yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka ahli waris itu terdiri
dari Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.” d.
Hadits Nabi dari Ibnu Abbas menurut riwayat al-Bukhari:
Artinya: “Berikanlah fara’id bagian-bagian yang ditentukan itu kepada
yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari keturunan laki- laki yang terdekat.”
13
e. Hadits Nabi dari Jabir menurut riwayat Abu Dawud, al-Tirmizi, Ibnu Majah
dan Ahmad :
Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah berkata: Janda Sa’ad datang kepada Rasul
bersama dua orang anak perempuannya. Lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa’ad yang telah gugur secara syahid bersamamu
di perang Uhud. Paman mereka mengambil harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-
apa untuk mereka. Keduanya tidak dapat harta.” Nabi berkata: “Allah akan menetapkan hukum dalam kejadian ini.”
13
Al-Bukhariy, Shahih al Bukhariy, Juz IV, Beirut, Lebanon: Dar Al-Khotob Al-Ilmiyah, h. 320.
Kemudian turunlah ayat-ayat tentang kewarisan. Nabi pun memanggil paman itu dan berkata: “Berikanlah dua pertiga untuk dua orang anak Sa’ad,
seperdelapan untuk istri Sa’ad dan selebihnya ambillah untukmu.”
B. Rukun, Syarat, Sebab dan Penghalang Mewarisi
1. Rukun Waris
Menurut bahasa, rukun ialah asas atau dasar.
15
Sedangkan menurut istilah, rukun adalah keberadaan sesuatu yang menjadi bagian atas keberadaan sesuatu yang
lain. Jadi, rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris dimana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun-
rukunnya.
16
Rukun-rukun untuk mewarisi ada tiga, yaitu: a.
Al Muwarrits yang mewariskan adalah orang yang harta peninggalannya pindah ke tangan orang lain ahli warisnya, dan ia adalah si mayit.
b. Al-Warits ahli waris adalah orang yang menerima harta peninggalan si
mayit. c.
Al-Mauruts yang diwariskan yaitu harta peninggalan si mayit.
17
2. Syarat Waris
14
Abu Dawud, Sunanu Abu Dawud, Juz III, Darul Fikri, h. 45-46
15
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1187.
16
Komite Fakultas Syariah Unversitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, Penerjemah Addys Aldizar dan Fathurrahman, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004, h. 27.
17
Asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Waris – Metode Praktis
Menghitung Warisan dalam Syariat Islam, Penerjemah Abu Najiyah Muhaimin, Tegal: Ash-Shaf media, 2007, h. 22.
Syarat, menurut bahasa berarti janji.
18
Sedangkan menurut istilah, syarat adalah sesuatu yang karena ketiadaannya, tidak akan ada hukum. Berkaitan dengan
waris, maka jika tidak ada syarat-syarat waris, berarti tidak ada pembagian harta waris. Meskipun syarat syarat waris terpenuhi, tidak serta merta harta waris dapat
langsung dibagikan jika terdapat sesuatu yang menghalanginya.
19
Syarat-syarat waris antara lain
20
: a.
Matinya orang yang mewariskan. Kematian orang yang mewariskan menurut ulama dibedakan menjadi tiga yakni mati hakiki sejati, mati hukmiy
menurut putusan hakim, dan mati taqdiriy menurut perkiraandugaan yang kuat
b. Ahli waris yang hidup, baik secara hakiki maupun hukmiy, setelah kematian
si mayit, sekalipun hanya sebentar, memili hak atas harta waris. c.
Mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris dengan si mayit, seperti garis kekerabatan, perkawinan, dan perwalian.
3. Sebab-Sebab Mewariskan
Sebab-sebab seseorang menerima warisan ada tiga, antara lain: a.
Nikah, adalah ikatan akad suami istri yang sah, dengan sebab ini maka seorang suami mewarisi harta istri dan istri mewarisi harat suami dengan
18
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1368.
19
Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, h. 28-29.
20
Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, h. 29-30.
sebab semata-semata telah melakukan akad nikah, meskipun belum melakukan jima‟ dan belum berkhalwat. Ini telah ditetapkan oleh Allah dalam
surah An-Nisaa ayat 12 yang artinya : “Dan bagimu suami-suami seperdua
dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya ..”
21
b. Nasab adalah kekerabatan yaitu hubungan darah yang mengikat para ahli
waris dengan si pewaris. Sebab hubungan kekerabatan ini diatur oleh Allah dalam Surat Al Anfal ayat 75, yang artinya:
“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu lebih berhak terhadap sesamanya daripada yang
bukan kerabat di dalam kitab Allah.”
22
c. Wala‟ adalah wala’-nya seorang budak yang dimerdekakan. Yaitu ikatan
antara dirinya dengan orang yang memerdekakannya.
23
Terjalinnya suatu tali ikatan di atas dalam istilah fiqh dinamakan ushubah sababiyah, yakni
ushubah yang disebabkan oleh pemerdekaan.
24
Akan tetapi dalam Kompilasi Hukum Islam Indonesia pasal 174, sebab sebab mewarisi hanya ada 2, yakni karena adanya hubungan darah dan adanya hubungan
perkawinan. Pada KHI tidak dicantumkan hubungan wala ‟, karena dianggap sudah
21
Al-Utsaimin, Ilmu Waris, h. 25-26.
22
Al-Utsaimin, Ilmu Waris, h. 27.
23
Al-Utsaimin, Ilmu Waris, h. 27.
24
Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, h. 28.