Asas-Asas Kewarisan HUKUM KEWARISAN ISLAM

3. Asas Individual Hukum Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, dengan mengandung arti bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perseorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara tersendiri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi, kemudian jumlah tersebut dibagian kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. 34 4. Asas Keadilan Berimbang Asas keadilan berimbang dalam pembagian harta warisan dalam hukum Islam memilki arti keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa perbedaan jender tidak menentukan hak kewarisan Islam. Artinya, sebagaimana laki- laki, perempuan pun memiliki hak yang sama kuat untuk mendapatkan warisan. Ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh saat menerima hak, memang terdapat ketidaksamaan. Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti tidak adil, karena keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga dikaitkan kepada kegunaan dan kebutuhan. 35 5. Asas Semata Akibat Kematian Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah “kewarisan” hanya berlaku setelah yang mempunyai 34 Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h. 23. 35 Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h. 26-27. harta meninggal dunia. Asas ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung maupun terlaksana setelah dia mati, tidak termasuk ke dalam istilah kewarisan menurut hukum Islam. Dengan demikian, hukum kewarisan Islam hanya mengenal satu bentuk kewarisan yaitu kewarisan akibat kematian semata. 36

D. Konsep Jender

Jender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial- budaya. Jender dijelaskan dalam Women‟S Studies Encyclopedia adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalis, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Jender berbeda dengan sex. Jender memandang laki-laki dan perempuan dari aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek non bilogis lainnya, sedangkan sex memandang laki-laki dan perempuan dari aspek biologis. Studi jender lebih menekankan perkembangan aspek maskulinitas atau feminitas seseorang, sedangkan studi sex lebih menekankan pada perkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki dan perempuan. 37 Di dalam pemahaman masyarakat umum, anggapan yang berkembang mengenai sex dan jender adalah perbedaan jender sebagai akibat perbedaan sex. Akan 36 Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h. 30. 37 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran, Jakarta: Paramadina, 2001, h. 33- 35. tetapi jika kita pahami lebih dalam, tidak mesti perbedaan sex menyebabkan ketidakadilan jender. Memang, diakui bahwa perbedaaan anatomi biologis dan komposisi kimia dalam tubuh manusia berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas intelektual masing-masing. Akan tetapi faktor genetika bukanlah penentu kesadaran dan kecerdasan manusia. 38 Terdapat faktor lain yang lebih penting yaitu faktor lingkungan. Faktor lingkungan dan budaya sangat berpengaruh pada peran dan status antara wanita dan laki-laki. Seperti contoh, terdapat sejumlah masyarakat primitif telah memberikan peran jender yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Perempuan boleh ikut memburu hewan, dan laki-laki pun boleh ikut mengasuh anak. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan peran jender bukan karena kodrat atau faktor biologis, namun faktor budaya. 39 Faktor budaya begitu mempengaruhi peran dan status laki-laki dan perempuan. Contoh yang mudah kita lihat adalah budaya patriarkal yang telah mengakar pada kehidupan masyarakat hingga saat ini. Sistem patriarkal menjadi sistem filsafat, sosial, dan politik dimana laki-laki dengan kekuatan, tekanan langsung, atau melalui ritual, tradisi, hukum, dan bahasa, adat kebiasaan, etiket, pendidikan dan pembagian kerja menentukan peran apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan perempuan dan perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki. 38 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender, h. 42-44. 39 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender, h. 44- 45. Keberpihakan kepada jenis kelamin laki-laki ini menimbulkan ketidakadilan gender. 40 Adil al-adl sering disinonimkan dengan kata “al-musawwah” persamaan, “adala” dasar keadaan lurus atau penetapan hukum dengan benar dan “al-qisth” seseorang secara proporsional mendapatkan saham atau seimbang. 41 Islam menjelaskan makna adil yakni dalam Al-Quran Surat Al-Maidah 5 ayat 8 dan Surat Ar-Rahman 55 ayat 7-9, makna adil itu adalah menegakkan kebenaran, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya tanpa ada pengurangan atau melampaui batas, menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan mengatakan sesuatu kesaksian dengan benar. Dalam hal jender, Islam pun mengatur keadilan jender. Dalam Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 13 bahwa wanita dan laki-laki sama di mata Allah, yang membedakan adalah ketakwaannya. 42 Kemudian dalam Surat Al-Baqarah ayat 228, bahwa hak dan kewajiban suami-istri itu seimbang. Kemudian terkait hal waris, terdapat perbedaan pembagian waris antara laki-laki dan perempuan, contohnya bagian anak laki-laki dan anak perempuan yaitu 2:1, kemudian bagian suami dan istri yaitu ½ untuk suami jika tidak keturunan sedangkan istri ¼ jika tidak keturunan. 40 Agnes Widanti, Hukum Berkeadilan Jender, Jakarta: Kompas, 2005, h. 60. 41 Ali Parman, Kewarisan Dalam Alquran: Suatu Kajian Hukum dengan Pendekatan Tafsir Tematik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995, h. 73-74. 42 Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Perspektif Agama Islam, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2004, h. 85.

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88