Gambaran Pemberi Pelayanan Klinik di Apotek Kecamatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 20 40 60 80 100 Kec. Tarogong Kaler Kec. Tarogong Kidul Kec. Garut Kota 36.36 60 100 64 25 15 Apoteker Petugas apotek non apoteker Apoteker dan petugas apotek non apoteker maka jelas tergambarkan bahwa ada hubungan sebab akibat antara kehadiran Apoteker terhadap pelayanan klinik, pelayanan klinik terhadap kepuasan pelanggan dan kepuasan pelanggan terhadap peningkatan upah Apoteker. Karena pelaksanaan pelayanan klinik ini tidak bisa dialihkan kepada pihak lain selain Apoteker maka Apoteker Pengelola Apotek APA wajib mengangkat seorang Apoteker pendamping untuk membatu pelaksanaan kefarmasian di Apotek terutama saat APA tidak dapat hadir di Apotek. Hal tersebut sesuai telah dijelaskan dalam PP No.51 tahun 2009 pasal 24 tentang keharusan Apoteker mengangkat seorang Apoteker pendamping dalam membantu pelaksanaan pekerjaan kefarmasian.

5.2. Gambaran Pemberi Pelayanan Klinik di Apotek Kecamatan

Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Garut Kota Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh rincian data yang dapat menggambarakan petugas apotek yang berperan sebagai pemberi pelayanan klinik di Apotek, dilihat pada gambar berikut ini :. Gambar 5.1. Gambaran Distribusi Pemberi Pelayanan Klinik di Apotek Pemberi pelayanan klinik di Apotek tidak seluruhnya dilakukan oleh Apoteker. Hal ini dapat dilihat dari grafik distribusi pemberi pelayanan klinik di Apotek. dimana grafik tersebut menggambarkan bahwa pemberi pelayanan klinik di apotek wilayah kecamatan Tarogong Kaler 100 dilakukan oleh petugas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta apotek lain non apoteker. Pelayanann klinik di Apotek wilayah Kecamatan Tarogong kidul 36,36 dilakukan oleh Apoteker dan 63,64 dilakukan petugas apotek lain non apoteker. Pelayanan klinik di Apotek wilayah kecamatan Garut Kota 60 dilakukan oleh Apoteker, 15 dilakukan oleh Apoteker dan petugas apotek lain non apoteker serta 25 dilakukan oleh petugas apotek lain non apoteker. Pelayanan klinik yang belum dilaksanakan sepenuhnya oleh Apoteker ini serupa dengan hasil penelitian Erlin Aurelia 2013 dimana yang biasa melayani pasienpelanggan di Apotek adalah Asisten apoteker 48,12, diikuti pegawai apotek 28,30, baru kemudian Apoteker 13,21. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saat Apoteker tidak berada di Apotek secara otomatis pelayanan klinik ke petugas Apotek lain non Apoteker. Suasana Apotek yang cenderung ramai tanpa diimbangi tenaga kefarmasian yang memadai juga mempengaruhi tidak terpenuhinya peran Apoteker sebagai pemberi pelayanan klinik di Apotek. Apoteker yang bekerja di Apotek cenderung ramai oleh pelanggan umumnya dituntut untuk ikut serta dalam proses penyiapan obat sehingga Apoteker tidak mampu memberikan pelayanan klinik yang optimal kepada pasienpelanggan. Hal ini terjadi pada 3 15 dari 20 Apotek di Kecamatan Garut Kota, dimana Apoteker memberikan sebagian tugas pemberian pelayanan klinik kepada petugas apotek yang lain untuk kembali melakukan penyiapan obat untuk pasien berikutnya. Hal-hal tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran dalam pelaksanaan pelayanan klinik sekaligus pelanggaran yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemenuhan tugasnya di Apotek. Hal tersebut sesuai dengan pembahasan peraturan kewajiban apoteker dalam memberikan informasi obat oleh Sri Yustina Hartini 2009 dimana pelayanan informasi obat merupakan salah satu bentuk pelayanan klinik di Apotek. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pada penjelasan pasal 53, UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 7, PP No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pasal 22, Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 15 ayat 4 dan Kepmenkes No.1027 thn 2004. Sanksi terhadap tidak dilaksanakannya pemberian informasi obat diatur dalam PP No.32 tahun 1996 pasal 35 yakni dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000 sepuluh juta rupiah. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masing-masing peran Apoteker dan petugas apotek lain seperti Asisten Apoteker dalam pelayanan klinik telah dijelaskan dalam peraturan. Salah satunya adalah Permenkes Republik Indonesia Nomor 376MENKESPERV2009 tentang petunjuk teknis jabaran fungsional Asisten apoteker dan angka kreditnya yang menjelaskan bahwa tugas Asisten apoteker sebatas menyiapkan hal-hal yang diperlukan dalam kegiatan pelayanan klinik dan bertugas dalam menyiapkan obat. Sedangkan pemberi pelayanan klinik adalah tugas Apoteker, hal ini diperkuat oleh Permenkes Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa Apotekerlah yang wajib berkomunikasi dengan pasien dan memberikan informasi obat pada pasien.

5.3. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Klinik di Apotek Kecamatan