UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sesuai check list yang telah dipersiapkan sebelumnya namun tanpa menunjukkan check list tersebut dan setiap jawaban dicatat dalam check list. Pencatatan
dilakukan saat peneliti keluar dari Apotek dengan tujuan mencegah kecurigaan Apotekerpetugas Apotek tentang adanya simulasi pasien.
Selama pengajuan pertanyaan ini peneliti dituntut memiliki kemampuan dan keahlian dalam mengajukan pertanyaan sehingga tidak menimbulkan
kecurigaan pada pihak Apotek sehingga jawaban yang di dapat merupakan jawaban yang menggambarkan keadaan sebenarnya.
4.6.5. Manajemen Data
Setelah proses pengumpulan data selesai dilakukan, maka akan dilakukan analisis data. Proses pengolahan data dilakukan untuk menyederhanakan data ke
dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, dengan tahapan
sebagai berikut Pusdiklat Pengawasan dan Deputi Akuntan Negara, 2007:
1. Pengeditan Editing Pengeditan merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang diperlukan
terhadap data untuk memudahkan pemberian kode dan pemrosesan data dengan tekhnik statistik. Data yang diperoleh dari hasil penelitian perlu diedit
dari kemungkinan kekeliruan dalam proses pencatatan yang dilakukan dalam pengumpulan data.
2. Pemberian Kode Coding Pemberian kode merupakan proses identifikasi dan klasifikasi data ke dalam
skor numerik. Proses pemberian kode ini akan memudahkan dan meningkatkan efisiensi proses data entry ke dalam komputer.
3. Pemrosesan data Data Processing Setelah kedua tahap diatas dilakukan, maka data siap untuk diolah atau
dianalisis.
4.7. Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft excel 2010.
Pengolahan data yang dilakukan adalah analisis univariat. Analisis univariat
adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis setiap variabel yang ada secara deskriptif Notoatmodjo, 2003. Analisis deskriptif bertujuan untuk melihat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
data secara apa adanya untuk memperoleh gambaran umum mengenai variabel- variabel yang diukur pada sampel Pusdiklat Pengawasan dan Deputi Akuntan
Negara, 2007. Analisis yang dilakukan meliputi:
1. Kehadiran Apoteker di tempat kerja apotek. 2. Gambaran pemberi pelayanan klinik di Apotek
3. Gambaran pelaksanaan pelayanan klinik di Apotek
4. Gambaran kualitas pelayanan klinik ditinjau dari pemberian informasi obat dan
konseling terhadap resep antidiabetes di Apotek.
Analisis yang dilakukan didasarkan dari hasil wawancara langsung menggunakan check list dengan skala guttman dan observasi di Apotek. Skala
Guttman digolongkan sebagai skala yang berdimensi tunggal yaitu skala yang menghasilkan kumulatif jawaban yang butir soalnya berkaitan satu dengan yang
lain. Skala ini bersifat tegas karena setiap jawaban dari pertanyaan yang ada di check list diberi skor 0 untuk jawaban tidak dan 1 untuk jawaban ya Windiyani
Tustiyana, 2012.
.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelayanan klinik di Apotek meliputi pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat PIO, konseling, pelayanan kefarmasian di rumah
Home Pharmacy Care, pemantauan terapi obat PTO dan monitoring efek samping obat MESO. Namun dalam penelitian ini hanya dilakukan survei
dengan melakukan wawancara terstruktur dan observasi dengan metode simulasi pasien untuk mendeskripsikan pelayanan klinik berupa dispensing berupa
kesesuaian penyerahan obat dengan resep, pelayanan informasi obat terhadap resep antidiabetes dan konseling. Kelebihan dari metode simulasi pasien ini
adalah hasil data yang didapatkan lebih objektif, mampu menggambarkan keadaan nyata dan sebenarnya karena minimnya bias yang terjadi akibat pengamatan.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, jumlah seluruh Apotek di Kota Garut pada tahun 2014 adalah 139 Apotek. Distribusi Apotek terbesar
berada di Kecamatan Garut Kota sebanyak 41 Apotek, Kecamatan Tarogong Kidul sebanyak 22 Apotek dan Kecamatan Tarogong Kaler sebanyak 8 Apotek.
Data Pemerintah Daerah Kabupaten Garut pada tahun 2013 menunjukkan jumlah penduduk di Kecamatan Tarogong Kaler 93.563 jiwa, jumlah penduduk di
Kecamatan Tarogong Kidul 131.118, dan jumlah penduduk di Kecamatan Garut Kota 170.875 jiwa.
Apabila dianalogikan satu apotek memiliki satu Apoteker maka rasio Apoteker terhadap 100.000 penduduk di setiap Kecamatan dapat dihitung.
Perhitungan ini dilakukan untuk meninjau apakah jumlah Apoteker sudah memadai sesuai yang dibutuhkan oleh Kementerian Kesehatan 12:100.000 dan
WHO 50:100.000 Adelina 2013 dikutip dari Dyani Primasari Sukandi, 2015. Rasio standar yang dirumuskan oleh Kementerian Kesehatan tersebut dapat
diidentikan dengan setiap 1 apotek melayani 8.333 penduduk, sementara standar WHO identik dengan pengertian 1 apotek melayani 2000 penduduk. Rasio apotek
terhadap jumlah penduduk di Kecamatan Tarogong Kaler adalah 1:11.695, di Kecamatan Tarogong Kidul 1:5.959 dan di Kecamatan Garut Kota 1:4.197. Data