Pembongkaran Program Nuklir Korea Utara

60 denuklirisasi di Korea Utara. Disamping itu, isu tersebut juga dapat mempengaruhi keamanan kawasan negara-negara tersebut. Dengan demikian, diplomasi multilateral berhasil menjadi cara yang paling bermanfaat untuk meningkatkan negosiasi antara banyak pihak, selain tentunya sebagai pendorong diplomasi bilateral. Salah satu kontribusi nyata Six Party Talks yaitu Six Party Talks mampu mengumpulkan pihak-pihak terkait secara langsung untuk merundingkan rezim perdamaian permanen di Semenanjung Korea dalam forum yang sesuai. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Menteri luar negeri Cina pada 19 September 2005 mengenai efektifitas diplomasi multilateral seperti Six Party Talks. Menurutnya, Keenam negara sepakat untuk mengeksplorasi cara dan sarana untuk membahas denuklirisasi di Korea Utara Zhongying, 2009. Meskipun pada akhirnya sifat kelembagaan non-formal pada Six Party Talks menjadi penghambat atas keberlangsungan forum multilateral ini, Six Party Talks dijalankan sebagai sebuah forum untuk mengatasi isu keamanan bersama dalam menyikapi isu nuklir Korea Utara. Dengan demikian, forum multilateral seperti ini mampu mendorong kerjasama antar aktor yang terlibat, khususnya di kawasan Asia Timur dengan cara mengedepankan upaya dan solusi diplomatik serta menghindari solusi peperangan sebagaimana yang seringkali terjadi.

b. Pembongkaran Program Nuklir Korea Utara

Pencapaian Six Party Talks paling utama adalah proses pembongkaran program nuklir Korea Utara sebagaimana yang disepakati dalam Joint Statement 19 61 September 2005. Dalam perjanjian antar anggota Six Party Talks tersebut terdapat poin utama yang selama ini diharapkan tercapai. Korea Utara berkomitmen untuk meninggalkan semua senjata nuklir dan program nuklir yang ada. Sebagai kompensasi, Korea Utara meminta disediakan reaktor air ringan untuk penggantian program nuklir yang akan dibongkarnya Lihat table IV.A.1. Ternyata permintaan Korea Utara mengundang perdebatan antara AS dan Korea Utara selama pertemuan berlangsung. Oleh karenanya, pada akhir pertemuan terdapat kompromi antara Korea Utara dan AS. Korea Utara bersikeras menganggap bahwa pernyataannya untuk meminta disediakan reaktor air ringan untuk memiliki program energi nuklir yang damai. Namun, AS menganggap bahwa Korea Utara seharusnya tidak menerima reaktor nuklir. Pada akhir pertemuan Korea Utara menegaskan bahwa negaranya memiliki hak untuk menggunakan energi nuklir secara damai. Kemudian pihak-pihak lain menyatakan rasa hormat mereka dan setuju untuk membahas pada waktu yang tepat, mengenai penyediaan reaktor air ringan untuk Korea Utara Lihat lampiran II . Kesediaan Korea Utara untuk membongkar program nuklirnya disampaikan kembali oleh Korea Utara dalam Beijing Agreement 13 Februari 2007. Menurut Action Plan yang terdapat dalam perjanjian tersebut, Korea Utara akan menghentikan operasi fasilitas nuklirnya di Yongbyon selama fase awal 60 hari dan memberikan laporan lengkap semua program nuklirnya dan menonaktifkan semua fasilitas nuklir yang ada. 62 Kemudian pada perjanjian 3 Oktober 2007, Korea Utara setuju bahwa pihaknya akan membuat deklarasi yang benar dan lengkap dari semua program nuklir yang dimilikinya. Termasuk klarifikasi mengenai isu uraniumnya selama ini dan menonaktifkan fasilitas nuklir Yongbyon. Pyongyang juga setuju untuk membongkar semua fasilitas nuklir lainnya berdasarkan Joint Statement 2005 dan pihaknya tidak akan mentransfer material dan teknologi nuklirnya ke negara lain Lihat lampiran IV. Pembongkaran program nuklir Korea Utara belum dapat diimplementasikan dalam aksi nyata. Isu pembongkaran program nuklir Korea Utara tersebut hanyalah sampai pada titik kesepakatan semata. Walaupun Korea Utara sempat menutup fasilitas nuklirnya pada Juni 2007 sebagaimana yang dilaporkan IAEA, namun penutupan tersebut hanya sementara. Buktinya Korea Utara menghidupkan dan melanjutkan kembali program nuklirnya setelah pembicaraan menemui jalan buntu. Untuk itu, tujuan utama Six Party Talks untuk melakukan denuklirisasi di Korea Utara belum berhasil diwujudkan. Hambatan dalam mencapai tujuan Six Party Talks tersebut dikarenakan konflik internal antar negara anggota Six Party Talks itu sendiri. Selain itu, konflik kepentingan menjadi pemicu gagalnya mengimplementasikan kesepakatan yang telah dibuat.

c. Normalisasi Hubungan antar Anggota Six Party Talks