UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut menggambarkan bahwa rasio Apotek terhadap jumlah penduduk di Kecamatan Tarogong Kidul dan Garut Kota sudah sesuai standar Kementerian
Kesehatan namun belum sesuai dengan standar WHO. Sedangkan rasio Apotek terhadap jumlah penduduk di Kecamatan Tarogong Kaler belum memenuhi
standar Kementrerian Kesehatan dan standar WHO.
5.1. Gambaran Kehadiran Apoteker di Apotek Kecamatan Tarogong
Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Garut Kota Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data tentang
frekuensi kehadiran apoteker dari tenaga kefarmasian yang berada di Apotek selama penelitian, baik Apoteker atau petugas apotek lain non apoteker. Data
penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1 Gambaran Frekuensi Kehadiran Apoteker di Kecamatan
Tarogong Kaler
Kegiatan Skor
Kehadiran 5
4 3
2 1
30 Frekuensi Kehadiran Apoteker
1 1
1 1
Kategori Buruk
Tabel 5.2 Gambaran Frekuensi Kehadiran Apoteker di Kecamatan
Tarogong Kidul
Kegiatan Skor
Kehadiran 5
4 3
2 1
78,18 Frekuensi Kehadiran Apoteker
4 5
1 1
Kategori Sedang
Tabel 5.3
Gambaran Frekuensi Kehadiran Apoteker di Kecamatan Garut Kota
Kegiatan Skor
Kehadiran 5
4 3
2 1
80 Frekuensi Kehadiran Apoteker
14 1
1 1
1 2
Kategori Baik
Dalam tabel tersebut dijelaskan bahwa rata-rata persentase kehadiran Apoteker di Apotek wilayah Kecamatan Tarogong Kaler adalah 30 dan hasil
tersebut dikategorikan buruk. Di Apotek wilayah Kecamatan Tarogong Kidul
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
didapatkan rata-rata persentase kehadiran Apoteker adalah 78,18 dan hasil tersebut dikategorikan sedang. Di Apotek wilayah Kecamatan Garut Kota
didapatkan rata-rata persentase kehadiran Apoteker adalah 80 dan hasil tersebut dikategorikan baik. Pengkategorian mengacu pada penelitian Harianti, Angki
Purwanti dan Sudibyo Supardi 2006. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa Apoteker belum hadir setiap hari
selama jam buka di Apotek. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya seperti penelitian tahun 2003 di Jakarta oleh Purwanti Angki,
Hartanto dan S. Supardi yang menyatakan bahwa kehadiran Apoteker di Apotek masih rendah dimana 54,7 Apoteker bekerja tidak penuh. Penelitian serupa
dilakukan di Medan tahun 2008 oleh Adelina BR Ginting 2009 dengan hasil 52,94 apoteker tidak hadir setiap hari. Penelitian terbaru yang serupa juga
dilakukan oleh Rendy Ricky Kwando tahun 2014, dalam penelitian tersebut digambarkan bahwa skor kehadiran Apoteker di Apotek wilayah Surabaya Timur
adalah 61,3 dan hasil tersebut dikategorikan sedang. Kehadiran Apoteker ini akan mempengaruhi pelayanan klinik di Apotek
karena syarat utama pelayanan klinik di Apotek dapat berjalan adalah adanya kehadiran Apoteker di Apotek selaku pelaksana pelayanan klinik dan tugas ini
tidak dapat dialihkan kepada petugas Apotek yang lain termasuk Asisten apoteker. Dalam penelitian Rendy Ricky Kwando 2014 dijelaskan bahwa frekuensi
kehadiran Apoteker di tempat kerja berkorelasi dengan pelayanan kefarmasian. Semakin tinggi frekuensi kehadiran Apoteker di tempat kerja maka pelaksanaan
pelayanan kefarmasian akan semakin meningkat. Peningkatan pelayanan kefarmasian akan menyebabkan peningkatan daya saing Apotek terutama dalam
menarik pelanggan. Hal ini sesuai dengan penelitian Erlin Aurelia 2013 bahwa konsumen akan berlangganan di Apotek bila Apotek tersebut dapat memberi
kepuasan dalam segi pelayanan dan harga obat. Peningkatan pelanggan di Apotek akan menyebabkan peningkatan pendapatan Apotek sehingga gajiupah Apoteker
lebih meningkat. Peningkatan upah kerja ini akan mampu meningkatkan kehadiran Apoteker di Apotek hal tersebut sesuai dengan penelitian Erik
Darmasaputra 2014 yang menyatakan salah satu alasan utama ketidakhadiran Apoteker di Apotek adalah masalah upahgaji Apoteker. Dari pemaparan tersebut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20 40
60 80
100
Kec. Tarogong Kaler
Kec. Tarogong Kidul
Kec. Garut Kota
36.36 60
100
64
25 15
Apoteker Petugas apotek non apoteker
Apoteker dan petugas apotek non apoteker
maka jelas tergambarkan bahwa ada hubungan sebab akibat antara kehadiran Apoteker terhadap pelayanan klinik, pelayanan klinik terhadap kepuasan
pelanggan dan kepuasan pelanggan terhadap peningkatan upah Apoteker. Karena pelaksanaan pelayanan klinik ini tidak bisa dialihkan kepada pihak
lain selain Apoteker maka Apoteker Pengelola Apotek APA wajib mengangkat seorang Apoteker pendamping untuk membatu pelaksanaan kefarmasian di
Apotek terutama saat APA tidak dapat hadir di Apotek. Hal tersebut sesuai telah dijelaskan dalam PP No.51 tahun 2009 pasal 24 tentang keharusan Apoteker
mengangkat seorang Apoteker pendamping dalam membantu pelaksanaan pekerjaan kefarmasian.
5.2. Gambaran Pemberi Pelayanan Klinik di Apotek Kecamatan