Pertimbangan Hukum PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 86K AG 1994 DAN ANALISA
Perdata Pasal 1865 dan HIR Pasal 163 bahwa barang siapa yang mengaku mempunyai haknya itu, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan
haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. Pembuktian memegang peranan penting
dalam pemeriksaan perkara dalam persidangan di pengadilan. Dengan adanya pembuktian, hakim akan mendapat gambaran yang jelas terhadap peristiwa yang
sedang menjadi sengketa di pengadilan.
1
Pada persidangan perkara waris di tingkat pertama ini, Penggugat tidak mampu memberikan bukti-bukti yang kuat tentang
objek sengketa. Sedangkan Tergugat mampu memberikan bukti yang kuat berupa akta auntektik yakni Pipil Garuda atas tanah kebun tersebut. Oleh karenanya pada
tingkat pertama, hakim tidak mengabulkan gugatan Penggugat dan tidak menetapkan bahwa Para Penggugat sebagai ahli waris dari Pewaris.
Lalu pada tingkat banding, majelis hakim mempertimbangkan adanya pengakuan dari kedua belah pihak bahwa pada waktu si Pewaris meninggal dunia,
tanah-tanah kebun tersebut masih menjadi hak milik si Pewaris. Maka objek sengketa itu adalah harta peninggalan si pewaris yang belum dibagiwariskan. Pengakuan disini
merupakan salah satu alat bukti yang kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna dan menentukan
2
, sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1925. Dengan pengakuan di atas, maka tanah tersebut masih merupakan tanah Syarikat antara para
1
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Cet. III, Jakarta: Kencana, 2005, h. 228.
2
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata, h. 263.
ahli waris, meskipun telah dibaliknamakan kepada si anak perempuan. Seperti yang dikatakan M. Yahya Harahap, SH. dalam wawancara penulis dengan beliau bahwa
“pembaliknamaan itu tidak bisa menghilangkan hak ahli waris lain untuk mendapatkan warisan, selama dapat dibuktika
n bahwa harta itu adalah tirkah.”
3
Akhirnya majelis hakim memutuskan bahwa Para Penggugat dan Tergugat merupakan ahli waris dari Pewaris. Kemudian majelis hakim memutuskan objek
sengketa berupa tanah kebun seluas 2 Ha adalah harta peninggalan tirkah yang belum dibagiwariskan kepada ahli warisnya yaitu Le Putrahimah anak perempuan si
pewaris dan Amaq Itrawan saudara kandung si pewaris. Majelis hakim pun memutuskan pembagian harta waris yakni anak perempuan ½ bagian dan saudara si
pewaris ½ bagian. Kemudian pada tingkat kasasi, majelis hakim mempertimbangkan alasan
kasasi yakni PTA Mataram telah salah menerapkan hukum yakni mendudukan Amaq Itrawan yang telah meninggal pada tahun 1930 sebagai ashabah, yang mana dengan
adanya Le Putrahimah sebagai anak dari Amaq Nawiyah kedudukannya tidak dapat disejajarkan dengan pamannya selaku ahli waris yang sama-sama menerima warisan
dari pewaris. Alasan kasasi salah menerapkan hukum ialah bahwa putusan yang dikasasi melanggar atau bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum baik hal itu
mengenai hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Sehubungan dengan itu, penegakkan penerapan alasan kasasi berdasarkan Pasal 30 ayat 1 huruf b UU No. 5
3
Wawancara pribadi dengan Mantan Hakim Mahkamah Agung RI. M. Yahya Harahap, SH. Jakarta.02 April 2014.