37
BAB III TUJUAN DAN PERKEMBANGAN
SIX PARTY TALKS DALAM MEWUJUDKAN DENUKLIRISASI DI KOREA UTARA
Pengunduran diri Korea Utara dari keanggotaan perjanjian non-proliferasi nuklir NPT pada Januari 2003 menambah deretan panjang aksi Korea Utara dalam
uji coba nuklir yang dimilikinya. Keadaan ini dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas kemanan di Semenanjung Korea. Oleh karena itu, pada Agustus 2003
Amerika Serikat AS bersama Cina membentuk sebuah pembicaraan multilateral untuk menggandeng kembali Korea Utara ke dalam meja perundingan dengan
melibatkan Rusia, Jepang, dan Korea Selatan. Pembicaraan multilateral tersebut yang saat ini kita kenal dengan nama Six Party Talks.
A. Sejarah Pembentukan
Six Party Talks
Pada 16 Oktober 2002, AS dibawah kepemimpinan Presiden Bush menegaskan bahwa Korea Utara telah menyatakan jika negaranya memiliki sebuah
program senjata nuklir rahasia berbasis pengayaan uranium. Laporan tersebut diterima langsung oleh Asisten Menteri luar Negeri AS, James Kelly di Pyongyang
pada 5 Oktober 2002 Park dan Kim 2012, h.133. Program nuklir tersebut ternyata dihasilkan dari proses pengayaan uranium, dimana proses ini jauh berbeda dengan
program nuklir Korea Utara sebelum tahun 1995 yang hanya berbasis pemrosesan ulang plutonium Zhongying 2009, h.12.
38 Sebelumnya, tugas AS hanyalah mengawasi keputusan Organisasi
Perkembangan Energi Sememenanjung Korea KEDO untuk menyelesaikan pengiriman minyak ke Korea Utara yang telah dilaksanakan sesuai dengan Kerangka
Persetujuan tahun 1994 Niksch 2005. Oleh karena itu, para pejabat AS merasa terkejut atas meningkatnya intensitas Korea Utara pada akhir Desember 2002, dimana
Korea Utara memulai kembali fasilitas nuklirnya berbasis plutonium di Yongbyon. Selain itu, Korea Utara juga mengusir para pejabat IAEA yang ditempatkan disana
berdasarkankan Kerangka Persetujuan antara AS dan Korea Utara untuk mengawasi penghentian fasilitas nuklirnya tersebut.
Setelah mengusir pejabat IAEA yang ditempatkan disana, Korea Utara menghidupkan kembali reaktor nuklir lima megawatt yang sempat ditutup atas
kesepakatan dengan AS di bawah “Agreed Framework”. Selanjutnya, Korea Utara
menyatakan akan membuka kembali pabrik pengolahan plutonium yang pernah beroperasi hingga tahun 1994. Korea Utara juga akan memproses ulang 8.000 batang
bahan nuklir yang telah disimpan sejak tahun 1994. Terakhir, Korea Utara menarik diri dari keanggotaan NPT pada Januari 2003 Niksch 2005.
Ketika AS mengetahui aksi Korea Utara tersebut, maka AS langsung menghentikan pengiriman bahan bakar ke Korea Utara. Presiden Bush yang
mengetahui hal itu merasa telah dipermainkan oleh Korea Utara dan Bush merencanakan sebuah penyerangan fasilitas nuklir Korea Utara sebagai upaya
39 pencegahan agar Korea Utara tidak mengambil langkah lebih jauh lagi Mun 2009,
h.115. Merasa sudah tidak terikat lagi dengan aturan yang berlaku, Korea Utara
mengancam akan menguji coba kembali rudal jarak jauh dengan melakukan proliferasi bahan-bahan nuklir ke berbagai negara, serta melakukan uji coba senjata
nuklirnya. Pembukaan kembali fasilitas nuklir Yongbyon telah membuktikan bahwa Korea Utara benar-benar serius dalam mengembangkan program nuklir dengan
memproduksi secara terbuka senjata nuklir melalui pemrosesan 8.000 batang bahan bakar. Dengan pemrosesan 8.000 batang bahan bakar tersebut, maka Korea Utara
dapat menghasilkan 4 hingga 6 bom atom Martin 2009, h.3. Sebelum Six Party Talks dibentuk, Presiden Bush pada awal tahun 2003,
mengajukan dibentuknya forum pembicaraan multilateral yang difokuskan membahas isu nuklir Korea Utara melalui jalur diplomatik. Kemudian diselenggarakanlah
pertemuan tiga negara yang dikenal dengan forum Trilateral Talks, Forum pertemuan tiga negara tersebut melibatkan AS, Cina, Korea Utara pada April 2003 di Beijing
Mun 2009, h.118. Pada awalnya Korea Utara tetap menginginkan pembicaraan bilateral dengan
AS untuk mengatasi isu nuklir negaranya. Oleh karena itu, sejak awal Korea Utara menentang keras saran AS untuk membangun kerangka multilateral. Hal tersebut
dikarenakan Korea Utara beranggapan bahwa melalui pembicaraan multilateral, AS berusaha meyakinkan komunitas internasional bahwa isu nuklir di Semenanjung
40 Korea merupakan sebuah isu internasional dan AS membentuk opini publik bahwa
Korea Utara lah penyebab krisis nuklir tersebut
KCNA 2003. Sikap Korea Utara mulai berubah
ketika mengetahui aksi agresi AS ke Iraq pada 2003 serta melihat antusiasme Cina untuk aktif ke dalam pembicaraan.
Akhirnya Korea Utara bersedia menerima pembahasan isu nuklirnya diselesaikan secara multilateral Mun 2009, h.119. Pada 12 April 2003, Juru Bicara Kementerian
Luar Negeri Korea Utara menyatakan bahwa Korea Utara mencari pembicaraan langsung yang bertujuan untuk memastikan apakah AS akan mengubah kebijakan
politik untuk menghentikan kebijakan permusuhan terhadap Korea Utara atau tidak. Jika AS tidak siap mengubah kebijakan terhadap Korea untuk menyelesaikan isu
nuklir, maka Korea Utara tidak akan lagi masuk ke dalam dialog bersama AS KCNA 2003.
Oleh karena sikap multilateralisme AS yang kuat, kebijakan komitmen Cina untuk aktif dalam penyelesaian isu nuklir Korea Utara, serta sikap fleksibilitas yang
diperlihatkan Korea Utara, maka pada akhirnya ketiga sikap tersebut mampu menghasilkan multilateralisasi isu nuklir Korea Utara melalui format dialog bersama
Mun 2009, h.120. Selama pertemuan Trilateral Talks, Korea Utara berkali-kali menyuarakan
bahwa dirinya memiliki bom nuklir yang siap diuji coba, serta akan mengekspor material-material nuklir ke berbagai negara jika AS tidak merespon permintaan Korea
41 Utara
Sanger 2003
. Korea Utara mengajukan sebuah proposal yang berisi empat langkah aksi bersama untuk membongkar program nuklir milik Korea Utara.
Berdasarkan proposal tersebut, langkah pertama yang seharusnya dilakukan adalah melanjutkan pengiriman bahan bakar minyak untuk Korea Utara. Maka
sebagai gantinya, Korea Utara bersedia untuk meninggalkan ambisi mengembangkan program senjata nuklir. Langkah kedua, yaitu Korea Utara akan bersikap terbuka atas
pemeriksaan fasilitas nuklir negaranya dibawah pengawasan Badan Energi Atom Dunia IAEA. Namun, sebagai gantinya AS harus menjamin keamanan Korea Utara
dengan menandatangani sebuah kesepekatan non-agresi
Bluth 2005, h.98
. Pada langkah ketiga, isu-isu lainnya seperti normalisasi hubungan diplomatik
antara AS-Korea Utara harus segera dibangun sebagai pengganti dari penerimaan Korea Utara atas pembatasan internasional terhadap program misil negaranya.
Kemudian langkah terakhir yaitu Korea Utara berjanji akan membongkar program senjata nuklirnya jika pembangunan reaktor air ringan untuk keperluan pembangkit
listrik di Korea Utara telah selesai dibangun
Bluth 2005, h.99
. Akan tetapi, proposal Korea Utara untuk menyelesaikan isu nuklir negaranya
tersebut tidak diterima oleh AS. Ketua delegasi AS, James Kelly berulang kali menekankan opsi kebijakan dasarnya yaitu AS hanya ingin dilakukannya perlucutan
senjata yang tidak dapat diubah dan dapat diverifikasi CVID terhadap Korea Utara. Jika telah mencapai tahap CVID, maka perjanjian politik dan ekonomi mungkin dapat
dipertimbangkan
Bluth 2005, h.101
.
42 Sejak penyelenggaraan Trilateral Talks di Beijing pada April 2003, AS
memulai strategi tekanan dan dialognya terhadap Korea Utara. AS terus menyuarakan keinginannya untuk menghasilkan sebuah solusi diplomatik melalui format
multilateral dengan melibatkan aktor regional lainnya. Hal ini dilakukan AS karena AS meyakini bahwa semua aktor regional memiliki perhatian yang besar terhadap isu
perdamaian di Semenanjung Korea
Olsen 2003
. Pada saat bersamaan, AS juga meningkatkan kemampuan militer dan aksi
diplomatiknya untuk mengisolasi Korea Utara. Bahkan, Presiden Bush sempat mengadakan pertemuan tingat tinggi dengan Presiden Korea Selatan, Perdana
Menteri Jepang, serta Presiden Cina untuk memperoleh dukungan publik terhadap AS yang menuntut Korea Utara untuk meninggalkan program nuklirnya
TCOG 2003
. Korea Utara tetap menolak permintaan AS untuk meninggalkan program
nuklirnya terlebih dahulu sebelum memulai kembali berbagai pembicaraan. Korea Utara menuduh desakan AS terhadap perlucutan nuklir Korea Utara, hanya untuk
melemahkan Korea Utara. Terlebih, Korea Utara menyoroti haknya untuk memiliki sebuah kekuatan pertahanan nuklir sebagai pertahanan diri. Disamping itu,
konfrontasi nuklir antara AS dan Korea Utara seharusnya diselesaikan melalui aksi bersama Mun 2009, h. 123.
Berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh seorang Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara, AS dan Korea Utara menyetujui dilakukannya
pembicaraan bilateral dalam kerangka Six Party Talks
KCNA 2003. Adanya
43
kesepakatan tersebut memungkinkan Korea Utara untuk berharap bahwa forum tersebut memungkinkan dilakukannya diskusi masalah nuklir dengan AS secara bilateral ketika
dibutuhkan. Dengan demikian, Six Party Talks
memberikan kesempatan kepada Korea Utara tidak hanya sebagai forum untuk melakukan negosiasi bilateral, juga agar AS
lebih mengerti dengan keinginan Korea Utara. Isu perlucutan program nuklir Korea Utara memang tidak menandakan adanya
kemajuan yang dihasilkan selama pembicaraan ketiga negara itu berlangsung. Hal ini disebabkan sebuah sistem kekuatan bersama seperti kesepakatan pembentukan forum
Trilateral Talks berjalan tanpa membentuk institusi formal. Namun, sebuah forum kekuatan yang disepakati bersama tersebut dapat menjadi check balance berbagai
aktivitas dan kepentingan-kepentingan anggotanya melalui berbagai pola pertemuan yang teratur.
Pada pertemuan teakhir Trilateral Talks, tercapailah sebuah persetujuan untuk membentuk forum multilateral yang lebih luas, yaitu membentuk forum yang kita
kenal saat ini sebagai Six Party Talks. Forum multilateral yang lebih luas tersebut melibatkan juga Rusia, Jepang, dan Korea Selatan. Sehingga anggota dari Six Party
Talks ini berjumlah 6 negara yaitu AS, Korea Utara, Cina, Rusia, Jepang, dan Korea Selatan. Forum ini menjadi langkah penting terhadap sebuah forum kesepakatan
bersama melalui jalur diplomasi.
B. Tujuan Pendirian dan Perkembangan