9 khusus menjelaskan mengenai pencapaian dalam Six Party Talks periode  2003-2009
dan hambatan-hambatan yang dihadapai selama pembicaraan berlangsung. Untuk itu penelitian  ini  akan  difokuskan  mengenai  apa  saja  pencapaian  yang  telah  didapat
dalam  diplomasi  multilateral  Six  Party  Talks  terhadap  denuklirisasi  Korea  Utara periode  2003-2009  dengan  menggunakan  pendekatan  Realisme,  teori  kebijakan  luar
negeri, dan konsep diplomasi multilateral. Pemilihan periode 2003-2009 dikarenakan Korea  Utara  mulai  menjadi  anggota  Six  Party  Talks  pada  2003  dan  menyatakan
pengunduran dirinya dari keanggotaan Six Party Talks tahun 2009.
B. Pertanyaan Penelitian
1.  Apa  pencapaian  Six  Party  Talks  dalam  mewujudkan  denuklirisasi  di  Korea Utara periode 2003-2009?
2.  Apa  faktor-faktor  yang    menghambat  Six  Party  Talks  dalam  mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.  Dengan  mengetahui  pencapaian  Six  Party  Talks,  maka  dapat  memberikan gambaran  mengenai  kontribusi  yang  telah  dihasilkan  Six  Party  Talks  dalam
mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara periode 2003-2009. 2.  Menganalisa faktor-faktor penghambat Six Party Talks dalam denuklirisasi di
Korea Utara. 3.  Mengetahui  peranan  diplomasi  Six  Party  Talks  dalam  mewujudkan
denuklirisasi di Korea Utara periode 2003-2009.
10 4.  Sebagai  penambah  wawasan  bagi  mahasiswa  Hubungan  Internasional,
khususnya mengenai peranan sebuah diplomasi multilateral.
D. Kerangka Pemikiran
Dalam  menjawab  pertanyaan  penelitian  di  atas,  maka  penelitian  ini menggunakan perspektif Realisme, teori kebijakan luar negeri, dan konsep diplomasi
multilateral.
1. Perspektif Realisme
Dalam perspektif Realisme, negara memiliki karakteristik  yang sama dengan manusia.  Dalam  level  internasional,  negara  direpresentasikan  oleh  States  Men.  Oleh
karenanya,  negara  merupakan  aktor  utama  dalam  Hubungan  Internasional.  Politik domestik  merefleksikan  politik  internasional.  Asumsi  dasar  Realisme  sebagaimana
yang  dikemukakan  Morgenthau,  bahwa  dasar  dari  hubungan  internasional  yaitu struktur  yang  anarki,  yang  membuat  posisi  negara  menjadi  sejajar  dalam  struktur
internasional Burchill  Linklater  1996, h.104. Negara  juga  bersifat  egois,  self  help,  dan  kompetitif  dalam  mencari  jaminan
keamanan.  Sifat  negara  yang  kompetitif  tersebut  menciptakan  pertarungan  power untuk  survival,  yang  merupakan  national  interest  masing-masing  dalam  hubungan
internasional.  Oleh  karena  itu,  tidak  ada  yang  dapat  menjamin  keamanan  setiap negara,  sehingga  setiap  negara  mencoba  untuk  meningkatkan    power    agar  dapat
bertahan dari serangan negara lain Burchill  Linklater  1996, h.100.
11 Struktur  yang  anarki  membuat  setiap  negara  merasa  terancam  dari  negara
lainnya.  Dalam  keadaan  anarki,  setiap  negara  harus  menolong  dirinya  sendiri  self help. Negara tidak dapat percaya begitu saja pada negara lain, sehingga setiap negara
harus  mencari  cara  sendiri  untuk  dapat  bertahan,  terutama  meningkatkan  kekuatan militernya Hara 2011, h.36.
Jackson  dan  Sorensen  Suryadipura,  terjemah  2005,  h.112  menambahkan bahwa  kompetisi  yang  anarki  tersebut  menyebabkan  adanya  distribusi  kapabilitas.
Dengan  adanya  distribusi  kapabilitas  ini,  struktur  bersandar  pada  major  units  yaitu great  power.  Oleh  karena  itu,  setiap  negara  percaya  bahwa  semakin  besar  power
negara,  maka  akan  semakin  besar  potensinya  memenuhi  kepentingan  nasional negaranya.
Konsep  kepentingan  nasional  sangat  penting  untuk  menjelaskan  dan memahami  perilaku  internasional.  Konsep  kepentingan  nasional  merupakan  dasar
untuk  menjelaskan  perilaku  luar  negeri  suatu  negara  Perwita    Yani  2005,  h.35. Menurut  Morgenthau  1948,  h.5,  kepentingan  nasional  merupakan  kemampuan
minimum  negara untuk  melindungi  dan mempertahankan identitas fisik,  politik, dan budaya  dari  gangguan  negara  lain.  Menurutnya,  kepentingan  nasional  sama  dengan
usaha negara untuk  mengejar  power, dimana  power  adalah segala sesuatu  yang bisa mengembangkan dan memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain.
12
2. Teori Kebijakan Luar Negeri
Politik  Luar  negeri  suatu  negara  menentukan  interaksi  antarnegara  dalam menentukan hubungannya dengan negara lain. Dalam mempelajari politik luar negeri,
pengertian  dasar  yang  harus  kita  ketahui  yaitu  politik  luar  negeri  itu  pada  dasarnya merupakan  “action  theory”,  atau  kebijaksanaan  suatu  negara  yang  ditujukan  ke
negara  lain  untuk  mencapai  suatu  kepentingan  tertentu.  Secara  umum  politik  luar negeri  foreign  policy  merupakan  suatu  perangkat  formula  nilai,  sikap,  arah,  serta
sasaran,  untuk  mempertahankan,  mengamankan,  dan  memajukan  kepentingan nasional  di  dalam  ruang  lingkup  dunia  internasional  Perwita    Yani  2005,  h.47.
Oleh karena itu kebijakan luar negeri foreign policy suatu negara merupakan elemen yang sangat penting dalam upaya pencapaian kepentingan nasional suatu negara.
Holsti menjelaskan bahwa kebijakan luar negeri adalah ide atau gagasan atau tindakan  yang  dirumuskan  oleh  pembuat  keputusan  untuk  menyelesaikan  suatu
masalah,  melakukan  perubahan  dalam  kebijakan,  sikap  atau  tindakan  suatu  negara, aktor non-negara atau lingkungan dunia 1992, h.82.
Faktor-faktor  eksternal  mempengaruhi  substansi  kebijakan  luar  negeri  yang meliputi  kondisi  perekonomian  dunia,  struktur  sistem  internasional,  kebijakan  dan
tindakan negara lain, hukum internasional, masalah global dan regional yang muncul dari kegiatan individual, serta opini global Holsti 1992, h.271-288.
Sementara itu, faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri  suatu  negara  yaitu  kebutuhan  sosio-ekonomi  dan  keamanan,  struktur
13 pemerintahan, letak geografis, opini publik, pertimbangan etis, serta birokrasi Holsti
1992, h.271-274. Holsti  dalam  bukunya    International  Politics  :  A  Framework  of  Analysis
1992, h.98 menyebutkan bahwa: Orientasi  dasar  politik  luar  negeri  ada  tiga.  Pertama  disebut  isolasi  dimana
untuk  menjaga  kepentingannya,  negara  memilih  membatasi  hubungannya dengan  negara  lain.  Hal  ini  sebagaimana  yang  dilakukan  Korea  Utara  dalam
setiap kebijakan luar negerinya. Kedua yaitu nonalignment atau non-blok dan sering juga disamakan dengan netralitas.  Ketiga  yaitu pembuatan koalisi  dan
pembangunan  aliansi.  Berbeda  dengan  isolasi,  orientasi  yang  ketiga  ini berangkat  dari  ketidakmampuan  negara,  baik  dalam  pertahanan  maupun
ekonomi, untuk berdiri sendiri. Jadi karena itulah mereka berusaha melakukan koalisi  diplomatik  dan  melakukan  aliansi  militer  untuk  melinduungi
pertahanan negaranya.
Kebijakan  luar  negeri  suatu  negara  akan  mempengaruhi  hubungan antarnegara. Kebijakan luar negeri tersebut mencerminkan kepentingan dalam negeri
nya  yang  akan  dipromosikan  ke  luar  negeri.  Dengan  kata  lain  kebijakan  luar  negeri suatu  negara  merupakan  bagian  dari  politik  dalam  negerinya  dan  oleh  karenanya
kebijakan luar negeri dan politik dalam negeri memiliki tujuan yang sama Dipoyudo 1989, h.47.
3. Konsep Diplomasi Multilateral
Instrumen dalam menjalankan suatu kebijakan luar negeri yaitu dapat berupa dengan  melakukan  suatu  diplomasi.  Kebijakan  luar  negeri  mempengaruhi  kegiatan
diplomasi  bagi  negara-negara  yang  melakukannya.  Maka  diplomasi  yang  dilakukan negara-negara  harus  selalu  sejalan  dengan  kebijakan  luar  negeri  untuk  mencapai
kepentingan nasional sebuah negara. Menurut Bandoro 1991, h.47 ada dua elemen
14 dasar  yang  menyebabkan  negara-negara  melakukan  diplomasi  yakni  adanya
kepentingan  bersama  common  interest  dan  adanya  isu  yang  dipersengketakan issues of conflict.
Hannah  Slavik  mendefinisikan  istilah  diplomasi  sebagai  sebuah  seni  dari praktek  negosiasi  yang  dilakukan  oleh  wakil  negara  2007,  h.188.  Adapun  wakil
negara  yang  dimaksud  dapat  berarti  pejabat  senior,  menteri,  kepala  pemerintahan, diplomat,  atau  kedutaan  besar.  Pertemuan  yang  dilakukan  antar  wakil-wakil  negara
satu dengan wakil negara lainnya bertujuan untuk merundingkan suatu permasalahan agar dapat mencapai hasil yang bisa diterima oleh semua pihak.
Berdasarkan  aktornya,  diplomasi  ada  yang  bersifat  bilateral  dua  negara, regional  negara-negara  kawasan,  dan  multilateral  banyak  negara.  Maka  dalam
penelitian  ini  terjadi  diplomasi  multilateral  yang  melibatkan  banyak  negara. Diplomasi  multilateral  dapat  didefinisikan  sebagai  negosiasi  dan  diskusi  yang
memungkinkan  tindakan  kolektif  dan  kerjasama  antar  negara  ataupun  aktor  non- negara Langhorne 2000.
Pada  dasarnya  diplomasi  multilateral  merupakan  diplomasi  yang  dilakukan oleh  lebih  dari  dua  negara.  Diplomasi  multilateral  ini  berhasil  menjadi  cara  yang
paling bermanfaat untuk meningkatkan negosiasi antara banyak pihak, selain sebagai pendorong  diplomasi  bilateral  Djelantik  2008,  h.142.  Poin  ini  mengandung  dua
aspek,  pertama  diplomasi  multilateral  memberi  kesempatan  untuk  membahas masalah-masalah di luar agenda formal dan yang menjadi perhatian bersama. Kedua,
15 mediator  yang  memiliki  kekuasaan  penuh  dapat  menyelenggarakan  konferensi
multilateral  sebagai  upaya  memulai  negosiasi  bilateral  untuk  membahas  masalah mendasar yang sebelumnya diselenggarakan di tempat lain .
Dalam  diplomasi  multilateral,  komunikasi  dilakukan  secara  verbal  melalui diskusi  dan  perdebatan.  Diplomasi  semacam  ini  ditandai  dengan  adanya  beragam
masalah  yang  akan dibahas, ruang lingkup  yang  lebih luas, dan jumlah negara  yang hadir Rumintang 2008, h.31. Diplomasi multilateral memiliki berbagai keuntungan.
Pertama,  kemungkinan  mengkonsolidasikan  perpecahan.  Suatu  masalah  dapat  tetap diamati  terus  menerus.  Kedua,  memunculkan  sebuah  lobby  untuk  menyelesaikan
masalah.Selanjutnya,  negara-negara  yang  membutuhkan  dapat  diberikan  bantuan teknis Djelantik 2008, h.142.
E. Metode Penelitian
Metode dalam suatu penelitian dibutuhkan untuk menganalisis suatu kasus yang diangkat  dalam  penelitian.  Hal  ini  bertujuan  untuk  memunculkan  suatu  hubungan
antara  fenomena  dengan  kesimpulan  yang  diambil.  Pada  penelitian  ini,  penulis menggunakan  pendekatan  metode  penelitian  kualitatif.  Penelitian  kualitatif  adalah
penelitian  yang  menghasilkan  data  deskriptif  mengenai  kata-kata  lisan  maupun tertulis,  dan  tingkah  laku  yang  dapat  diamati  dari  orang-orang  yang  diteliti  Taylor
dan  Bogdan  dikutip  Suyanto  2004,  h.166.  Penelitian  kualitatif  digunakan  untuk memahami  fenomena  tentang  hal  yang  diteliti  seperti  perilaku,  motivasi,  tindakan,
16 yang  secara  utuh  dan  akan  dijelaskan  secara  deskripsi  dalam  bentuk  kata-kata
Moleong 1988, h.6. Proses  penyusunan  dilaksanakan  melalui  beberapa  langkah.  Pertama,  metode
pengumpulan data. Sumber pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini  terdiri  dari  sumber  data  primer  dan  sumber  data  sekunder.  Sumber  data  primer
adalah  data  yang  diperoleh  secara  langsung  dari  objek  yang  diteliti  responden, seperti wawancara dengan salah satu ahli isu nuklir Korea Utara dan Six Party Talks
Moleong 1988, h.18. Sedangkan sumber data sekunder adalah data  yang diperoleh secara  tidak  langsung,  melalui  dokumentasi  seperti  buku,  koran,  jurnal,  artikel,
laporan resmi, arsip-arsip, dan data dari situs internet lembaga resmi atau institusi. Kedua,  setelah  data  terkumpul,  lalu  diadakan  pemisahan  terhadap  data
tersebut  dengan  mengklasifikasikannya.  Dalam  tahap  ini,  maka  akan  dipilih  data sedemikian  rupa  sehingga  hanya  data  yang  berkaitan  saja  yang  digunakan.  Ketiga,
pertanyaan  penelitian  akan  dianalisa  sesuai  dengan  kerangka  pemikiran.  Setelah tahap-tahap  sebagaimana  telah  diuraikan  tersebut,  maka  langkah  selanjutnya  adalah
menyusun laporan.
F. Sistematika Penulisan