjata nuklir dan program nuklir yang ada. Kesediaan Korea Utara tersebut dianggap sesuatu yang tidak mungkin tercapai, karena program nuklir tersebut menjadi sebuah kebutuhan Korea Utara untuk mempertahankan negaranya dari kemungkinan ancaman yang datang. Hal ini terbukti ketika Korea Utara melanggar kesepakatan dan mulai mengembangkan kembali program nuklirnya. 84

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembicaraan multilateral yang dibangun Six Party Talks dalam mencapai tujuan utamanya dibuktikan melalui penyelenggaraan serangkaian proses negosiasi panjang demi terwujudnya denuklirisasi di Korea Utara. Untuk mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara tersebut, Six Party Talks telah berhasil mencapai berbagai kesepakatan bersama seperti Joint Statement 19 September 2005 yang diimplementasikan ke dalam Beijing Agreement 13 Februari 2007 dan Agreement 3 Oktoober 2007. Ketiga kesepakatan tersebut menjadi pencapaian besar Six Party Talks secara umum. Selama pembicaraan berlangsung dari tahun 2003-2009, Six Party Talks telah memberikan kontribusi bagi perkembangan isu nuklir Korea Utara sebagaimana yang tertuang dalam ketiga kesepakatan yang telah dicapai Six Party Talks. Kontribusi tersebut diantaranya Six Party Talks mampu menjadi sarana diplomasi dan negosiasi, mendorong proses pembongkaran program nuklir Korea Utara, memperbaiki hubungan antar anggota Six Party Talks, meningkatkan kerjasama antara anggota Six Party Talks dengan Korea Utara, serta menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Semenanjung Korea dan Asia Timur.