Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kehadiran Apoteker di Apotek belum terpenuhi secara optimal karena masih didapati Apoteker yang tidak hadir di Apotek pada jam buka Apotek. Kehadiran Apoteker di Apotek merupakan syarat utama pelayanan klinik di Apotek dapat berjalan karena pelayanan klinik ini adalah tugas Apoteker yang tidak dapat dialihkan ke petugas Apotek lain termasuk Asisten Apoteker. 2. Pemberi pelayanan klinik di Apotek belum sepenuhnya dilakukan oleh Apoteker, masih terdapat pengalih tugasan ke petugas apotek non Apoteker saat Apoteker tidak dapat hadir di Apotek. Dalam pelaksaanan pelayanan klinik berupa dispensing masih terdapat pelanggaran berupa penggantian obat yang tidak sesuai dengan resep yang dilakukan oleh Apoteker ataupun Asisten apoteker. Pelaksanaan pelayanan klinik berupa informasi obat masih menuntut keaktifan pelanggan agar hak pelayanan tersebut terpenuhi dan pelayanan klinik berupa konseling belum berjalan di Apotek. Kualitas pelayanan klinik di Apotek cenderung meningkat bila Apoteker terlibat dalam pelaksanaan pelayanan tersebut namun Apoteker belum mampu mengidentifikasi adanya interaksi dan efek samping dari resep diabetes melitus yang diberikan. . 3. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pelayanan klinik terutama dispensing, pelayanan informasi obat dan konseling di Apotek wilayah Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Garut Kota di Kabupaten Garut belum berjalan dengan baik dan belum sesuai dengan peraturan Permenkes Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 6.2. Saran 1. Sosialisasi terhadap peraturan Permenkes Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 terhadap Apoteker yang bekerja di Apotek harus dilakukan oleh pihak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan pihak Ikatan Apoteker UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Indonesia. Hal ini dilakukan agar Apoteker lebih paham cakupan kerja yang harus dilakukan di Apotek, lebih mengerti konsekuensi hukum, sosial, dan kerugian segi kesehatan pasien yang bisa ditimbulkan dari ketidakdisiplinan kerja. 2. Apoteker sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang obat-obatan dan mengikuti seminar pelatihan bertema pharmaceutical care. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan pengetahuan Apoteker dalam melakukan pelayanan klinik di Apotek. 3. Penelitian lebih lanjut tentang gambaran peran Apoteker di wilayah Kecamatan lain di Kabupaten Garut perlu dilakukan agar mampu menggambarkan peran Apoteker dalam cakupan kabupaten. Pendalaman tentang hal-hal yang menjadi penyebab peran Apoteker di Apotek wilayah Tiga Kecamatan yang menjadi penelitian yang masih kurang bisa dijadikan tema dalam penelitian lanjutan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Daftar Pustaka Alam Nur Abdulah dkk. 2010. Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek terhadap Informasi Obat di Kota Depok. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 344-352 Andriani Sesilia Keban dkk. 2013. Evaluasi Hasil Edukasi Farmasis pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol 11 No.1 April 2013 hlm 45-52 Anwar Firdaus. 2014. Samai Dokter, Apoteker Kini Praktik Pakai Jas dan Papan nama. http:health.detik.comread201406150801132608376763samai- dokter-apoteker-kini-praktik-pakai-jas-dan-papannama?991104topnews. Diakses pada 18 April 2015 APhA Pharmaceutical Care Guidelines Advisory Committee, approved by the APhA Board of Trustees, August 1995. Arhayani. 2007. Perencanaan dan Penyiapan Pelayanan Konseling Obat serta Pengkajian Resep bagi Penderita Rawat Jalan di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Athiyah Umi dkk. 2014. Jurnal Famrmasi Komunitas Vol.1. No.1: Profil Informasi Obat pada Pelayanan Resep Metformin dan Glibenklamid di Apotek di Wilayah Surabaya. Surabaya: Departemen Farmasi Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Aurelia Erlin. 2013. Harapan dan Kepercayaan Konsumen Apotek Terhadap Peran Apoteker yang Berada di Wilayah Surabaya Barat. Jurnal Imliah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1 Azrifitria dan Silma Awalia. 2013. Farmakoterapi Diabetes. Prodi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Baxter Karen. 2008. Sto cley’s Drug Interaction 8 th Edition. Pharmaceutical Press: United Kingdom Christina A.K. Dewi, et al. 2014. Drug Therapy Problems Pada Pasien yang Menerima Resep Polifarmasi Studi di Apotek Farmasi Airlangga Surabaya. Jurnal Farmasi Komunitas Vol.1, No.1, 2014 17-22 Darmasaputra Erik. 2014. Pemetaan Peran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian Terkait Frekuensi Kehadiran Apoteker di Apotek di Surabaya Barat. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vo. 3. No. 1 Depatemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dinas Kesehatan Kabupaten Garut. 2014. Data Apotek di Wilayah Kabupaten Garut. Dyani Primasari Sukandi. 2015. Analisis Distribuso Apotek dengan Sistem Informasi Geografis. Diambil dari Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi Vol.5 No.1 Maret 2015. Diakses 5 April 2015 pada http:jmpf.farmasi.ugm.ac.idindex.php1articleview2928. Ginting BR Adelina. 2009. Penerapann Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di Kota Medan Tahun 2008. Skripsi Medan: Universitas Sumatera Utara Gotera Wira dan Dewa Gede Agung Budiyasa. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosi Diabetik KAD. Jurnal Penyakit Dalam Volume 11 Nomor 2 Mei2010.http:download.portalgaruda.orgarticle.php?article=3245val=97 Diakses pada 30 Maret 2015 Harianto, Angki Purwanti dan Sudibyo Supardi. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Draft Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di DKI Jakarta.Buletin Penelitian Kesehatan Vol.34. No. 2. 2006: 83-92 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hartini Sri Yustina. 2009. Relevansi Peraturan dalam Mendukung Praktek Profesi Apoteker di Apotek. Yogyakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 2, Agustus 2009, 97 - 106 Hexparm Jaya Kalbe Company . 2013. http:www.hexpharmjaya.com. Diakses pada 18 April 2015 Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. Jakarta: Ikatan Apoteker Indonesia Ikatan Apoteker Indonesia IAI. 2013. Standar Praktik Apoteker Indonesia 2013. http:iaijabar.netdownload-filefile92pedomanpraktikapoteker indonesia. Diakses pada 3 Desember 2014 International Diabetes Federation. 2011. Global Diabetes Plan 2011-2021. http:www.idf.orgsitesdefaultfilesGlobal_Diabetes_Plan_Final.pdf. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2014 International Diabetes Federation. 2013. Diabetes Atlas Sixth Edition. http:www.idf.orgworlddiabetesdaytoolkitgpfacts-figures. Diakses pada 17 Oktober 2014 John. 2011. Penanganan Diabetes Tak Hanya Kuratif Melainkan Holistik. http:www.garutkab.go.idpubnewsplain7497-penanganan-diabetes-tak- hanya-kuratif-melainkan-holistik. Diakses 15 November 2014 Kwando Rendy. R. 2014. Pemetaan Peran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian Terkait Frekuensi Kehadiran Apoteker di Apotek di Surabaya Timur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 2014 Lacy, Charles F et al. 2009. Drug Information Handbook 14th edition. Lexicomp.: North American. Lwanga, SK, Lemeshow, S. 1991. Sample Size Determination in Health Studie, WHO: Genewa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Maric Andreja. 2010. Metformin- More Than ‘Goal Standard’ In The Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Cakovec, Croatia: Department of Internal Medicine. McEvoy, K. 2002. AHFS Drug Information. American Society of Health-System Pharmacists: Wisconsin Nita Yunita, Ana Yuda dan Gesnita Nugraheni. 2012. Pengetahuan Pasien Tentang Diabetes dan Obat Antidiabetes Oral. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 6 No.1 Januari 2012: 38-47 Notoatmodjo, S.2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Pemerintah Kabupaten Garut. 2014. Penduduk dan Sex Ratio 2013. http:www.garutkab.go.idpubstatic_menudetailsosbud_demografi_sex_r atio. Diakses pada tanggal 30 Maret 2015. Pemerintah Kabupaten Garut. 2014. Wilayah Administratif. http:www.garutkab.go.idpubstatic_menudetailsekilas_wiladmin Diakses pada 30 Maret 205 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasiaan Purwanti Angki, Hartanto dan Sudibjo Supardi. 2004. Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003. Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.2, Agustus 2004, 102 – 115 Pusdiklat Pengawasan dengan Deputi Akuntan Negara. 2007. Pengumpulan dan Pengolahan Data. Diunduh dari http:www.ndaru.netwp- contentuploadsaudit-kinerja-sektor-publik-pengumpulan-dan-pengolahan- data.pdf. Pada tanggal 28 Mei 2015. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Rambadhe, S, Chakarborty, A, Shrivastava, A, Ptail, UK, Rambadhe, A 2012, ‘A Survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate Medications’, Toxicol Int., 191, pp. 68-73 Rhonda M. Jones. 2008. Pengkajian Pasien dan Peran Farmasis dalam Perawatan Pasien. http:lyrawati.files.wordpress.com200807pengkajian-pasien-dan- peran-farmasis-dalam-perawatan-pasien2.pdf. Diakses pada 15 November 2014 Rini Sasanti Handayani dkk. 2006. Eksplorasi Pelayanan Informasi yang Dibutuhkan Konsumen Apotek dan Kesiapan Apoteker Memberi Informasi Terutama untuk Penyakit Kronik dan Degeneratif. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol III. No.1 April 2006. 38-46 Ross W. Holland dan Christine M. Nimmo. 1999. Transitions, part 1 : Beyond Pharmaceutical Care. Vol 56 Sep 1 1999 Am J Health-Syst Pharm Siregar Sofyan. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenamedia Group Sutandi Aan. 2012. Self Management Education DSME Sebagai Metode Alternatif dalam Perawatan Mandiri Pasien Diabetes Melitus di dalam Keluarga. Diambil dari http:digilib.mercubuana.ac.idmanagerfile_artikel_ abstrakIsi_Artikel_615247532884. pdf 2011. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014 Sweetman. S. 2009. Martindale Ed. 36th. The Pharmaceutical Press, London Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diambil dari http:www.itjen.depkes.go.idpublicuploadunitpusatfilesuud1945.pdfpad . Diakses pada 5 November 2014 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Wells Barbara G. 2009. Pharmacotherapy Handbook Seventh edition. The McGraw-Hill Companies: United States WHO. 1997. The role of pharmacist in the health care system. Report of a third WHO consultative group on the role of the pharmacist vancouver, Canada, 27-29 August 1997 Windiyani Tustiyana, 2012. Instrumen untuk Menjaring Data Interval Nominal, Ordinal dan Data tentang Kondisi, Keadaan, Hal Tertentu dan Data untuk Menjaring Variabel Kepribadian. Jurnal Pendidikan Dasar Vol.3 No 5 Desember 2012 World Health Organization. 2013. Diabetes facts sheet. Diambil dari http:www.who.intmediacentrefactsheetsfs312en. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 1. Check List yang digunakan sebagai acuan selama wawancara dengan metode simulasi pasien Peran Apoteker dalam Pelayanan klinik Hasil Kehadiran Apoteker di Apotek Kesediaan Apoteker memberi pelayanan klinik Pemberi Pelayanan Klinik Apoteker Asisten Apoteker Pelayanan Klinik Metformin Simetidin Dispensing Penyiapan dan penyerahan obat Pelayanan Informasi Obat PIO Tujuan penggunaan Waktu penggunaan pagisiangmalam Waktu penggunaan sebelumsedangsesudah makan Jumlah Frekuensi Penggunaan Jumlah obat sekali minum Nama Obat Indikasi Interaksi Pencegahan Interaksi Efek samping obat ESO Pencegahan ESO Gejala ESO Makanan dan minuman yang harus dihindari Cara Penyimpanan Konseling Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan : Penilaian skor : 1. Sesuai literatur, nilai 1 2. Tidak sesuai literatur, nilai 0 Jawaban berdasarkan literatur : 1. Dispensing Skor 1 : Obat yang diberikan sesuai dengan obat yang ada di resep, dengan jumlah yang tepat, dalam wadah yang cocok dan etiket yang tepat. Skor 0 : Obat yang diberikan tidak sesuai dengan obat yang ada di resep, dengan jumlah yang tidak teat, wadah dan etiket tidak cocok. 2. Pelayanan informasi obat a. Tujuan penggunaan: Skor 1 : - metformin digunakan untuk menurunkan glukosa darah pada pasien diabetes mellitus dengan cara menurunkan produksi glukosa hati Depkes, 2005. - simetidin digunakan untuk menurunkan sekresi lambung dengan cara ppenghambatan reseptor histamin H2 Lacy Charles F et al, 2009. Skor 0 : jawaban tidak sesuai literatur. b. Waktu penggunaan pagisiangmalam: Skor 1: - metformin 500 mg diminum pagi dan sore dengan selang waktu 12 jam Sweetman. S. 2009. - simetidin 800 mg digunakan saat akan tidur atau 400 mg 2 pagi dan malam Lacy Charles F et al, 2009. Skor 0: jawaban tidak sesuai dengan literatur c. Waktu penggunaan sebelumsedangsesudah makan: Skor 1: - metformin digunakan saat sedang makan untuk mengurangi efek samping yang berhubungan dengan pencernaan McEvoy 2002. - simetidin digunakan bisa setelah atau sedudah makan karena ada tidaknya makanan tidak mempengaruhi absorbsinya Lacy Charles F et al, 2009. Skor 0: jawaban tidak sesuai dengan literatur. d. Jumlah frekuensi penggunaan: Skor 1: - metformin 500 mg digunakan sehari dua kali Sweetman, 2009 Tahap 4 Tahap 5 Konseling dilakukan optimal? UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - simetidin digunakan 800 mghari Lacy Charles F et al, 2009 Skor 0: jawaban tidak sesuai dengan literatur. e. Jumlah obat sekali minum : Skor 1: - metformin diberikan sebanyak 1 butir untuk jumlah 500 mg Lacy Charles F et al, 2009. - simetidin 1 butir untuk jumlah 400 mg Lacy Charles F et al, 2009. Skor 0: apoteker memberikan jawaban tidak tepat. f. Nama obat: Skor 1: apoteker menyebutkan masing-masing nama obat yang akan diberikan. Skor 0: apoteker tidak menyebutkan nama obat yang diberikan. g. Indikasi: Skor 1: - metformin digunakan untuk terapi pada pasien diabetes tidak tergantung insulin dengan kelebihan dengan berat badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja dan untuk terapi tambahan pada pasien DM dengan ketergantungan terhadap insulin yang gejalanya tak bisa dikontrol Hexpharm jaya laboratories. - simetidin digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan pencernaan peptic ulcer disease, duodenal ulcer disease, gastric bleeding Lacy Charles F et al, 2006 Skor 0: apoteker tidak menjelaskan indikasi penggunaan obat h. Interaksi: Skor 1: penggunaan simetidin dan metformin secara bersamaan bisa menyebabkan penurunan ekskresi metformin oleh ginjal sehingga bisa menyebabkan lactic acidosis. Maka bila kedua obat ini harus di gunakan dalam waktu yang sama atau berdekatan maka turunkan dosis metformin untuk mencegah interaksi tersebut Karen Baxter, 2008. Bila interaksi obat terjadi dengan menimbulkan laktat asidosis maka terapi cairan dan terapi insulin menjadi penanganannya Gotera Wira dan Dewa Gede Agung Budiyasa, 2010 Skor 0: apoteker tidak menjelaskan interaksi yang terjadi i. Efek samping obat ESO: Skor 1: - Metformin menyebabkan diare, mual, muntah, kembung, kram dan nyeri abdominal, flatulensi dan anoreksia McEvoy, 2002 dan dalam dosis berlebih bisa menyebabkan hipoglikemia. - Simetidin umumnya mempunyai efek samping berupa sakit kepala atau pusing yang bersifat reversibel. Lacy Charles F et al, 2006 Skor 0: Apoteker tidak menjelaskan sesuai literatur. j. Pencegahan ESO: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Skor 1: - efek samping metformin bisa ditangani dengan penggunaan obat bersama makanan, memulai terapi dengan dosis yang rendah serta peningkatan dosis secara perlahan MsEvoy, 2002, Skor 0: penjelasan informasi efek samping tidak sesuai dengan literatur. k. Gejala ESO: Skor 1: gejala efek akibat interaksi obat adalah muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, takikardia, respirasi kuusmaul Gotera Wira dan Dewa Gede Agung Budiyasa, 2010 Skor 0: apoteker tidak menjelaskan gejala efek samping obat. l. Makanan, minuman dan aktivitas yang harus dihindari: Skor 1: pasien diabetes sebaiknya kurangi makanan ber-karbohidrat tinggi, makanan berlemak tinggi, dan snack,dan sangat disarankan untuk menjaga agar makanan yang dikonsumsi mengansung gizi yang seimbang untuk mencegah timbulnya gangguan pencernaan seperti peptic ulcer disease maka hindari makanan pedas, makanan dengan kandungan asam tinggi, cafein dan alkohol Wells Barbara G. 2009. Skor 0: apoteker tidak memberikan informasi sesuai literatur. m. Cara penyimpanan: Skor 1: metformin ataupun simetidin disimpan pada suhu kamar 25-30 o C, dalam wadah tertutup rapat dan terhindar dari cahaya matahari Hexpharm Jaya Laboratoies dan informasi obat, 2013. Skor 0: apoteker tidak menjelaskan cara penyimpanan 3. Tahapan dan isi konseling berisi: a. Tahap 1: Membuka komunikasi antara apoteker dan pasien b. Tahap 2: Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions c. Tahap 3: Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat. d. Tahap 4: Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat e. Tahap 5: Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 2. Komposisi resep yang diberikan oleh pasien No Obat yang diresepkan Detil Skenario 1 RMetformin 500 mg No X S b dd 1 RSimetidin 300 mg No X S 4 dd 1 - Peneliti berperan sebagai keluarga pasien. Gejala yang dialami : cepat lelah. Pusing, sering kencing terutama di malam hari. Pasien berjenis kelamin perempuan umur 40 tahun. Baru kali ini mendapatkan obat antidiabetes. Pasien terkadang mengalami sakit mag. - Pasien usia 40 tahun, wanita, BB 85 kg, TB 170 cm, GDA 300 mgdl, GDP 180 mgdl, GD2PP 250 mgdL, HDL 70 mgdL, LDL 60 mgdL, TG 140 mgdL cek dilakukan sehari sebelum ke apotek. - Tidak ada riwayat alergi obat, tidak ada riwayat penyakit lain UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 3. Perhitungan Frekuensi Kehadiran Apoteker di Apotek Kecamatan Wilayah Kabupaten Garut A. Perhitungan Tabel 5.1 gambaran frekuensi kehadiran apoteker di Apotek Kecamatan Tarogong Kaler Kegiatan Skor Kehadiran 5 4 3 2 1 30 Frekuensi Kehadiran Apoteker 1 1 1 1 Kategori Buruk Rumus : Jadi rata-rata persentase kehadiran apoteker di Kecamatan Tarogong Kaler adalah x 100 = 30 Hasil perhitungan skor akan dibuat rata-rata persentase dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut Harianti dkk, 2006: a. 90-100 = amat baik b. 80-90 = baik c. 70-80 = sedang d. 60-70 = kurang baik e. 60 = buruk Berdasarkan pegkategorian maka rata-rata persentase kehadiran Apoteker dikategorikan buruk B. Perhitungan Tabel 5.2 gambaran frekuensi kehadiran apoteker di Apotek Kecamatan Tarogong Kidul No Kode apotek Skor Kehadiran Apoteker 1 005 5 2 006 4 3 007 5 4 008 4 5 009 6 010 7 011 3 8 012 5 9 013 5 10 014 4 11 015 4 No Kode apotek Skor Kehadiran Apoteker 1 001 3 2 002 3 003 1 4 004 2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Rumus : Jadi rata-rata persentase kehadiran apoteker di Kecamatan Tarogong Kaler adalah x 100 = 78,18 Hasil perhitungan skor akan dibuat rata-rata persentase dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut Harianti dkk, 2006: a. 90-100 = amat baik b. 80-90 = baik c. 70-80 = sedang d. 60-70 = kurang baik e. 60 = buruk Berdasarkan pegkategorian maka rata-rata persentase kehadiran Apoteker dikategorikan sedang C. Perhitungan Tabel 5.3. gambaran frekuensi kehadiran apoteker di kecamatan garut kota No Kode apotek Skor Kehadiran Apoteker 1 016 5 2 017 5 3 018 2 4 019 5 5 020 5 6 021 5 7 022 5 8 023 5 9 024 5 10 025 4 11 026 5 12 027 5 13 028 14 029 15 030 4 16 031 5 17 032 5 18 033 1 19 034 2 20 035 5 Kegiatan Skor Kehadiran 5 4 3 2 1 80 Frekuensi Kehadiran Apoteker 14 1 1 1 1 2 Kegiatan Skor Kehadiran 5 4 3 2 1 78,18 Frekuensi Kehadiran Apoteker 4 5 1 1 Kategori Sedang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kategori baik Rumus : Jadi rata-rata persentase kehadiran apoteker di Kecamatan Garut Kota adalah x 100 = 80 Hasil perhitungan skor akan dibuat rata-rata persentase dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut Harianti dkk, 2006: a. 90-100 = amat baik b. 80-90 = baik c. 70-80 = sedang d. 60-70 = kurang baik e. 60 = buruk Berdasarkan pegkategorian maka rata-rata persentase kehadiran Apoteker dikategorikan baik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 4. Pehitungan Distribusi Pemberi Pelayanan Klinik di Apotek - gambar 5.1  Rumus yang digunakan untuk mencari persentase pemberi pelayanan klinik di apotek per kecamatan adalah: 1. Pelayanan klinik di apotek dilakukan oleh apoteker 2. Pelayanan klinik di apotek dilakukan oleh apoteker dan petugas apotek non apoteker 3. Pelayanan klinik di apotek dilakukan oleh petugas apotek non apoteker A. Persentase pemberi pelayanan klinik di Apotek Wilayah Kecamatan Tarogong Kaler No Kode apotek Pemberi pelayanan 1 001 Petugas apotek non apoteker 2 002 Petugas apotek non apoteker 3 003 Petugas apotek non apoteker 4 004 Petugas apotek non apoteker - Pelayanan di Kecamatan Tarogong Kaler dilakukan oleh petugas apotek non apoteker B. Persentase pemberi pelayanan klinik di Apotek Wilayah Kecamatan Tarogong Kidul No Kode apotek Pemberi pelayanan 1 005 Apoteker 2 006 Petugas apotek non apoteker 3 007 Apoteker 4 008 Petugas apotek non apoteker 5 009 Petugas apotek non apoteker 6 010 Petugas apotek non apoteker 7 011 Petugas apotek non apoteker 8 012 Apoteker 9 013 Apoteker 10 014 Petugas apotek non apoteker 11 015 Petugas apotek non apoteker - Pelayanan di Kecamatan Tarogong Kidul dilakukan oleh apoteker UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - Pelayanan di Kecamatan Tarogong Kidul dilakukan oleh petugas apotek non apoteker C. Persentase pemberi pelayanan klinik di Apotek Wilayah Kecamatan Garut Kota No Kode apotek Pemberi pelayanan 1 016 Apoteker 2 017 Apoteker 3 018 Apoteker 4 019 Apoteker dan petugas apotek non apoteker 5 020 Apoteker dan petugas apotek non apoteker 6 021 Apoteker dan petugas apotek non apoteker 7 022 Apoteker 8 023 Apoteker 9 024 Apoteker 10 025 Petugas apotek non apoteker 11 026 Apoteker 12 027 Apoteker 13 028 Petugas apotek non apoteker 14 029 Petugas apotek non apoteker 15 030 Petugas apotek non apoteker 16 031 Apoteker 17 032 Apoteker 18 033 Petugas apotek non apoteker 19 034 Apoteker 20 035 Apoteker - Pelayanan di Kecamatan Garut Kota dilakukan oleh apoteker - Pelayanan di Kecamatan Garut Kota dilakukan oleh apoteker dan petugas apotek non apoteker - Pelayanan di Kecamatan Garut Kota dilakukan oleh petugas apotek non apoteker UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 5. Perhitungan persentase kesesuaian penyerahan obat dengan resep - Perhitungan Gambar5.2 No Kode Apotek Kesesuaian dispensing 1 001 1 2 002 1 3 003 1 4 004 5 005 1 6 006 1 7 007 1 8 008 1 9 009 1 10 010 1 11 011 1 12 012 1 13 013 1 14 014 1 15 015 1 16 016 1 17 017 1 18 018 1 19 019 1 20 020 1 21 021 1 22 022 1 23 023 1 24 024 1 25 025 26 026 1 27 027 1 28 028 1 29 029 1 30 030 1 31 031 1 32 032 1 33 033 1 34 034 35 035 1 Rumus mencari persentase kesesuaian penyerahan obat yang sesuai dengan resep: Jadi persentase penyerahan obat yang sesuai dengan resep adalah persentase penyerahan obat yang tidak sesuai dengan resep adalah 100-91,43 = 8,57 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 6. Pehitungan Distribusi Apoteker yang hadir di apotek saat penelitian - Gambar 5.3 No Kode Apotek Kehadiran 1 001 2 002 3 003 4 004 5 005 1 6 006 7 007 1 8 008 9 009 10 010 11 011 12 012 1 13 013 1 14 014 15 015 16 016 1 17 017 1 18 018 1 19 019 1 20 020 1 21 021 1 22 022 1 23 023 1 24 024 1 25 025 26 026 1 27 027 1 28 028 29 029 30 030 31 031 1 32 032 1 33 033 34 034 1 35 035 1 Rumus persentase apoteker yang hadir pada jam buka Apotek pada saat penelitian: Jadi persentase Apoteker yang hadir pada jam buka Apotek pada saat penelitian adalah sedangkan sisanya yaitu 45,71 apoteker tidak hadir pada jam buka Apotek No Jumlah apoteker yang hadir di apotek Kecamatan Tarogong kaler Tarogong kidul Garut Kota 1 4 15 Total 19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 7. Perhitungan Persentase Tahapan Konseling yang dilaksanakan Apoteker dan Non Apoteker - Perhitungan Gambar 5.6 No Kode Apotek Tahapan Konseling yang dilakukan Apoteker Nilai konseling oleh Apoteker Tahapan konseling yang dilakukan petugas apotek non apoteker Nilai konseling oleh petugas apotek non apoteker 1 005 2 007 3 012 4 013 4 5 016 4,5 6 017 5 7 027 8 018 3,5 9 019 10 020 5 11 021 12 022 3,4,5 13 023 4,5 15 024 5 16 026 5 17 031 18 032 19 034 4,5 Keterangan: a. Tahap 1 : membuka komunikasi dengan pasien b. Tahap 2 : menilai pemahaman tentang penggunaan obat c. Tahap 3 : menggali informasi lebih lanjut tentang masalah penggunaan obat d. Tahap 4 : memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat e. Tahap 5 : melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien f. Tahap 0 : tidak melakukan tahapan konseling g. Nilai 1 : melakukan konseling h. Nilai 0 ; tidak melakukan konseling Persentase Apoteker yang melakukan tahapan konseling Tahap 1: 0  Tahap 2: 0  Tahap 3: 2  Tahap 4: 5  Tahap 5: 10  keterangan: - nilai 19 adalah: jumlah total bila apoteker melakukan tahapan konseling - petugas apotek non apoteker yang tidak satu pun yang melakukan tahapan konseling sehingga persentasenya 0 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 8. Perhitungan Persentase Kualitas Pelayanan Klinik di Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogomg Kidul dan Kecamatan Garut Kota Tabel 5.5

a. Hasil skor PIO setiap Apotek di Kecamatan Tarogong Kaler