UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Masing-masing peran Apoteker dan petugas apotek lain seperti Asisten Apoteker dalam pelayanan klinik telah dijelaskan dalam peraturan. Salah satunya
adalah Permenkes Republik Indonesia Nomor 376MENKESPERV2009 tentang petunjuk teknis jabaran fungsional Asisten apoteker dan angka kreditnya
yang menjelaskan bahwa tugas Asisten apoteker sebatas menyiapkan hal-hal yang diperlukan dalam kegiatan pelayanan klinik dan bertugas dalam menyiapkan obat.
Sedangkan pemberi pelayanan klinik adalah tugas Apoteker, hal ini diperkuat oleh Permenkes Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa
Apotekerlah yang wajib berkomunikasi dengan pasien dan memberikan informasi obat pada pasien.
5.3. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Klinik di Apotek Kecamatan
Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Garut Kota
Pelaksanaan pelayanan klinik di Apotek yang dibahas dalam penelitian ini mencakup dispensing, pelayanan informasi obat dan konseling. Pelaksanaan
pelayanan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.35 tahun 2014. Berikut adalah pemaparan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
5.3.1. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Dispensing di Apotek
Salah satu pelayanan klinik di Apotek adalah kegiatan dispensing. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis kegiatan dispensing dalam segi kesesuaian
obat yang diberikan oleh pihak Apotek dengan obat yang tertera dalam resep baik dari segi jenis dan jumlah. Berikut grafik dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Gambar 5.2 Persentase Kesesuaian Penyerahan Obat dengan Resep
91.43 8.57
penyerahan obat sesuai dengan resep
penyerahan obat tidak sesuai dengan resep
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45.71 54.29
Apoteker yang tidak hadir pada jam buka
Apotek Apoteker yang hadir
pada jam buka Apotek
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa 8,57 3 Apotek Apotek tidak melakukan dispensing sesuai dengan resep, dimana letak Apotek tersebut berada
di Kecamatan Garut Kota. Satu apotek di wilayah Kecamatan Garut Kota dimana petugas apotek non apoteker sebagai pemberi pelayanan mengganti obat
simetidin generik menjadi ranitidin paten dan 2 apotek wilayah Kecamatan Garut Kota lainnya mengganti obat metformin generik dengan obat metformin paten
dimana masing-masing pemberi pelayanan klinik adalah Apoteker dan petugas apotek non apoteker. Dari hasil tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa
Apoteker dan petugas apotek non apoteker masih melakukan pelanggaran dalam kegiatan dispensing obat. Penggantian obat generik ke obat paten akan
menyebabkan penambahan beban biaya pasien dalam menebus obat. ketiga kasus penggantian obat tersebut pada umumnya dilakukan tanpa persetujuan peneliti
sebagai pelanggan Apotek. Penggantian obat dalam resep tanpa sepengetahuan pasien ini sendiri merupakan bentuk penyimpangan terhadap UU No. 8 tahun
1999.
5.3.2. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat di Apotek
Selanjutnya peneliti melakukan observasi untuk menganalisis pelaksanaan pelayanan klinik yang terjadi di Apotek berupa pelayanan informasi obat.
Kehadiran Apoteker sebagai pelaksana pelayanan informasi obat ini menjadi penting karena menjadi syarat utama pelaksanaan pelayanan informasi obat yang
ideal dapat terjadi di Apotek. Berikut gambar yang menunjukkan kehadiran Apoteker yang dapat ditemui di Apotek pada saat penelitian :
Gambar 5.3 Gambaran Distribusi Apoteker yang Hadir di Apotek Saat Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 35 apotek yang berada di tiga kecamatan yang menjadi wilayah penelitian didapatkan data bahwa
apoteker yang hadir di Apotek saat penelitian adalah 19 Apoteker 54,29 dengan rincian 4 Apoteker di Apotek Kecamatan Tarogong Kidul dan 15
Apoteker di Kecamatan Garut Kota. Diantara Apoteker tersebut 17 diantaranya menyatakan hadir setiap hari di Apotek selama jam buka Apotek, 1 Apoteker
menyatakan hadir 2 kali dalam seminggu dan 1 Apoteker menyatakan hadir 3 kali dalam seminggu. Sedangkan 45,71 Apoteker tidak dapat ditemui di Apotek dan
hanya petugas apotek non apoteker yang berada di Apotek. Semua Apoteker yang ditemui peneliti di Apotek bersedia untuk
memberikan pelayanan klinik berupa pelayanan informasi obat dengan menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti yang mengacu pada check list. Sedangkan saat
Apoteker tidak hadir dan ingin menanyakan tentang informasi obat yang ingin diketahui maka petugas apotek non apoteker yang berada di Apotek
menyanggupi dan memberikan pelayanan informasi obat kepada peneliti. Pemindahan tugas Apoteker kepada petugas lain selain apoteker ini tidak
diperbolehkan dan hal ini menunjukkan adanya pelanggaran dalam proses pelaksanaan pelayanan informasi obat karena bukan Apoteker yang memberikan
pelayanan ini. Mendapatkan pelayanan klinik berupa pelayanan informasi obat dari
Apoteker merupakan suatu hak dari pasien. Namun sepertinya hak tersebut tidak sepenuhnya disadari oleh pasien karena berdasarkan hasil pengamatan peneliti di
Apotek saat penelitian tidak ditemukan pasien lain yang meminta pelayanan serupa dengan peneliti lakukan kepada pihak Apoteker. Kemungkinan masih
kurangnya eksistensi Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang dapat dijadikan narasumber dalam setiap permasalah obat masih kurang, hal tersebut dipertegas
oleh penelitian Arhayani 2007 yang menyatakan 2,81 saja pengunjung Apotek yang menjadikan Apoteker sebagai sumber informasi obat. Oleh sebab itu
diperlukan sarana penunjang eksistensi Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang dapat diandalkan. Berdasarkan hasil rapat kerja nasional pertama IAI tahun
kepengurusan 2014-2018 di Novortel, Jakarta salah satu sarana yang mampu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10 20
30 40
50 60
Tahapan Konseling yang dilakukan Apoteker
Tahapan Konseling yang dilakukan petugas apotek non
apoteker 10.53
21.05 52.63
tahap 1 tahap 2
tahap 3 tahap 4
tahap 5
menunjang peran Apoteker adalah pemasangan papan praktik apoteker dan penggunaan jas praktik selama jam kerja di Apotek Anwar Firdaus, 2014.
5.3.3. Gambaran Pelaksanaan Konseling di Apotek